You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN
Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien.
Salah satu keluhan tersebut adalah nyeri kepala sebelah atau yang dikenal
sebagai migren. 30-40 % penduduk USA pernah mengalami nyeri kepala hebat
pada masa hidupnya, dimana nyeri tegang otot dan migraine menduduki peringkat
nomor satu.1
Migren merupakan penyakit yang sering terjadi di masyarakat baik mulai
dari anak-anak sampai dewasa, akan tetapi jarang setelah umur 40 tahun.
Diperkirakan 9% dari laki-laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari anak-anak
menderita migren. Dua perseratus dari kunjungan baru di unit rawat jalan penyakit
saraf menderita nyeri kepala migren. 2
Migrain merupakan nyeri kepala primer. Nyeri kepala biasanya terasa
berdenyut di satu sisi kepala (unilateral) dengan intensitas sedang sampai berat
dan bertambah dengan aktivitas. Dapat disertai mual dan atau muntah atau
fonofobia dan fotofobia Banyaknya dan frekuensi serangan sangat beranekaragam, dari tiap hari sampai satu serangan per minggu atau bulan.1
Nyeri kepala ini merupakan penyakit yang sering menyebabkan
disabilitas, di lain pihak sampai saat ini tampaknya belum ada pengobatan yang
dapat menyembuhkan migrain kecuali hanya usaha mengendalikan serangan nyeri
kepala ini. Diagnosis yang akurat, memberi penerangan mengenai penyakitnya,
berusaha menenangkan pasien serta memberi perhatian dan mengajak pasien
bekerja sama dalam mengenal gejala dini dan gejala migrain pada umumnya serta
tindakan penanggulangannya merupakan bagian dari penatalaksanaan migren
yang dapat menurunkan angka morbiditas pasien.1

BAB II
MIGRAIN
2.1 Definisi
Migren adalah serangan nyeri kepala berulang, dengan karakteristik lokasi
unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang beraneka
ragam.2,3,5 Blau mengusulkan definisi migren sebagai berikut nyeri kepala yang
berulang-ulang dan berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri
kepalanya harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointestinal atau
keduanya.2
2.2 Klasifikasi Migrain
Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (IHS):
1. Migrain tanpa aura (common migraine)
-

Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Pada anak-anak kurang dari 15
tahun, nyeri kepala dapat berlangsung 2-48 jam.

Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini:

Lokasi unilateral

Kuafitas berdenyut

Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari-hari.

Diperberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.

Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul:

Mual dan atau muntah

Fotofobia dan fonofobia

Minimal terdapat satu dari berikut:

Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan lain.

Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah
disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (mis: MRI
atau CT Scan kepala)

2. Migrain dengan aura (classic migraine)


-

Terdiri dari empat fase yaitu: fase prodromal, fase aura, fase nyeri kepala
dan fase postdromal.

Aura dengan minimal 2 serangan sebagai berikut.

Satu gejala aura mengindikasikan disfungsi CNS fokal (mis: vertigo,


tinitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield
kedua mata, disartria, diplopia, parestesia, paresis, penurunan
kesadaran)

Gejala aura timbul bertahap selama lebih dari 4 menit atau dua atau
lebih gejala

Nyeri kepala

Sama dengan migrain tanpa aura

3. Migraine with prolonged aura


-

Memenuhi kriteria migrain dengan aura tetapi aura terjadi selama lebih
dari 60 menit dan kurang dari 7 hari.

4. Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine)


-

Memenuhi kriteria migrain dengan aura dengan dua atau lebih gejala aura
sebagai berikut: vertigo, tinnitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala
visual pada hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia bilateral,
paresis bilateralda penurunan derajat kesadaran.

5. Migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent atau


achepalic migraine)
-

Memenuhi kriteria migrain dengan aura tetepi tanpa disertai nyeri kepala

6. Childhood periodic syndromes that may be precursor to or associated with


migraine

7. Benign paroxysmal vertigo of childhood


-

Episode disekuilibrium, cemas, seringkali nystagmus atau muntah yang


timbul secara sporadis dalam waktu singkat.

Pemeriksaan neurologis normal.

Pemeriksaan EEG normal

8. Migrainous infraction (menggantikan complicated migraine)


-

Telah memenuhi kriteria migraine dengan aura.

Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan yang sebelumnya,


akan tetapi defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan
atau pada pemeriksaan neuroimaging didapatkan infark iskemik di daerah
yang sesuai

Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang


memadai.
Aura ialah gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul sebelum,

pada saat atau setelah serangan nyeri kepala


2.3 Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migraine, di
duga sebagai gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas sistim saraf dan
sistem trigeminal-vaskular, sehingga migraine termasuk dalam nyeri kepala
primer.
Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migraine
yaitu:
a. Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/ perubahan
hormonal.
b. Stress dan kecemasan.
c. Terlambat makan
d. Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan.
4

e. Cahaya kilat atau berkelip.


f. Cuaca terutama pada cuaca tekanan rendah
g. Psikis baik pada peristiwa duka ataupun pada peristiwa bahagia
h. Banyak tidur atau kurang tidur
i. Penyakit kronik misal penyakit ginjal kronik
j. Faktor herediter
k. Faktor kepribadian
2.4 Patofisiologi
Dulu migren oleh Wolff disangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori
vaskular). Sekarang diperkirakan kelainan primer di otak. Sedangkan kelainan di
pembuluh darah sekunder. Ini didasarkan atas tiga percobaan binatang2:
Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading
depression dari Leao)
1. Teori Depresi
Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan tumbuhnya
aura pada migren klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia
menemukan bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam
rangsangan lokal pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah
gelombang yang menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan.
Perjalanan dan meluasnya gelombang sama dengan yang terjadi waktu kita
melempar batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5 mm per
menit dan didahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat.
Jadi sama dengan perjalanan aura pada migren klasik.
Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan Lauritzen
(1981). dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita
migren klasik. Pada waktu serangan migren klasik, mereka menemukan
penurunan aliran darah pada bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan
kecepatan yang sama seperti pada depresi yang meluas. Mereka mengambil

kesimpulan bahwa penurunan aliran darah otak regional yang meluas ke depan
adalah akibat dari depresi yang meluas.
Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migren
klinikal, akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak ada fase
vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang
berlangsung terus setelah gejala gejala aura. Meskipun demikian, eksperimen
perubahan aliran darah memberi kesan bahwa manifestasi migren terletak primer
di otak dan kelainan vaskular adalah sekunder.
2. Sistem trigemino-vaskular
Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung
substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptid
(CGRP). Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA. dan
CGRP menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain ltu, rangsangan
oleh serotonin (5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular
menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi.
Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar serotonin dalam plasma
meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan
penyempitan pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan
bahwa serotonin bekerja melalut sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan
rasa nyeri kepala dan pelebaran pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin
misalnva cyproheptadine (Periactin) dan pizotifen (Sandomigran, Mosegor)
bekerja pada sistem ini untuk mencegah migren.
3. lnti-inti syaraf di batang otak
Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus seruleus
mempunyai hubungan dengan reseptor-reseptor serotonin dan noradrenalin. Juga
dengan pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang
daerah leher yang letaknya lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak sesisi dan vasodilatasi
pembuluh darah di luar otak. Selain itu terdapat penekanan reseptor-reseptor nyeri
6

yang letaknya lebih rendah di sumsum tulang daerah leher. Teori ini menerangkan
vasokonstriksi pembuluh darah di dalam otak dan vasodilatasi pembuluh darah di
luar otak, misalnya di pelipis yang melebar dan berdenyut.
Faktor pencetus timbulnya migren dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik
dan faktor Intrinsik. Faktor ekstrinsik, misalnya ketegangan jiwa (stress), baik
emosional maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan, makanan tertentu,
misalnya buah jeruk, pisang, coklat, keju, minuman yang mengandung alkohol,
sosis yang ada bahan pengawetnya. Lain-lain faktor pencetus seperti hawa terlalu
panas, terik matahari, lingkungan kerja yang tak menyenangkan, bau atau suara
yang tak menyenangkan. Faktor intrinsik, misalnya perubahan hormonal pada
wanita yang nyeri kepalanya berhubungan dengan hari tertentu siklus haid.
Dikatakan bahwa migren menstruasi ini jarang terdapat, hanya didapatkan pada 3
dari 600-700 penderita. Pemberian pil KB dan waktu menopause sering
mempengaruhi serangan migren.
Mual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin
pada pusat muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/ CTZ). Sedangkan
pacuan pada hipotalamus akan menimbulkan fotofobia. Proyeksi/pacuan dari LC
ke korteks serebri dapat mengakibatkan oligemia kortikal dan mungkin
menyebabkan penekanan aliran darah, sehingga timbulah aura7.
Pencetus (trigger) migren berasal dari:
a. Korteks serebri: sebagai respon terhadap emosi atau stress,
b. Talamus: sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan: cahaya
yang menyilaukan, suara bising, makanan,
c. Bau-bau yang tajam,
d. Hipotalamus sebagai respon terhadap 'jam internal" atau perubahan
"lingkungan" internal (perubahan hormonal),
e. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna: sebagai respon terhadap
vasodilator, atau angiografi.

2.5 Terapi
Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas mengurangi faktor
resiko, terapi farmaka dengan memakai obat dan terapi nonfarmaka. Terapi
farmaka dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi
preventif (terapi pencegahan), walau pada terapi nonfarmaka juga dapat bertujuan
untuk abortif dan pencegahan. Terapi abortif merupakan pengobatan pada saat
serangan akut yang bertujuan untuk meredakan serangan nyeri dan disabilitas
pada saat itu dan menghentikan progresivitas. Pada terapi preventif atau
profilaksis migrain terutama bertujuan untuk mengurangi frekwensi, durasi dan
beratnya nyeri kepala.1,4
1. Mengurangi faktor risiko/pencetus
-

Stres dan kecemasan

Kurang atau telalu banyak tidur, perubahan jadwal seperti jetlag.

Hipoglikemia (terlambat makan)

Kelelahan

Perubahan hormonal seperti haid, obat hormonal


Kadar

estrogen

yang

berfluktuasi

dapat

dilakukan

dengan

menghentikan pil KB atau obat-obat pengganti estrogen


-

Diet

Menghindari makanan tertentu cukup membantu pada 25-30%


penderita migrain. Secara umum, makanan yang harus dihindari
adalah: MSG, beberapa minuman beralkohol (anggur merah, prot,
sherry, scotch, bourbon), keju (Colby, Roquefort, Brie, Gruyere,
cheddar, bleu, mozzarella, Parmesan, Boursault, Romano), coklat, dan
aspartame.

Diet dilakukan selama 1 bulan. Apabila setelah 1 bulan gejala tidak


membaik, berarti modifikasi diet tidak bermanfaat. Apabila makanan
menjadi pencetus gejala, maka jenis makanan tersebut harus
diidentifikasi dengan cara menambahkan satu jenis makanan sampai
gejala

muncul.

Sebaiknya
8

dibuat

diari

makanan

selama

mengidentifikasi makanan apa yang menjadi pencetus migrain, karena


beberapa jenis makanan dapat langsung menimbulkan gejala (anggur
merah, MSG), sementara makanan lain baru menimbulkan gejala
setelah 1 hari (coklat, keju).2
2. Terapi farmaka migrain
a. Terapi Abortif
Pada terapi abortif dapat diberikan analgesia nonspesifik yaitu analgesia
yang dapat diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri kepala, dan atau analgesia
spesifik yang hanya bekerja sebagai analgesia nyeri kepala. Secara umum dapat
dikatakan bahwa terapi memakai analgesia nonspesifik masih dapat menolong
pada migrain dengan intensitas nyeri ringan sampai sedang. Pada kasus sedang
sampai berat atau berespons buruk dengan OAINS pemberian analgesia spesifik
lebih bermanfaat.
Domperidon atau metoklopramid sebagai antiemetik dapat diberikan saat
serangan nyeri kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat fase prodromal. Fase
prodromal migrain dihubungkan dengan gangguan pada hipotalamus melalui
neurotransmiter dopamin dan serotonin. Pemberian antiemetik akan membantu
penyerapan lambung di samping meredakan gejala penyerta seperti mual dan
muntah. Kemungkinan timbulnya efek samping antiemetik seperti sedasi dan
parkinsonism pada orang tua patut diperhatikan.
b. Analgesik nonspesifik
Yang termasuk analgesia nonspesifik adalah asetaminofen (parasetamol),
aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS). Pada umumnya pemberian
analgesia opioid dihindari. Beberapa obat OAINS yang telah diteliti diberikan
pada migrain antara lain adalah:
-

Diklofenak.

Ketorolak.

Ketoprofen.

Indometasin.
9

Ibuprofen.

Naproksen.

Golongan fenamat.
Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang berat.

Kombinasi antara asetaminofen dengan aspirin atau OAINS serta penambahan


kafein dikatakan dapat menambah efek analgetik, dan dengan dosis masingmasing obat yang lebih rendah diharapkan akan mengurangi efek samping obat.
Mekanisme kerja OAINS pada umumnya terutama menghambat enzim
siklooksigenase sehingga sintesa prostaglandin dihambat.1
Pasien diminta meminum obatnya begitu serangan migrain terasa. Dosis
obat harus adekuat baik secara obat tunggal atau kombinasi. Apabila satu OAINS
tidak efektif dapat dicoba OAINS yang lain. Efek samping pemberian OAINS
perlu dipahami untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pada wanita
hamil hindari pemberian OAINS setelah minggu ke 32 kehamilan. Pada migrain
anak dapat diberikan asetaminofen atau ibuprofen.
c. Analgesik spesifik
Yang termasuk analgesik spesifik yang sering digunakan adalah ergotamin,
dihidroergotamin (DHE) dan golongan triptan yang merupakan agonis selektif
reseptor serotonin pada 5-HT1, terutama mengaktivasi reseptor 5HT I B / 1 D. Di
samping itu ergotamin dan DHE juga berikatan dengan reseptor 5-HT2, 1dan
2- nonadrenergik dan dopamin.1
Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri sedang
sampai berat. Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya
analgesia spesifik ini, walaupun golongan ini merupakan pilihan sebagai
antimigren. Ergot lebih murah dibanding golongan triptan tetapi efek sampingnya
lebih besar. Penyebab lain yang menjadi penghambat adalah preparat ini di
Indonesia hanya tersedia dalam bentuk oral dan dari golongan triptan hanya ada
sumatriptan. Ergotamin dan DHE diberikan pada migrain sedang sampai berat
apabila analgesia nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping.

10

Dosis dan cara pemberian ergotamin dan DHE harus diperhatikan.


Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi
ergotamin selain sebagai analgesik pula. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit pembuluh
perifer (hati-hati pada pasien > 40 tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis.
Efek samping yang mungkin timbul antara lain mual, dizziness, parestesia, kramp
abdominal. Ergotamin biasanya diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis
dibatasi tidak melebihi 10 mg/minggu.1
Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia
sehingga memperbaiki disabilitas pasien. Diberikan pada migrain berat atau
pasien yang tidak memberikan respon dengan analgesia nonspesifik dengan atau
tanpa kombinasi. Dosis awal sumatriptan adalah 50 mg dengan dosis maksimal
dalam 24 jam 200 mg. Kontra indikasi antara lain adalah pasien, yang berisiko
penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, hipertensi yang tidak
terkontrol, migrain tipe basiler. Efek samping berupa dizziness, heaviness,
mengantuk, nyeri dada non kardial, disforia.
Golongan triptan generasi kedua (zolmitriptan, eletriptan, naratriptan,
rizatriptan) yang tidak ada di Indonesia sebenarnya mempunyai respons yang
lebih baik, rekurensi nyeri kepala yang lebih rendah dan lebih dapat ditoleransi.
Nama obat dan cara pemberian untuk penderita migrain:
-

Sumatriptan 6 mg SC

Rizatriptan 10 mg oral

Eletriptan 80 mg oral

Zolmitriptan 5 mg oral

Eletriptan 40 mg oral

Sumatriptan 20 mg intranasal

Sumatriptan 100mg oral

Rizatriptan 2,5 mg oral

Zolmitriptan 2,5 mg oral

Sumatriptan 50 mg oral

Naratriptan 2,5 mg oral


11

Eletriptan 20 mg oral .

d. Terapi preventif
Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau
tidak. Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek
(subakut) atau jangka panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor
pencetus nyeri kepala dikenal dengan baik sehingga dapat diberikan analgesia
sebelumnya. Terapi preventif jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena
faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka waktu tertentu seperti pada migrain
menstrual. Terapi preventif kronis akan diberikan dalam beberapa bulan bahkan
tahun tergantung respons pasien. Biasanya diambil patokan minimal dua sampai
tiga bulan.Indikasi dari terapi preventif adalah:

Penyakit kambuh beberapa kali dalam sebulan

Penyakit berlangsung terus menerus selama beberapa minggu atau


bulan

Penyakit sangat mengganggu kuafitas/gaya hidup penderita.

Adanya kontra indikasi atau efek samping yang tidak dapat ditoleransi
terhadap terapi abortif.

Kecenderungan pemakaian obat yang berlebih pada terapi abortif.

Terapi profilaksis lini pertama: calcium channel blocker (verapamil),


antidepresan trisiklik (nortriptyline), dan beta blocker (propanolol)

Terapi profilaksis lini kedua: methysergide, asam valproat, asetazolamid.

Mekanisme kerja obat-obat tersebut tidak seluruhnya dimengerti. Diduga obat


tersebut menghambat pelepasan neuropeptida ke dalam pembuluh darah dural
melalui efek antagonis pada reseptor 5-HT2. Satu jenis obat profilaksis tidak
lebih efektif daripada obat yang lain. oleh karena itu, bila tidak ada
kontraindikasi, verapamil lebih sering digunakan pada awal terapi karena efek
sampingnya paling minimal dibandingkan yang lain.

Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan jenis obat
yang lain. Bila dizziness sudah terkontrol, obat diberikan terus menerus selama

12

minimal 1 tahun (kecuali methysergide yang memerlukan interval bebas obat


selama 3-4 minggu pada bulan ke-6 terapi). Obat dapat diberikan ulang pada
tahun berikutnya apabila dizziness muncul lagi setelah terapi dihentikan.
Berikut ini nama obat dan dosis pemberian:
-

Propranolol 40-240 mg/hari


Nadolol 20-160 mg/ hari
Metoprolol 50-100 mg/ hari
Timolol 20-60 mg/ hari
Atenolol 50-100 mg/ hari
Amitriptilin 10-200 mg/ hari
Nortriptilin 10-150 mg/ hari
Fluoksetin 10-80 mg/ hari
Mirtazapin 15-45 mg/ hari
Valproat 500-1500 mg/ hari
Topiramat 50-200 mg/ hari
Gabapentin 900-3600 mg/ hari
Verapamil 80-640 mg/hari
Flunarizin 5-1 0 mg/hari
Nimodipin 30-60 mg qid

3. Terapi nonfarmaka
Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi
nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Pada kehamilan terapi nonfarmaka bahkan
diutamakan. Terapi nonfarmaka dimulai dengan edukasi dan menenangkan pasien
(reassurance). Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi
sensoris berlebihan. Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang
dengan dikompres dingin. Menghindari faktor pencetus mungkin merupakan
terapi pencegahan yang murah.
Intervensi terapi perilaku (behaviour) sangat berperan dalam mengatasi
nyeri kepala yang meliputi terapi cognitive-behaviour, terapi relaksasi serta terapi
biofeedback dengan memakai alat elektromiografi atau memakai suhu kulit atau
pulsasi arteri temporalis. Olahraga terarah yang teratur dan meningkat secara
bertahap umumnya sangat membantu. Beberapa penulis mengusulkan terapi
13

alternatif lain seperti meditasi, hipnosis, akupunktur dan fitofarmaka. Pada


migrain menstrual dapat dianjurkan mengurangi garam dan retensi cairan.

14

BAB III
KESIMPULAN

Migren merupakan nyeri kepala primer dengan serangan nyeri kepala


berulang, dengan karakteristik lokasi unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama
serta hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam dan diperberat dengan aktifitas.
Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (HIS):
-

Migrain tanpa aura (common migraine)

Migrain dengan aura (classic migraine)

Migraine with prolonged aura

Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine)

Migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent atau


achepalic migraine)

Childhood periodic syndromes that may be precursor to or associated with


migraine

Benign paroxysmal vertigo of childhood

Migrainous infraction (menggantikan complicated migraine)


Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas:

Mengurangi faktor resiko,

Terapi farmaka dengan memakai obat.

Terapi nonfarmaka.
Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut)

dan terapi preventif (terapi pencegahan). Walaupun terapi farmaka merupakan


terapi utama migren, terapi nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Bahkan pada
kehamilan terapi nonfarmaka diutamakan.
Penatalaksanaan migren diawali dengan diagnostik yang akurat dan dalam
pemberian terapi farmaka perlu dikenal dan dipahami obat yang dapat diberikan
pada migren dan kapan serta lama pemberiannya.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Sadeli H. A. 2006. Penatalaksanaan Terkini Nyeri Kepala Migrain. Dalam
Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya.
2. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada University
Press. Yogyakarta.
3. Dahlem M., Podoll K. 2007. Migraine Headache. http://www.migraineaura.com/content/e27892/index_en.html.
4. Arrynugrah, MB., Migrain, available at: http://bimaarry.blogspot.com/
2009/01/bimaarry.blogspot.com.
5. Anonimous, Askep Migren/ Sakit Kepala Sebelah, available at: http://askepkesehatan.blogspot.com/2009/07/askep-migrensakit-kepala-sebelah.html.
6. Sahai, SS., Pathophysiology and Treatment of Migraine and Related
Headache, available at: http://emedicine.medscape.com/neurology# headache.
7. Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika.
Jakarta.

16

You might also like