You are on page 1of 41

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lapang Pandang


Lapangan pandang mata adalah luas lapangan penglihatan seorang
individu.Terdapat tiga jenis lapangan pandang yaitu lapangan makular yaitu
lapangan pandang yang paling jelas dilihat oleh kedua mata, lapangan binokular
yang dilihat oleh kedua mata secara umumnya dan lapangan monokular yaitu kawasan
yang bisa dilihat oleh salah satu mata saja. (Ginsberg Lionel, 2008)
Jaringan neural penglihatan terjadi apabila cahaya yang masuk ke dalam
mata sampai ke fotoreseptor di retina. Setelah itu, transmisi impuls pada nervus
optikus kepada kiasma optik. Traktus optikus, yaitu serabut saraf optik dari
kiasma optik, membawa impuls ke lobus serebral dimana penglihatan
diinterpretasikan. (Ginsberg Lionel, 2008)

Gambar 1. Lapangan Pandang Mata


3

Untuk suatu objek terfokus ke atas retina, semakin jauh objek itu, semakin
menipis lensa mata untuk memfokusnya. Pengubahan bentuk lensa dikawal oleh
otot siliari yang terdapat pada badan siliari, disebut akomodasi. Apabila terjadi
kontraksi, fiber dalam ligamen suspensori meregang dan menyebabkan lensa menebal dan
menjadi lebih konveks. (Lauralee Sherwood, 1996)

Gambar 2. Lintasan Visual

2.2 Anatomi Mata


Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous.
Media refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media refraksi

menyebabkan visus turun (baik mendadak aupun perlahan). (Marieb EN &


Hoehn K, 2007).
Bagian berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak
tergantung pada pigmen melanin di lapisan anterior iris (banyak pigmen = coklat,
sedikit pigmen = biru, tidak ada pigmen = merah / pada albino). (Marieb EN &
Hoehn K, 2007).

Gambar 3. Anatomi Mata

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan
kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh
media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga
bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah
makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan

menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak


melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh (H. Sidarta Ilyas, 2004).
2.2.1 Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris
terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar
longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus
membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus
Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf
sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. (H. Sidarta Ilyas,
2004).
Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea.
Endotel tidak mempunya daya regenerasi (H. Sidarta Ilyas, 2004). Kornea
merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah
depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50
dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. (H. Sidarta Ilyas,
2004)
2.2.2 Sklera
Dikenal sbg putih mata dan merupakan 5/6 dinding luar bola mata dengan
ketebalan 1 mm. Strukturnya adalah jaringan fibrosa yg kuat dan tidak elastis
untuk mempertahankan bentuk bola mata dan proteksi bangunan-bangunan halus
di bawahnya. Permukaan luar ditutup oleh jaringan vascular longgar. Pada anakanak, sklera mungkin berwarna biru karena sklera tipis dan pigmen koroid di
bawahnya dapat terlihat. Pada orang dewasa atau orang tua timbunan lemak
dapat memberikan warna kuning pada sklera. (H. Sidarta Ilyas, 2004)

2.2.3 Konjungtiva
Adalah membrana mukosa (selaput lendir) yg melapisi kelopak dan melipat
ke bola mata untuk melapisi bagian depan bola mata sampai limbus. Konjungtiva
ada 2, yaitu konjungtiva palpebra (melapisi kelopak) dan konjungtiva bulbi
(menutupi bagian depan bola mata). Fungsi konjungtiva adalah sebagai proteksi
pada sklera dan memberi pelumasan pada bola mata. (Lauralee Sherwood, 1996)
2.2.4 Iris
Lapisan tengah bola mata terdiri atas tiga bagian, yaitu iris, badan siliar,
dan koroid. Iris merupakan membran sirkuler yang berwarna, terletak di
belakang kornea, tepat di depan lensa. Pada bagian pusatnya terdapat lubang
yang disebut pupil. Otot pada iris adalah otot polos yang tersusun sirkuler dan
radier. Otot sirkuler bila kontraksi akan mengecilkan pupil, dirangsang oleh
cahaya sehingga melindungi retina terhadap cahaya yang sangat kuat. Otot radier
dari tepi pupil, bila kontraksi menyebabkan dilatasi pupil. Bila cahaya lemah,
otot radier akan kontraksi, sehingga pupil dilatasi untuk memasukkan cahaya
lebih banyak. Fungsi iris adalah mengatur jumlah cahaya yang masuk mata.
Pengendaliannya oleh saraf otonom. (Lauralee Sherwood, 1996)
2.2.5 Badan Siliar
Menghubungkan koroid dengan iris dan tersusun dalam lipatan-lipatan
yang berjalan radier ke dalam, menyusun prosesus siliaris yang mengelilingi tepi
lensa. Prosesus ini banyak mengandung pembuluh darah dan saraf. Fungsi badan
siliar adalah penghasilkan Aqueous Humor. (Lauralee Sherwood, 1996)
2.2.6 Koroid
Koroid adalah membran berwarna coklat yang melapisi permukaan dalam
sclera dan mengandung banyak pembuluh darah dan sel-sel pigmen yg memberi
warna gelap. Fungsinya yaitu memberi nutrisi ke retina dan badan kaca dan
mencegah refleksi internal cahaya. (Lauralee Sherwood, 1996)
7

2.2.7 Aqueous Humor (Cairan Mata)


Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya
tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan
mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan
kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus
lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi
kornea dan akhirnya masuk ke darah. (Lauralee Sherwood, 1996)
Jika

aqueous

humor

tidak

dikeluarkan

sama

cepatnya

dengan

pembentukannya (sebagai contoh, karena sumbatan pada saluran keluar),


kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan
peningkatan tekanan intraokuler (di dalam mata). Keadaan ini dikenal sebagai
glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke
dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam
retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang
dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi. (Lauralee Sherwood, 1996)
2.2.8 Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di
belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti
cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (H.
Sidarta Ilyas, 2004).
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik
mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat
lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terusmenerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa
sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa
yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa.
8

Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian
luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks
lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai
korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa
mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di
bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di
seluruh ekuatornya pada badan siliar (H. Sidarta Ilyas, 2004).
2.2.9 Badan Vitreous (Badan Kaca)
Badan vitreous menempati daerah mata di belakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit
kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous
mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam hialuronat
(Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan
sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak
terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya
kekeruhan badan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada
pemeriksaan oftalmoskopi. Vitreous humor penting untuk mempertahankan
bentuk bola mata yang sferis (Lauralee Sherwood, 1996).
2.2.10 Saraf Optik
Saraf optik adalah batang yang mengandung kim-retina. Saraf ini keluar
dari belakang bola mata melalui lubang di sklera yang bulat dan pendek
(panjang 0,7, diameter 1,5 mm) yang letaknya 1 mm di sebelah bawah dan 3 mm
di sebelah nasal polus posterior bola mata. Panjang saraf optik bagian orbita
adalah 25-30 mm dan berjalan ke posterior di dalam kerucut otot. Saraf ini
kemudian berjalan melalui kanal optik bagian tulang ke dalam rongga kranial.
Bagian intrakana-likular ini panjangnya 4-9 mm. Setelah berjalan intra-kranial
sepanjang 10 mm, saraf ini bergabung dengan saraf optik yang berasal dari sisi
lainnya membentuk kiasma optik.

Serabut-serabut saraf terselubungi mielin pada saat meninggalkan bola


mata, sehingga dengan demikian diameternya bertambah dari 1,5 (di dalam
sklera) menjadi 3 mm (di dalam orbita). Karena sel ganglion retina dan aksonaksonnya yang membentuk saraf optik sebenamya adalah perpanjangan sistem
saraf pusat, maka bila sel-sel tersebut rusak tidak akan mampu beregenerasi.
Selubung saraf optik
Selubung fibrosa yang membungkus saraf optik adalah kelanjutan
meningen. Piamater melekat longgar pada saraf di dekat kiasma dan hanya
berjarak dekat di dalam kranium, namun di sekeliling sebagian besar bagian
intrakanalikular dan semua bagian intra orbita perlekatannya sangat erat.
Lapisan pia terdiri atas jaringan fibrosa dengan banyak pembuluh-pem-buluh
darah kecil. Lapisan itu membagi serabut-serabut saraf menjadi beikas-berkas
dengan sekat-sekat. Pia melanjutkan diri ke sklera dengan beberapa serabut
berjalan ke dalam koroid dan lamina kribrosa.
Araknoid melekat pada saraf optik di ujung kanal optik intrakranial dan
bersama-sama dengan saraf optik itu kebola mata, dan berakhir di sklera dan
dura yang meliputinya. Selubung ini merupakan membran jaringan ikat yang
bening dan yang mengandung banyak hubungan sekat dengan pia mater.
Selubung ini sangat mirip pia. Hubungan selubung ini dengan pia lebih erat
daripada dengan dura.
Dura mater membatasi permukaan dalam roogga kranial dan melekat pada
saraf optik di tempat saraf itu meninggalkan kanal optik. Pada tempat saraf
optik ini masuk ke orbita dan kanal optik, dura membelah. satu lapisan
(periorbita) melapisi rongga orbita dan lapisan lainnya membentuk lapisan dural
luar yang menutupi saraf optik. Dura menyatu dengan dua per-tiga bagian luar
sklera. Dura terdiri atas jaringan yang relatif avaskular, fibrosa dan liat yang
dilapisi endotel di permukaan dalamnya.

10

Rongga subdural ada di antara dura dan araknoid: rongga subaraknoid ada
di antara pia dan araknoid. Kedua rongga ini lebih merupakan rongga potensial
daripada rongga sesungguhnya yang ada dalam ke-adaan normal, tetapi
menyatu dengan rongga-rongga intrakranial yang berkaitan. Dengan tekanan
yang me-madai cairan subaraknoid dan cairan subdural mengisi rongga-rongga
potensial ini di sekitar saraf optik. Lapisan-lapisan meningen saling melekat
sesamanya, melekat pada saraf optik dan melekat pada tulang-tulang di
sekitarnya di dalam foramen optik. sehingga saraf optik mampu menahan tarikan
dan kedua ujung-nya.

Gambar 4. Potongan melintang saraf optik.

11

Gambar 5. Pendarahan saraf optik.

2.3 Jaras Penglihatan Sensorik


Nervus kranialis II merupakan indera khusus untuk penglihatan. Cahaya
dideteksi oleh sel-sel batang dan kerucut di retina, yang dapat dianggap sebagai
end-organ sensorik khusus untuk penglihatan. Badan sel dari reseptor-reseptor
ini mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang bersinaps dengan sel bipolar, neuron
kedua di jaras penglihatan. Sel-sel bipolar kemudian bersinaps dengan sel-sel
ganglion retina. Akson-akson sel ganglion membentuk lapisan serat saraf pada
retina dan menyatu membentuk nervus opticus. Saraf keluar dari bagian belakang
bola mata dan berjalan ke posterior di dalam kerucut otot untuk masuk ke dalam
rongga tengkorak melalui kanalis optikus. (Isselbacher, 1999)
Di dalam tengkorak, dua nervus opticus menyatu membentuk kiasma
optikus (Gambar 6). Di kiasma, lebih dari separuh serabut (yang berasal dari

12

separuh retina bagian nasal) mengalami dekusasi dan menyatu dengan se-rabutserabut temporal yang tidak menyilang dari nervus opticus kontralateral untuk
membentuk

traktus

optikus.

Masing-masing

traktus

optikus

berjalan

mengelilingi pe-dunculus cerebri menuju ke nukleus genikulatus lateralis,


tempat traktus tersebut akan bersinaps. Semua serabut yang menerima impuls
dari separuh kanan lapangan pandang tiap-tiap mata membentuk traktus
optikus kiri dan berproyeksi pada hemisfer serebrum kiri. Demikian juga,
separuh kiri lapangan pandang berproyeksi pada hemisfer serebrum kanan.
Dua puluh persen serabut di traktus menjalankan fungsi pupil. Serabut-serabut
ini me-ninggalkan traktus tepat di sebelah anterior nukleus dan melewati
brachium coliculli superioris menuju ke nucleus pretectalis otak tengah. Seratserat lainnya bersinaps di nukleus genikulatus lateralis. Badan-badan sel
struktur ini membentuk tractus geniculocalcarinae. Traktus ini berjalan melalui
crus posterius capsula interna dan kemudian menyebar seperti kipas dalam
radiatio optica yang me-lintasi lobus temporalis dan parietalis dalam perjalanan
ke korteks oksipitalis (korteks kalkarina, striata, atau korteks penglihatan
primer). (Isselbacher, 1999)

13

Gambar 6
Magnetic resonance imaging (MRI) otak normal dalam potongan sagital (kiri
atas), potongan koronal (kanan atas), dan potongan aksial (kiri bawah). Tanda
panah putih menunjukkan kiasma.

14

Gambar7. Jaras optik. Garis putus-putus mewakili serat saraf yang membawa
impuls aferen penglihatan dan pupil dari separuh kiri lapangan pandang.
2.4 Pendekatan Terhadap Keluhan Gangguan Lapang Pandang
Serabut-serabut saraf di jaras penglihatan mempertahankan hubungan
spasial yang kasar satu sama lain, dan merefleksikan asalnya di retina. Fakta ini
dan penyilangan parsial jaras pada kiasma optikum menghasilkan pola
karakteristik gangguan lapang pandang, dan sangat berguna dalam menentukan
letak lesi. (Isselbacher, 1999)
Selain hemianopia klasik dan kuadrananopia, gangguan lapang pandang
lain dan fenomena terkait yang dapat terdeteksi adalah skotoma sentralis yaitu
hilangnya penglihatan sentral yang umumnya berhubungan dengan penurunan
ketajaman penglihatan dan merupakan karakteristik penyakit nervus optikus dan
penyakit macula retina. Macular sparing, yaitu daerah macula yang masih baik
15

pada pasien dengan hemianopia homonim dapat disebabkan oleh lesi korteks
visual yang tidak mengenai kutub oksipital yang merupakan representasi daerah
macula. (Ginsberg Lionel, 2008)
Saraf optik adalah bagian dari sistem saraf sentral, karena secara
embrilologik merupakan tonjolan dari diensefalon. Struktur jaringan saraf optik
juga sama dengan struktur jaringan otak yaitu merupakan jaringan sel-sel
saraf yang dibungkus oleh dura mater, araknoid dan pia mater. Dari panjangnya
perjalanan rangsangan saraf ini dapat dimengerti bahwa adanya gangguan terhadap
sistem saraf sentral akan memberikan pengaruh terhadap sistem sensorik visual,
yang dapat dibaca dari adanya kelainan-kelainan kampi-metrik. (Ginsberg
Lionel, 2008)
Gangguan pada saraf optik di bagi atas tiga topik :

Gangguan pre-kiasma antara lain :

1.

AAION {Acute Anterior Ischemic Optic Neuropathy).

2.

Neuritis optik,Neuritis retrobulbar, Edema papil, Atrofi saraf


optik.

Gangguan kiasma

Persilangan kedua saraf optik di daerah Sela tursika ini di kelilingi oleh
ujung depan dari ventrikel III di bagian atas, arteri karotis interna di bagian
lateral, sedang di bagian dasar-nya dialasi oleh rongga sub araknoid, diafragma
selia, dan sella tursika. Lesi kiasma dapat disebabkan oleh :
1. Tumor Pituitari
2. Kraniofaringioma
3. Meningioma Supraselar

16

Gangguan post-kiasma terdiri atas: lesi mulai dari traktus optik hingga

korteks kalkarina serta gangguan fungsi dari korteks otak yang terlibat dalam
sistem sensorik visual. (Daniel Vaughan, 1995)
2.4.1 Gangguan Saraf Optik Pre Kiasma
a. AAION (Acute Anterior Ischemic Optic Neuropathy)
Acute Anterior Ischemic Optic Neuropathy atau disebut juga apoplexia
papillae adalah suatu keadaan iskemi yang akut (sampai infark) pada saraf optik
bagian depan (daerah prelaminar, dan laminar). (Daniel Vaughan, 1995)
AAION dihubungkan dengan terjadinya penyumbatan pembuluh darah yang
memberi darah bagian depan saraf optik yaitu arteri siliaris posterior brevis atau
cabang-cabangnya dan tidak dihubungkan dengan infeksi, demielinisasi atau
penekanan oleh masa pada saraf optik. Penyumbatan dapat disebabkan oleh
trombus atau emboli yang dikaitkan dengan faktor dasar yaitu hiperkoagulasi,
sedangkan faktor pencetusnya adalah kelainan jantung dan ritme jantung seperti
aritmia, bradikardi. AAION bentuk ini disebut juga non arteritic ION dan
menyerang penderita yang berusia 40 tahun atau lebih. (Daniel Vaughan, 1995)
Bentuk lain dari ischemic optic neuropathy adalah arteritic ION yang
menyerang penderita usia lebih tua dan dikaitkan dengan penyakit kolagen.

Gambaran klinik

Penderita mengeluh tentang skotoma atau hilangnya sebagian lapang


pandangan yang terjadi mendadak, mengenai satu mata, dapat disertai tajam
penglihatan yang normal atau kurang dari normal. Skotoma yang khas
berbentuk hemianopsia altitudinal (lebih sering mengenai bagian bawah
daripada bagian atas) atau skotoma arkuata (nerve fiber bundle defect).
Keadaan ini sering didahului oleh serangan iskemi saraf optik yang sifatnya
sementara dengan gejala serangan-serangan gelap yang berlangsung beberapa
17

detik atau menit yang kemudian kembali menjadi normal (amaurosis fugaks).
Serangan gelap ini bisa juga hanya mengenai sebagian lapang pandangan. (Daniel
Vaughan, 1995)
AAION yang disebabkan oleh arteritis biasanya selalu didahului oleh
demam dan rasa sakit kepala yang sangat hebat, lemah badan disertai mialgia
otot-otot utama seperti otot bahu, leher serta tungkai atas. (Daniel Vaughan,
1995)
Pada pemeriksaan didapatkan edema papil saraf optik yang sektora atau
tidak menyeluruh kadang-kadang ditemukan adanya perdarahan peripapil tapi
tidak pemah dikemukakan adanya eksudat pada retina. (Daniel Vaughan, 1995)
b. Neuritis Optik (Radang Saraf Optik)
Neuritis optik adalah peradangan saraf optik yang dapat disebabkan
oleh berbagai hal seperti demielinisasi, intoksikasi, radang dan lain-lain. Penyakit
ini terutama mengenai satu mata dan biasanya ter-dapat pada orang muda. Pada
anak dapat timbul pasca infeksi virus oleh penyakit-penyakit seperti Morbili,
Varisela, infeksi saluran pemapasan atas atau demam tidak spesifik. Pada
keadaan-keadaan ini papilitisnya bilateral tetapi dapat juga unilateral.
Neuritis optik dapat pula merupakan penyebaran dari radang di daerah
sekitar perjalanan saraf optik yaitu sinusitis, meningitis (purulen, TBC), dan
peradangan regio orbita. Neuritis optik juga dapat merupakan gejala awal suatu
penyakit lain seperti neuritis optik yang terdapat pada penyakit Devic atau
multipel sklerosls, serta dapat juga merupakan kelainan herediter seperti pada
penyakit Leber. (Daniel Vaughan, 1995)
Penyakit atau kelainan sistemik yang dapat menimbulkan neuritis optik
adalah sifilis, berbagai penyakit kelainan darah, diabetes mellitus, berbagai
penyakit keganasan serta intoksikasl. Dikenal dua bentuk klinik berdasarkan
pemeriksaan fundus yaitu papilitis dan neuritis retrobular. Papilitis yaitu bila
18

proses radang terdapat pada saraf optik yang berada di dalam bola mata (papil
saraf optik) serta tampak sebagai edema papil yang kemerahan. Sedangkan
neuritis retrobulbar adalah bila proses radangnya terdapat saraf optik dibela.kang
bola mata dan tidak tampak kelainan pada papil saraf optik. (Daniel Vaughan,
1995)

Gambaran klinik

Penglihatan kabur yang terjadi secara mendadak, disertai skotoma pada


lapang pandangan sentral. Sering di dapatkan rasa sakit di belakang bola mata
yang bertambah bila bola mata digerakkan atau ditekan. Kadang-kadang disertai
demam atau keluhan timbul sesudah demam, terutama pada anak-anak
sehubungan dengan penyakit infeksi oleh virus seperti tertera diatas. Pada
pemeriksaan didapat-kan pupil Marcus Gunn (gangguan saraf aferen). (Daniel
Vaughan, 1995)
Pada papilitis didapatkan kelainan fundus okuli yang ber-variasi
tergantung beratnya dan luasnya penyakit, akan tetapi pada semua keadaan
didapati edema papil. Pada keadaan yang lebih berat dapat dijumpai sel radang
di dalam badan kaca prepapil, ek-sudat makula (star figure) atau perdarahan
sekitar papil. Keadaan ini disebut juga neuro-retinitis. Pada neuritis retrobulbar
tidak didapatkan kelainan fundus okuli sehingga dikenal ungkapan "the patient
sees nothing, the doctor sees nothing".(Daniel Vaughan, 1995)
c.

Edema Papil

Edema papil adalah suatu kongesti tanpa peradangan pada papil saraf optik
yang berhubungan dengan meninggi nya tekanan intra kranial. Faktor terpenting
pada mekanisme tejadinya edema papil adalah obstruksi aliran vena retina
sentral setelah keluar dari saraf optik yang melalui rongga sub araknoid dan sub
dural-dengan demikian edema papil merupakan suatu gejala dari suatu kelainan
atau penyakit lain yang harus dicari. (Daniel Vaughan, 1995)
19

Edema papil dapat disebabkan oleh keadaan-keadaan sebagai berikut:

Kelainan Intra ocular

Hipotoni

Glaukoma akut

Kelainan intra orbital

Tumor saraf optik

Oftalmopati tiroid

Kelainan sistemik

Hipertensi maligna

Kelainan darah/anemia

Hipovolemi

Edema papil juga didapatkan pada papilitis dan AAION akan tetapi warna
papil yang membengkak masih lebih merah (hiperemi) dan ekskavasi papil masih
tampak. Pada edema papil karena kongesti tampak ukuran papil menjadi lebih
besar dari normal, pulsasi vena menghilang dan kadang-kadang dapat dilihat
adanya edema retina disekitar papil serta perdarahan radial sekeliling papil.
Edema papil yang disebabkan oleh tekanan intrakranial yang meninggi
disebut sebagai papil edema. Penonjolan papil pada papil edema dapat
diukur dengan menggunakan oftalmoskop, edema
penonjolan melebihi 3 Dioptri disebut
ditimbulkan oleh adanya :

Tumor serebri/pseudotumor serebri

Abses serebri

Perdarahan subdural/sub araknoidal


20

papil dengan

choked disk dan dapat

Hidrosefalus

Kraniostenosis

Pada edema papil fungsi saraf optik pada awalnya tidak terganggu
sehingga tajam penglihatan normal, luas lapang pandang-an normal,
hanya didapatkan pembesaran bintik buta. Akan tetapi bila edema papil
berlangsung berminggu-minggu atau kronis dapat menimbulkan atrofi
serabut saraf optik sehingga terjadi gangguan serabut saraf optik yang
ditandai dengan kontraksi atau defek lapang pandangan. (Daniel
Vaughan, 1995)
d. Atrofi Saraf Optik
Atrofi papil adalah kematian serabut saraf optik yang tampak
sebagai papil yang berwarna pucat akibat menghilangnya pembuluh
darah kapiler serta akson dan selubung mielin saraf. Atrofi papil adalah
stadium akhir dari suatu proses pada serabut saraf optik baik yang
berada di retina, di papil maupun yang berada di belakang papil. Secara
klinik atrofi papil di bedakan atas :

Atrofi papil primer

Pada pemeriksaan fundus, atrofi papil primer tampak sebagai papil


yang berwarna pucat, berbatas tegas, ekskavasi papil yang lebih luas
tapi dangkal disertai gambaran lamina kribrosa yang lebih jelas pada
dasar ekskavasi. Atrofi papil primer ini sering dianggap sebagai tanda
penekanan terhadap saraf optik (tumor, fraktura atau araknoiditis), akan
tetapi juga dapat disebabkan oleh radang saraf optik di belakang bola
mata (neuritis retrobulbar). Atrofi papil primer juga dapat terjadi pada
kelainan retina yang luas seperti korioretinitis, retinitis pigmentosa
serta oklusi arteri retina sentral. (Daniel Vaughan, 1995)

21

Atrofi papil sekunder

Pada pemeriksaan fundus, atrofi papil sekunder tampak sebagai


papil yang berwarna pucat berbatas kabur, ekskavasio yang me-ngecil
atau menghilang disertai lamina kribrosa yang tidak tampak. (Daniel
Vaughan, 1995)
Atrofi papil sekunder selalu terjadi oleh karena proses yang terjadi
pada papil sendiri, dapat berupa radang (papilitis), kelainan pembuluh
darah

(AAION)

atau

edema

papil

akibat

peninggian tekanan

intrakranial. Seperti telah di utarakan diatas, atrofi papil adalah stadium


akhir suatu proses pada serabut saraf optik sehingga yang perlu dicari
adalah penyebab atrofi papil ini, yang mungkin masih ber langsung.
(Daniel Vaughan, 1995)
2.4.2

Gangguan Saraf Optik Kiasma

Di dalam kiasma optik terdapat semua akson aferen darl saraf optik
kanan dan kiri yang bersilang dengan bentuk arsltektur persilangan saraf seperti
gambar di bawah.

Gambar 8. Sistem optik


22

Secara teoritis lesi terhadap kiasma optik dapat terjadi dan arah depan,
belakang, lateral kanan dan kiri, dari atas, dari bawah atau berbagai kombinasi
misalnya lesi dari arah antero inferior Dari berbagai arah lesi ini dapat
diperkirakan berbagai bentuk skotoma yang terjadi misalnya lesi dari arah
anterior atau posterior akan menyebabkan skotoma bitemporal. (Daniel
Vaughan, 1995)
Secara klinis yang sering ditemukan adalah skotoma bitemporal dan ini
mengindikasikan adanya lesi pada kiasma, selanjut-nya penyebab lesinya yang
perlu dicari. Pengobatan ditujukan dan prognosis tergantung dari penyebab
lesinya. Penyebab Lesi antara lain:
a.

Tumor Pituitari

Kejenjar pitujtari lobus anterior adalah tempat asal tumor pituitari. Keluhan
dan gejalanya adalah menurunnya penglihatan, defek lapang pandang, disfungsi
pituitari, paralisis saraf ekstraokular, dan dengan CT-scan tampak adanya tumor
sela dan suprasela. Pengobatan biasanya adalah pembedahan. Sebagai indikasi
adalah menurunnya penglihatan atau disfungsi endokrin. Tajam penglihatan
dan lapang pandang bisa membaik secara dramatis jika tekanan pada kiasma
telah dihilangkan. (Daniel Vaughan, 1995)
b.

Kraniofaringioma

Kraniofaringioma adalah kelompok tumor yang berasal dari sisa-sisa


epitel kantung Rathke (80% populasi normal mempunyai sisa-sisa ini) dan yang
khas adalah timbulnya gejala. Biasanya supraselar, kadang-kadang intraselar.
Keluhan dan gejalanya bervariasi tergantung umur penderita, lokasi dan
kecepatan pertumbuhan tumor. Jika terjadi tumor supraselar, terjadi defek lapang
pandang kiasmal yang nyata dan asimetris. Papil edema lebih sering dijumpai
daripada tumor pituitari. Bisa terjadi defisiensi pituitari, dan hipotalamus yang
terkena bisa mengakibatkan hambatan dalam pertumbuhan. Kalsifikasi

23

bagianbagian tumor memberikan gambaran yang khas pada skan-CT.


Pengobatan di-lakukan dengan cara pembedahan, bila mungkin, tetapi
umumnya yang bisa dilakukan hanyalah pengosongan dan pengangkatan dinding
kista saja. (Daniel Vaughan, 1995)
c.

Meningioma Supraselar
Meningioma supraselar berasal dari meningen yang melingkupi

tuberkulum sela dan planum sfenoidale. Sebagian besar penderitanya adalah


wanita. Biasanya lokasi tumor adalah di anterior dan superior kiasma, dan
sering terjadi defek lagang pandang. Biasanya saraf optik telah terkena sejak
awal (terkenanya tidak simetris) yaitu kerusakan pada jalur lintas visual yang
berlangsung lamban. Dengan CT-scan dapat ditunjukkan rumor-tumor ini.
Pengobatannya adalah mengangkat tumor dengan pembedahan. (Daniel
Vaughan, 1995)
2.2.3 Gangguan Saraf Optik Post Kiasma
Bagian post kiasma saraf optik dimulai dari traktus optik yang keluar
dari kiasma optik menuju ke nukleus genikulatum lateral dimana serabutserabut aferen dari sistem sensorik visual berakhir. Di sini serabut-serabut saraf
yang menyilang maupun tidak menyilang dipresentasikan ke dalam lapisanlapisan dan berlanjut menjadi neuron visual yang membentuk radiatio optik atau
genikulo kalkarina menuju ke korteks kalkarina, dimana informasi aferen di
analisis, dikenal, dan diinterpretasi. Dikenal daerah 17, 18, dan 19 hemisfer
kanan dan hemisfer kiri yang saling berhubungan serta hubungan-hubungan
fronto oksipital, parieto oksipital, dan temporo oksipital. (Daniel Vaughan, 1995)
Gangguan post kiasma selalu memberikan defek lapang pandangan yang
homonim. Makin ke arah posterior defek lapang pandangan homonim ini akan
makin sebangun (congruous). Gangguan pada traktus optik berupa hemianopsia
homonim yang tidak sama besar dan bentuknya. Gangguan pada korpus

24

genikulatum lateralis biasanya tidak berdiri sendiri melainkan disertai gejala


hemi anestesia atau se-baliknya rasa sakit. Gangguan pada radiatio optik
dibedakan dengan mencari gejala-gejala neurologik yang lain. (Daniel Vaughan,
1995)
2.4.1 Analisis Lapang Pandang dalam Menentukan Lokasi Lesi Di Jaras
Penglihatan
Pada praktik klinis, lokasi lesi di jaras penglihatan ditentukan dengan
pemeriksaan lapang pandang sentral dan perifer.

Gambar 9. Defek lapangan pandang akibat berbagai lesi di jaras-jaras


optik
25

Gambar diatas memperlihatkan jenis-jenis defek lapang pandang yang


disebabkan oleh lesi di berbagai lokasi dalam jaras penglihatan. Lesi di sebelah
anterior kiasma (retina atau nervus opticus) menyebabkan defek lapang
pandang unilateral; lesi di mana saja di jaras pengglihatan yang terletak posterior
terhadap kiasma menyebabkan defek homonim kontralateral. Lesi di kiasma
biasanya menyebabkan defek bitemporal. (Paul Riordan, 2009)
Sebaiknya digunakan isopter multipel (obyek pemeriksaan dengan
berbagai ukuran) untuk mengevaluasi defek secara menyeluruh. Defek lapangan
pandang dengan suatu batas melandai (sloping), defek lapangan pandang lebih
besar dengan objek pemeriksaan yang lebih kecil atau berwarna daripada
dengan yang putih) mengisyaratkan edema atau penekanan (kompresi). Lesi
iskemik atau vaskular cenderung menghasilkan defek lapangan pandang dengan
batas-batas curam, defek berukuran sama tanpa memandang ukuran atau warna
objek pemeriksaan yang digunakan. (Ginsberg Lionel, 2008)
Penyamarataan lain yang penting adalah bahwa sema-kin kongruen defek
lapangan pandang homonym, semakin mirip ukuran, bentuk, dan lokasi defek
pada lapangan pandang terkait di kedua mata, semakin poste rior letak lesi di
jaras penglihatan. Lesi di regio oksipital enderung menyebabkan defek identik
di masing-masing apangan pandang, sedangkan lesi di traktus optikus
menyebabkan defek lapangan pandang homonim yang tidak serupa. (Ginsberg
Lionel, 2008)
Khusus lesi di korteks oksipitalis, tempat lapangan landing sentral
diwakili di posterior dan lapangan pandang bagian atas diwakili di inferior,
terdapat hubungan antara defek lapangan pandang dan okasi lesi. Karena
lobus oksipitalis mendapat pendarahan dari sirkulasi cerebral posterior dan
media oksipitalis bisa atau bisa juga tidak menimbulkan cerusakan pada polus
oksipitalis. ini menyisakan lapang pandang atau menimbulkan kehilangan
lapangan pandang pada sisi hemianopia; adanya lapangan pandang lisa disebut

26

sebagai macular sparing. Lesi oksipital juga dapat menimbulkan fenomena


penglihatan residual. Pada fenomena ini, respons terhadap gerakan mungkin
dapat dipertunjukkan di lapangan pandang yang hemianopia tanpa adanya
penglihatan yang terbentuk. (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Suatu hemianopia homonim lengkap, di mana pun le-tak lesinya,
seyogianya masih memiliki ketajaman penglihatan yang utuh di setiap mata
karena masih adanya fungsi makula di lapangan penglihatan yang tersisa. (H.
Sidarta Ilyas, 2004).
2.5 Mekanisme Patofisiologi Terjadinya Gangguan Lapang Pandang
Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks
sensorik, akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang
pandang atau medan penglihatan. Lesi pada nervus optikus akan menyebabkan
hilangnya penglihatan monokular atau disebut anopsia pada mata yang
disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang
mendarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri karotis interna yang akan
bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian menjadi arteri centralis retina.
Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis fugax. (H. Sidarta Ilyas,
2004).
Lesi pada bagian lateral khiasma optikum akan menyebabkan hemianopsia
abinasal sedangkan lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan
penglihatan temporal yang disebut hemianopsia bitemporal. Kelainan seperti ini
banyak disebabkan oleh lesi khiasma, seperti tumor dan kista intrasellar, erosi
dari rocessus clinoid seperti yang terjadi dengan tumor ataua neurisma dorsal dari
sella tursica, kalsifikasi di antara atau di atas sella tursika seperti yang terjadi
dengan kista dan aneurisma kraniofaringioma, dan juga pada meningioma
suprasellar. Juga dapat disebabkan oleh trauma dan tumor pada region kiasma.
(H. Sidarta Ilyas, 2004).

27

Hemianopsia bitemporal bisa didapatkan pada kista suprasellar.Bisajuga


ditemukan pada pasien dengan tumor pituitari tapi bersifat predominan
parasentral. Pada adenoma pituitari juga bisa terkadi kebutaan atau anopsia pada
salah satu mata dan hemianopsia temporal pada mata yang lainnya. Lesi pada
traktus optikus akan menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral. Serabutserabut dari retina pada bagian temporal akan rusak, bersamaan dengan serabut
dari bagian nasal retina mata yang lain yang bersilangan. Lesi pada radiasio
optika bagian medial akan menyebabkan kuadroanopsia inferior homonim
kontralateral sedangkan lesi pada serabut lateralnya akan menyebabkan
quadrananopsia super ior homonim kontralateral. (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Quadroanopsia atau kuadranopia biasanya terjadi pada lesi yang terdapat
pada bagian temporo parietal. Lesi pada bagian posterior radiasi optika akan
mengakibatkan hemianopsia homonym yang sama dan sebangun dengan
mengecualikan penglihatan makular. Selain hemianopsia klasik dan kuadranopia,
gangguan lapang pandang lain dan fenomena terkait yang dapat terdeteksi pada
pemeriksaan lapangan pandang adalah skotoma sentral merupakan hilangnya
penglihatan sentral yang umumnya berhubungan dengan penurunan ketajaman
penglihatan dan merupakan karakteristik penyakit nervus optikus dan penyakit
makula

retina.

Perluasan

bintik buta

fisiologis,

yang

terlihat

dengan

pembengkakan diskus optikus (edema papil) ang disebabkan oleh peningkatan


tekanan intrakranial, dan umumnya terjadidengan ketajaman penglihatan yang
masih baik. Penglihatan seperti terowongan (tunnel vision) merupakan hilangnya
lapang pandang perifer dengandipertahankannya daerah sentral yang disebabkan
oleh beberapa penyebab, antara lain penyakit oftalmologi, yaitu glaukoma kronik
sederhana, retinitis pigmentosa,dan penyakit korteks, yaitu hemianopia homonim
bilateral dengan makula yangmasih baik (macular spar ing ). (H. Sidarta Ilyas,
2004).
Retina mendapat darah dari arteri retina sentralis, yang merupakan end
arteri, yaitu arteri yang tidak mempunyai kolateral. Karena itu, lesi pada
retinaakibat penyumbatan arteri retina sentralis tidak akan diperbaiki lagi oleh
28

perdarahan kolateral. Arteri retina sentralis adalah cabang dari arteri


oftalmika.Pada thrombosis arteri karotis, pangkal arteri oftalmika dapat ikut
tersumbat juga.Gambaran klinik thrombosis tersebut terdiri dari hemiparesis
kontralateral dan buta ipsilateral. (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Lesi pada nervus optikus sering disebabakan oleh infeksi dan intoksikasi.
Di samping itu, sebab mekanik, seperti jiratan karena araknoiditis atau
penyempitan foramen optikum (osteitis jenis Paget) atau penekanan karena
tumor hipofisis, kraniofaringioma, meningioma, aneurisme arteri oftalmika dapat
mengakibatkan

kerusakan

pada

nervus

optikus,

baik

sesisi

maupun

bilateral.Gangguan pada nervus optikus, baik yang bersifat radang, maupun


demielinisasi atau degenerasi atau semuanya dinamakan neuritis optika. (H.
Sidarta Ilyas, 2004).
2.6 Penegakan Diagnosis Secara Umum
2.6.1 Anamnesis
Penyakit pada mata bisa menimbulkan keluhan:

Gangguan atau kerusakan penglihatan

Mata merah

Mata perih

Penglihatan ganda

Mata juga merupakan jendela penting untuk mendeteksi penyebab penyakit


sistemik, misalnya edema papil dan renopati hipertensif. Yang paling
penting adalah apakah gejala mengenai salah satu atau kedua mata. Apakah
onsetnya mendadak atau berangsur-angsur. Adakah gejala penyerta seperti
nyeri bola mata, nyeri kepala, sekret dan sebagainya. (Jonathan Gleadle,
2005)
Riwayat penyakit dahulu

Adakah riwayat masalah penglihatan sebelumnya?

Adakah riwayat diabetes melitus?


29

Adakah riwayat hipertensi?

Adakah riwayat penyakit neurologis?

Pernahkah paien menjalani terapi mata tertentu? Misalnya laser.

Obat-obatan
Adakah riwayat pemakaian obat yang mungkin menyebabkan gejala
gangguan penglihatan atau pemakaian obat untuk mengobati penyakit
mata misalnya obat tetes mata untuk glaukoma. (Jonathan Gleadle,
2005)
Riwayat keluarga dan sosial

Adakah riwayat masalah penglihatan turunan dalam keluarga


misalnya glaukoma?

Adakah riwayat gejala gangguan mata dalam keluarga misalnya


penularan konjungtivitis infektif?

Bagaimana tingkat ketidakmampuan penglihatan pasien?

Apakah pasien teregistrasi sebagai orang buta?

Pernahkah pasien menjalani adaptasi di rumah?

Apakah pasien memiliki anjing pemandu?

2.6.2 Pemeriksaan Fisik


Lakukan inspeksi mata

Adakah kelainan yang terlihat jelas misalnya proptosis, mata


merah, asimetris, nistagmus yang jelas, atau ptosis?

Lihat konjungtiva, kornea, iris, pupil, dan kelopak mata. Apakah


pupil simetris, bagaimana ukurannya, apakah keduanya merespon
normal dan seimbang pada cahaya dan akomodasi?

Adakah ptosis? Periksa menutupnya kelopak mata.

Lakukan tes mata, satu per satu

30

Lakukan tes ketajaman penglihatan di kedua mata, misalnya


dengan kartu Sneellen untuk penglihatan jauh dan dengan kartu
Jaeger untuk penglihatan dekat.

Lakukan tes penglihatan warna misalnya dengan menggunakan


kartu Ishihara.

Lakukan tes lapang pandang dengan tes konfrontasi dan periksa


adanya titik buta.

Lakukan tes gerak bola mata dan tanyakan mengenai diplopia dan
cari nistagmus. (Jonathan Gleadle, 2005)

Periksa mata dengan oftalmoskop


Pemeriksaan oftalmoskopik pada mata adalah bagian vital dari
pemeriksaan fisik lengkap. Pemeriksaan ini bisa mengungkap efek
keadaan sistemik seperti hipertensi dan diabetes melitus, yang
menyebabkan disfungsi penglihatan seperti atrofi optik, dan
mengungkap keadaan seperti peningkatan intrakranial dengan
ditemukannya edema papil. Komplikasi pada mata akibat penyakit
seperti diabetes melitus dapat asimtomatik sampai terjadi kompikasi
yang membahayakan penglihatan maka penyinng untuk melakukan
pemeriksaan skrining. (Jonathan Gleadle, 2005)
Optimalkan kondisi untuk pemeriksaan funduskopi. Pasien
maupun pemeriksa harus merasa nyaman. Periksa pasien dalam
ruangan

gelap

dengan

oftalmoskopi

yang

bagus

yang

bisa

menghasilkan cahaya terang, dan jika perlu gunakan zat untuk dilatasi
pupil. Minta pasien untuk memusatkan pandangan ke objek yang jauh.
Periksa mata kanan pasien dengan mata kanan Anda dan mata kiri
pasien dengan mata kiri Anda. (Jonathan Gleadle, 2005)
Mula-mula periksa dari jarak jauh adakah refleks merah dan
jika tidak ada pertimbangkan opasitas lensa seperti katark. Kemudian
periksa diskus optikus, bagian perifer retina dengan mengikuti
pembuluh darah, denyut vena, perdarahan, eksudat, dan makula.
31

Adanya edema papil, perdarahan, atau eksudat, atau keluhan utama


hilangnya penglihatan, memerlukan penjelasan dari pasien. (Jonathan
Gleadle, 2005)
Kelainan penting yang sering ditemukan
1. Retinopati diabetikum

Mikroaneurisma

Perdarahan bintik dan bercak

Eksudat halus

Perubahan proliferatif

Parut bekas terapi laser

2. Retinopati hipertensif

Garis perak

Arteriovena mengecil perdarahan dan eksudat

Edema papil

3. Edema papil

Batas diskus yang meninggi kabur

Mungkin disertai perdarahan

Hilangnya denyut vena, terkadang pembuluh berkelok-kelok

Diskus mungkin berwarna merah muda (hiperemik)

Mungkin ada pembesaran bintik buta

4. Atrofi optik

Diskus optik pucat

5. Retinitis pigmentosa

Pigmentasi retina. (Jonathan Gleadle, 2005)

2.7 Penegakan Diagnosis Secara Khusus


Edema papil akibat peningkatan tekanan intrakranial

32

a. Anamnesis
Gambaran yang penting dari pembengkakan lempeng akibat peningkatan
tekanan intrakranial adalah tidak adanya kehilangan penglihatan akut yang
berlangsung lama. Beberapa pasien dapat mengalami kehilangan penglihatan
sementara yang berlangsung selama beberapa detik ketika berubah posisi
(pengaburan (obscuration) penglihatan). Gambaran lain peningkatan tekanan
intrakranial adalah:

Sakit kepala, memburuk saat bangun tidur dan batuk.

Mual, muntah.

Diplopia (penglihatan ganda) biasanya karena palsi saraf keenam.

Gejala neurologis, jika peningkatan tekanan diakibatkan oleh lesi desak


ruang cranial.

Riwayat trauma kepala menunjukkan perdarahan subdural. (Bruce

James,
2005)
b. Tanda

Lempeng optik membengkak, tepinya tidak jelas, dan kapiler superfisial

mengalami dilatasi sehingga terlihat abnormal. Tidak ada pulsasi vena


spontan pada vena retina sentral (namun, sekitar 5-20% vena retina sentral
dengan papil saraf yang normal tidak memiliki pulsasi spontan).
Titik buta yang lebar ditemukan pada tes lapang pandang sesuai dengan
pembengkakan papil saraf optik. Pada edema papil kronis, lapang pandang
menyempit. Namun, defek lapang pandang dapat diakibatkan oleh lesi
desak ruang yang menyebabkan edema papil.
Tanda-tanda neurologis abnormal dapat mengindikasikan letak suatu
lesi desak ruang. (Bruce James, 2005)

33

c. Pemeriksaa Penunjang
CT scan dan MRI akan mengidentifikasi suatu lesi desak ruang atau pembesaran ventrikel. Setelah dilakukan konsultasi neurologis (dan normalnya setelah
pemindaian), tekanan intrakranial dapat diukur dengan pungsi lumbal. (Bruce
James, 2005)

Neuritis optik

Peradangan atau demielinisasi saraf optik menyebabkan neuritis optik


(dinamakan papilitis jika papil saraf optik terkena dan neuritis retrobulbar jika
saraf optik terkena lebih posterior). (Bruce James, 2005)
a. Anamnesis

Kehilangan penglihatan akut yang dapat berkembang selama beberapa

hari dan kemudian membaik perlahan.

Nyeri ketika menggerakkan mata pada neuritis retrobulbar karena

kontraksi rektus menarik selubung saraf optik.

Riwayat penyakit virus sebelumnya pada beberapa kasus. Antara 40-

70% pasien dengan neuritis optik akan mengalami gejala neurologis lain
sehingga mengimplikasikan diagnosis demielinisasi (sklerosis multipel). (Bruce
James, 2005)
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan memperlihatkan:

Penurunan tajam penglihatan

Penurunan penglihatan warna

Defek pupil aferen relatif (RAPD) (lihat hal. 25)

Skotoma sentral pada tes lapang pandang

Lempeng

normal
34

pada

neuritis

retrobulbar.

Pembengkakan

lempeng

pada papilitis. (Bruce James, 2005)


c. Pemeriksaan Penunjang
MRI akan membantu mengidentifikasi plak 'tersembunyi' tambahan pada
demielinisasi namun pasien harus diberi konseling terlebih dulu sebelum
dilakukan pemindaian. Terapi steroid mungkin berperan dalam mempercepat
pemulihan visual. (Bruce James, 2005)
d. Prognosis
Penglihatan perlahan-lahan kembali dalam beberapa minggu meski seringkali
tidak sebaik sebelum serangan. Episode berulang dapat menyebabkan penurunan
penglihatan dan atrofi optik. Sangat jarang pada kasus atipikal penglihatan tidak
kembali pulih. (Bruce James, 2005)

Arteritis sel raksasa

Ini merupakan penyakit autoimun yang timbul pada pasien yang umumnya
berusia lebih dari 60 tahun. Penyakit ini mengenai arteri dengan lamina elastika
interna. Dapat timbul dengan kombinasi:
Kehilangan penglihatan mendadak
Nyeri tekan kulit kepala (misal saat menyisir)
Nyeri ketika mengunyah (klaudikasio rahang)
Nyeri bahu
Malaise.
a. Tanda
Tanda yang didapatkan biasanya:

Penurunan tajam penglihatan.

35

Defek lapang pandang, khasnya berupa hilangnya setengah bagian bawah


lapang pandang.

Lempeng optik yang membengkak dan mengalami perdarahan dengan


retina dan pembuluh darah retina normal (ingat pasokan darah ke saraf
optik anterior dan retina berbeda). Pada neuropati optik iskemik arteritis,
lempeng dapat terlihat pucat.

Lempeng pada mata kontralateral memiliki mangkuk optik yang kecil


pada penyakit nonarteritis

Arteri temporal nyeri pada penekanan, suatu tanda yang sugestif untuk
arteritis sel raksasa. (Bruce James, 2005)
b. Pemeriksaan Penunjang
Jika didapatkan arteritis sel raksasa, LED dan protein reaktif-C biasanya
sangat meningkat (meski 1 dari 10 pasien dengan arteritis sel raksasa memiliki
LED normal). Biopsi arteri temporal sering membantu namun mungkin tidak dapat
mengarahkan diagnosis, terutama jika hanya spesimen kecil yang diperiksa karena
penyakit ini dapat melewati suatu bagian arteri. Arteritis sel raksasa juga dapat
timbul sebagai oklusi arteri retina sentral di mana pembuluh darah terkena
secara sekunder akibat arteritis pada arteri oftalmika. (Bruce James, 2005)
Pemeriksaan

penunjang pasien

dengan

neuropati

optik iskemik

nonarteritis termasuk:
Hitung darah lengkap untuk menyingkirkan anemia
Pemeriksaan tekanan darah
Pemeriksaan kadar gula darah
LED dan protein reaktif-C untuk memeriksa arteritis sel raksasa.
Baik hipertensi maupun diabetes dapat dikaitkan dengan kondisi ini.

36

Penyakit ini juga didapatkan pada pasien yang mengalami kehilangan darah
akut, sebagai contoh pada hematemesis yang muncul beberapa hari setelah
perdarahan akut. Episode hipotensif juga dapat mengakibatkan neuropati optik
iskemik. Kadang kelainan pembekuan atau penyakit autoimun dapat menyebabkan
terjadinya kondisi ini. (Bruce James, 2005)
d. Prognosis
Penglihatan jarang memburuk secara progresif pada neuropati optik iskemik
nonarteritis dan keluaran penglihatan dalam hal lapang pandang serta tajam
penglihatan sangat bervariasi. Penglihatan tidak kembali pulih bile telah hilang.
Mata kontralateral dapat terlibat dengan cepat pada pasien dengan arteritis sel
raksasa yang tidak diterapi. Selain itu juga terdapat keterlibatan mata
kontralateral yang bermakna pada bentuk nonarteritis (40-50%). (Bruce James,
2005)

Atrofi optik
-i

Lempeng optik yang pucat merepresentasikan hilangnya serabut saraf


pada papil saraf optik (Tabel 14.2). Penglihatan biasanya berkurang dan
penglihatan warna terpengaruh. Pada pemeriksaan, vaskularitas lempeng
menghilang. Pembandingan kedua mata sangat membantu pada kasus unilateral,
karena kontras bisa mengidentifikasi pucatnya lempeng dengan lebih mudah.
Defek pupil aferen relatif juga ditemukan. (Bruce James, 2005)

37

(a)

(b)

Gambar 10 (a) Lempeng optik yang pucat dibandingkan dengan


(b) lempeng optik normal.

Kiasma
Lesi kompresif pada kiasma menghasilkan hemianopia bitemporal karena
serabut yang merepresentasikan retina nasal (lapang pandang temporal)
terkompresi ketika bersilangan di pusat kiasma. Pasien dapat datang dengan gejala
penglihatan yang tidak jelas, seperti:

Objek di lapang pandang perifer menghilang

Saat memeriksa penglihatan dengan kartu Snellen, pasien dapat tidak


melihat huruf-huruf temporal dengan tiap mata

Kehilangan penglihatan bitemporal dapat menyebabkan kesulitan dalam


menyatukan gambar sehingga pasien mengeluhkan diplopia meski
pergerakan mata normal

Mungkin terdapat kesulitan dalam melakukan pekerjaan yang membutuhkan stereopsis seperti menuang air ke dalam gelas atau memasukkan
benang ke jarum.

Lesi yang paling umum ditemukan adalah tumor hipofisis dan pasien hams
ditanya mengenai gejala yang berkaitan dengan gangguan hormonal (Gambar
14.5). Terapi bergantung pada jenis tumor yang ditemukan; beberapa dapat

38

diberikan terapi medis namun banyak yang membutuhkan eksisi bedah.


Meningioma dan kraniofaringioma juga dapat menyebabkan kompresi kiasma.
(Bruce James, 2005)
Pada pemeriksaan fisik dapat pula dilakukan tes lapang pandang dengan
berbagai cara,yaitu:
a. Tes Konfrontasi
Satu mata pasien ditutup dan pemeriksa duduk di seberangnya, menutup
matanya pada sisi yang sama. Satu objek, biasanya kepala jarum berukuran besar,
kemudian digerakkan dalam lapang pandang mulai dari perifer menuju ke pusat.
Pasien diminta mengatakan kapan ia pertama kali melihat objek tersebut. Tiap
kuadran diperiksa dan lokasi bintik buta ditentukan. Selanjutnya lapang pandang
pasien dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa. Dengan latihan dapat juga
diidentifikasi skotoma sentral (sko-toma adalah daerah fokal dalam lapang
pandangan dengan sensitivitas yang berkurang, dikelilingi oleh area yang lebih
sensitif). (Bruce James, 2005)
Tes lapang pandang kasar dapat dilakukan dengan meminta pasien
untuk menutup satu matanya. Duduklah di depan pasien dan angkat kedua
tangan Anda di depan mata yang tidak ditutup dengan telapak tangan menghadap
pasien, satu tangan pada masing-masing sisi. Tanyakan apakah kedua telapak tangan
terlihat sama. Ulangi tes dengan mata satunya. Tes ini dapat berguna dalam
mendeteksi hemianopia bitemporal (pasien mungkin juga tidak dapat melihat
huruf temporal pada kartu Snellen ketika dilakukan pemeriksaan tajam
penglihatan). Mintalah pasien untuk menghitung jumlah jari yang diperlihatkan
pada tiap kuadran lapang pandang. (Bruce James, 2005)
Tes yang digunakan untuk mengidentifikasi defek lapang pandang neurologis adalah dengan menggunakan objek berwarna merah. Lapang pandang merah
merupakan yang paling sensitif terhadap lesi saraf optik. Untuk melakukan tes
39

konfrontasi digunakan jarum dengan kepala berwarna merah, pasien diminta untuk
mengatakan saat ia pertama kali melihat kepala jarum tersebut berwarna merah
(bukan saat ia pertama kali melihat kepala jarum tersebut). Cara yang lebih
sederhana, satu objek berwarna merah dapat dipegang di tiap kuadran atau
setengah lapang pandang dan pasien diminta untuk membandingkan kualitas
warna merah di tiap lokasi. Pada defek lapang pandang hemianopik, warna merah
akan tampak lebih buram di lapang pandang yang terkena. (Bruce James, 2005)
b. Perimeter
Mesin ini memungkinkan pemetaan lapang pandang yang lebih akurat.
Mesin ini mengukur:
-

Lapang pandang kinetik di mana pasien menunjukkan saat ia pertama

kali melihat cahaya dengan ukuran dan tingkat kecerahan tertentu yang
digerakkan dari perifer. Hal ini seperti menggerakkan kepala jarum pada
tes konfrontasi. (Bruce James, 2005)
-

Lapang pandang statik di mana pasien menunjukkan saat ia pertama

kali melihat cahaya stasioner pada tingkat kecerahan yang bertambah.


Teknik-teknik ini terutama berguna pada kondisi okular kronis dan
neurologis untuk memonitor perubahan lapang pandang (misal pada glaukoma).
(Bruce James, 2005)
c. Tekanan Intraokular
Tekanan intraokular diukur dengan tonometer Goldmann. Satu silinder
plastik jemih ditekankan pada kornea yang sudah dianestesi. Cincin pendataran,
dilihat melalui silinder, dibuat terlihat dengan adanya fluoresein pada film air
mata. Prisma yang diletakkan secara horizontal dalam silinder, memisahkan
cincin kontak menjadi dua setengah lingkaran. Tekanan yang diberikan ke silinder
dapat divariasikan untuk mengubah tingkat pendataran kornea dan kemudian
ukuran cincin. Tekanan disesuaikan sehingga kedua setengah lingkaran saling
40

bertautan. Ini merupakan titik akhir dari tes, dan tekanan yang diberikan
dikonversi ke dalam satuan tekanan okular (mmHg) yang dapat dilihat di
tonometer. Ahli optometri menggunakan tiupan udara dengan intensitas yang
berbeda-beda untuk menghasilkan pendataran kornea dan bukannya menggunakan
kan prisma tonometer Goldmann. Berbagai tonometer lain juga dapat
digunakan termasuk alat elektronik genggam kecil. (Bruce James, 2005)
2.7 Penatalaksanaan Gangguan Lapang Pandang
Edema Papil
a. Terapi dan Pengobatan
Tekanan intrakranial dapat meningkat dan terdapat pembengkakan lempeng
tanpa bukti adanya abnormalitas intrakranial dan tanpa dilatasi ventrikel pada
pemindaian. Keadaan ini dinamakan hipertensi intrakranial jinak dan biasanya
terjadi pada perempuan yang kelebihan berat badan pada dekade kedua dan ketiga
kehidupannya. Pasien mengeluh sakit kepala, mengalami penglihatan kabur, dan
palsi saraf keenam. Tidak ada masalah neurologis lain. Meski kehilangan
penglihatan akut permanen bukan merupakan tanda edema papil, namun jika saraf
optik tetap membengkak selama beberapa minggu, maka akan terjadi
penyempitan lapang pandang yang progresif. Maka penting untuk menurunkan
tekanan intrakranial. Penurunan tekanan bisa dilakukan:

Dengan pengobatan seperti asetazolamid oral

Melalui pembuatan pirau ventrikuloperitoneal

Dengan dekompresi saraf optik di mana satu lubang kecil dibuat pada
lapisan yang menyelubungi saraf optik sehingga memungkinkan
drainase LCS dan menurunkan tekanan LCS di sekitar saraf optik
anterior.
Lesi desak ruang (yaitu tumor dan perdarahan) dan hidrosefalus

memerlukan tatalaksana bedah saraf. (Daniel Vaughan, 1995)


41

Neuritis Optik

a.

Terapi dan Pengobatan

MRI akan membantu mengidentifikasi plak 'tersembunyi' tambahan pada


demielinisasi namun pasien harus diberi konseling terlebih dulu sebelum
dilakukan pemindaian. Terapi steroid mungkin berperan dalam memper-cepat
pemulihan visual. (Daniel Vaughan, 1995)

Arteritis Sel Raksasa

Jika diduga terdapat arteritis sel raksasa, maka terapi tidak boleh ditunda
sementara diagnosis dikonfirmasi. Steroid dosis tinggi diberikan secara intravena
dan oral, dan dosis diturunkan secara perlahan-lahan (tappereo< selama mingguminggu berikutnya sesuai gejala dan respons LED atau protein reaktif-C.
Tindakan pencegahan umum harus dilakukan, seperti pada pasien lain yang
mendapatkan steroid, untuk menyingkirkan kondis medis lain yang dapat muncul
atau memburuk dengan penggunaan steroic (misal tuberkulosis, diabetes,
hipertensi, dan peningkatan kerentanar terhadap infeksi). Steroid tidak akan
mengembalikan hilangnya penglihatar namun akan mencegah terlibatnya mata
kontralateral. Sayangnya, tidak ada terapi untuk neuropati optik iskemik
nonarteritis selain mendiagnosis kondisi yang mendasarinya. (Daniel Vaughan,
1995)
2.8 Morbiditas dan Mortalitas Pada Gangguan Mata di Indonesia
Menurut data Riskesdas 2007, prevalensi nasional kebutaan di Indonesia
adalah sebesar 0,9% dengan penyebab utama katarak. Dilaporkan pula telah
terjadi

peningkatan

prevalensi

nasional

42

kasus

katarak

sebesar

1,8%,

dibandingkan dengan data SKRT 2001 sebesar 1,2%. Penyebab kebutaan lainnya
adalah glaucoma dengan prevalensi sebesar 0,5% dan disusul dengan gangguan
refraksi serta penyakit mata degeneratif. (Depkes, 2007)
Sementara itu survei kebutaan dan morbiditas mata di Jawa Barat pada
tahun 2005 menunjukan hasil survey prevalensi kebutaan 3,6%, gangguan
penglihatan sedang 7,0%, gangguan penglihatan berat 7,8%. Distribusi penyebab
kebutaan adalah sebagai berikut: lensa: 80,6%, retina: 5,5 %, kornea: 5,5%,
neuropati optik: 2,8%, kelainan refraksi: 2,8%, ptisis bulbi: 2,8%. (Depkes,
2007)
Prevalensi kebutaan menurut usia: 40-49 tahun: 1,46%, 50-59 tahun:
1,23%, 60-69 tahun: 5,60%, 70 tahun: 12,50%, Prevalensi kebutaan menurut
jenis kelamin: laki-laki: 3,63%, perempuan: 3,60%. Prevalensi kebutaan menurut
tingkat pendidikan: Tidak sekolah: 10,28%, Tidak tamat SD: 4,04%, Tamat SD:
2,17%, Tamat SLTP: 1,55%, Tamat SLTA: 1,37%, Perguruan tinggi: 0,0%.
Prevalensi di kab./kota: Kab.Sumedang: 3,87%, Kab.Subang: 5,47%, Kota
Bogor: 3,80%, Kab.Sukabumi: 3,09%, Kab.Garut: 2,14%. Prevalensi Kebutaan
meningkat menurut kelompok usia dan tingkat pendidikan. (Depkes, 2007)

43

You might also like