You are on page 1of 38

Fazmial Rakhmawati 1102009110

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI HEPAR


HEPAR
Organ / kelenjar terbesar, intraperitoneum
Berbentuk sebagai suatu pyramida tiga sisi dengan dasar menunjuk kekanan dan
puncak menunjuk kekiri.

Fungsi hepar adalah :


pembentukan sekresi empedu yang selanjutnya disalurkan ke dalam duodenum.
metabolisme KH, lemak dan protein
menyaring darah (proteksi terhadapbenda asing dan bakteri).
Permukaan yang menunjuk ke diaphragma disebut facies diaphragmatica/ pars afixa
hepatis.
Permukaan ke caudodorsal menunjuk ke alat-alat dalam perut sehingga disebut facies
visceralis.
Tepi caudal antara facies diaphragmatica dan facies visceralis disebut margo inferior.

Normal hepar tidak melewati arcus costarum. Pada inspirasi dalam kadang-kadang
dapat teraba. Menyilang arcus costarum dextra pada sela iga 8 dan 9, margo inferior
menyilang di tengah.
Proyeksi antara iga 4 9.
Hepar dibagi dalam 2 lobus yaitu lobus dexter dan sinister.
Batas antara lobus dexter dan sinister ialah pada tempat perlekatan lig. falciforme.
Pada facies visceralis, bangunan seperti huruf H terdapat dua sulcus yang berjalan
dalam bidang sagital, disebut fossa sagitalis dextra dan fossa sagitalis sinistra.
Di dalam fossa sagitalis dextra terdapat :
Disebelah ventrocaudal : vesica fellea
Disebelah dorsocranial : vena cava inferior.
Bagian fossa sagitalis sinistra dimana terdapat lig. teres hepatis disebut fissura
ligamenti teretis dan bagian dimana terdapat lig. venosum disebut fissura ligamenti
venosi.
Ditengah-tengah antara dua fossa terdapat daerah yang tidak ditutupi peritoneum
disebut porta hepatis yang menghubungkan kedua fossa. dibawah ini merupakan alat2
yang terdapat pada porta hepatis
Arteri hepatica propria
Vena porta
Ductus cholidecus

Bagian kiri dibagi oleh porta hepatis dalam lobus caudatus terletak dorsocranial dan
lobus quadratus ventrocaudal.
Lobus caudatus pada tepi caudoventral mempunyai dua processus yaitu processus
caudatus dan processus papilaris.
Ligamentum teres hepatis, adalah v. umbilicalis dextra yang telah mengalami
obliterasi, berjalan dari umbilicus ke ramus sinister venae portae.
Ligamentum venosum, adalah ductus venosum yang telah mengalami obliterasi,
berjalan di bagian cranial fossa sagitalis sinistra dari ramus sinister v. portae, pad
tempat lig. teres hepatis mencapai vena ini, ke vena hepatica sinistra.
V. portae : dibentuk oleh V. mesenterica superior dan V. lienalis
Vesika fellea
Bentuk seperti buah alpukat, yang
terdiri dari fundus, corpus dan
collum
Melanjutkan diri ke dalam ductus
cysticus dan bergabung dengan

ductus

hepaticus

communis

bersatu

menjadi ductus choledochus selanjutnya


bermuara

ke

dalam

duodenum

pars

descendens bersama ductus pancreaticus


(Wirsungi), pada ampulla di dalam papilla
duodeni major

Pada muara ductus choledochus terdapat


m. sphincter ductus choledochus, pada
muara ductus pancreaticus terdapat m.
sphincter ductus pancreaticus dan pada
muara

ampulla

ke

dalam

duodenum

terdapat m. sphincter ampullae.

Ketiga m. sphincter ini dikenal sebagai m. sphincter Oddi. Bila tunica muscularis
vesica felleae berkontraksi, m. sphincter Oddi relaksasi.

Bila m. sphincter Oddi berkontraksi terjadi keadaan yang disebut dyckinesi.

Arteriae
Aorta abdominalis, lanjutan aorta thoracalis setelah menembus diaphragma, bercabang :
A. coeliaca, bercabang
A. mesenterica superior, bercabang
A. renalis (di pelajari pada tractus urinarius).
A. mesenterica inferior
A. coeliaca, bercabang :
1. A. gastrica sinistra
2. A. lienalis
3. A. hepatica communis
a) A. hepatica propria, bercabang : a. cystica, ramus sinistra & ramus dextra
hepatis.
b) A. gastrica dextra
c) A. gastroduodenalis, bercabang :
- a. gastroepiploica dextra &
- a. pancreoticoduodenalis superior
Vena portae
masuk ke dalam lig. hepatoduodenale menuju ke portae hepatis bercabang menjadi :
ramus dexter untuk lobus dexter dan ramus sinister untuk lobus sinister

v. portae mendapat juga darah dari :


v. coronaria ventriculi (v. gastrica sinistra)
v. pylorica ( v. gastrica dextra)
v. Cystica
vv. Parumbilicalis
Persarafan

nervus simpatikus : dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh darah pada lig.
hepatogastrika dan masuk porta hepatis
nervus vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis menyusuri kurvatura
minor gaster dalam omentum.

Drainase limfatik
Aliran limfatik hepar menuju nodus yang terletak pada porta hepatis (nodus
hepatikus). Jumlahnya sebanyak 3-4 buah. Nodi ini juga menerima aliran limfe dari vesika
fellea. Dari nodus hepatikus, limpe dialirkan (sesuai perjalanan arteri) ke nodus
retropylorikus dan nodus seliakus.
MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TENTANG MIKROSKOPIS HEPAR
Terdiri dari lobulus-lobulus yang bentuknya hexagonal/polygonal, dibatasi jar
interlobular
Unit struktural hati, dibatasi oleh jaringan ikat
Berbentuk prisma bersudut enam (hexagonal), disebut lobulus klasik
Terdiri atas lempengan hepatosit tersusun radier, saling berhubungan, dipisahkan oleh
sinusoid
Pada babi jar interlobular tebal

Pada manusia jar interlobular tak jelas

Sel-sel hati/hepatocyte berbentuk polygonal, tersusun berderet radier, membentuk


lempengan yang saling berhubungan, dipisahkan oleh sinusoid yang juga saling
berhubungan
Lobulus Hati
Lobulus klasik
Bagian jaringan hati dgn pembuluh pembuluh darah yang mendarahinya yang
bermuara pada pusatnya V. centralis
Lobulus portal
Bagian jaringan hati dgn aliran empedu yang menuju satu ductus biliaris didalam
Kiernan yang berisikan, berisikan :
- Arteriol, cabang arteri hepatica
- venula, cabang vena porta
- Ductus biliaris (saluran empedu)
- Pembuluh lymph

Sinusoid
o Hepatosit tersusun radier membentuk lempeng setebal satu sel seperti dinding
tembok. Lempeng berjalan dari perifer lobulus menuju ke sentral, saling
beranastomose
o Sinusoid hati, merupakan kapiler yang melebar, bentuknya tidak teratur,
dindingnya dibentuk oleh sel endotel, terdapat penetrasi
o Sel endotel tidak fagositik.
o Pada sinusoid terdapat makrofag tetap, disebut sel Kupffer
o Sel endotel dipisahkan dari hepatosit oleh suatu celah perisinusoid sub endotel
(celah Disse)
o Ruang perisinusoid Disse berisi plasma, rembesan dari sinusoid dan limf hati
yang dibentuk didalam ruang perisinusoid
o Mikrovili hepatosit berhubungan dengan plasma yang terdapat di ruang Disse
o Pertukaran zat antara hepatosit dan darah dari v. porta sangat mudah
o Sel endotel dipisahkan dari hepatosit oleh suatu celah perisinusoid sub endotel
(celah Disse)
o Ruang perisinusoid Disse berisi plasma, rembesan dari sinusoid dan limf hati
yang dibentuk didalam ruang perisinusoid
o Mikrovili hepatosit berhubungan dengan plasma yang terdapat di ruang Disse
o Pertukaran zat antara hepatosit dan darah dari v. porta sangat mudah
Aliran Empedu

Dimulai dari canaliculi biliaris menuju bagian perifer lobulus klasik

Sebelum keluar lobulus, melewati sal yang lebih besar, tetapi masih intralobular
disebut : saluran Herring

Saluran Herring

Saluran pendek dibagian perifer lobulos klasik,


Dialirkan ke ductus biliaris di segitiga kiernan ke ductus hepatikus kanan dan kiri

Pendarahan Hati

Arteri hepatika kaya O2, memberikan hanya sebagian kecil darah untuk hati dan
sebagian besarr berasal dari vena porta yang kaya zat makanan

Kedua pembuluh ini masuk hati melalui porta hepatis kemudian bercabang-cabang
sampai di segitiga kiernan cabang-cabang yang terakhir masuk kedalam jaringan
interlobular dan ke sinusoid
Dalam sinusoid kedua darah ini bercampur
Dari sinusoid ke vena centralis ke sublobularis ke vena hepatica keluar melalui vena
porta hepatis ke VCI
Vesica fellea

Berbentuk buah pir berongga, melekat pada permukaan bawah hepar, berhubungan
dengan duktus choledochus melalui duktus sistikus

Dinding:

Lapisan mukosa: epitel torak

Lapisan muskular polos

Lapisan jaringan ikat perimuskular

Lapisan serosa

Tunika Mucosa

Mempunyai lipatan-lipatan
Kadang-kadang evaginasi ke lamina propria membentuk sinus Rokitansky Aschoff
Epitel selapis silindris dengan microvili pada ermukaannya
Tidak mempunya tunika muskularis mukosa

Tunika muscularis

Longitudinal, sircular, dan

Tunica adventisia/serosa

Kadang-kadang ditemukan ductus Aberans luschka

FISIOLOGI HATI
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fung hati
yaitu :
1.

Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat


Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama
lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,
mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati
akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa
disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa
dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt
dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan:
Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/
biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam
siklus krebs).

2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak


Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis
asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1. Senyawa 4 karbon KETON BODIES
2. Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi
kholesterol .Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid
3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati
juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hati

memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya
organ yg membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi
urea.Urea merupakan end product metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di
dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang globulin hanya dibentuk di
dalam hati.albumin mengandung 584 asam amino dengan BM 66.000
4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.
Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila
ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus
isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K
dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
6. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,
reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat
racun, obat over dosis.
7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin sebagai imun
livers mechanism.
8.

Fungsi hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/
menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di
dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi
oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada
waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah.

Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hati adalah
pembentukkan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu sebanyak 1 liter per hari

ke dalam usus halus. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar
(90%) cairan empedu, sisanya (10%) adalah bilirubin, asam lemak dan garam empedu.
Empedu yang dihasilkan ini sangat berguna bagi percernaan terutama untuk menetralisir
racun terutama obat-obatan dan bahan bernitrogen seperti amonia. Bilirubin merupakan hasil
akhir metabolisme dan walaupun secara fisiologis tidak berperan aktif, tetapi penting sebagai
indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada
jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.
Sirkulasi vena porta yang memberikan suplai darah 75% dari seluruh asupan asinus
memegang peranan penting dalam fisiologi hati, terutama dalam hal metabolisme
karbohidrat, protein dan asam lemak. Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus
diubah menjadi glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari pasokan glikogen ini
diubah menjadi glukosa secara spontan ke darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga dan
sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan dalam otot) atau lemak (yang disimpan
dalam jaringan subkutan). Pada zona-zona hepatosit yang oksigenasinya lebih baik,
kemampuan glukoneogenesis dan sintesis glutation lebih baik dibandingkan zona lainnya.
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah mengasilkan protein plasma berupa albumin,
protrombin, fibrinogen, dan faktor bekuan lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme lemak
adalah menghasilkan lipoprotein dan kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.
Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Sel kupffler yang merupakan 15% massa hati
dan 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat penting dalam
menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan mempresentasikan antigen tersebut
kepada limfosit.
MEMAHAMI DAN MENJELASKAN METABOLISME BILIRUBIN
Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari
pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. 1 Bilirubin berasal dari
katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari
penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom,
katalase dan peroksidase.3,4,11,14,16,25 Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin,
transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin. 1,9
Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim
heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. 3,4,9
Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin
reduktase.3,9 Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat
tidak larut. 9,18
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke
sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. 3,11,16 Bilirubin yang terikat dengan albumin serum
ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat
pada albumin bersifat nontoksik.1

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin akan terikat
ke reseptor permukaan sel.9 Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan
dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya. 4,9
Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh
terhadap pembentukan ikterus fisiologis. 9
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air
di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl transferase
(UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. 1,4,9,25 Sedangkan
satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk
rekonjugasi berikutnya.3,9,18
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung empedu,
kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces. 1,9,25 Setelah berada dalam
usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan
kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam
usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut
sirkulasi enterohepatik.1,3

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ABSES HEPAR


Amebiasis hati merupakan komplikasi ekstra intestinal dari infeksi oleh entamoeba
histolitika. Penyakit ini masih sering dijumpai terutama di negara tropis. Dulu penyakit ini
lebih dikenal sebagai abses tropik, karena disangka hanya terdapat di daerah tropik atau
subtropik saja. Ternyata sangkaan tersebut tidak benar, karena kemudian ditemukan juga
tersebar di seluruh dunia.(1)
Abses hati amebik merupakan komplikasi ekstra intestinal yang paling sering terjadi
sesudah infeksi E. histolytica yaitu pada 1-25% (rata-rata 1,8%) penderita dengan amebiasis
intestinalis klinis. E. histolytica didalam feses dapat ditemukan dalam 2 bentuk yaitu bentuk
vegetative atau trofozoit dan bentuk kista yang dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia.(2)

Epidemiologi
Insiden hati amebic yang pasti sukar diketahui dan laporan setiap penelitian berbeda oleh
karena tergantung populasi yang diambil dan cara penelitian. Penelitian secara otopsi
mengahasilkan angka yang lebih tinggi daripada secara klinis yaitu antara 7,6%-84,4% (ratarata 36,6%) sedangkan secara klinis 1-25% (rata-rata 8,1%).(2)

Pria lebih sering menderita abses hati amebik dibanding wanita. Prevalensi terbanyak
ditemukan pada umur antara 30-50 tahun sedangkan di RS Hasan Sadikin Bandung kejadian
terbanyak pada decade 5 dan ke-6.
Kejadian penyakit ini lebih sering bila didapatkan pada daerah atau masyarakat dengan
sanitasi jelek, tingkat ekonomi rendah dan yang padat.
Terdapat terutama di negara tropik dan subtropik dengan sanitasi yang masih buruk seperti
India, Pakistan, Indonesia, Asia, Afrika dan Mexico. Tapi dapat juga di Negara lain. Penyakit
ini lebih sering ditemukan pada kaum pria jika dibandingkan dengan kaum wanita, dengan
perbandingan 4 : 1. Lebih sering pada orang-orang dewasa. Pada lebih kurang penderita
amebiasis timbul komplikasi pada hati. Menurut penelitian ADAM DAN HADI di Bagian
Penyakit Dalam R.S. Hasan Sadikin sejak januari 1974 sampai dengan Oktober 1975, hanya
dirawat 6 penderita amebiasis hati. Tapi pada penelitian selanjutnya oleh ABDURACHMAN
DAN HADI dari Januari 1978 s/d Juni 1979, ditemukan 32 penderita yang dirawat di Rumah
Sakit Hasan Sadikin. Ini kemungkinan meningkatnya sarana diagnostik.(1)
Sekitar 10% dari populasi dunia terinfeksi Entamoeba, mayoritas dengan dispar Entamoeba
noninvasif. Amebiasis terjadi akibat infeksi dengan E. histolytica dan merupakan penyebab
paling umum ketiga kematian akibat penyakit parasit (setelah schistosomiasis dan
malaria).Spektrum luas penyakit klinis yang disebabkan oleh Entamoeba ini disebabkan
sebagian perbedaan antara kedua spesies menginfeksi. Kista dari E. histolytica dan dispar E.
secara morfologis identik, tapi histolytica E. memiliki isoenzymes unik, antigen permukaan,
spidol DNA, dan sifat virulensi (Tabel 202-1). Kebanyakan operator tanpa gejala, termasuk
pria homoseksual dan pasien dengan AIDS, pelabuhan E. dispar dan infeksi diri
terbatas.Pengamatan ini menunjukkan bahwa dispar E. tidak mampu menyebabkan penyakit
invasif, sejak Cryptosporidium dan belli Isospora, yang juga menyebabkan penyakit diri
sendiri hanya terbatas pada orang imunokompeten, menyebabkan diare parah pada pasien
dengan AIDS.Namun, faktor tuan rumah berperan serta. Dalam sebuah penelitian, 10% dari
pasien asimptomatik yang terjajah dengan E. histolytica melanjutkan untuk mengembangkan
kolitis amebic, sedangkan sisanya tetap asimtomatik dan membersihkan infeksi dalam waktu
1 tahun.
Table 202-1 E. histolytica and E. dispar, Compared and Contrasted

Similarities
1. Both species are spread through ingestion of infectious cysts.
2. Cysts of the two species are morphologically identical.
3. Both species colonize the large intestine.
Differences
1. Only E. histolytica causes invasive disease.
2. Only E. histolytica infections elicit a positive amebic serology.
3. The two species have distinct rRNA sequences.
4. The two species have distinct surface antigens and isoenzyme markers.
5. Gal/GalNAc lectin can be used to differentiate the two species in stool
ELISA.
Note: ELISA, enzyme-linked immunosorbent assay; Gal/GalNAc, galactose N-acetylgalactosamine.

Wilayah insiden tertinggi (karena sanitasi yang tidak memadai, dan padat) termasuk negara
yang paling berkembang di daerah tropis, terutama Meksiko, India, dan bangsa Amerika
Tengah dan Selatan, Asia tropis, dan Afrika. Dalam studi tindak lanjut 4-tahun anak-anak
prasekolah di daerah endemik tinggi Bangladesh, 80% anak memiliki paling sedikit satu
episode infeksi dengan E. histolytica dan 53% memiliki lebih dari satu episode. Tentu
kekebalan yang diperoleh tidak berkembang namun biasanya berumur pendek dan berkorelasi
dengan kehadiran di bangku sekresi antibodi IgA ke kepatuhan lektin asetilgalaktosamin
galaktosa utama N-(Gal / GalNAc). Kelompok-kelompok utama di amebiasis risiko di negara
maju dikembalikan pelancong, imigran baru, pria homoseksual, dan narapidana lembaga.

Etiologi
Abses hati amebik disebabkan oleh strain virulen
Entamoeba hystolitica yang tinggi. Sebagai host definitif,

individu-individu yang asimptomatis mengeluarkan tropozoit dan kista bersama kotoran


mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah meminum air atau memakan makanan yang
terkontaminasi kotoran yang mengandung tropozoit atau kista tersebut. Dinding kista akan
dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa tinggal di usus besar
terutama sekum. Strain Entamoeba hystolitica tertentu dapat menginvasi dinding kolon.
Strain ini berbentuk tropozoit besar yang mana di bawah mikroskop tampak menelan sel
darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalam terjadinya
amubiasis invasif.
Abses piogenik disebabkan oleh Enterobactericeae, Microaerophilic streptococci,
Anaerobic streptococci, Klebsiella pneumoniae, Bacteriodes, Fusobacterium, Staphilococcus
aereus, Staphilococcus milleri, Candida albicans, Aspergillus, Eikenella corrodens, Yersinis
enterolitica, Salmonella thypii, Brucella melitensis dan fungal.
Abses hati dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem porta dan hematogen
melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari abdomen dapat mencapai hati melalui
embolisasi melalui vena porta. Infeksi intraabdomen ini biasanya berasal dari appendisitis,
divertikulitis, inflammatory bowel disease dan pylephlebitis. Sementara itu infeksi secara
hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari endokarditis, sepsis urinarius, dan
intravenous drug abuse.
Amubiasis invasif dapat disebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan pembentukan
fistula. Bila terjadi perforasi biasanya dari daerah sekum infeksi amuba invasif pada tempattempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar. Abses pada hepar diduga berasal
dari invasi sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium, atau penjalaran melalui
intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat mikroskopis terutama terjadi
trombosis, sitolisis, dan pencairan, suatu proses yang disebut hepatitis amuba. Bila tempattempat tersebut bergabung maka terjadilah abses amuba.
Dilaporkan 21-30% dari abses hepar berasal dari penyakit biliaris yaitu obstruksi
ekstrahepatik, kolangitis, koledolitiasis, tumor jinak atau ganas biliaris. Anastomosis
anterobiliaris (choledochoduodenostomy atau choledochojejunostomy) juga dilaporkan
sebagai penyebab abses hepar di samping komplikasi biliaris dan transplantasi hati.
Trauma tumpul dan nekrosis hati yang berasal dari vascular injury selama laparaskopi
cholecystectomy juga merupakan penyebab abses hepar.
Entamoeba Histolytica masih tetap merupakan salah satu parasit protozoa yang paling
penting bagi manusia. Amebiasis ditemukan secara endemik di banyak negara Tropik seperti
Afrika, Timur jauh, Asia, Amerika Latin dan Amerika Utara bagian selatan.
Abses hati amebik merupakan komplikasi ekstra intestinal yang paling sering terjadi
sesudah infeksi E. histolytica yaitu pada 1-25% (rata-rata 1,8%) penderita dengan amebiasis

intestinalis klinis. E. histolytica didalam feses dapat ditemukan dalam 2 bentuk yaitu bentuk
vegetative atau trofozoit dan bentuk kista yang dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia.
Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan suasana
asam. Bentuk trofozoit ada berukuran kecil (yaitu 10-20 mikron) dan berukuran besar (yaitu
20-60 mikron). Bentuk trofozoit ini akan mati dalam suasana kering dan suasana asam.
Trofozoid besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease
yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.
Entamoeba histolitika mempunyai 3 bentuk yaitu: bentuk minuta, bentuk kista, dan
bentuk aktif (vegetative). Bentuk katif menembus dinding usus untuk membentuk ulkus.
Lokalisasi ulkus amebika biasanya di Soekum. Parasit tersebut merusak jaringan dengan cara
sitolitik dan terdapat kemungkinan pembuluh darah juga terkena, sehingga dapat
menimbulkan perdarahan. Adanya erosi di vena dapat menyebabkan terjadinya penyebaran
parasit melalui vena portal dan masuk ke hati, terutama di lobus kanan dan terjadi hepatitis
amebika.
Jarak waktu serangan di intestinal dengan timbulnya kelainan di hati berbeda-beda.
Bentuk yang akut dapat memakan waktu kurang dari 3 minggu. Tetapi bentuk yang kronis
lebih dari 6 bulan, bahkan mungkin sampai 57 tahun. Oleh karena itu penderita intestinal
amebiasis tidak luput dari kemungkinan menderita abses hepatis amebika.
Patogenesis
Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Ada beberapa mekanisme
seperti faktor investasi parasit yang menghasilkan toksin, malnutrisi, faktor resistensi parasit,
berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell mediated. Secara kasar,
mekanisme terjadinya amebiasis didahului dengan penempelan E. Histolytica pada mukus
usus, diikuti oleh perusakan sawar intestinal, lisis sel epitel intestinal serta sel radang
disebabkan oleh endotoksin E. histolytica kemudian penyebaran amoeba ke hati melalui vena
porta.
Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi
granulumatosa. Lesi membesar bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik yang
dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Hal ini memakan waktu berbulan-bulan
setelah kejadian amebiasis intestinal. Secara patologis, amebiasis hati ini berukuran kecil
sampai besar yang isinya berupa bahan nekrotik seperti keju berwarna merah kecoklatan,
kehijauan, kekuningan atau keabuan. Shaikh et al (1989) mendapatkan abses tunggal 85%, 2
abses 6% dan abses multipel 8%. Umumnya lokasinya pada lobus kanan 87%-87,5% karena
di situ terdapat banyak pembuluh darah portal. Secara mikroskopik di bagian tengah

didapatkan bahan nekrotik dan fibrinous, sedangkan di perifer tampak bentuk ameboid
dengan sitoplasma bergranul serta inti kecil. Jaringan sekitarnya edematous dengan infiltrasi
limfosit dan proliferasi ringan sel kupffer dengan tidak ditemukan sel PMN. Lesi amebiasis
hati tidak disertai pembentukan jaringan parut karena tidak terbentuknya jaringan fibrosis.
Hati adalah organ yang paling sering terjadinya abses. Abses hati dapat berbentuk
soliter atau multipel. Oleh karena peredaran darah hepar yang sedemikian rupa, maka hal ini
memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan
adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh
bakteri tersebut. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu
akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri Sel kupffler dalam sinusoid hati dapat
menghancurkan bakteri-bakteri tersebut akan tetapi proses multipel terjadi pada abses. Lobus
kanan hati lebih sering terkena abses dibandingkan dengan lobus kiri. Hal ini berdasarkan
anatomi hati di mana lobus kanan lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika
superior dan vena porta, sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior
dan aliran limfatik.
Penyakit traktus biliaris adalah penyebab utama dari abses hati piogenik. Obstruksi
pada traktus biliaris seperti penyakit batu empedu, striktura empedu, penyakit obstruktif
congenital ataupun menyebabkan adanya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi
kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena porta dan arteri hepatika sehingga akan
terbentuk formasi abses fileplebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara
hematogen sehingga terjadi bakterimia sistemik.
Penetrasi akibat luka tusuk akan menyebabkan inokulasi pada parenkim hati sehingga
terjadi abses hati piogenik. Sementara itu trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati,
perdarahan intrahepatik dan kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari
kanalukuli. Kerusakan kanalukuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi
pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi disertai pembentukan pus. Abses hati yang
disebabkan oleh trauma biasanya soliter.
Infeksi pada organ porta dapat menyebabkan septik tromboplebitis lokal yang
mengarah pada abses hati. Septik emboli akan dilepaskan ke sistem porta, masuk ke sinusoid
hati, dan menjadi nidus bagi formasi mikroabses. Mikroabses ini biasanya multipel tapi dapat
juga soliter. Mikroabses juga dapat berasal secara hematogen dari proses bakterimia seperti
endokarditis dan pyelonephritis.
Abses hati piogenik dilaporkan sebagai infeksi sekunder dari abses hati amebic,
hydatid cystic cavities, dan tumor hati. Selain itu dapat juga disebabkan oleh proses
transplantasi hati, embolisasi arteri hepatika pada perawatan karsinoma hepatoseluler dan
penghancuran benda asing dari dalam tubuh.
Struktur dari abses amuba hepar terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam, dan
kapsul jaringan penyangga. Secara klasik cairan abses menyerupai anchovy paste ,
berwarna coklat kemerahan sebagai akibat jaringan hepar dan sel darah merah yang dicerna.

Abses mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses bakterial, cairan
abses amuba steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel dan
enzimatik secara umum tidak membantu dalam mendiagnosis abses amuba. Dinding dari
abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan tropozoit yang ada. Biopsi dari jaringan
ini sering memperkuat diagnosis dari manifestasi abses amuba hepar. Pada abses lama kapsul
jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblas. Pada abses piogenik, leukosit dan
sel-sel inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar.
2.7 Patologi
Abses hati amebic biasanya terletak di lobus superoanterior. Besarnya abses bevariasi
dari beberapa sentimeter sampai abses besar sekali yang mengandung beberapa liter pus.
Abses dapat tunggal (soliter) ataupun ganda (multiple). Walaupun ameba berasal dari usus,
kebanyakan kasus abses hati amebic tidak menunjukkan adanya amebiasis usus pada saat
bersamaan, jadi ada infeksi usus lama bertahun-tahun sebelum infeksi menyebar ke hati.
Istilah hepatitis amebic tidak tepat untuk terus dipertahankan dan dipakai karena
secara histologik jaringan hati sekitar abses tetap normal. Sejak awal penyakit, lesi ameba
didalam hepar tidak pernah difus melainkan proses local. Proses hepatolitik tetap asimtomatik
dan gejala-gejala akan muncul jika daerah ini meluas membentuk suatu abses yang lebih
besar. Lesi kecil akan sembuh dengan pembentukan jaringan parut, sedangkan pada dinding
abses besar akan ditemukan fibrosis. Jarang terjadi klasifikasi, dan amebiasis tidak pernah
menjadi sirosis hati.
Hati biasanya membesar, tergantung pada besarnya abses. Lokalisasi yang sering ialah
di lobus kanan. Abses di lobus kiri jarang terdapat hanya kurang lebih 15%, lebih kurang
70% bersifat soliter dan 30% multipel. Cairan abses biasanya kental berwarna coklat susu,
yang terdiri dari jaringan rusak dan darah yang mengalami hemolis. Dinding abses bervariasi
tebalnya, bergantung pada lamanya penyakit. Abses yang lama dan besar berdinding tebal.
Manifestasi Klinis
Manifestasi sistemik abses hati piogenik lebih berat dari
pada abses hati amebik. Dicurigai adanya abses hati piogenik
apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan
perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke
depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Apabila AHP
letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada
bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya
nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional.

Demam atau panas tinggi merupakan manifestasi klinis yang paling utama, anoreksia,
malaise, batuk disertai rasa sakit pada diafragma, anemia, hepatomegali teraba sebesar 3 jari
sampai 6 jari di bawah arcus-costa, ikterus terdapat pada 25 % kasus dan biasanya
berhubungan dengan penyebabnya yaitu penyakit traktus biliaris, abses biasanya multipel,
massa di hipokondrium atau epigastrium, efusi pleura, atelektasis, fluktuasi pada hepar, dan
tanda-tanda peritonitis.
Riwayat Penyakit
Cara timbulnya abses hati amebic biasanya tidak akut, menyusup yaitu terjadi dalam
waktu lebih dari 3 minggu. Demam ditemukan hampir pada seluruh kasus yaitu pada 9296,8%. Terdapat rasa sakit diperut atas pada 97,75-96% yang sifat sakit berupa perasaan
ditekan atau seperti ditusuk. Rasa sakit akan bertambah bila penderita berubah posisi atau
batuk. Penderita merasa lebih enak bila berbaring sebelah kiri untuk mengurangi rasa sakit.
Selain itu dapat pula terjadi sakit dada kanan bawah atau sakit bahu bila abses terletak dekat
diafragma dan sakit di epigastrium bila absesnya di lobus kiri.
Anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat badan
merupakan keluhan yang biasa didapatkan.
Batuk dan gejala iritasi pada diafragma seperti cegukakan (hiccup) bisa ditemukan
walaupun tidak ada rupture abses melalui diafragma. Diare dengan atau tanpa terbukti colitis
amebic, terjadi pada kurang dari 20%. Kegagalan faal hati fulminan sekunder terhadap abses,
merupakan keadaan yang sangat jarang terjadi.
Pada bentuk akut gejalanya lebih nyata, dan biasanya timbul dalam masa kurang dari
3 minggu. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa nyeri di perut kanan atas. Rasa nyeri
terasa ditusuk-tusuk dan tersa panas, demikian nyerinya sampai perut di pegang, terutama
kalau berjalan sampai membungkuk ke depan kanan. dapat juga timbul rasa nyeri di dada
kanan bawah, yang mungkin disebabkan karena iritasi pada pleura diafragmatika. Pada
kahirnya dapat timbul gejala pleuritis. Rasa nyeri pleuropulmonal lebih sering timbul pada
abses hepatis jika dibandingkan dengan hepatitis. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke
punggung atau scapula kanan. Pada saat timbul rasa nyeri di dada dapat timbul batuk-batuk.
Keadaaan serupa ini dapat timbul pada waktu timbul perforasi abses hepatis ke paru-paru.
Batuk disertai dengan sputum berwarna coklat susu. Sebagian penderita mengeluh diare. Hal
seperti itu memperkuat diagnose yang dibuat.

Pada pemeriksaan dapat dijumpai penderita tampaka kesakitan. Kalau jalan


membungkuk ke depan kanan sambil memegang perut kakan atas yang sakit. Badan teraba
panas. Hati membesar dan bengkak. Pada tempat abses teraba lembek dan nyeri tekan. Di
bagian yang di tekan dengan satu jari terasa nyeri, berarti tempat tersebutlah tempatnya abses.
Rasa nyeri tekan dengan satu jari mudah diketahui terutama bila letaknya di intercostals
bawah lateral. Ini menunjukan bahwa tanda Ludwig positif dan merupakan tanda khas abses
hepatis. Lokalisasi abses terbanyak ialah di lobus kanan, jarang di lobus kiri. Batas paru-paru
hati meninggi. Ikterus jarang sekali ditemukan.
Penegakan Diagnosa
Anamnesa
1. Hati yang membesar dan nyeri.
2. Leukositosis. Tanpa anemia pada penderita abses amebik yang akut, atau abses tipe
kronik.
3. Adanya pus amebic yang mungkin mengandung tropozoit E.histolytica.
4. Pemeriksaan serologic terhadap E.histolytica positif.
5. Gambaran radiologi yang mencurigakan, terutama pada foto toraks posteroanterior
dan lateral kanan.
6. Adanya filling defect pada sidik hati.
7. Respon yang baik terhadap terapi metronidazol.

Gambaran seseorang dengan amebic abses hati, ialah adanya rasa nyeri diperut
terutama hipokondrium kanan, disertai dengan kenaikan suhu badan. Kalau jalan
membungkuk ke depan kanan sambil memegang bagian yang sakit, ada tanda hepatomegali
dan tanda Ludwig positif. Sebelum keluhan diatas timbul, didahului dengan diare berdarah
dan berlendir. Pada pemeriksaan sinar tembus terlihat diafragma kanan meninggi dan tidak
bergerak. Gambaran darah menunjukkan leukositosis. Tes seroameba positif. Bila pada
pemeriksaan tinja ditemukan ameba histolitika, maka akan tampak suatu daerah
pengosongan.
Hasil pemeriksaan USG tampak jekas suatu massa kistik bentuk oval atau bulat yang
irregular, terisi gema internal. Bila dilakukan pungsi, keluar cairan coklat susu.
Pemeriksaan Fisik

Demam biasanya tidak begitu tinggi kurva suhu bisa intermiten atau remiten. Lebih
dari 90% didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan membesar kearah
caudal dan cranial dan mungkin mendesak kea rah perut atau ruang intercostals. Pada perkusi
di atas daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa juga agak keras
seperti keganasan. Abses yang besar tampak sebagai massa yang membenjol di daerah dada
kanan bawah. Pada kurang dari 10% abses terletak di lobus kiri yang sering kali terlihat
seperti massa yang teraba nyeri di daerah epigastrium.
Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya
disebabkan abses yang besar atau multiple, toraks di daerah kanan bawah mungkin di
dapatkan adanya efusi pleura atau friction rub dari pleura yang disebabkan oleh iritasi
pleura.
Gambaran klinik abses hati amebic mempunyai spectrum yang luas dan sangat
bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan penyulit yang terjadi.
Pada penderita gambaran bisa berubah setiap saat. Dikenal gambaran klasik dan tidak klasik.
-

Pada gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri perut
kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali yang nyeri.

Gambaran klasik didapatkan pada 54-70% kasus.


Pada gambaran klinik tidak klasik ditemukan pada penderita ini gambaran klinik
klasik seperti di atas tidak ada. Ini disebabkan letak abses pada bagian hati yang
tertentu memberikan manifestasi klinik yang menutupi gambaran yang klasik.

Gambaran klinik tidak klasik dapat berupa:


1. Benjolan didalam perut, seperti buakn kelainan hati misalnya diduga empyema
kandung empedu atau tumor pancreas.
2. Gejala renal.
Adanya keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan massa yang diduga ginjal
kanan. Hal ini disebabkan letak abses dibagian posteroinferior lobus kanan hati.
3. Ikterus obstruktif.
Didapatkan pada 0,7% kasus, disebabkan abses terletak di dekat porta hapatis.
4. Colitis akut.
Manifestasi klinik colitis akut sangat menonjol, menutupi gambaran klasik absesnya
sendiri.
5. Gejala kardiak.
Rupture abses kerongga pericardium memberikan gambaran klinik efusi pericardial.
6. Gejala pleuropulmonal.

Penyulit yang terjadi berupa empyema toraks atau abses paru menutupi gambaran
klasik abses hatinya.
7. Abdomen akut.
Didapatkan bila abses hati mengalami perforasi ke dalam rongga peritoneum, terjadi
distensi perut yang nyeri disertai bising usus yang berkurang.
8. Gambaran abses yang tersembunyi.
Terdapat hepatomegali yang tidak jelas nyeri, ditemukan pada 1.5%.
9. Demam yang tidak diketahui penyebabnya.
Secara klinik sering dikacaukan dengan tifus abdominalis atau malaria. Biasanya ditemukan
pada bases yang terletak disentral dan yang dalam hati. Ditemukan pada 3,6% kasus.

Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah darah rutin yaitu kadar Hb
darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan percobaan fungsi hati, termasuk
kadar bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan glubulin dalam darah. Banyak
penderita abses hepar tidak mengalami perubahan bermakna pada tes laboratoriumnya. Pada
penderita akut anemia tidak terlalu tampak tetapi menunjukkan leukositosis yang bermakna
sementara penderita abses hepar kronis justru sebaliknya.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi dengan
pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase,
peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan
waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang
disebabkan abses hati.
Abnormalitas tes fungsi hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada abses hati
amebik dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan hanya pada 10 %
penderita abses hepar. Karena pada abses hepar amebik terjadi proses destruksi parenkim
hati, maka PPT (plasma protrombin time) meningkat.
Serologis
Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect
Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent
Assay), counterimmunelectrophoresis, indirect immunofluorescence, dan complement
fixation. IHA dan GDP merupakan prosedur yang paling sering digunakan. IHA dianggap
positif jika pengenceran melampaui 1 : 128. Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut
diulang, sensitivitasnya dapat mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk amubiasis invasif.
Tetapi, hasil yang positif bisa didapatkan sampai 20 tahun setelah infeksi mereda. GDP
meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba. Juga mendeteksi colitis karena
amuba yang non-invasif. Jadi, tes ini sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses amuba hepar.

Namun demikian, GDP mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif sampai 6 bulan
setelah sembuhnya abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi ditemukan lesi "space
occupying" di hepar, GDP sangat membantu untuk memastikan apakah kelainan tersebut
disebabkan amuba.

Pemeriksaan penunjang
USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam mengidentifikasi abses
hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi membuat USG menjadi pilihan untuk
mendiagnosis abses hepar. Abses hepar amebik biasanya besar dan multipel. Menurut
Middlemiss (I964) gambaran radiologis dari abses hati adalah sebagai berikut :
1. Peninggian dome dari diafragma kanan.
2. Berkurangnya gerak dari dome diafragma kanan.
3. Pleural efusion.
4. Kolaps paru.
5. Abses paru.

CT scan:

Hipoekoik
Massa oval dengan batas tegas
Non-homogen

USG:
1. Bentuk bulat atau oval
2. Tidak ada gema dinding yang berarti
3. Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal.
4. Bersentuhan dengan kapsul hati
5. Peninggian sonik distal (distal enhancement)
Kriteria diagnostik untuk hepatic amoebiasis menurut Lamont dan Pooler :
1. Pembesaran hati yang nyeri tekan pada orang dewasa.
2. Respons yang baik terhadap obat anti amoeba.
3. Hasil pemeriksaan hematologis yang menyokong : leukositosis.
4. Pemeriksaan Rontgen (PA Lateral) yang menyokong.
5. Trophozoit E. histolytica positif dalam pus hasil aspirasi.
6. "Scintiscanning" hati adanya "filling defect".
7. "Amoeba Hemaglutination" test positif
Ultrasonogerafi (USG)

Ultrasonografi (USG) termasuk salah satu sarana diagnostik tidak invasive, mudah
dan aman penggunaannya, dapat dilakukan setiap saat adalah biasa digunakan untuk
menditeksi abses hati. Wang dan kawan-kawan (1964) meneliti 218 penderita abses hati
secara USG, dan dibuktikan dengan fungsi pada 154 penderita, laparatomi 50 penderita,
seorang pada otopsi, dari 13 penderita lainnya berhasil baik dengan pengobatan saja. Vcary
dan kawan-kawan (1977) telah melakukan UGS pada 8 penderita dengan abses hati. Penulis
sendiri (1986) meneliti 59 penderita abses hati amubik selama 4 tahun di lobus kanan, 8 di
lobus kiri dan 6 letaknya di kedua lobi. Disamping itu ditemukan abses tunggal pada 55
penderita, dan abses ganda pada 4 penderita (2 terletak di lobus kanan saja dan 2 terletak
pada kedua lobi). USG selain dapat menentukan letak abses, juga dapat menentukan diameter
nya. Pada penelitian ini ditemukan diameter terkecil yaitu kurang dari 3 cm pada 10
penderita, 15 penderita dengan diameter antara 3-5cm, 28 penderita dengan diameter 5-15
cm, dan dengan diameter lebih dari 15 cm ditemukan pada 6 penderita.
Gambaran USG dari abses hati umumnya memperlihatkan suatu lesi bebas gema yang
bulat atau oval berdinding ireguler. Jadi lesi ini termasuk suatu bentuk massa kistik. Bedanya
hanya di dalam daerah lesi ditemukan butir-butir gema internal yang kasar tersebar terutama
di dasar. Pada peninggian intensitas gelombang suara atau gain, batas lesi makin tegas, dan
gema internal makin jelas dalam daerah bebas gema. Pada dinding distal tampak peninggian
densitas gema yang disebut distal enhancement.
Cara ini digunakan rutin untuk diagnostic, penuntun aspirasi dan pemantauan hasil
terapi. Dengan USG dapat dibedakan lesi padat dan kistik, dan dapat dievaluasi sifat cairan
abses. Hal ini merupakan

kelebihan USG dibandingkan dengan sidik hati memakai

radioisotop. Hasil positif palsu kira-kira 5% misalnya pada kista, tumor dengan nekrosis
sentral, hematoma tau abses piogen. Abses ameba dengan infeksi sekunder bisa memberikan
hasil negative palsu. Gambaran USG yang sangat mencurigakan abses hati amebic ialah:
a. Lesi hipoekoik pada gain normal maupun ditinggikan dan pada gain tinggi jelas
tampak eko halus homogeny tersebar rata.
b. Lesi berbentuk bulat oval, pada abses hepar tampak lobulasi, tidak berdinding,
terletak dekat permukaan hati.
c. Terdapat peninggi pada eko pada bagian distal abses.
Gambaran USG yang khas dan lengkap seperti kriteria diatas hanya ditemukan yaitu
pada 37,8% kasus saja sedang di RSHS kami mendapatkannya pada 41,67%.

Pemeriksaan sidik hati


Dengan cara ini sifat struktur lesi tidak dapat dibedakan, karena itu dianjurkan
kombinasi sidik hati dan USG untuk meningkatkan sensitivitas amebic. Lesi abses hati akan
tampak kosong (filling defect) pada sidik hati memakai radio koloid 113m, indium99m,
technetium atau

198m

Au dan bila dilanjutkan dengan sidik hati memakai blood fool isotop

misalnya 113m indium transferin akan menunjukkan lesi yang akan tetap kosong dan sekitar lesi
ada gambaran halo akibat sifat hipervaskulerisasi18,19. Keuntungan sidik hati ialah mampu
menditeksi abses pada stadium dini diamana aktivitas sel kuppler sudah terganggu dan sudah
terjadi gangguan penangkapan isotop19.

Pemeriksaan tomografi dengan computer


Merupakna car a terbaik untuk melihat gambaran abses terutama abses yang multiple
atau letaknya posterior. Sensitivitas adalah 98% dan dapat mendeteksi lesi berukuran 5mm 12.
Dibandingkan USG, pemeriksaan dengan cara ini biayanya mahal.
Diagnosis Banding
Penyakit amebiasis hati perlu dibedakan dengan penyakit hati lainnya, penyakit paru-paru
dan penyakit infeksi sistemik.
a. Pada hepatitis infeksiosa dapat timbul kenaikan suhu badan, tetapi biasanya rendah
dan tidak ada lekositosis. Tidak dijumpai hepatomegali dan tanda Ludwig negative.
Diafragma kanan tak meninggi. Tes faal hati menunjukkan hati terganggu.
b. Penyakit paru-paru misalnya pneumonia dan empyema kanan perlu dibedakan dengan
amebic abses hati, karena keluhan yang timbul dapat serupa. Pada penyakit paru-paru
tersebut di atas tidak dijumpai hepatomegali, dan tidak ada peninggian diafragma
kanan.
c. Abses hati piogenik perlu dibedakan dengan amebic abses hati. Pada abses piogenik
biasanya ditemukan leukositosis yang hebat, dan tidak ditemukan kuman ameba
histolitika. Pengobatan dengan anti amebika tidak menunjukkan perbaikan.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara operasi dan
antibiotika spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat di dalam cairan abses
yang sulit dicapai dengan antibiotika tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan

saat ini adalah dengan drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntutan abdomen
ultrasound atau tomografi komputer, komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan,
perforasi organ intra abdominal dan infeksi, atau malah terjadi kesalahan dalam penempatan
kateter drainase. Kadang pada abses hati piogenik multipel diperlukan reseksi hati.

Antibiotik Terapi medikamentosa adalah antibiotik


yang bersifat amubisid seperti metronidazol atau
tinidazol. Dosis 50 mg/kgBB/hari diberikan tiga kali
sehari selama 10 hari, dapat menyembuhkan 95%
penderita abses amuba hepar. Pemberian intravena
sama efektifnya, diperlukan pada penderita yang
mengalami rasa mual atau pada penderita yang
keadaan umumnya buruk. Hasil yang positif pada
pemberian metronidazol secara empiris dapat
memperkuat diagnosis abses amuba hepar. Perbaikan gejala klinis terjadi dalam beberapa hari
dan pemeriksaan radiologis menunjukkan penurunan ukuran abses dalam 7 sampai 10 hari.
Metronidazol mudah didapat dan aman, walaupun merupakan kontraindikasi pada kehamilan.
Efek samping yang dapat terjadi ialah mual dan rasa logam. Neuropati perifer kadang-kadang
dapat terjadi.
Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses amuba hepar yang
mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengan metronidazol gagal. Emetin dan
dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin memiliki "therapeutic range" yang
sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang diakibatkan akumulasi dosis obat.
Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan dilakukan pemantauan vital sign
secara teratur. Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang
mengalami komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan
terapi "multidrug" untuk mempercepat perbaikan gejala klinis. Kombinasi klorokuin dan
emetin dapat menyembuhkan 90% penderita amubiasis ekstrakolon yang resisten.
Aspirasi Selain diberi antibiotika, terapi abses juga dilakukan dengan aspirasi. Dalam hal ini,
aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan menyingkirkan adanya
infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko ruptur pada abses yang volumenya
lebih dari 250 ml, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma. Aspirasi juga
bermanfaat bila terapi dengan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada
kehamilan. Aspirasi bisa dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan
ultrasonografi sehingga dapat mencapai ssaran yang tepat. Aspirasi dapat dilakukan secara
berulang-ulang secara tertutup atau dilanjutkan dengan pemasangan kateter penyalir. Pada
semua tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik untuk mencegah infeksi
sekunder.
Drainase Perkutan

Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan


perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan diameter
yang besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah
dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.
Operasi
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan
abses yang tidak berhasil membaik dengan cara yang
lebih konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk
perdarahan yang jarang terjadi tetapi mengancam jiwa
penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.
Tindakan operasi juga dilakukan bila abses amuba
mengenai sekitarnya. Penderita dengan septikemia
karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder
juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila
usaha dekompresi perkutan tidak berhasil.
Jika tindakan laparotomi dibutuhkan, maka dilakukan dengan sayatan subkostal
kanan. Abses dibuka, dilakukan penyaliran, dicuci dengan larutan garam fisiologik dan
larutan antibiotik serta dengan ultrasonografi intraoperatif.
Indikasi operasi pada abses hepar antara lain:

Terapi antibiotika gagal


Aspirasi tidak berhasil
Abses tidak dapat dijangkau dengan aspirasi ataupun drainase
Adanya komplikasi intraabdominal

Kontraindikasi operasi pada abses hepar antara lain:

Abses multipel
Infeksi polimikrobakteri
Immunocompromise dissease

Hepatektomi
Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati yang terkena abses.
Hepatektomi dapat dilakukan pada abses tunggal atau multipel, lobus kanan atau kiri, juga
pada pasien dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi tergantung dari luas
daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan perdarahan lobus hati.
2.12.

Penatalaksanaan

1. Medikamentosa

Pada prinsipnya pengobatan secara medikamentosa terdiri dari pemberian


amebisid jaringan untuk mengobati kelainan di hatinya, disusul amebisid intestinal
untuk memberantas parasit E.histolytica didalam usus sehingga dicegah kambuhnya
abses hati. Perlu diperhatikan pemberian amebisid yang adekuat untuk mencegah
timbulnya resistensi parasit.
Sebagai amebisid jaringan, metronidazol saat ini merupakan pilihan utama
dengan dosis 3x750 mg/hari selama 10 hari. Sebagai pilhan kedua adalah kombinasi
emetin-hidroklorida atau dehidroemetin, dengan kloroquin. Baik emetin maupun
dehidroemetin merupakan amebisid jaringan yang sangat kuat, didapatkan dalam
kadar tinggi di hati, jantung dan organ lain. Obat ini tidak bisa sebagai amebisid
intestinal, kurang sering dipakai oleh karena efek sampingnya, biasanya baru
digunakan pada keadaan yang berat. Obat ini toksik terhadap otot jantung dan uterus
karena itu tidak boleh diberikan pada penderita penyakit jantung (kecuali perikarditis
amebic) dan wanita hamil. Dosis yang diberikan 1 mg emetin/kg BB selama 7-10 hari
atau 1,5 mg dehidroemetin/kg BB selama 10 hari intramuskuler. Dehidroemetin
kurang toksik disbanding dengan emetin.
Amebisid jaringan yang lain ialah kloroquin yang mempunyai nilai kuratif
sama dengan emetin hanya pemberian membutuhkan waktu lama. Kadar yang tinggi
didapat pada hati, paru dan ginjal. Efek samping sesudah pemakaian lama ialah
retinopati. Dosis yang diberikan 600mg kloroquin basah, lalu 6 jam kemudian 300mg
dan selanjutnya 2x150mg/hari selama 28 hari, adapula yang memberikan kloroquin
1gram/ hari selama 2 hari, diteruskan 500mg/hari sampai 21 hari.
Sebagai

amebisid

intestinal

bisa

dipakai

diloksanid

furoat

selama

3x500mg/hari selama 10 hari atau diiodohidroxiquin 3x600mg/hari selama 21 hari


atau klefamid 3x500mg/hari selama 10 hari.
Setiap penderita yang diduga menderita amebiasis hati sebaiknya dirawat
dirumah sakit da dianjurkan untuk istirahat. Pengobatan yang dianjurkan ialah:
1. Dehidroemetin (D.H.E), suatu derivate sintetik dari emetin, yang dianggap kurang
toksik dan mempunyai aktivitas yang hamper sama dengan emetin. D.H.E dapat
diberikan per os ataupun parenteral dengan dosis 1-1 1/2 mg/kg BB/hari (maksimum
60-80mg/hari) selama paling lama 10 hari. Walaupun pengaruh toksiknya kurang

dibandingkan dengan emetin , tetap dianjurkan agar pemberiannya diawasi dengan


pemeriksaan ECG. Bila D.H.E tidak ada dapat dipakai emetin hidrokloride, yang
sangat efektif terhadap bentuk-bentuk vegetative dari ameba, baik intra intestinal
maupun ekstra intestinal. Dosis yang dianjurkan ialah 1 mg/kg BB/hari dengan dosis
maksimal 60mg sehari dan hanya diberikan parenteral selama 3-5 hari. Pemakaian
obat ini betul-betul harus diawasi karena sifatnya sangat toksik terhadap sel
protoplasma, terutama terhadap sel otot. Oleh karena itu pemberian dalam jangka
lama, dihawatirkan berpengaruh buruk terhadap otot jantung. Setiap penderita yang
diberikan pengobatan dengan emetin sebaiknya dianjurkan beristirahat di tempat tidur
dan harus diawasi dengan pemeriksaan EKG. Dan terhadap penderita penyakit
jantung, penderita yang berusia lanjut, wanita hamil, keadaan umum jelek, polineritis,
sebaiknya tidak diberikan obat ini.
2. Chloroquin, ialah suatu senyawa aktif dari 4 quinolin. Obat ini menurut COMAN
(1948) sangat efektif untuk mengobati amebiasis hati, walaupun efeknya agak kurang
bila dibandingkan dengan ametin. Dosis yang dianjurkan ialah 2x500mg/hari selama
2 hari pertama, kemudian dilanjutkan 1x500mg atau 2x250mg/ hari selama 3 minggu.
Walaupun obat ini diberikan dalam jangka waktu lama, tidak menunjukkan tandatanda toksis. Sebaiknya pemberian chloroquin diberikan bersama-sama dengan D.H.E
atau emetin, yang berdasarkan pengalaman ternyata memberikan hasil yang sangat
baik.
3. Metronidazole merupakan derivate dari nitromidazole, telah dicoba untuk mengobati
amebiasi hati dengan hasil yang memuaskan. Bila ada kontra indikasi terhadap
pemberian emetin, maka dianjurkan untuk memberikan metronidazole dengan dosis
3x500mg selama 10 hari.
4. Setelah selesai pengobatan abses hati, dianjurkan untuk memberikan juga obat-obat
amebicidal

intestinal untuk mengobati intestinal amebiasis

yang mungkin

menyertainya. Menurut SPELLBERG, colon harus betul-betul bebas dari ameba


histolitika untuk menghindari kembali amebiasis hati.
Obat-obatan yang dianjurkan diantaranya ialah:
a. Iodo-oxiquinolin misalnya:
- Diodoquin (diiodo-hydroxyquinoline dengan dosis 3-4x 0,20gr/8 jam selama 20
hari, atau
- Iodo-chlorhydroxyquinoline (enterovioform) dengan dosis 3x250-500 mg/hari.
b. Carbarsone (Carbaminophenyl arsenic acid) dengan dosis 2x250mg/hari selama 10
hari.

c. Tetracycline dapat diberikan dengan dosis 500 mg tiap 6 jam selama 10 hari. Obat ini
dapat membunuh Entamoeba histolitika di intestinal.
Ada 2 macam skema kombinasi pengobatan yang dianjurkan oleh ZUIDEMA, ialah:
1.

2.

Emetine
60 mg/hari

Flagyl
3x750 mh/hari

Clioquinal
3x1 tablet

7 hari

5 hari

10 hari

Flagyl

Resochin
4x250

2x250

3x750 mg/hari
2 hari

5 hari

19 hari

21 hari

10 hari

2. Tindakan aspirasi terapeutik


Indikasi:
1. Abses yang dikhawatirkan akan pecah
2. Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.
3. Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga pericardium atau
peritoneum.
Yang paling mudah dan aman, aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG. Bila
sarana USG tidak tersedia dapat dikerjakan aspirasi secara membuta pada daerah hati
atau toraks bawah yang paling menonjol atau daerah yang paling nyeri pada palpasi.
Ada beberapa ketentuan untuk melakukan aspirasi dari abses hati, diantaranya
ialah:
1. Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut diatas tidak
berhasil, dalam arti kata masih membesar, semua keluhan masih ada yaitu; masih
terdapat peninggian suhu badan, nyeri perut kanan atas, tanda Ludwig positif, dan
lain-lain gejala.
2. Pada pemeriksaan USG ditemukan abses hati dengan diameter lebih dari 5 cm.
3. Bila ditemukan abses ganda, dengan diameter lebih dari 3 cm.

Aspirasi sebaiknya dilakukan di ruangan khusus, dalam keadaan aseptic, untuk


mencegah kontaminasi. Pada abses ganda, dilakukan aspirasi di tempat abses yang
paling besar. Bila tersedia alat USG, lebih baik dilakukan biopsi secara terpimpin,
agar dapat lebih terarah dan dapat dikeluarkan semua cairan abses. Bila tidak terdapat
alat USG dapat dilakukan biopsy secara membuta. Lokalisasi aspirasi membuta ialah
di tempat yang paling lembek dan paling nyeri. Jarum yang dipakai ialah jarum
panjang dengan diameter kira-kira 1-2 cm, dan didahului dengan anastesi local di
tempat insersi jarum. Cairan berwarna coklat susu (anchovy sauce pus) harus
dikeluarkan sampai habis, dan dihentikan bila penderita merasa kesakitan karena
tertusuknya jaringan parenkim hati. Setelah aspirasi harus diberikan pengobatan
medikamentosa seperti tersebut di atas.
Aspirasi sirurgis dianjurkan terhadap abses ganda yang sulit dilakukan aspirasi
biasa, atau bila secara USG ditemukan diameter abses lebih dari 15 cm, atau bila letak
abses dikhawatirkan akan terjadinya perforasi.

3. Tindakan pembedahan
Pembedahan dilakukan bila:
1. Abses disertai infeksi sekunder.
2. Abses yang jelas menonjol kedinding abdomen atau ruang interkostal.
3. Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.
4. Rupture abses ke dalam rongga intraperitoneal /pleura/pericardial.
Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan reseksi misalnya
lobektomi.
Pencegahan ( Promotion and Prevention )
Karena amoebic liver abscess banyak ditemukan dinegara tropik dan subtropik
dengan sanitasi yang masih buruk seperti India, Pakistan, Indonesia, Asia, Afrika dan
Mexico, sebaiknya penderita atau individu menjaga sanitasi agar tetap baik. Dan
penderita juga harus makan makanan yang higienis.
Komplikasi
Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering
terkena. Secara khusus, kasus tersebut berasal dari lesi yang
terletak di lobus kanan hepar. Hal ini dikarenakan facies
diaphragm hepar yang berdekatan dengan system

pleuropulmonum terutama di lobus kanan. Abses menembus diagfragma dan akan timbul
efusi pleura, empyema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura
dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini
akan menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan yang berisi amuba yang ada.
Komplikasi abses hati amoeba umumnya berupa perforasi abses ke berbagai rongga tubuh
dan ke kulit. Perforasi ke kranial dapat terjadi ke pleura dan perikard. Insidens perforasi ke
rongga pleura adalah 10-20%. Akan terjadi efusi pleura yang besar dan luas yang
memperlihatkan cairan coklat pada aspirasi. Perforasi dapat berlanjut ke paru sampai ke
bronkus sehingga didapat sputum yang berwarna khas coklat. Perforasi ke perikard
menyebabkan efusi perikard dan tamponade jantung.
(gambar di atas adalah gambaran makroskopis abses hati)
Komplikasi ke kaudal terjadi ke rongga
peritoneum. Perforasi akut menyebabkan peritonitis
umum. Abses kronis, artinya sebelum perforasi,
omentum dan usus mempunyai kesempatan untuk
mengurung proses inflamasi, menyebabkan peritonitis
lokal. Perforasi ke depan atau ke sisi terjadi ke arah
kulit (seperti gambar di samping) sehingga
menimbulkan fistel yang dapat menyebabkan
timbulnya infeksi sekunder.
1. Infeksi sekunder
Merupakan infeksi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus.
2. Rupture atau pendarahan langsung
Organ atau rongga yang terkena tergantung pada letak abses, misalnya abses di lobus
kiri mudah pecah ke pericardial dan intraperitoneum. Perforasi yang paling sering
adalah ke pleuropulmonal (10-20%), kemudian ke rongga intraperitoneum (6-9%)
selanjutnya pericardium (0,01%) dan organ-organ lain seperti kulit dan ginjal.
3. Komplikasi vaskuler
Rupture ke dalam vena porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinalis jarang
terjadi.
4. Parasitemia, amebiasis serebral
E.histolytica dapat merusak aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain
misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intracranial.
Telah diketahui abses hati amubik merupakan komplikasi ekstra intestinal dari infeksi
entamoeba hepalitika. Namun demikian abses hati amubik sendiri dapat menyebabkan
komplikasi. Adapun komplikasi yang sering ditemukan ialah timbulnya perforasi dari abses.
Perforasi dari abses tersebut akan dapat kerongga dada (intratorakal), ke rongga perut
(intraperitonial), dan keluar badan, tergantung dari letak abses. Perforasi intratorakal dapat ke

rongga pleura yaitu berupa perforasi intrapleural dan perforasi kea rah rongga jantung
(perforasi intra kardia).
Dari hasil penelitian penulis dari tahun 1986 menemukan 19 dari 59 penderita abses
hati amubik dengan komplikasi, terdiri atas 15 perforasi intrapleural, 2 perforasi intrakardial,
dan 2 perforasi intraperitoneal.
Perforasi intrapleural terjadi karena letak abses yang besar di lobus kanan atas dekat
diafragma. Bisanya perforasi dari abses ini terlalu melalui tendo sentral dari diafragma kanan
yang menyebabkan timbulnya efusi atau empiema. Keluhan yang sering diajukan penderita
ialah timbulnya mendadak sesak nafas, batuk-batuk dengan nyeri di dada kanan bawah
disertai dengan panas badan. Untuk mengurangi perasaan atau keluhan tersebut di atas
biasanya tampak penderita di dyspnoeu. Dada kanan tampak lebih cembung dengan
pergerakan pernapasan yang berkurang. Kadang-kadang teraba nyeri tekan di dada kanan
bawah. Pada perkusi terdengar pekak, dan pada saat auskultasi tidak terdengar suara
pernapasan. Disamping timbulnya efusi pleura dapat juga terjadi abses paru. Komplikasi ini
jarang ditemukan, dan pada penelitian penulis tidak menemukan gambaran tersebut.
Bila letak abses hati di lobus kiri dapat dekat diafragma kiri, maka akan dapat
menyebabkan terjadinya perforasi intraperikardial, sehingga timbul efusi pericardial. Keluhan
yang diajukan yaitu merasa mendadak sesak napas, badan panas, nyeri di dada kiri. Penderita
lebih enak tidur dengan bantal tinggi. Tanda-tanda temponade kardiak makin jelas. Sebagian
akibat munculnya kompresi miokardial. Umumnya penderita menjadi gelisah, karena sesak
napas dan nyeri dada. Seseorang penderita abses hati amubik dengan komplikasi efusi
pericardial biasanya memliki prognosis yang jelek, karena sering dapat berakibat fatal. Oleh
karena itu perlu segera dilakukan aspirasi cairan efusi perikarial atau dilakukan tindakan
pembedahan. Dari hasil pengalaman penulis salah seorang meninggal dunia dan seorang lagi
setelah dilakukan aspirasi cairan pericardial dan pengobatan konservatif dapat hidup.
Pada abses di lobus kiri hati, gambaran seperti tersebut di atas tidak nyata. Abses di
lobus kiri hati, sering memberikan penekanan pada lambung, yang dapat dilihat dengan foto
lambung dengan kontras barium.
Sidik hati dengan bahan radioaktif. In

113 m

atau Tc

99 m

banyak sekali yang menolong

penentuan diagnosa, dengan dapat dilihat adanya tempat pengosongan di daerah abses hati.
Daerah yang kosong tersebut masih perlu dipikirkan kemungkinannya dengan karsinoma

hati. Bila mana dilakukan sidik hati ulangan dengan Se

75

Selenite tetap dijumpai daerah

kosong (daerah dingin) maka merupakan gambaran dari abses hati. Setelah penyakitnya
sembuh, tempat pengosongan akan terisi lagi. Perforasi intra peritoneal timbul bila letak
abses dekat permukaan hati sebelah distal baik di lobus kiri maupun di lobus kanan. Penderita
mengeluh mndadak perut terasa tegang dan nyeri berdenyut disertai dengan panas badan
meninggi. Keluhan semacam ini memperlihatkan tanda-tanda abdomen akut. Penderita
umumnya menjadi gelisah, karena tegangnya perut disertai tanda-tanda peritonitis akuta. Bila
ditemukan tanda-tanda tersebut di atas, perlu segera dilakukan tindakan pembedahan. Dua
orang penderita dengan perforasi intraperitoneal yang ditemukan penulis selama 4 tahun,
setelah dilakukan pembedahan sito dan pengobatan anti amoeba menjadi baik kembali.
Komplikasi intraperitoneal umumnya mempunyai prognosis yang jelek, apalagi bila tidak
segera dilakukan tindakan pembedahan.

Prognosis
Factor yang mempunyai prognosis
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Virulensi parasit
Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita
Usia tua, usia penderita, lebih buruk pada usia tua
Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosis lebih buruk.
Letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multiple.
Stadia penyakit
Komplikasi
Bila terapi adekuat, resolusi abses akan sempurna tetapi imunitas tidak permanen dan

dapat terjadi lagi re-infeksi.


Prognosa abses hati tergantung dari investasi parasit, daya tahan host, derajat dari
infeksi, ada tidaknya infeksi sekunder, komplikasi yang terjadi, dan terapi yang diberikan
Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika
hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab bakterial organisme multipel, tidak
dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleura atau
adanya penyakit lain.
MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ENTAMOEBA HISTOLYTICA

DISTRIBUSI GEOGRAFIK
Terdapat diseluruh dunia kosmopolit terutama didaerah tropik dan daerah beriklim
sedang.
MORFOLOGI DAN DAUR HIDUP
Mempunyai dua stadium : trofozoit dan kista. Bila kista matang tertelan, kista tersebut
tiba dilambung masih dalam keadaan utuh karena dinding kista tahan terhadap asam
lambung. Di rongga terminal usus halus, dinding kista dicernakan, terjadi eksitasi dan
keluarlah stadium trofozoit yang masuk kedalam rongga usus besar. Dari satu kista
mengandung 4 buah inti, akan terbentuk 8 buah trofozoit.

Trofozoitnya memiliki ciri :


1. ukuran 10-60 m
2. sitoplasma bergranular dan mengandung eritrosit, yang merupakan penanda penting untuk
diagnosisnya
3. terdapat satu buah inti entamoeba, ditandai de-ngan karyosom padat yang terletak di
tengah inti, serta kromatin yang tersebar di pinggiran inti
4. bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar,disebut pseudopodia.
Kistanya memiliki ciri
1. bentuk memadat mendekati bulat, ukuran 10-20 m
2. kista matang memiliki 4 buah inti entamoba

3. tidak dijumpai lagi eritrosit di dalam sito-plasma


4. kista yang belum ma-tang memiliki glikogen (chromatoidal bodies) berbentuk seperti
cerutu, namun biasanya meng-hilang
setelah kista matang.
Stadium protozoit dapat bersifat patogen dan menginvasi jaringan usus besar. Dengan
aliran darah menebar ke jaringan hati, paru, otak, kulit dan vagina. Hal tersebut disebabkan
sifatnya yang dapat ,merusak jaringan sesuai dengan nama spesiesnya E.histolytiks
(histo=jaringan) (lisis=hancur). Stadium trofozoit berkembang biak secara belah pasang.
Stadium kista dibentuk dari stadium trofozoit yang berada di rongga usus besar. Didalam
rongga usus besar stadium trofozoit dapat berubah menjadi sradium precyst. Pada kista
matang, benda kromatoid dan vakuol glikogen biasanya tidak ada lagi. Stadium kista tidak
patogen, tetapi merupakan stadium yang infektif. Dengan adanya dinding kista, stadium kista
dpat bertahan pada pengaruh buruk diluar badan manusia.

Infeksi terjadi dengan menelan kista matang

DAFTAR PUSTAKA

Harrison, T.R., Harrisons Principle of Internal Medicine, 17th ed., The McGraw-Hill
Companies, Inc., United States Amerika, 2008.
Tortora, Gerard J & Derrickson, Bryan, Principles of Anatomy and Physiology, 11th edition,
hal: 918-921, John Wiley &Sons, United States Amerika, 2007.
Sherwood, Lauralee, Human Physiology from cell to systems, 6th edition, hal: 605-610,
Thomson Coorporation, United States Amerika, 2007.
Sulaiman, h.Ali, dkk., Gastroenterologi Hepatologi, edisi ke 2, hal: 395-401, Sagung Seto,
Bandung, 1997.
Hadi, Sujono, Gastroenterologi, 2nd ed, hal: 668-682, Alumni, Bandung, 2002.
Soeparman, dkk., Buku Ajar Penyakit Dalam Abses Hati Amoebik, jilid 1, edisi 1st, hal:328332, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001.
Michael F. Leitzmann, M.D., M.P.H. Recreational Physical Activity and The Risk of
Cholecystectomy in Women. The New England Journal of Medicine. 1999.
Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta. 1994
Victor P.Eroschenko. Atlas Histologi di Fiore. 9th ed. Jakarta:EGC. 2003
MP
Sharma,
Vineet
Ahuja.Amoebic
Liver
Abscess.
Avaliable
http://medind.nic.in/jac/t03/i2/jact03i2p107.pdf. Updated: June 2003.

from

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 2006 ;
462 463
2. Sjamsuhidaja,R & deJong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC Penerbit Buku
Kedokteran. 2004

3. Christophers Textbook of Surgery. Philadelphia and London: Saunder Company.


1960; 797-799
4. Junita, Arini, et al.
www.ejournal.unud.ac.id.

Beberapa

Kasus

Abses

Hati

Amuba.

Denpasar:

5. Peralta, Ruben. Liver Abscess. Dominica: www.emedicine.medscape.com. 2008


6. Sembang, Jom. Abses Hati (Liver Abscess). Malaysia: www.infomedis.blogspot.com
7. Adenan, Haryono. Abses Amuba Hepar di UGM. Yogyakarta: www.kalbe.co.id.
8. Strong,
R.
Hepatectomy
for
www.pubmedcentral.nih.gov 2005

Pyogenic

Liver

Abscess.

Brisbane:

You might also like