You are on page 1of 5

Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi

Sulawesi Selatan tanggal


7 Juni 2011 di Hotel Singgasana Makassar

INFEKSI JAMUR MIKORIZA ARBUSKULAR BERDAMPAK DALAM MENINGKATKAN


KETAHANAN TANAMAN JAGUNG

Soenartiningsih

Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros


Email : soenartiningsih@yahoo.com

ABTRAK
Kemampuan simbiosis mutualistik jamur MA dapat meningkatkan resistensi atau toleransi dalam akar tanaman jagung
dan ini sangat efektif untuk mengendalikan patogen. Jamur MA yang menginfeksi tanaman jagung dapat
menyebabkan didalam tanaman terjadi peningkatan kandungan fenol, tetapi peningkatannya sekitar 0,02 0,09 ppm
dan jenis dari senyawa fenol tersebut adalah flavonoid. Akar yang terinfeksi jamur MA juga dianalisis kandungan
ligninnya secara kimiawi tetapi tidak terdeteksi kemungkinan karena kandungannya rendah, tetapi setelah dilakukan
pengirisan dan pewarnaan dengan phloroglucinol terlihat terjadi lignifikasi pada bagian parenkim dari akar tanaman,
terjadinya lignifikasi pada bagian parenkim dari jaringan akar, ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi
ungu. Pembentukan lignin pada akar yang terinfeksi jamur MA pada 15 hst belum terbentuk, tetapi setelah 30 60 hst
sudah terbentuk dengan jelas dan tanaman yang diinokulasi juga oleh jamur R.solani menyebabkan perkembangan
mikoriza terhambat sehingga pembentukan lignin dan fenol lebih berkurang, hal ini kemungkinan karena adanya
interaksi antara R. solani dan mikoriza didaerah rhizosfer. Peningkatan kandungan fenol dan lignin berdampak pada
meningkatnya ketahanan tanaman terhadap perkembangan jamur R solani maupun patogen-patogen yang lain,
terutama patogen tular tanah
Kata kunci : Jamur Mikoriza Arbuskular, Rhizoctonia solani, flavonoid dan Lignin

PENDAHULUAN
Kemampuan simbiosis mutualistik jamur mikoriza arbuskular (jamur MA) dapat meningkatkan resistensi atau
toleransi dalam akar tanaman jagung dan ini sangat efektif untuk mengendalikan pathogen, tetapi pengendalian ini
tergantung pada tanah dan kondisi lingkungan di daerah rizosfer (Linderman, 1996).
Peranan jamur mikoriza dalam meningkatkan ketahanan, dapat disebabkan karena pengaruh ketahanan
terimbas (induksi). Pada tanaman arbei karena adanya infeksi jamur mikoriza mencapai 55-70%, ternyata dapat
mengurangi gejala nekrosis dari penyakit yang disebabkan Phytophthora fragariae sekitar 30-60%.
Pengaruh mikoriza pada akar tomat dan ketimun menunjukkan terjadinya perubahan morfologi atau
anatomi, yaitu terbentuknya lignin pada bagian endodermis dari akar sehingga dapat menjadi penghalang terhadap
penetrasi pathogen (Dugassa et al.,1996). Terjadinya lignin menyebabkan tanaman tomat lebih tahan terhadap
Fusarium oxysporum, Selain perubahan morfologi juga terjadi perubahan fisiologi, menurut Dugassa, et al., (1996),
infeksi jamur MA dapat meningkatkan konsentrasi kitinase dalam akar tanaman. Infeksi jamur MA juga dapat
meningkatkan kandungan asam amino terutama arginin, yang merupakan hasil akumulasi dalam akar tanaman,
dengan adanya peningkatan asam amino dapat menekan terjadinya sporulasi Thielaviopsis basicola. Sementara itu
menurut Scharff et al.,(1998) pada tanaman kedelai yang terinfeksi jamur mikoriza terjadi peningkatan konsentrasi
fitoaleksin, sehingga pengaruh simbiosis antara jamur MA dengan tanaman inang dapat meningkatkan ketahanan
terhadap beberapa patogen. Kolonisasi jamur mikoriza menyebabkan perubahan induksi, seperti terjadinya stimulasi
biokimia yaitu peningkatan fenil propanoid dalam jaringan inang (Scharff et al., 1998)
4

Soenartiningsih : Infeksi Jamur Mikoriza Arbuskular Berdampak Dalam Meningkatkan Ketahanan Tanaman Jagung

Simbiosis dengan jamur MA merupakan pengendalian biologi yang efektif dalam menekan inokulum patogen
yang potensial, pengaruh jamur MA dapat bersifat sistemik atau lokal, dan kedua tipe ini bersifat sebagai ketahanan
induksi (Cordier et al., 1998)
METODE PENELITIAN
Kecambah jagung dari varietas Wisanggeni yang diinokulasi dengan jamur MA kemudian ditanam, setelah
berumur 15, 30, 45 dan 60 hari dan kontrol (tanpa diinokulasi jamur MA dan yang diinokulasi Jamur MA dan R.solani)
diambil bagian akarnya dan dicuci bersih dengan air mengalir, kemudian untuk mengetahui terbentuknya lignin pada
akar dianalisis secara kimia namun tidak terdeteksi sehingga dilakukan pengamatan pada jaringan akar secara
mikroteknik menggunakan metode menurut Sass (1961). Akar jagung yang telah dicuci bersih dimasukkan dalam
larutan FAA selama 24 jam, setelah itu akar diiris dengan silet kemudian dilakukan pewarnaan phloroglucinol 1-2 %
dalam etil alkohol 95% kemudian irisan tadi dipindahkan kedalam larutan HCL selama 5 menit. Irisan dibuat sediaan
semi permanen dan ditetesi dengan gliserin.
Selain mengamati kandungan lignin, juga mengamati adanya senyawa fenol pada akar yang terinfeksi jamur
MA dan metode yang digunakan menurut Cheng dan Crisosto (1995) dan Ranganna (1977). Kecambah jagung dari
varietas Wisanggeni yang telah diinokulasi jamur MA kemudian ditanam dan pada umur 15, 30, 45 dan 60 hari setelah
tanam dan kontrol (tanpa diinokulasi jamur MA dan yang diinokulasi jamur MA dan R.solani) diambil akarnya
sebanyak 10 g. Akar tersebut dicuci bersih dan dihaluskan dengan mortar sambil dituang nitrogen cair sedikit demi
sedikit sampai akar menjadi halus. Akar yang sudah halus ditambah dengan larutan etil alkohol 70 % sebanyak 50 ml
diaduk dan ditutup setelah itu dibiarkan selama 24 jam. Hasil rendaman disaring dengan kertas saring kemudian
o
diupkan dengan dengan menggunakan penangas air pada suhu 40 C sampai volume menjadi sepertiga volume awal
kemudian ditambah campuran akuades dan petroleum eter (1:1) sampai mencapai volume awal. Sampel tersebut
diekstrak dengan etil eter sebanyak 50 ml kemudian diekstrak lagi dengan natrium sulfat sebanyak 30 ml sehingga
o
terjadi 2 bagian yang terpisah. Larutan bagian atas diambil, kemudian diuapkan di dalam evaporator pada suhu 40 C
sampai kering. Sampel yang telah kering dan menempel pada dinding tabung evaporator disuspensikan dengan 1 ml
methanol 95% dengan 50 ul air HPLC grade, kemudian larutan tadi diambil 0,5 ml dan dicairkan lagi dengan 0,5 ml
methanol 95 %. Larutan yang telah diencerkan tadi disaring dengan kertas saring kemudian diambil 2 ul dan
o
disuntikkan ke HPLC pada kolom. Kondisi operasi HPLC adalah suhu 38 C dengan tekanan 2053 psi jenis kolom adalah
kolom fase terbalik dengan detector UV. Untuk menentukan senyawa fenol dengan mengamati waktu retensi, panjang
gelombang kemudian dikalibrasi antara contoh standart dengan waktu retensi yang sama.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis secara kimiawi tidak mampu menunjukkan terjadinya proses lignifikasi pada perakaran sehingga
dilakukan pengamatan secara histologi pada perakaran yang terinfeksi jamur MA. Hal ini kemungkinan karena
kandungan ligninnya terlalu rendah sehingga tidak dapat dideteksi secara kimiawi. Hasil pengamatan secara histologi
menunjukkan bahwa tanaman yang diinokulasi jamur mikoriza, dan diamati pada 30, 45 dan 60 hari setelah tanam
terjadi lignifikasi pada bagian parenkim dari jaringan akar dan ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi
ungu. Pada pengamatan 15 hari setelah inokulasi jamur MA dan tanpa inokulasi jamur MA tidak terbentuk lignin
sedangkan yang diinokulasi jamur MA dan R.solani terlihat terjadinya penurunan pembentukan lignin. Hasil analisis
secara kimiawi tidak mampu menunjukkan terjadinya proses lignifikasi pada perakaran sehingga dilakukan
pengamatan secara histologi pada perakaran yang terinfeksi jamur MA. Hal ini menurut Sass (1961) dengan
menggunakan pewarnaan phloroglucinol jika jaringan terjadi lignifikasi maka akan menimbulkan perubahan warna
menjadi ungu.
Menurut Smith (1988), tanaman tembakau yang terinfeksi jamur MA dapat membentuk lignin pada jaringan
akar dan terjadi di bagian endodermis. Pada tanaman jagung yang diinokulasi jamur MA dan diamati pada 15 hari
setelah tanam belum terbentuk lignin pada perakaran tetapi setelah 30 hari setelah tanam pada bagian parenkim
mulai terbentuk lignin sampai pada umur 60 hari setelah tanam.
Pembentukan lignin pada tanaman jagung terlihat tidak merata, pembentukan lignin tidak terjadi di daerah
endodermis akar tetapi di bagian parenkim dari jaringan akar, hal ini kemungkinan setiap jenis tanaman mempunyai
perbedaan dalam pembentukan lignin (gambar 1). Menurut Nicholson dan Hammer (1992), bahwa terjadinya
lignifikasi adalah pertahanan dari dinding sel terhadap infeksi patogen, akumulasi atau terjadinya lignin selain di akar
juga dapat terjadi di daun atau pada umbi kentang.
5

Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tanggal
7 Juni 2011 di Hotel Singgasana Makassar

Selain terbentuk lignin pada akar yang terinfeksi jamur MA juga terjadi peningkatan senyawa fenol, dari hasil
analisis secara kimiawi ternyata ada peningkatan senyawa fenol pada jaringan akarnya jika tanaman diinokulasi
dengan jamur MA, peningkatan senyawa fenol menyebabkan terjadinya peningkatan enzim lyase. Peningkatan enzim
ini penyebab terjadinya induksi ketahanan karena adanya asosiasi dari jamur MA dan ini memberi kesan bahwa jamur
MA mempunyai respon ketahanan karena dapat menekan patogen (Volpin et al., 1994), sehingga walaupun
peningkatan struktur flavonoid sangat rendah ternyata sudah dapat menekan penyakit.
Hasil analisis secara kimiawi terhadap kandungan senyawa fenol diketahui bahwa tanaman yang diinokulasi
jamur MA terjadi pembentukan senyawa fenol, sedangkan yang tidak diinokulasi jamur MA tidak terdeteksi adanya
senyawa tersebut.

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Penampang melintang akar yang terinfeksi jamur MA, pada 15 hst


Penampang melintang akar yang terinfeksi jamur MA, pada 30 hst
Penampang melintang akar yang terinfeksi jamur MA, pada 45 hst
Penampang melintang akar yang terinfeksi jamur MA, pada 60 hst
Penampang melintang akar yang tidak terinfeksi jamur MA
Penampang melintang akar yang terinfeksi jamur MA dan R.solani

Pada tanaman yang diinokulasi jamur MA dan R. solani ternyata kandungan fenol lebih rendah dibanding
yang diinokulasi dengan mikoriza saja. Hal ini karena adanya interaksi antara R. solani dan mikoriza di daerah
rhizosfer, interaksi ini juga bisa menghambat perkembangan kedua jamur dibanding jika hanya salah satu
mikroorganisme saja yang menempati daerah rhizosfer karena tidak terjadi interaksi mengenai makanan maupun
ruang. Perkembangan jamur R. solani lebih cepat dibanding dengan mikoriza, sehingga jika jamur R. solani lebih dulu
menginfeksi maka mikoriza tidak dapat berkembang sama sekali, tetapi jika mikorizanya yang lebih dulu menginfeksi
tanaman maka mikorizanya dapat berkembang lebih baik. Jadi dalam hal ini penggunaan mikoriza selain untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman juga dapat menekan perkembangan patogen. Kemampuan simbiosis
mutualistik dengan jamur MA dapat mempertinggi resistensi atau toleransi dalam akar dan ini sangat efektif untuk
mengendalikan patogen, tetapi pengendalian ini juga tergantung pada tanah dan kondisi lingkungan didaerah rizosfer
(Linderman 1996 dalam Soenartiningsih 2006). Peningkatan senyawa flavonoid antara 0,02 0,09 ppm (Tabel 1).
Perhitungan senyawa fenol dengan cara melakukan kaliberasi dengan contoh standart dan waktu retensi yang sama
dengan kecepatan alir 2 ml/menit. Absorbsi maksimum dari hasil analisis adalah 260 nm, dengan waktu retensi yang
dibutuhkan 15-45 menit dengan melihat nilai spectrum tersebut maka dapat dikatakan bahwa kisaran spectrum
sekitar 260 nm termasuk struktur flafonoid (Ranganna, 1997) pada akar jagung yang tidak diinokulasi jamur MA, tidak
terdeteksi adanya senyawa fenol sedang jamur MA yang diinokulasi bersama R. solani maka kandungan senyawa fenol
terlihat lebih rendah. Menurut Harrison dan Dixon 1993 peningkatan kandungan flavonoid atau isoflafonoid dapat
meningkat pada akar medicago truncatula yang terkolonisasi dengan Glomus versiforme. Peningkatan ini terjadi
karena adanya stimulasi pada waktu tanaman terinfeksi jamur MA sehingga terjadi kolonisasi pada perakaran.
Terjadinya akumulasi flavonoid pada jamur MA dapat meningkatkan aktivasi dari enzim phenylalanine
ammonium lyase (PAL), dan menurut Shaul et al., (2001) peningkatan struktur flavonoid tidak langsung berperan
dalam ketahanan patogen, tetapi berfungsi untuk mensintesis chitinase dan enzim phenylalanine ammonium lyase.

Soenartiningsih : Infeksi Jamur Mikoriza Arbuskular Berdampak Dalam Meningkatkan Ketahanan Tanaman Jagung

Tabel 1. Kandungan fenol pada akar tanaman jagung yang terinfeksi jamur MA pada 15, 30, 45 dan 60 hari
setelah inokulasi, tanpa terinfeksi mikoriza dan kontrol mikoriza R.solani
Infeksi mikoriza (hari setelah tanam)
15
30
45
60
tanpa mikoriza
Kontrol mikoriza + R.solani

Kandungan fenol pada akar (ppm)


Glomus sp.
A. mellea
0,02
0,03
0,06
0,06
0,08
0,08
0,09
0,07
0,05
0,04

Keterangan : - tidak terdeteksi


KESIMPULAN

a. Infeksi jamur mikoriza dapat meningkatkan induksi ketahanan tanaman karena terjadinya lignifikasi dan
peningkatan kandungan fenol

b. Infeksi R. solani dapat menghambat perkembangan mikoriza jika menginfeksi lebih dulu tetapi jika mikoriza yang
c.

menginfeksi lebih dulu maka perkembangan jamur R. solani juga terhambat, jadi kedua jamur ini saling bersaing
karena menempati ruang yang sama.
Infeksi R. solani juga dapat menurunkan kandungan fenol pada jaringan.
DAFTAR PUSTAKA

Cheng, G. W. and C.H. Crisosto. 1995. Browning potensial, phenolic composition and
polyphenoloxydase
of buffer extracts of peach and nectarine skin tissue. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 120 : 835-838.

activity

Cordier, C., M. J. Pozo., J.M. Barea., S. Gianinazzi. and V. Pearson. 1998. Cell defence responses associated with
localized and systemic resistance to Phytophthora parasitica induced in tomato by an arbuscular
mycorrhizal fungus. Mol. Plant- Microbe Interac. 11: 1017-1028
Dugassa, G.D., H.V. Alten and F. Schonbeck. 1996. Effect of arbuscular mycorrhiza (AM) on Health of Linum
usitatissium L. infected by fungal pathogens. Plant and Soil. 185: 173- 182.
Harrison, M. J. and R.A. Dixon 1993. Isoflavonoid accumulation and expression of defence gene transcripts during
the establishment of vesicular - arbuscular mycorrhizal association in roots of medicago truncatula. Mol
Plant Microbe Interact 6 : 643-654.
Nicholson, R. L. and R.S. Hammer. 1992. Phenolic compound and their role
Review of phytopathology 30: 369-389

in disease resistance. Annual

Ranganna, S. 1977. Manual of Analysis of fruit and Vegetable Product. Tata MC Graw- Hill Publish Company Limited
New Delhi
Sass,J.E. 1961. Botanical Microtechnique. The Lowa State University Press Ames Lowa. 219 pp
Scharff, A.M., I. Jakobsen and L. Rosendahl. 1998. The effect of symbiotic microorganisms on phytoalexin content of
soybean roots. J. plant Physiol. 151:716-723
Shaul, O., R David.,G. Sinvani., Ginzberg., D. Ganon., S. Wininger., H. Badani., N. Ovdat and Y. Kapulnik. 2001. Plant
Defence Response During Arbuscular Mycorriza Symbiosis. Current advances in Mycorrhizae Research. The
American Phytopathological Society St Paul Minnesota. P 61-68
Soenartiningsih, Ambarwati Harsojo, Nursamsi Pusposendjoyo dan John Baco Baon. 2006. Peranan jamur
Mikoriza Arbuskular dalam pengendalian penyakit busuk pelepah pada tanaman jagung. Fitomedika Vol 6
No 1 p 14-17

Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tanggal
7 Juni 2011 di Hotel Singgasana Makassar

Volpin, H., Y. Elkind.,Y. Okon., Y. Kapulnik. 1994. Vesicular Arbuscular mycorrhizal fungus (Glomus intraradix) induce
defence respons in alfalfa roots. Plant physiology. 104: 683-689

You might also like