You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

Jaringan periodontal terdiri atas jaringan yang meliputi dan mendukung gigi.
geligi dalam rahang. Sesuai dengan artinya, periodontal terbagi menjadi dua bagian
yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu pert artinya sekitar dan odontos berarti gigi.
Jaringan pendukung tersebut terdiri dari: gingiva, sementum, ligamen periodontal dan
tulang alveolar. Fungsi utama gingiva yaitu untuk melindungi jaringan di bawahnya,
sedangkan attachment apparatus yang terdiri dari ligamen periodontal, sementum dan
tulang alveolar memiliki fungsi, memberikan dukungan bagi serat-serat ligamen
periodontal (Lindhe, dkk., 2003).
Jaringan periodontal normal berperan sebagai penyedia dukungan yang sangat
penting untuk dapat berlangsungnya fungsi mastikasi. Setiap bagian dari jaringan
periodontal ini memiliki fungsi dan perannya masingmasing, akan tetapi pada
dasarnya, keseluruhannya merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan (Newman,
dkk., 2012).
Jaringan periodonsium dapat bervariasi secara morfologi dan fungsional seiring
dengan perubahan umur dan keadaan patologis. Sehingga pengetahuan tentang anatomi,
histologi, serta tampilan klinis dari jaringan periodontal yang normal penting dikuasai
untuk memfasilitasi pemahaman mengenai kelainan patologis, keadaan fisiologis yang
berlebihan, maupun respon terhadap keadaan inflamatif di jaringan periodontal beserta
perawatannya. Pengetahuan tentang jaringan periodontal normal bermanfaat untuk
memahami serta membedakan keadaan jaringan periodontal dalam keadaan normal dan
kondisi patologis, sehingga dapat ditegakkan terapi yang optimal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Mukosa rongga mulut (mukosa oral) berbatasan dengan kulit, bibir dan
mukosa palatum lunak, serta faring. Mukosa rongga mulut terdiri atas:
1.

Mukosa mastikasi (masticatory mucosa), termasuk gingiva dan bagian yang


menutupi palatum keras

2. Specialized mucosa, yang menutupi dorsum lidah


3. Oral mucous membrane lining yang berada di dalam rongga mulut
(Newman, dkk., 2012)

Gambar 1. Gingiva normal (Lindhe,

Gambar 2. Gingiva normal bagian palatal


(Lindhe, dkk., 2003)

dkk., 2003)

A. GINGIVA
Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi serviks gigi
dan menutupi tulang alveolar serta menutupi akar gigi sampai batas cementoenamel
junction. Gingiva merupakan bagian terluar dari jaringan periodontal. Area gingiva
dimulai dari garis mukogingiva, menutupi tulang alveolar bagian koronal,
kemudian pada ujungnya mengelilingi serviks di setiap gigi. Pada bagian palatal,
tidak terdapat garis mukogingiva karena palatum keras dan tulang alveolar maksila
diliputi oleh mukosa mastikasi yang sama (Newman, dkk., 2012).

Gambar 3 Anatomi gingiva (Rateitschak., 2004)

Gingiva tersusun dari jaringan ikat dan epitel berkeratin yang meluas dari tepi
gingiva ke pertemuan mukogingiva. Menurut Fedi, dkk.(2005) dan Newman, dkk.,
(2012), secara anatomis, gingiva terdiri atas gingiva bebas (margin gingiva/free
gingiva), gingiva cekat (attached gingiva), gingiva interdental (interdental gingiva).
1.

Margin gingiva/ gingiva bebas merupakan bagian yang mengelilingi leher


gigi, tidak melekat secara langsung pada gigi dan membentuk dinding jaringan
lunak sulkus gingiva. Bagian gingiva ini meluas dari tepi gingiva hingga dasar
sulkus. Gingiva bebas adalah batas tepi gingiva yang mengelilingi gigi,
berbentuk seperti kerah baju. Gingiva bebas dipisahkan dari gingiva cekat oleh
depresi dangkal yang membentuk garis yang disebut groove gingiva bebas
(free gingival groove/marginal groove/ gingival groove). Lebar gingiva bebas
biasanya sekitar 1 mm (Newman, dkk., 2012).

Gambar 4 Gingival groove (GG) (Lindhe, dkk., 2003)

Gingiva bebas tidak melekat pada gigi, membentuk dinding jaringan


lunak dari sulkus gingiva serta dapat dipisahkan dari gigi dengan
menggunakan alat. Sulkus gingiva adalah celah dangkal atau ruang
sekeliling gigi yang dibatasi oleh permukaan gigi dan epitel gingiva bebas
(Fedi, dkk., 2000).
Sulkus gingiva merupakan parameter diagnosis yang sangat penting.
Pada kondisi normal, kedalaman sulkus gingiva adalah 0 mm. Kondisi
tersebut hanya dapat dijumpai secara eksperimental, pada hewan bebas
kuman atau setelah plak kontrol intensif berkepanjangan. Metode klinis
yang digunakan untuk mengukur kedalaman sulkus berupa instrument
logam yang dinamakan probe periodontal. Kedalaman histologis sulkus
tidak sama persis dengan kedalaman penetrasi probe. Oleh karena itu
dikenal kedalaman probing (probing depth) dari sulkus gingiva normal
yakni 2 - 3 mm (Newman, dkk., 2012).

Gambar 5. Pengukuran kedalaman probing (Lindhe, dkk., 2003)

2.

Attached gingiva
Gingiva cekat adalah perluasan gingiva bebas. Gingiva cekat
konsistensinya tegas/ kaku, teksturnya stippling seperti kulit jeruk, kenyal dan
melekat erat pada tulang alveolar. Aspek fasial gingiva cekat meluas dari
groove gingiva sampai dengan mucogingival junction (Newman, dkk., 2012).

Gambar 6. Stippling pada gingiva cekat

Lebar gingiva cekat merupakan parameter klinis yang penting karena


merupakan jarak antara mucogingival junction dan proyeksi bagian luar dari
dasar sulkus atau poket periodontal. Lebar gingiva cekat pada aspek fasial
berbeda - beda pada setiap area. Umumnya gingiva cekat pada regio incisal
paling lebar ( 3,4 - 4,5 mm di maksila dan 3,3 - 3,9 mm di mandibula )
kemudian makin berkurang di segmen posterior, dengan lebar terkecil pada
premolar pertama (1,9 mm di maksila dan 1,8 mm di mandibula) (Newman,
dkk., 2012).
Lebar gingiva cekat bertambah sesuai umur dan juga pada gigi
supraerupsi. Perubahan lebar gingiva cekat disebabkan oleh modifikasi posisi
ujung bagian koronal. (Newman, dkk., 2013)
Pada aspek lingual mandibula, gingiva cekat dimulai dari pertemuan
mukosa lingual alveolar yang berlanjut pada membran mukosa yang melapisi
dasar mulut. Pada permukaan palatal gingiva cekat di maksila tidak dapat
diketahui batasnya dengan mukosa palatal yang memiliki konsistensi yang
sama. (Newman, dkk., 2013)

3.

Interdental gingiva
Gingiva interdental adalah bagian gingiva yang mengisi embrasur gigi,
yakni pada daerah interproksimal di bawah kontak gigi. Gingiva interdental
dapat berbentuk piramida atau col (lembah) (Newman, dkk., 2012).

Gambar 7. Interdental gingiva

Perbedaan variasi anatomi interdental col pada gingiva normal (sisi


kiri) dan gingiva resesi (sisi kanan) tampak pada gambar 7A dan 7B regio
anterior madibula, sisi fasial dan bukolingual, serta gambar 7C dan 7D regio
posterior mandibula sisi fasial dan bukolingual. Bentuk gingiva interdental
bergantung pada titik kontak di antara dua gigi yang bersebelahan dan ada
tidaknya resesi. Apabila terdapat diastema diantara dua gigi yang bertetangga,
maka tidak dijumpai papila interdental. (Newman, dkk., 2012).

A.1. HISTOLOGI GINGIVA


A.1.a. Epitel gingiva
Epitel gingiva terdiri atas epitel gepeng berlapis (stratified squamous),
Fungsi utama epitel adalah melindungi struktur yang ada di bawahnya dan
memungkinkan terjadinya perubahan selektif pada lingkungan oral. secara
morfologis dan fungsional, dapat dibedakan menjadi epitel rongga mulut, epitel
sulkus dan epitel junctional (junctional epithelium). Tipe sel utamanya,
sebagaimana sel epitel gepeng berlapis lainnya, adalah berkeratin. Sel lain yang
ditemukan, ada juga yang tidak berkeratin yang mengandung sel Langerhans, sel
merkel dan melanosit (Newman, dkk., 2006).
A.1.b. Epitel oral
Epitel oral adalah adalah epitel yang melapisi lapisan luar margin
gingiva dan permukaan gingiva cekat. Rata-rata ketebalan epitel oral 0,2 hingga
0,3 mm. berkeratinisasi atau parakeratin, membalut permukaan vestibular dan
oral (Newman, dkk., 2006).
6

Gambar 8. A Berkeratin B. Tidak berkeratin C. Parakeratin (Lindhe, dkk., 2003)

Epitel oral yang berkeratin terdiri atas empat lapisan sel, yaitu :
1. Stratum basale bentuknya kuboid
2. Stratum spinosum bentuknya poligon
3. Stratum granulosum bentuknya pipih
4. Stratum korneum

Gambar 9. Lapisan-lapisan epitel oral (Newman, dkk., 2006).

A.1.c. Epitel Sulkular


Epitel sulkular membentuk dinding sulkus gingiva dan menghadap ke
permukaan gigi. Epitel ini merupakan epitel stratified squamous yang tipis, tidak
berkeratin dan tanpa rete peg, meluas dari batas koronal junctional epithelium
hingga krista tepi gingiva. Epitel ini penting sekali karena bertindak sebagai
membrane semipermeabel yang dapat dilewati oleh produk bakteri menuju

gingiva dan melalui cairan gingiva yang keluar ke sulkus gingiva (Newman,
dkk., 2006).

A.1.d. Junctional Epithelium


Junctional epithelium membentuk perlekatan antara gingiva dengan
permukaan gigi. Epitel ini merupakan epitel stratified squamous yang tidak
berkeratin. Pada usia muda junctional epithelium terdiri atas 3 - 4 lapis, namun
dengan pertambahan usia lapisan junctional epithelium bertambah menjadi 10
hingga 20 lapis. Junctional epithelium melekat pada permukaan gigi dengan
bantuan lamina basal.
Junctional epithelium melekat pada permukaan gigi melalui lamina basal
interna dan melekat pada jaringan ikat gingiva melalui lamina basal externa.
Lamina basal interna terdiri atas lamina densa (melekat pada enamel) dan lamina
lucida dimana hemidesmosome melekat. Hemidesmosome memiliki peran
penting dalam perlekatan epitel ke lamina basal pada struktur gigi (Newman,
dkk., 2006).

A.2. JARINGAN IKAT GINGIVA


Komponen mayor jaringan ikat gingiva adalah serat kolagen (60%),
fibroblast (5%), pembuluh darah, saraf dan matriks (sekitar 35%). Jaringan ikat
gingiva dikenal juga dengan lamina propria dan terdiri atas 2 lapisan, yaitu:
lapisan papillari yang terletak di bawah epitel, yang terdiri atas proyeksi papillari
di antara retepeg epitel dan lapisan retikuler yang bersebelahan dengan
periosteum tulang alveolar di bawahnya (Newman, dkk., 2006).
Jaringan ikat memiliki kompartemen selular dan aselular terdiri dari serat
dan substansi dasar. Substansi dasar mengisi ruang antara serat dengan sel,
amorf, dan memiliki kandungan air yang tinggi, terdiri dari proteoglycans,
terutama asam hyaluronic dan kondroitin sulfat, dan glikoprotein, terutama
fibronectin (Newman, dkk., 2006). Serat jaringan gingiva terdiri atas tiga tipe,
serat kolagen, serta retikular, dan serat elastik. Kolagen tipe I membentuk inti

lamina propria dan memberikan tensile strength terhadap jaringan gingiva.


Kolagen tipe IV bercabang di antara bundel kolagen tipe I dan menyatu dengan
serat-serat membran basah dan dinding pembuluh darah. Sistem serat elastik
dibentuk oleh serat-serat oksitalan, eluanin dan elastin yang tersebar di antara
serat-serat kolagen (Newman, dkk., 2006).

A.2. 1. Serat-serat gingiva


Jaringan ikat gingiva bebas mengandung banyak kolagen Tipe 1
yang tersusun dalam sistem bundel serat, yang dinamakan serat - serat
gingiva. Serat - serat gingiva mempunyai fungsi :
1. Mendukung jaringan gingiva bebas, sehingga terikat ke permukaan
gigi
2. Menimbulkan kekakuan pada gingiva bebas, sehingga tidak terkuak
menjauhi gigi bila terkena tekanan pengunyahan
3. Menyatukan gingiva bebas dengan sementum akar gigi dan gingiva
cekat yang berbatasan.

Serat gingiva tersusun atas 3 kelompok:


1. Serat Gingivodental
Merupakan serat yang terdapat pada permukaan fasial, lingual dan
interproksimal, melekat pada sementum di bawah epitel pada dasar
sulkus gingiva. Pada pemukaan fasial dan lingual, serat ini memanjang
dari sementum dalam bentuk seperti kipas angin ke arah crest dan
permukaan luar gingiva bebas. Serat ini juga memanjang keluar menuju
periosteum pada permukaan fasial dan lingual tulang alveolar.
2. Serat Sirkular
Serat sirkular melewati jaringan ikat pada gingiva bebas dan interdental
dan melingkari gigi seperti cincin.
3. Serat Transeptal
9

Berlokasi di daerah interproksimal, serat transeptal membentuk ikatan


horisontal yang meluas di antara sementum pada aproksimal gigi.
(Newman, dkk., 2006)

Gambar 10. Serat serat gingiva (1. Dentogingival koronal, horizontal, apikal, 2.Alveologingival,
3.Interpapilary 4..Transgingival, 5.Sirkular, semisirkular, 6.Dentoperiosteal, 7.Transeptal,
8.Periosteogingival 9.Intersirkular 10.Intergingival)

A.2.2 Elemen Seluler


Elemen seluler utama pada jaringan ikat gingiva adalah fibroblas
yang banyak dijumpai diantara bundel serat. Fibroblas berfungsi mensintesa
serat - serat kolagen dan serat - serat elastik glikoprotein dan
glikosaminoglikan pada substansi interseluler dan juga berperan dalam
pengaturan degradasi kolagen. Sel- sel inflamasi yang dijumpai pada
jaringan ikat gingiva mencakup leukosit, polimorfonukleus, limfosit dan sel
plasma. Dalam kondisi normal sel - sel ini dijumpai dalam jumlah yang
sedikit. Dalam keadaan terinflamasi, sel - sel inflamasi dijumpai dalam
jumlah yang banyak dalam bentuk agregrat seluler padat

yang

menggantikan elemen fibrosa dalam jaringan ikat (Newman, dkk., 2006;


Newman, dkk., 2012).

10

A.2.3 Suplai Darah


Suplai darah pada gingiva terdiri atas:
1. Arteri supraperiosteal pada fasial dan lingual tulang alveolar
2. Pembuluh darah pada ligamen periodontal, yang meluas pada gingiva
dan beranastomosis dengan kapiler pada daerah sulkus
3. Arteriol, yang berasal dari puncak septum interdental, sejajar puncak
tulang alveolar, bersatu dengan pembuluh darah ligamen periodontal,
kapiler daerah sulkus dan pembuluh darah menuju ke puncak tulang
alveolar.

Gambar 11. Suplai darah pada gingiva

(Newman,dkk., 2006; Lindhe, 2003)

B. LIGAMENTUM PERIODONTAL
Ligamen periodontal terdiri dari pembuluh darah yang kompleks dan
jaringan ikat yang sangat selular yang mengelilingi akar gigi dan menghubungkan
ke dinding bagian dalam tulang alveolar (Gambar 12). Ligamen ini bertemu dengan
jaringan ikat di gingiva dan berhubungan dengan sementum maupun ruang sumsum
tulang melalui saluran pembuluh darah dalam tulang sehingga ligamen periodontal
juga berfungsi untuk memberikan nutrisi kepada sementum, tulang alveolar serta
jaringan gingiva (Gambar 13). Selain menjaga perlekatan gigi ke tulang alveolar
dan struktur gingiva, ligamen periodontal juga berfungsi sebagai shock absorber
dan sarana transmisi daya oklusal ke tulang alveolar serta memiliki lebar rata-rata
sekitar 0,2 mm dan bervariasi. Pembuluh darah pada ligament periodontal berasal

11

dari tiga cabang, yaitu pembuluh darah apikal, pembuluh darah pada interproksimal
tulang alveolar, dan pembuluh darah dari gingiva.

Gambar 12. Diagram anatomi ligamen periodontal (Lindhe, dkk., 2003)

Gambar 13. Diagram histologis ligamen periodontal (Rateitschak, dkk., 2004)

B.1. SERAT SERAT PERIODONTAL


Elemen terpenting dari ligamen periodontal adalah serat utama, yang terdiri
dari bundel serat kolagen yang diproduksi oleh fibroblas dan merupakan protein
yang tersusun dari berbagai asam amino yang berbeda, terutama glycine, proline,
hydroxylysine, dan hydroxyproline. Serat kolagen ini merupakan serat utama dari
ligamen periodontal yang masuk ke dalam sementum maupun tulang alveolar yang
dinamakan Serat Sharpey. Kolagen disintesis oleh fibroblas, kondroblas, osteoblas,
odontoblas, dan sel lain. Serat kolagen ligamen periodontal terdiri dari serat
transeptal, serat puncak alveolar, serat horizontal, serat oblique, serat apikal dan
serat interradikuler (Gambar 14) (Newman, dkk., 2006; Hoag dan Pawlak, 1990;
Wikesjo, dkk., 1992).

12

Serat transeptal merupakan serat yang memperpanjang interproksimal


puncak tulang alveolar dan sementum gigi sebelahnya, serat ini berfungsi untuk
mencegah hilangnya titik kontak. Serat alveolar crest merupakan serat yang
berjalan dari sementum ke puncak tulang alveolar dengan arah menuju apikal dan
berfungsi untuk mempertahankan gigi tetap di dalam soket dengan melawan
tekanan yang berasal dari koronal dan mencegah pergerakan gigi ke arah lateral
(Gambar 15). Serat horizontal terletak lebih ke apikal dari serat alveolar crest dan
berjalan tegak lurus dari sementum ke tulang alveolar.
Serat oblique merupakan kelompok serat terbesar, serat ini berjalan ke arah
koronal dari gigi ke tulang alveolar. Serat ini bertindak untuk melawan tekanantekanan yang berorientasi vertikal (Gambar 16). Serat apikal berada di daerah
apikal dari soket. Serat ini menyebar tidak teratur di apikal gigi dan tidak akan
terbentuk jika perkembangan akar gigi tidak sempurna (Gambar 17). Serat
interradikuler ini menyebar dari sementum ke tulang alveolar di daerah furkasi pada
gigi berakar ganda (Gambar 18) (Newman, dkk., 2006; Hoag dan Pawlak, 1990;
Rateitschak, dkk., 2004; Wikesjo, dkk., 1992)

.
Gambar 14. Lokasi kelompok serat utama dari ligamen periodontal AC: alveolar crest
fibers,H: horizontal

fibers,OBL: oblique

fibers,PA: periapical

fibers,IR: interradicular fibers (Lindhe, dkk., 2003; Wikesjo, dkk., 1992).

13

Gambar 15. Gambaran histologi dari serat alveolar crest dan serat horizontal A: serat
alveolar crest, B: serat horizontal (Wikesjo, dkk., 1992).

Gambar 16. Gambaran histologi dari serat apikal (A) (Litsgarten, 2013).

Gambar 17. Gambaran histologi dari serat interradikuler A:septum interradikuler, B:serat
interradikuler, C: dentin, D: pulpa (Wikesjo, dkk., 1992).

14

Gambar 18. Gambaran histologi dari serat oblique (A) (Wikesjo, dkk., 1992)

B.2. ELEMEN SELULER


Elemen seluler ligamen periodontal dibagi menjadi empat tipe sel, yaitu sel
jaringan ikat, sel epitel, sel sistem imun, dan sel yang berhubungan dengan elemen
neurovaskuler (Gambar 18). Sel jaringan ikat meliputi fibroblas, sementoblas, dan
osteoblas. Fibroblas merupakan sel yang paling banyak terdapat di ligamen
periodontal, sel ini mensintesis kolagen serta memfagositosis dan menghilangkan
kolagen yang sudah tua. Osteoblas dan sementoblas sama seperti osteoklas dan
sementoklas terdapat di area semental dan tulang pada ligamen periodontal. Sel
epitel res malassez terdistribusi dekat dengan sementum melalui ligamen
periodontal dan terdapat paling banyak di daerah apikal dan servikal. Sel ini
mengalami degenerasi sesuai bertambahnya usia dan kemudian menghilang atau
mengalami kalsifikasi menjadi sementikel. Epitel ini dapat mengalami proliferasi
ketika distimulus dan ikut andil dalam pembentukan kista periapikal maupun kista
lateral akar. Sel pertahanan atau sel imun, terdiri dari: neutrofil, limfosit, makrofag,
sel mast, dan eusinofil. Sel-sel pertahanan tersebut berhubungan dengan elemen
neurovaskuler (Newman, dkk., 2004; Rateitschak, dkk., 2004; Wikesjo, dkk.,
1992).

15

Gambar

19.
A:

Penampang

histologis

arteriole, BB:

bundle

dentin,
channel, OB:

irisan

melintang

bone, C:

dari

ligamen

cementum, CC:

periodontal

cementocytes, D:

F: fibroblasts, M: cell rests of malassez, NV: neurovascular


osteoblasts, OC:

(Wikesjo,

osteocytes, SF:Sharpeys

fibers, V:

dkk.,

venules
1992).

B.3. SUBSTANSI DASAR


Substansi dasar ligamen periodontal mengisi ruang antara serat-serat dan selsel, yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu glikosaminoglikan seperti asam
hialuronik and proteoglycans, serta glikoprotein seperti fibronektin dan laminin.
Komponen-komponen ini juga memiliki kandungan air yang tinggi sekitar 70%.
Ligamen periodontal ini juga mengandung masa terkalsifikasi yang dinamakan
sementikel yang melekat di permukaan akar (Newman, dkk., 2004).

B.4. FUNGSI LIGAMEN PERIODONTAL


Fungsi dari ligamen periodontal meliputi fungsi fisik, formatif dan
remodeling, serta fungsi nutrisi dan sensoris (Wikesjo, dkk., 1992).
a. Fungsi Fisik
Fungsi fisik dari ligamen periodontal ini, meliputi:
1. Menyediakan tempat bagi jaringan lunak untuk melindungi pembuluh darah dan
persarafan dari trauma mekanis
2.

Transmisi tekanan oklusal ke tulang

3.

Melekatkan gigi dengan tulang

4.

Menjaga jaringan gingiva dalam hubungan yang tepat dengan gigi


16

5.

Menahan pengaruh tekanan oklusal (shock absorption)


(Newman, dkk., 2004).

b. Fungsi formatif dan remodelling


Fungsi ini terdiri dari pembentukan dan resorpsi sementum serta tulang
alveolar, menyalurkan tekanan oklusal terhadap jaringan periodonsium, serta
pada pemulihan luka. Sel yang berfungsi yaitu fibroblas, dengan membentuk
serat kolagen dan sel mesenkim yang akan mengaktifkan osteoblas dan
sementoblas (Hoag dan Pawlak, 1990; Litsgarten, 2013).

c. Fungsi Nutrisional dan Sensoris


Ligamen periodontal mensuplai nutrisi ke sementum, tulang, dan gingiva
melalui pembuluh darah serta menyediakan drainase limfatik. Periodontal
ligamen ini juga menerima suplai transmisi taktil, tekan, dan sensasi rasa melalui
serabut saraf sensoris trigeminal. Bundel saraf mencapai ligamen periodontal
dari periapikal dan tulang alveolar. Bundel saraf tersebut terdiri dari serat myelin
tunggal dan berakhir di salah satu dari keempat terminal saraf, yaitu: free
endings yang memiliki konfigurasi tree-like dan membawa sensasi nyeri,
mekanoreseptor Ruffini-like terletak di daerah apikal, mekanoreseptor corpus
Meissners ditemukan di pertengahan akar dan spindlelike untuk tekanan dan
getaran dikelilingi oleh kapsul fibrosa dan terletak terutama di apex (Newman,
dkk., 2006; Rateitschak, dkk., 2004).

C. SEMENTUM
C.1. ANATOMI DAN HISTOLOGI SEMENTUM
Sementum adalah struktur terkalsfikasi yang menutupi akar anatomis gigi,
terdiri atas matriks terkalsifikasi yang mengandung serabut kolagen (Fedi, dkk.,
2004). Menurut Nanci dan Bosshardt (2006), sementum merupakan jaringan keras
avaskuler yang melapisi gigi dan membuat perlekatan dengan ligamenum
periodontal.

17

Pada dasarnya ada dua jenis sementum berdasarkan ada atau tidak adanya
sel - sel di dalamnya dan asal kolagen dari matriks. Sementum terbentuk pada
permukaan gigi yang berkontak dengan ligamen periodontal atau serat gingiva.
Sementum terdiri atas serat kolagen dan substansi dasar interfibrial. Sementoblas
membentuk organiks matriks yang dikenal dengan cementoid precementum.
Sementum terbentuk dari 45 - 50% materi inorganik (hydroxyapatite) dan 50 - 55%
materi organik dan air. Komposisi ini membuat sementum sedikit lebih keras dari
tulang. Lebar sementum bervariasi dari 16 hingga 60 m pada seperdua akar dan
lebih tebal pada sepertiga akar (Newman, dkk., ; Rateitschak, dkk., 2004).
Fungsi sementum adalah sebagai berikut :
1. Menahan gigi pada soket tulang dengan perantaraan ligamen periodonsium
2. Mengkompensasi keausan struktur gigi karena pemakaian dengan proses
pembentukan yang terjadi terus menerus
3. Memudahkan terjadinya pergeseran fisiologis
4. Memungkinkan penyusunan kembali serabut ligamen periodonsium secara
terus menerus
(Fedi, dkk., 2004).
C.2. KLASIFIKASI SEMENTUM
Dua tipe utama sementum adalah aselular (primer) dan seluler (sekunder).
Keduanya mengandung matriks interfibrial yang terkalsifkasi dan fibril kolagen.
Ada dua sumber serat kolagen yaitu serat sharpeys (ekstrinsik) yang tertanam pada
serat utama pada ligamen periodontal, dibentuk oleh fibroblast dan serat yang
berasal dari matriks sementum intrinsik yang dihasilkan oleh sementoblas.
Sementoblas juga membentuk komponen non kolagen pada substansi dasar
interfibrial seperti proteoglikans, glikoprotein dan phospoprotein. Sementum
aselular adalah yang pertama terbentuk dan menutupi sepertiga servikal atau
setengah akar dan tidak mengandung sel. Sementum ini terbentuk sebelum gigi
mencapai dataran oklusal dan ketebalannya bervariasi dari 30-230 m. Serat
sharpey meliputi hampir seluruh struktur sementum aselular (Newman, dkk., 2006)
Sementum selular terbentuk setelah gigi mencapai dataran oklusal,
bentuknya lebih irregular daripada sementum aselular dan mengandung sel
18

(sementosis) pada ruang individual (lakuna) dan berinteraksi satu sama lain melalui
sistem anastomosis kanalikuli. Sementum selular terkalsifikasi lebih sedikit
daripada tipe aselular. Serat sharpey memiliki bagian yang lebih sedikit daripada
sementum aselular dan terpisah dari serat lain yang tersusun paralel pada
permukaan akar (Newman, dkk., 2006). Berdasarkan hal tersebut sementum
diklasifikasikan menjadi :
1. Acellular Afibrial Cementum (AAC)
AAC tidak mengandung sel-sel ataupun serat kolagen ekstrinsik maupun
intrinsik, berbeda dengan substansi dasar. Sementum ini merupakan produk
sementoblas dan terletak pada koronal dengan ketebalan 1- 15 m.
2. Acellular Extrinsik Fiber Cementum (AEFC)
AEFC terbentuk hampir seluruhnya merupakan serat sharpey dan banyak sel.
AEFC merupakan produk fibroblas dan sementoblas ditemukan pada sepertiga
akar, tetapi dapat pula meluas ke apikal ketebalannya antara 30 dan 2.30 m.
Nanci dan Bosshardt (2006) menyebutkan bahwa AEFC ini dapat ditemukan
pada servikal gigi hingga setengah sampai dua pertiga dari akar. Sementum tipe
ini memiliki peranan penting dalam perlekatan gigi pada tulang alveolar
(Lindhe, 2003).
3. Cellular Mixed Stratified Cementum (CMSC)
CMSC terbentuk dari serat extrinsik (sharpey) dan bisa mengandung sel.
Merupakan co-produk fibroblas dan sementoblas, terdapat pada sepertiga apikal
akar dan daerah furkasi. Ketebalannya berkisar antara 100-1000 m.
4. Cellular Intrinsik Fiber Cementum (CIFC)
CIFC mengandung sel tanpa serat kolagen ekstrinsik. Terbentuk dari
sementoblas, terdapat pada lakuna yang resopsi. Sementum serat intrinsik seluler
(sekunder sementum, sementum selular) terdapat di bagian apikal sepertiga atau
setengah dari akar dan di daerah furkasi (Nanci dan Bosshardt, 2006).

19

5. Intermediate Cementum
Intermediate cementum adalah zona ill-defined di dekat cementodentinal
junction pada gigi tertentu yang terlihat mengandung sisa selubung hertwigs
tertanam pada substansi dasar yang terkalsifikasi (Newman, dkk., 2006)

Gambar 20. Aselular Sementum, B.Selular Sementum (Lindhe, 2003)

C.3. SEL SEL PEMBENTUK SEMENTUM


Fibroblast dan sementoblas bekerjasama dalam formasi pembentukan
sementum. Ligamen periodontal fibroblast menghasilkan aselular intrinsik
sementum. Sementoblas menghasilkan selular intrinsik sementum dan sebagian
cellular mixed fiber cementum dan kemungkinan aselular afibrial sementum.
Sementosit berkembang dari sementoblas yang terperangkap pada sementum
selama proses sementogenesis (Rateitschak, dkk, 2004).

C.4. KOMPOSISI SEMENTUM


Komposisi sementum menyerupai tulang yang sebagian besar terdiri dari
50% mineral (menggantikan apatit) dan 50% matriks organik. Kolagen tipe I
merupakan komponen organik yang dominan, yaitu sekitar 90 %. Kolagen lainnya
yang terkait dengan sementum, yaitu Kolagen tipe III, sedangkan kolagen lainnya,
termasuk jenis V, VI, dan jenis XIV. Hampir semua noncollagenous protein matriks
diidentifikasi dalam sementum juga ditemukan dalam tulang. Ini termasuk

20

sialoprotein tulang, protein dentin matriks 1 (DMP-1), dentin sialoprotein,


fibronektin,

osteocalcin,

osteonectin,

osteopontin,

tenascin,

proteoglikan,

proteolipids, dan beberapa faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan (IGF)


molekul-seperti insulin-like (Nanci dan Bosshardt, 2006).

D. TULANG ALVEOLAR
D.1. ANATOMI DAN HISTOLOGI TULANG ALVEOLAR
Tulang alveolar merupakan bagian dari mandibula dan tulang rahang atas
yang membentuk dukungan utama untuk struktur gigi (Sodek dan Marc, 2000).
Tulang alveolar atau prosesus alveolaris yaitu bagian dari maksila dan mandibula
yang membentuk dan mendukung soket gigi (alveoli). Processus ini terbentuk saat
erupsi gigi dan melekat dengan ligamen periodontal, serta akan menyusut secara
bertahap setelah gigi hilang. Prosesus alveolaris ini bersama - sama dengan akar,
sementum dan membran periodontal selain bertanggung jawab dalam perlekatan
gigi, juga memiliki fungsi utama mendistribusikan dan menyerap gaya yang
dihasilkan dari proses mastikasi maupun kontak oklusal (Newman, dkk., 2006;
Hoag dan Pawlak, 1990; Rateitschak, dkk, 2004).
Processus ini terdiri dari tiga komponen yaitu tulang alveolar, tulang
kompakta dan tulang cancellous. Tulang alveolar meliputi tulang kortikal dan
tulang alveolar proper atau yang sering dikenal dengan cibriform plate, dinding
alveolar, dan lamina dura. Tulang kompakta menyusun sebagian besar soket bagian
fasial atau palatal dan lingual, sedangkan tulang cancellous mengelilingi lamina
dura di bagian apikal, apikolingual, dan daerah interradikuler, serta banyak terdapat
di maksila dibandingkan mandibula. Tulang cancellous ini terdiri dari trabekulatrabekula. Dengan pola trabekula tersebut akan sangat bervariasi tergantung pada
gaya oklusal yang diterima (Newman, dkk., 2006; Hoag dan Pawlak, 1990).

21

Gambar 21. Gambaran tulang alveolar secara histologis (Rateitschak, dkk., 2004)

Gambar 22. Gambaran tulang alveolar secara anatomis 1.Tulang alveolar, 2.Tulang
trabekular (cancellous), 3.Tulang kompakta (Newman, dkk., 2006;
Rateitschak, 2004).

Gambar 23. Gambaran tulang alveolar maksila (A) dan mandibula (Lindhe, 2003)

D.2. MATRIKS SELULER DAN INTERSELULER


Ada atau tidaknya tulang alveolar merupakan suatu hasil akhir dari proses
pembentukan dan resorpsi tulang yang berlangsung seumur hidup. Osteoblas
merupakan sel pembentuk tulang yang mengeluarkan matriks organik bernama
22

osteosit. Sel - sel ini berlokasi di lakuna. Lakuna ini saling berhubungan dan
berkomunikasi melalui kanalikuli. Kanalikuli ini yang membentuk sistem
anastomosis menggunakan matriks interseluler dari tulang, kemudian membawa
oksigen dan nutrisi untuk osteosit melalui darah dan membuang sisa produk
metabolit. Tulang terdiri dari bahan anorganik sebanyak dua per tiga bagian,
sedangkan sepertiganya terdiri dari bahan organik. Bahan anorganik tersusun
terutama dari mineral kalsium dan fosfat, selain itu juga terdapat hidroksil,
karbonat, sitran dan ion - ion lain seperti magnesium, sodium, dan fluorin. Matriks
organik mengandung 90% kolagen tipe I. Deposisi tulang oleh osteoblas seimbang
dengan resorbsi oleh osteoklas selama proses remodeling dan pembentukan
jaringan baru (Newman, dkk., 2006; Hoag dan Pawlak, 1990; Rateitschak, dkk,
2005).
Remodeling merupakan suatu keadaan baik berupa perubahan bentuk
tulang, resistensi terhadap tekanan atau gaya, perbaikan luka, serta homeostatis dari
kalsium dan fosfat dalam tubuh. Proses ini meliputi resorpsi dan formasi yang
dipengaruhi oleh adanya faktor lokal dan sistemik. Faktor lokal terdiri dari keadaan
fungsional masing - masing gigi dan usia yang mempengaruhi perubahan dalam sel
tulang, sedangkan faktor sistemik kemungkinan berkaitan erat dengan hormonal,
seperti hormon paratiroid, kalsitonin, atau vitamin D (Newman, dkk., 2006;
Rateitschak, dkk, 2005).

D.3 DINDING SOKET


Dinding soket meliputi tulang tipis yang menyusun sistem harvesian dan
bundel tulang. Bundel tulang ini berdampingan dengan ligamen periodontal yang
mengandung banyak serat sharpey (Hoag dan Pawlak, 1990).
Pada embrio dan bayi yang baru lahir, cavitas pada semua tulang diisi
oleh sumsum darah merah yang kemudian secara bertahap berubah kekuningan dan
menjadi tidak aktif. Pada orang dewasa, sumsum darah merah hanya ditemukan di
tulang rusuk, dada, tulang belakang, tengkorak, serta tulang kering. Sumsum tulang
ini kadang ditemukan pada rahang dan biasanya bersamaan dengan resorpsi dari
trabekula tulang. Lokasi yang biasanya dijumpai kehadiran sumsum tulang ini yaitu

23

tuberositas maksila, daerah molar dan premolar maksila maupun mandibula,


simfisis dan sudut ramus mandibula dengan tampilan secara radiografi terlihat
adanya zona radiolusen (Newman, dkk., 2006).

Gambar 24. Gambaran anatomis dinding soket maksila dan mandibula


(Newman, dkk. 2006)

D.4. PERIOSTEUM DAN ENDOSTEUM


Semua permukaan tulang, tertutupi oleh jaringan ikat dengan permukaan
luar disebut periosteum dan permukaan dalam dilapisi oleh endosteum. Lapisan
dalam periosteum tersusun dari osteoblas yang dikelilingi oleh sel osteoprogenitor,
sedangkan lapisan luarnya tersusun dari serat kolagen dan fibroblas serta kaya akan
pembuluh darah dan nervus. Bundel dari serat kolagen periosteal masuk ke tulang
dan membentuk ikatan antara periosteum dengan tulang. Endosteum tersusun dari
selapis osteoblas dan kadang sejumlah kecil jaringan ikat. Lapisan dalam
merupakan lapisan osteogenik dan lapisan luar merupakan lapisan fibrous (Hoag
dan Pawlak, 1990).

D.5. SEPTUM INTERDENTAL


Septum interdental ini terdiri dari tulang cancellous dan cortical plates.
Jika ruang interdental sempit, maka septum ini hanya berisi lamina dura. Bahkan
pada kondisi akar-akar yang sangat berdekatan, maka akan terlihat tampilan seperti
jendela yang irreguler di tulang pada akar-akar gigi yang bersebelahan. Jarak antara
puncak tulang alveolar dengan CEJ pada dewasa muda bervariasi antara 0,75

24

sampai 1,49 mm dengan rata-rata 1,08 mm dan jarak ini akan meningkat sesuai
bertambahnya usia sampai rata-rata sebesar 2,81 mm.

Gambar 25. Gambaran histologis septum interdental gigi anterior mandibula


(Newman, dkk., 2006).

D.6. FENESTRASI DAN DEHISENSI


Fenestrasi itu sendiri merupakan keadaan permukaan akar hampir terlihat
secara klinis karena hanya dilapisi periosteum dan lapisan tipis gingiva, sedangkan
dehisensi merupakan keadaan fenestrasi yang meluas sampai tulang marginal
(Hoag dan Pawlak, 1990). Menurut Fedi,dkk. ( 2005), dehisensi merupakan
kehilangan tulang berbentuk celah pada plat kortikal tulang alveolar dan
menyebabkan terbukanya permukaan akar. Fenestrasi adalah cacat berupa lubang di
plat kortikal, sehingga permukaan akar fasial dan lingual terlihat. Kelainan ini
biasanya terjadi pada sekitar 20% dari semua gigi. Dehiscences lebih umum pada
mandibula, sedangkan fenestrasi lebih sering terjadi pada maksila ((Hoag dan
Pawlak, 1990; Rateitschak, dkk, 2004).

25

B
A

Gambar 26. A. Fenestrasi (kanan), dehisensi (kiri) (Newman, dkk., 2006);


B. Fenestrasi (Nimigean, dkk., 2009)

Gambar 27. Dehisensi

26

BAB III
KESIMPULAN

Jaringan periodontal merupakan pondasi dari gigi-geligi di dalam rongga mulut.


Jaringan ini tersusun dari gingiva, ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar.
Komponen-komponen ini berfungsi untuk melindungi gigi dari gaya eksternal dan
mencegah kerusakan saat fungsi.
Pengetahuan tentang anatomi, histologi, serta tampilan klinis dari jaringan
periodontal yang normal penting dikuasai untuk memfasilitasi pemahaman mengenai
kelainan patologis, keadaan fisiologis yang berlebihan, maupun respon terhadap
keadaan inflamatif di jaringan periodontal beserta perawatannya.

27

DAFTAR PUSTAKA

Fedi, dkk., 2005, Silabus Periodonti edisi 4, EGC, Jakarta


Hoag PM, EA Pawlak, Essentials of Periodontics 4th ed., 1990, Mosby, Missouri.
Listgarten MA. Histology of Periodontium. http://www.dental.pitt.edu. Diakses pada
tanggal 12 September 2013.
Nanci, A., Booshardt, D.D., 2006, Structure of Periodontal Tissues in Health and
Disease, Periodontology 2000, Vol. 40, 1128
Newman MG, HH Takei, FA Carranza, Clinical Periodontology 10th ed. 2006. WB
Saunders: Philadelphia. Pp 36-55.
Newman MG, HH Takei, FA Carranza, Clinical Periodontology 11th ed. 2012. WB
Saunders: Philadelphia.
Nimigean, VR., dkk., 2009, Alveolar bone dehiscences and fenestrations: an anatomical
study and review, Romanian Journal of Morphology and Embryology 2009,
50(3):391397
Rateitschak EM, HF Wolf, TM Hassel, 2004, Color Atlas of Periodontology, Stuttgart,
New York.
Saygin, dkk., 2000, Molecular and Cellular Biology of Cementum, Periodontology
2000, Vol. 24, 73 98
Sodek, J.dan Marcj, M.D., 2000, Molecular and Cellular Biology of Alveolar Bone,
Periodontology 2000, Vol. 24, 2000, 99126
Wikesjo U, Nilveus RE, Selvig KA, 1992, Significance of Early Healing Events on
Periodontal Repair: A review. J Periodontology, 63:158-165

28

You might also like