Professional Documents
Culture Documents
Normal hepar tidak melewati arcus costarum. Pada inspirasi dalam kadang-kadang
dapat teraba. Menyilang arcus costarum dextra pada sela iga 8 dan 9, margo inferior
menyilang di tengah.
Proyeksi antara iga 4 9.
Hepar dibagi dalam 2 lobus yaitu lobus dexter dan sinister.
Batas antara lobus dexter dan sinister ialah pada tempat perlekatan lig. falciforme.
Pada facies visceralis, bangunan seperti huruf H terdapat dua sulcus yang berjalan
dalam bidang sagital, disebut fossa sagitalis dextra dan fossa sagitalis sinistra.
Di dalam fossa sagitalis dextra terdapat :
Disebelah ventrocaudal : vesica fellea
Disebelah dorsocranial : vena cava inferior.
Bagian fossa sagitalis sinistra dimana terdapat lig. teres hepatis disebut fissura
ligamenti teretis dan bagian dimana terdapat lig. venosum disebut fissura ligamenti
venosi.
Ditengah-tengah antara dua fossa terdapat daerah yang tidak ditutupi peritoneum
disebut porta hepatis yang menghubungkan kedua fossa. dibawah ini merupakan alat2
yang terdapat pada porta hepatis
Arteri hepatica propria
Vena porta
Ductus cholidecus
Bagian kiri dibagi oleh porta hepatis dalam lobus caudatus terletak dorsocranial dan
lobus quadratus ventrocaudal.
Lobus caudatus pada tepi caudoventral mempunyai dua processus yaitu processus
caudatus dan processus papilaris.
Ligamentum teres hepatis, adalah v. umbilicalis dextra yang telah mengalami
obliterasi, berjalan dari umbilicus ke ramus sinister venae portae.
Ligamentum venosum, adalah ductus venosum yang telah mengalami obliterasi,
berjalan di bagian cranial fossa sagitalis sinistra dari ramus sinister v. portae, pad
tempat lig. teres hepatis mencapai vena ini, ke vena hepatica sinistra.
V. portae : dibentuk oleh V. mesenterica superior dan V. lienalis
Vesika fellea
Bentuk seperti buah alpukat, yang
terdiri dari fundus, corpus dan
collum
Melanjutkan diri ke dalam ductus
cysticus dan bergabung dengan
ductus
hepaticus
communis
bersatu
ke
dalam
duodenum
pars
ampulla
ke
dalam
duodenum
Ketiga m. sphincter ini dikenal sebagai m. sphincter Oddi. Bila tunica muscularis
vesica felleae berkontraksi, m. sphincter Oddi relaksasi.
Arteriae
Aorta abdominalis, lanjutan aorta thoracalis setelah menembus diaphragma, bercabang :
A. coeliaca, bercabang
A. mesenterica superior, bercabang
A. renalis (di pelajari pada tractus urinarius).
A. mesenterica inferior
A. coeliaca, bercabang :
1. A. gastrica sinistra
2. A. lienalis
3. A. hepatica communis
a) A. hepatica propria, bercabang : a. cystica, ramus sinistra & ramus dextra
hepatis.
b) A. gastrica dextra
c) A. gastroduodenalis, bercabang :
- a. gastroepiploica dextra &
- a. pancreoticoduodenalis superior
Vena portae
masuk ke dalam lig. hepatoduodenale menuju ke portae hepatis bercabang menjadi :
ramus dexter untuk lobus dexter dan ramus sinister untuk lobus sinister
nervus simpatikus : dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh darah pada lig.
hepatogastrika dan masuk porta hepatis
nervus vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis menyusuri kurvatura
minor gaster dalam omentum.
Drainase limfatik
Aliran limfatik hepar menuju nodus yang terletak pada porta hepatis (nodus
hepatikus). Jumlahnya sebanyak 3-4 buah. Nodi ini juga menerima aliran limfe dari vesika
fellea. Dari nodus hepatikus, limpe dialirkan (sesuai perjalanan arteri) ke nodus
retropylorikus dan nodus seliakus.
MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TENTANG MIKROSKOPIS HEPAR
Terdiri dari lobulus-lobulus yang bentuknya hexagonal/polygonal, dibatasi jar
interlobular
Unit struktural hati, dibatasi oleh jaringan ikat
Berbentuk prisma bersudut enam (hexagonal), disebut lobulus klasik
Terdiri atas lempengan hepatosit tersusun radier, saling berhubungan, dipisahkan oleh
sinusoid
Pada babi jar interlobular tebal
Sinusoid
o Hepatosit tersusun radier membentuk lempeng setebal satu sel seperti dinding
tembok. Lempeng berjalan dari perifer lobulus menuju ke sentral, saling
beranastomose
o Sinusoid hati, merupakan kapiler yang melebar, bentuknya tidak teratur,
dindingnya dibentuk oleh sel endotel, terdapat penetrasi
o Sel endotel tidak fagositik.
o Pada sinusoid terdapat makrofag tetap, disebut sel Kupffer
o Sel endotel dipisahkan dari hepatosit oleh suatu celah perisinusoid sub endotel
(celah Disse)
o Ruang perisinusoid Disse berisi plasma, rembesan dari sinusoid dan limf hati
yang dibentuk didalam ruang perisinusoid
o Mikrovili hepatosit berhubungan dengan plasma yang terdapat di ruang Disse
o Pertukaran zat antara hepatosit dan darah dari v. porta sangat mudah
o Sel endotel dipisahkan dari hepatosit oleh suatu celah perisinusoid sub endotel
(celah Disse)
o Ruang perisinusoid Disse berisi plasma, rembesan dari sinusoid dan limf hati
yang dibentuk didalam ruang perisinusoid
o Mikrovili hepatosit berhubungan dengan plasma yang terdapat di ruang Disse
o Pertukaran zat antara hepatosit dan darah dari v. porta sangat mudah
Aliran Empedu
Sebelum keluar lobulus, melewati sal yang lebih besar, tetapi masih intralobular
disebut : saluran Herring
Saluran Herring
Pendarahan Hati
Arteri hepatika kaya O2, memberikan hanya sebagian kecil darah untuk hati dan
sebagian besarr berasal dari vena porta yang kaya zat makanan
Kedua pembuluh ini masuk hati melalui porta hepatis kemudian bercabang-cabang
sampai di segitiga kiernan cabang-cabang yang terakhir masuk kedalam jaringan
interlobular dan ke sinusoid
Dalam sinusoid kedua darah ini bercampur
Dari sinusoid ke vena centralis ke sublobularis ke vena hepatica keluar melalui vena
porta hepatis ke VCI
Vesica fellea
Berbentuk buah pir berongga, melekat pada permukaan bawah hepar, berhubungan
dengan duktus choledochus melalui duktus sistikus
Dinding:
Lapisan serosa
Tunika Mucosa
Mempunyai lipatan-lipatan
Kadang-kadang evaginasi ke lamina propria membentuk sinus Rokitansky Aschoff
Epitel selapis silindris dengan microvili pada ermukaannya
Tidak mempunya tunika muskularis mukosa
Tunika muscularis
Tunica adventisia/serosa
FISIOLOGI HATI
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fung hati
yaitu :
1.
memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya
organ yg membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi
urea.Urea merupakan end product metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di
dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang globulin hanya dibentuk di
dalam hati.albumin mengandung 584 asam amino dengan BM 66.000
4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.
Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila
ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus
isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K
dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
6. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,
reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat
racun, obat over dosis.
7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin sebagai imun
livers mechanism.
8.
Fungsi hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/
menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di
dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi
oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada
waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah.
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hati adalah
pembentukkan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu sebanyak 1 liter per hari
ke dalam usus halus. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar
(90%) cairan empedu, sisanya (10%) adalah bilirubin, asam lemak dan garam empedu.
Empedu yang dihasilkan ini sangat berguna bagi percernaan terutama untuk menetralisir
racun terutama obat-obatan dan bahan bernitrogen seperti amonia. Bilirubin merupakan hasil
akhir metabolisme dan walaupun secara fisiologis tidak berperan aktif, tetapi penting sebagai
indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada
jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.
Sirkulasi vena porta yang memberikan suplai darah 75% dari seluruh asupan asinus
memegang peranan penting dalam fisiologi hati, terutama dalam hal metabolisme
karbohidrat, protein dan asam lemak. Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus
diubah menjadi glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari pasokan glikogen ini
diubah menjadi glukosa secara spontan ke darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga dan
sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan dalam otot) atau lemak (yang disimpan
dalam jaringan subkutan). Pada zona-zona hepatosit yang oksigenasinya lebih baik,
kemampuan glukoneogenesis dan sintesis glutation lebih baik dibandingkan zona lainnya.
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah mengasilkan protein plasma berupa albumin,
protrombin, fibrinogen, dan faktor bekuan lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme lemak
adalah menghasilkan lipoprotein dan kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.
Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Sel kupffler yang merupakan 15% massa hati
dan 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat penting dalam
menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan mempresentasikan antigen tersebut
kepada limfosit.
MEMAHAMI DAN MENJELASKAN METABOLISME BILIRUBIN
Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari
pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. 1 Bilirubin berasal dari
katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari
penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom,
katalase dan peroksidase.3,4,11,14,16,25 Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin,
transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin. 1,9
Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim
heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. 3,4,9
Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin
reduktase.3,9 Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat
tidak larut. 9,18
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke
sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. 3,11,16 Bilirubin yang terikat dengan albumin serum
ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat
pada albumin bersifat nontoksik.1
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin akan terikat
ke reseptor permukaan sel.9 Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan
dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya. 4,9
Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh
terhadap pembentukan ikterus fisiologis. 9
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air
di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl transferase
(UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. 1,4,9,25 Sedangkan
satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk
rekonjugasi berikutnya.3,9,18
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung empedu,
kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces. 1,9,25 Setelah berada dalam
usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan
kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam
usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut
sirkulasi enterohepatik.1,3
Epidemiologi
Insiden hati amebic yang pasti sukar diketahui dan laporan setiap penelitian berbeda oleh
karena tergantung populasi yang diambil dan cara penelitian. Penelitian secara otopsi
mengahasilkan angka yang lebih tinggi daripada secara klinis yaitu antara 7,6%-84,4% (ratarata 36,6%) sedangkan secara klinis 1-25% (rata-rata 8,1%).(2)
Pria lebih sering menderita abses hati amebik dibanding wanita. Prevalensi terbanyak
ditemukan pada umur antara 30-50 tahun sedangkan di RS Hasan Sadikin Bandung kejadian
terbanyak pada decade 5 dan ke-6.
Kejadian penyakit ini lebih sering bila didapatkan pada daerah atau masyarakat dengan
sanitasi jelek, tingkat ekonomi rendah dan yang padat.
Terdapat terutama di negara tropik dan subtropik dengan sanitasi yang masih buruk seperti
India, Pakistan, Indonesia, Asia, Afrika dan Mexico. Tapi dapat juga di Negara lain. Penyakit
ini lebih sering ditemukan pada kaum pria jika dibandingkan dengan kaum wanita, dengan
perbandingan 4 : 1. Lebih sering pada orang-orang dewasa. Pada lebih kurang penderita
amebiasis timbul komplikasi pada hati. Menurut penelitian ADAM DAN HADI di Bagian
Penyakit Dalam R.S. Hasan Sadikin sejak januari 1974 sampai dengan Oktober 1975, hanya
dirawat 6 penderita amebiasis hati. Tapi pada penelitian selanjutnya oleh ABDURACHMAN
DAN HADI dari Januari 1978 s/d Juni 1979, ditemukan 32 penderita yang dirawat di Rumah
Sakit Hasan Sadikin. Ini kemungkinan meningkatnya sarana diagnostik.(1)
Sekitar 10% dari populasi dunia terinfeksi Entamoeba, mayoritas dengan dispar Entamoeba
noninvasif. Amebiasis terjadi akibat infeksi dengan E. histolytica dan merupakan penyebab
paling umum ketiga kematian akibat penyakit parasit (setelah schistosomiasis dan
malaria).Spektrum luas penyakit klinis yang disebabkan oleh Entamoeba ini disebabkan
sebagian perbedaan antara kedua spesies menginfeksi. Kista dari E. histolytica dan dispar E.
secara morfologis identik, tapi histolytica E. memiliki isoenzymes unik, antigen permukaan,
spidol DNA, dan sifat virulensi (Tabel 202-1). Kebanyakan operator tanpa gejala, termasuk
pria homoseksual dan pasien dengan AIDS, pelabuhan E. dispar dan infeksi diri
terbatas.Pengamatan ini menunjukkan bahwa dispar E. tidak mampu menyebabkan penyakit
invasif, sejak Cryptosporidium dan belli Isospora, yang juga menyebabkan penyakit diri
sendiri hanya terbatas pada orang imunokompeten, menyebabkan diare parah pada pasien
dengan AIDS.Namun, faktor tuan rumah berperan serta. Dalam sebuah penelitian, 10% dari
pasien asimptomatik yang terjajah dengan E. histolytica melanjutkan untuk mengembangkan
kolitis amebic, sedangkan sisanya tetap asimtomatik dan membersihkan infeksi dalam waktu
1 tahun.
Table 202-1 E. histolytica and E. dispar, Compared and Contrasted
Similarities
1. Both species are spread through ingestion of infectious cysts.
2. Cysts of the two species are morphologically identical.
3. Both species colonize the large intestine.
Differences
1. Only E. histolytica causes invasive disease.
2. Only E. histolytica infections elicit a positive amebic serology.
3. The two species have distinct rRNA sequences.
4. The two species have distinct surface antigens and isoenzyme markers.
5. Gal/GalNAc lectin can be used to differentiate the two species in stool
ELISA.
Note: ELISA, enzyme-linked immunosorbent assay; Gal/GalNAc, galactose N-acetylgalactosamine.
Wilayah insiden tertinggi (karena sanitasi yang tidak memadai, dan padat) termasuk negara
yang paling berkembang di daerah tropis, terutama Meksiko, India, dan bangsa Amerika
Tengah dan Selatan, Asia tropis, dan Afrika. Dalam studi tindak lanjut 4-tahun anak-anak
prasekolah di daerah endemik tinggi Bangladesh, 80% anak memiliki paling sedikit satu
episode infeksi dengan E. histolytica dan 53% memiliki lebih dari satu episode. Tentu
kekebalan yang diperoleh tidak berkembang namun biasanya berumur pendek dan berkorelasi
dengan kehadiran di bangku sekresi antibodi IgA ke kepatuhan lektin asetilgalaktosamin
galaktosa utama N-(Gal / GalNAc). Kelompok-kelompok utama di amebiasis risiko di negara
maju dikembalikan pelancong, imigran baru, pria homoseksual, dan narapidana lembaga.
Etiologi
Abses hati amebik disebabkan oleh strain virulen
Entamoeba hystolitica yang tinggi. Sebagai host definitif,
intestinalis klinis. E. histolytica didalam feses dapat ditemukan dalam 2 bentuk yaitu bentuk
vegetative atau trofozoit dan bentuk kista yang dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia.
Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan suasana
asam. Bentuk trofozoit ada berukuran kecil (yaitu 10-20 mikron) dan berukuran besar (yaitu
20-60 mikron). Bentuk trofozoit ini akan mati dalam suasana kering dan suasana asam.
Trofozoid besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease
yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.
Entamoeba histolitika mempunyai 3 bentuk yaitu: bentuk minuta, bentuk kista, dan
bentuk aktif (vegetative). Bentuk katif menembus dinding usus untuk membentuk ulkus.
Lokalisasi ulkus amebika biasanya di Soekum. Parasit tersebut merusak jaringan dengan cara
sitolitik dan terdapat kemungkinan pembuluh darah juga terkena, sehingga dapat
menimbulkan perdarahan. Adanya erosi di vena dapat menyebabkan terjadinya penyebaran
parasit melalui vena portal dan masuk ke hati, terutama di lobus kanan dan terjadi hepatitis
amebika.
Jarak waktu serangan di intestinal dengan timbulnya kelainan di hati berbeda-beda.
Bentuk yang akut dapat memakan waktu kurang dari 3 minggu. Tetapi bentuk yang kronis
lebih dari 6 bulan, bahkan mungkin sampai 57 tahun. Oleh karena itu penderita intestinal
amebiasis tidak luput dari kemungkinan menderita abses hepatis amebika.
Patogenesis
Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Ada beberapa mekanisme
seperti faktor investasi parasit yang menghasilkan toksin, malnutrisi, faktor resistensi parasit,
berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell mediated. Secara kasar,
mekanisme terjadinya amebiasis didahului dengan penempelan E. Histolytica pada mukus
usus, diikuti oleh perusakan sawar intestinal, lisis sel epitel intestinal serta sel radang
disebabkan oleh endotoksin E. histolytica kemudian penyebaran amoeba ke hati melalui vena
porta.
Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi
granulumatosa. Lesi membesar bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik yang
dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Hal ini memakan waktu berbulan-bulan
setelah kejadian amebiasis intestinal. Secara patologis, amebiasis hati ini berukuran kecil
sampai besar yang isinya berupa bahan nekrotik seperti keju berwarna merah kecoklatan,
kehijauan, kekuningan atau keabuan. Shaikh et al (1989) mendapatkan abses tunggal 85%, 2
abses 6% dan abses multipel 8%. Umumnya lokasinya pada lobus kanan 87%-87,5% karena
di situ terdapat banyak pembuluh darah portal. Secara mikroskopik di bagian tengah
didapatkan bahan nekrotik dan fibrinous, sedangkan di perifer tampak bentuk ameboid
dengan sitoplasma bergranul serta inti kecil. Jaringan sekitarnya edematous dengan infiltrasi
limfosit dan proliferasi ringan sel kupffer dengan tidak ditemukan sel PMN. Lesi amebiasis
hati tidak disertai pembentukan jaringan parut karena tidak terbentuknya jaringan fibrosis.
Hati adalah organ yang paling sering terjadinya abses. Abses hati dapat berbentuk
soliter atau multipel. Oleh karena peredaran darah hepar yang sedemikian rupa, maka hal ini
memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan
adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh
bakteri tersebut. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu
akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri Sel kupffler dalam sinusoid hati dapat
menghancurkan bakteri-bakteri tersebut akan tetapi proses multipel terjadi pada abses. Lobus
kanan hati lebih sering terkena abses dibandingkan dengan lobus kiri. Hal ini berdasarkan
anatomi hati di mana lobus kanan lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika
superior dan vena porta, sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior
dan aliran limfatik.
Penyakit traktus biliaris adalah penyebab utama dari abses hati piogenik. Obstruksi
pada traktus biliaris seperti penyakit batu empedu, striktura empedu, penyakit obstruktif
congenital ataupun menyebabkan adanya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi
kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena porta dan arteri hepatika sehingga akan
terbentuk formasi abses fileplebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara
hematogen sehingga terjadi bakterimia sistemik.
Penetrasi akibat luka tusuk akan menyebabkan inokulasi pada parenkim hati sehingga
terjadi abses hati piogenik. Sementara itu trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati,
perdarahan intrahepatik dan kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari
kanalukuli. Kerusakan kanalukuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi
pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi disertai pembentukan pus. Abses hati yang
disebabkan oleh trauma biasanya soliter.
Infeksi pada organ porta dapat menyebabkan septik tromboplebitis lokal yang
mengarah pada abses hati. Septik emboli akan dilepaskan ke sistem porta, masuk ke sinusoid
hati, dan menjadi nidus bagi formasi mikroabses. Mikroabses ini biasanya multipel tapi dapat
juga soliter. Mikroabses juga dapat berasal secara hematogen dari proses bakterimia seperti
endokarditis dan pyelonephritis.
Abses hati piogenik dilaporkan sebagai infeksi sekunder dari abses hati amebic,
hydatid cystic cavities, dan tumor hati. Selain itu dapat juga disebabkan oleh proses
transplantasi hati, embolisasi arteri hepatika pada perawatan karsinoma hepatoseluler dan
penghancuran benda asing dari dalam tubuh.
Struktur dari abses amuba hepar terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam, dan
kapsul jaringan penyangga. Secara klasik cairan abses menyerupai anchovy paste ,
berwarna coklat kemerahan sebagai akibat jaringan hepar dan sel darah merah yang dicerna.
Abses mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses bakterial, cairan
abses amuba steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel dan
enzimatik secara umum tidak membantu dalam mendiagnosis abses amuba. Dinding dari
abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan tropozoit yang ada. Biopsi dari jaringan
ini sering memperkuat diagnosis dari manifestasi abses amuba hepar. Pada abses lama kapsul
jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblas. Pada abses piogenik, leukosit dan
sel-sel inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar.
2.7 Patologi
Abses hati amebic biasanya terletak di lobus superoanterior. Besarnya abses bevariasi
dari beberapa sentimeter sampai abses besar sekali yang mengandung beberapa liter pus.
Abses dapat tunggal (soliter) ataupun ganda (multiple). Walaupun ameba berasal dari usus,
kebanyakan kasus abses hati amebic tidak menunjukkan adanya amebiasis usus pada saat
bersamaan, jadi ada infeksi usus lama bertahun-tahun sebelum infeksi menyebar ke hati.
Istilah hepatitis amebic tidak tepat untuk terus dipertahankan dan dipakai karena
secara histologik jaringan hati sekitar abses tetap normal. Sejak awal penyakit, lesi ameba
didalam hepar tidak pernah difus melainkan proses local. Proses hepatolitik tetap asimtomatik
dan gejala-gejala akan muncul jika daerah ini meluas membentuk suatu abses yang lebih
besar. Lesi kecil akan sembuh dengan pembentukan jaringan parut, sedangkan pada dinding
abses besar akan ditemukan fibrosis. Jarang terjadi klasifikasi, dan amebiasis tidak pernah
menjadi sirosis hati.
Hati biasanya membesar, tergantung pada besarnya abses. Lokalisasi yang sering ialah
di lobus kanan. Abses di lobus kiri jarang terdapat hanya kurang lebih 15%, lebih kurang
70% bersifat soliter dan 30% multipel. Cairan abses biasanya kental berwarna coklat susu,
yang terdiri dari jaringan rusak dan darah yang mengalami hemolis. Dinding abses bervariasi
tebalnya, bergantung pada lamanya penyakit. Abses yang lama dan besar berdinding tebal.
Manifestasi Klinis
Manifestasi sistemik abses hati piogenik lebih berat dari
pada abses hati amebik. Dicurigai adanya abses hati piogenik
apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan
perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke
depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Apabila AHP
letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada
bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya
nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional.
Demam atau panas tinggi merupakan manifestasi klinis yang paling utama, anoreksia,
malaise, batuk disertai rasa sakit pada diafragma, anemia, hepatomegali teraba sebesar 3 jari
sampai 6 jari di bawah arcus-costa, ikterus terdapat pada 25 % kasus dan biasanya
berhubungan dengan penyebabnya yaitu penyakit traktus biliaris, abses biasanya multipel,
massa di hipokondrium atau epigastrium, efusi pleura, atelektasis, fluktuasi pada hepar, dan
tanda-tanda peritonitis.
Riwayat Penyakit
Cara timbulnya abses hati amebic biasanya tidak akut, menyusup yaitu terjadi dalam
waktu lebih dari 3 minggu. Demam ditemukan hampir pada seluruh kasus yaitu pada 9296,8%. Terdapat rasa sakit diperut atas pada 97,75-96% yang sifat sakit berupa perasaan
ditekan atau seperti ditusuk. Rasa sakit akan bertambah bila penderita berubah posisi atau
batuk. Penderita merasa lebih enak bila berbaring sebelah kiri untuk mengurangi rasa sakit.
Selain itu dapat pula terjadi sakit dada kanan bawah atau sakit bahu bila abses terletak dekat
diafragma dan sakit di epigastrium bila absesnya di lobus kiri.
Anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat badan
merupakan keluhan yang biasa didapatkan.
Batuk dan gejala iritasi pada diafragma seperti cegukakan (hiccup) bisa ditemukan
walaupun tidak ada rupture abses melalui diafragma. Diare dengan atau tanpa terbukti colitis
amebic, terjadi pada kurang dari 20%. Kegagalan faal hati fulminan sekunder terhadap abses,
merupakan keadaan yang sangat jarang terjadi.
Pada bentuk akut gejalanya lebih nyata, dan biasanya timbul dalam masa kurang dari
3 minggu. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa nyeri di perut kanan atas. Rasa nyeri
terasa ditusuk-tusuk dan tersa panas, demikian nyerinya sampai perut di pegang, terutama
kalau berjalan sampai membungkuk ke depan kanan. dapat juga timbul rasa nyeri di dada
kanan bawah, yang mungkin disebabkan karena iritasi pada pleura diafragmatika. Pada
kahirnya dapat timbul gejala pleuritis. Rasa nyeri pleuropulmonal lebih sering timbul pada
abses hepatis jika dibandingkan dengan hepatitis. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke
punggung atau scapula kanan. Pada saat timbul rasa nyeri di dada dapat timbul batuk-batuk.
Keadaaan serupa ini dapat timbul pada waktu timbul perforasi abses hepatis ke paru-paru.
Batuk disertai dengan sputum berwarna coklat susu. Sebagian penderita mengeluh diare. Hal
seperti itu memperkuat diagnose yang dibuat.
Gambaran seseorang dengan amebic abses hati, ialah adanya rasa nyeri diperut
terutama hipokondrium kanan, disertai dengan kenaikan suhu badan. Kalau jalan
membungkuk ke depan kanan sambil memegang bagian yang sakit, ada tanda hepatomegali
dan tanda Ludwig positif. Sebelum keluhan diatas timbul, didahului dengan diare berdarah
dan berlendir. Pada pemeriksaan sinar tembus terlihat diafragma kanan meninggi dan tidak
bergerak. Gambaran darah menunjukkan leukositosis. Tes seroameba positif. Bila pada
pemeriksaan tinja ditemukan ameba histolitika, maka akan tampak suatu daerah
pengosongan.
Hasil pemeriksaan USG tampak jekas suatu massa kistik bentuk oval atau bulat yang
irregular, terisi gema internal. Bila dilakukan pungsi, keluar cairan coklat susu.
Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya tidak begitu tinggi kurva suhu bisa intermiten atau remiten. Lebih
dari 90% didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan membesar kearah
caudal dan cranial dan mungkin mendesak kea rah perut atau ruang intercostals. Pada perkusi
di atas daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa juga agak keras
seperti keganasan. Abses yang besar tampak sebagai massa yang membenjol di daerah dada
kanan bawah. Pada kurang dari 10% abses terletak di lobus kiri yang sering kali terlihat
seperti massa yang teraba nyeri di daerah epigastrium.
Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya
disebabkan abses yang besar atau multiple, toraks di daerah kanan bawah mungkin di
dapatkan adanya efusi pleura atau friction rub dari pleura yang disebabkan oleh iritasi
pleura.
Gambaran klinik abses hati amebic mempunyai spectrum yang luas dan sangat
bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan penyulit yang terjadi.
Pada penderita gambaran bisa berubah setiap saat. Dikenal gambaran klasik dan tidak klasik.
-
Pada gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri perut
kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali yang nyeri.
Penyulit yang terjadi berupa empyema toraks atau abses paru menutupi gambaran
klasik abses hatinya.
7. Abdomen akut.
Didapatkan bila abses hati mengalami perforasi ke dalam rongga peritoneum, terjadi
distensi perut yang nyeri disertai bising usus yang berkurang.
8. Gambaran abses yang tersembunyi.
Terdapat hepatomegali yang tidak jelas nyeri, ditemukan pada 1.5%.
9. Demam yang tidak diketahui penyebabnya.
Secara klinik sering dikacaukan dengan tifus abdominalis atau malaria. Biasanya ditemukan
pada bases yang terletak disentral dan yang dalam hati. Ditemukan pada 3,6% kasus.
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah darah rutin yaitu kadar Hb
darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan percobaan fungsi hati, termasuk
kadar bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan glubulin dalam darah. Banyak
penderita abses hepar tidak mengalami perubahan bermakna pada tes laboratoriumnya. Pada
penderita akut anemia tidak terlalu tampak tetapi menunjukkan leukositosis yang bermakna
sementara penderita abses hepar kronis justru sebaliknya.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi dengan
pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase,
peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan
waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang
disebabkan abses hati.
Abnormalitas tes fungsi hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada abses hati
amebik dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan hanya pada 10 %
penderita abses hepar. Karena pada abses hepar amebik terjadi proses destruksi parenkim
hati, maka PPT (plasma protrombin time) meningkat.
Serologis
Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect
Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent
Assay), counterimmunelectrophoresis, indirect immunofluorescence, dan complement
fixation. IHA dan GDP merupakan prosedur yang paling sering digunakan. IHA dianggap
positif jika pengenceran melampaui 1 : 128. Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut
diulang, sensitivitasnya dapat mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk amubiasis invasif.
Tetapi, hasil yang positif bisa didapatkan sampai 20 tahun setelah infeksi mereda. GDP
meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba. Juga mendeteksi colitis karena
amuba yang non-invasif. Jadi, tes ini sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses amuba hepar.
Namun demikian, GDP mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif sampai 6 bulan
setelah sembuhnya abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi ditemukan lesi "space
occupying" di hepar, GDP sangat membantu untuk memastikan apakah kelainan tersebut
disebabkan amuba.
Pemeriksaan penunjang
USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam mengidentifikasi abses
hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi membuat USG menjadi pilihan untuk
mendiagnosis abses hepar. Abses hepar amebik biasanya besar dan multipel. Menurut
Middlemiss (I964) gambaran radiologis dari abses hati adalah sebagai berikut :
1. Peninggian dome dari diafragma kanan.
2. Berkurangnya gerak dari dome diafragma kanan.
3. Pleural efusion.
4. Kolaps paru.
5. Abses paru.
CT scan:
Hipoekoik
Massa oval dengan batas tegas
Non-homogen
USG:
1. Bentuk bulat atau oval
2. Tidak ada gema dinding yang berarti
3. Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal.
4. Bersentuhan dengan kapsul hati
5. Peninggian sonik distal (distal enhancement)
Kriteria diagnostik untuk hepatic amoebiasis menurut Lamont dan Pooler :
1. Pembesaran hati yang nyeri tekan pada orang dewasa.
2. Respons yang baik terhadap obat anti amoeba.
3. Hasil pemeriksaan hematologis yang menyokong : leukositosis.
4. Pemeriksaan Rontgen (PA Lateral) yang menyokong.
5. Trophozoit E. histolytica positif dalam pus hasil aspirasi.
6. "Scintiscanning" hati adanya "filling defect".
7. "Amoeba Hemaglutination" test positif
Ultrasonogerafi (USG)
Ultrasonografi (USG) termasuk salah satu sarana diagnostik tidak invasive, mudah
dan aman penggunaannya, dapat dilakukan setiap saat adalah biasa digunakan untuk
menditeksi abses hati. Wang dan kawan-kawan (1964) meneliti 218 penderita abses hati
secara USG, dan dibuktikan dengan fungsi pada 154 penderita, laparatomi 50 penderita,
seorang pada otopsi, dari 13 penderita lainnya berhasil baik dengan pengobatan saja. Vcary
dan kawan-kawan (1977) telah melakukan UGS pada 8 penderita dengan abses hati. Penulis
sendiri (1986) meneliti 59 penderita abses hati amubik selama 4 tahun di lobus kanan, 8 di
lobus kiri dan 6 letaknya di kedua lobi. Disamping itu ditemukan abses tunggal pada 55
penderita, dan abses ganda pada 4 penderita (2 terletak di lobus kanan saja dan 2 terletak
pada kedua lobi). USG selain dapat menentukan letak abses, juga dapat menentukan diameter
nya. Pada penelitian ini ditemukan diameter terkecil yaitu kurang dari 3 cm pada 10
penderita, 15 penderita dengan diameter antara 3-5cm, 28 penderita dengan diameter 5-15
cm, dan dengan diameter lebih dari 15 cm ditemukan pada 6 penderita.
Gambaran USG dari abses hati umumnya memperlihatkan suatu lesi bebas gema yang
bulat atau oval berdinding ireguler. Jadi lesi ini termasuk suatu bentuk massa kistik. Bedanya
hanya di dalam daerah lesi ditemukan butir-butir gema internal yang kasar tersebar terutama
di dasar. Pada peninggian intensitas gelombang suara atau gain, batas lesi makin tegas, dan
gema internal makin jelas dalam daerah bebas gema. Pada dinding distal tampak peninggian
densitas gema yang disebut distal enhancement.
Cara ini digunakan rutin untuk diagnostic, penuntun aspirasi dan pemantauan hasil
terapi. Dengan USG dapat dibedakan lesi padat dan kistik, dan dapat dievaluasi sifat cairan
abses. Hal ini merupakan
radioisotop. Hasil positif palsu kira-kira 5% misalnya pada kista, tumor dengan nekrosis
sentral, hematoma tau abses piogen. Abses ameba dengan infeksi sekunder bisa memberikan
hasil negative palsu. Gambaran USG yang sangat mencurigakan abses hati amebic ialah:
a. Lesi hipoekoik pada gain normal maupun ditinggikan dan pada gain tinggi jelas
tampak eko halus homogeny tersebar rata.
b. Lesi berbentuk bulat oval, pada abses hepar tampak lobulasi, tidak berdinding,
terletak dekat permukaan hati.
c. Terdapat peninggi pada eko pada bagian distal abses.
Gambaran USG yang khas dan lengkap seperti kriteria diatas hanya ditemukan yaitu
pada 37,8% kasus saja sedang di RSHS kami mendapatkannya pada 41,67%.
198m
Au dan bila dilanjutkan dengan sidik hati memakai blood fool isotop
misalnya 113m indium transferin akan menunjukkan lesi yang akan tetap kosong dan sekitar lesi
ada gambaran halo akibat sifat hipervaskulerisasi18,19. Keuntungan sidik hati ialah mampu
menditeksi abses pada stadium dini diamana aktivitas sel kuppler sudah terganggu dan sudah
terjadi gangguan penangkapan isotop19.
saat ini adalah dengan drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntutan abdomen
ultrasound atau tomografi komputer, komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan,
perforasi organ intra abdominal dan infeksi, atau malah terjadi kesalahan dalam penempatan
kateter drainase. Kadang pada abses hati piogenik multipel diperlukan reseksi hati.
Abses multipel
Infeksi polimikrobakteri
Immunocompromise dissease
Hepatektomi
Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati yang terkena abses.
Hepatektomi dapat dilakukan pada abses tunggal atau multipel, lobus kanan atau kiri, juga
pada pasien dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi tergantung dari luas
daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan perdarahan lobus hati.
2.12.
Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
amebisid
intestinal
bisa
dipakai
diloksanid
furoat
selama
yang mungkin
c. Tetracycline dapat diberikan dengan dosis 500 mg tiap 6 jam selama 10 hari. Obat ini
dapat membunuh Entamoeba histolitika di intestinal.
Ada 2 macam skema kombinasi pengobatan yang dianjurkan oleh ZUIDEMA, ialah:
1.
2.
Emetine
60 mg/hari
Flagyl
3x750 mh/hari
Clioquinal
3x1 tablet
7 hari
5 hari
10 hari
Flagyl
Resochin
4x250
2x250
3x750 mg/hari
2 hari
5 hari
19 hari
21 hari
10 hari
3. Tindakan pembedahan
Pembedahan dilakukan bila:
1. Abses disertai infeksi sekunder.
2. Abses yang jelas menonjol kedinding abdomen atau ruang interkostal.
3. Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.
4. Rupture abses ke dalam rongga intraperitoneal /pleura/pericardial.
Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan reseksi misalnya
lobektomi.
Pencegahan ( Promotion and Prevention )
Karena amoebic liver abscess banyak ditemukan dinegara tropik dan subtropik
dengan sanitasi yang masih buruk seperti India, Pakistan, Indonesia, Asia, Afrika dan
Mexico, sebaiknya penderita atau individu menjaga sanitasi agar tetap baik. Dan
penderita juga harus makan makanan yang higienis.
Komplikasi
Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering
terkena. Secara khusus, kasus tersebut berasal dari lesi yang
terletak di lobus kanan hepar. Hal ini dikarenakan facies
diaphragm hepar yang berdekatan dengan system
pleuropulmonum terutama di lobus kanan. Abses menembus diagfragma dan akan timbul
efusi pleura, empyema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura
dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini
akan menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan yang berisi amuba yang ada.
Komplikasi abses hati amoeba umumnya berupa perforasi abses ke berbagai rongga tubuh
dan ke kulit. Perforasi ke kranial dapat terjadi ke pleura dan perikard. Insidens perforasi ke
rongga pleura adalah 10-20%. Akan terjadi efusi pleura yang besar dan luas yang
memperlihatkan cairan coklat pada aspirasi. Perforasi dapat berlanjut ke paru sampai ke
bronkus sehingga didapat sputum yang berwarna khas coklat. Perforasi ke perikard
menyebabkan efusi perikard dan tamponade jantung.
(gambar di atas adalah gambaran makroskopis abses hati)
Komplikasi ke kaudal terjadi ke rongga
peritoneum. Perforasi akut menyebabkan peritonitis
umum. Abses kronis, artinya sebelum perforasi,
omentum dan usus mempunyai kesempatan untuk
mengurung proses inflamasi, menyebabkan peritonitis
lokal. Perforasi ke depan atau ke sisi terjadi ke arah
kulit (seperti gambar di samping) sehingga
menimbulkan fistel yang dapat menyebabkan
timbulnya infeksi sekunder.
1. Infeksi sekunder
Merupakan infeksi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus.
2. Rupture atau pendarahan langsung
Organ atau rongga yang terkena tergantung pada letak abses, misalnya abses di lobus
kiri mudah pecah ke pericardial dan intraperitoneum. Perforasi yang paling sering
adalah ke pleuropulmonal (10-20%), kemudian ke rongga intraperitoneum (6-9%)
selanjutnya pericardium (0,01%) dan organ-organ lain seperti kulit dan ginjal.
3. Komplikasi vaskuler
Rupture ke dalam vena porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinalis jarang
terjadi.
4. Parasitemia, amebiasis serebral
E.histolytica dapat merusak aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain
misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intracranial.
Telah diketahui abses hati amubik merupakan komplikasi ekstra intestinal dari infeksi
entamoeba hepalitika. Namun demikian abses hati amubik sendiri dapat menyebabkan
komplikasi. Adapun komplikasi yang sering ditemukan ialah timbulnya perforasi dari abses.
Perforasi dari abses tersebut akan dapat kerongga dada (intratorakal), ke rongga perut
(intraperitonial), dan keluar badan, tergantung dari letak abses. Perforasi intratorakal dapat ke
rongga pleura yaitu berupa perforasi intrapleural dan perforasi kea rah rongga jantung
(perforasi intra kardia).
Dari hasil penelitian penulis dari tahun 1986 menemukan 19 dari 59 penderita abses
hati amubik dengan komplikasi, terdiri atas 15 perforasi intrapleural, 2 perforasi intrakardial,
dan 2 perforasi intraperitoneal.
Perforasi intrapleural terjadi karena letak abses yang besar di lobus kanan atas dekat
diafragma. Bisanya perforasi dari abses ini terlalu melalui tendo sentral dari diafragma kanan
yang menyebabkan timbulnya efusi atau empiema. Keluhan yang sering diajukan penderita
ialah timbulnya mendadak sesak nafas, batuk-batuk dengan nyeri di dada kanan bawah
disertai dengan panas badan. Untuk mengurangi perasaan atau keluhan tersebut di atas
biasanya tampak penderita di dyspnoeu. Dada kanan tampak lebih cembung dengan
pergerakan pernapasan yang berkurang. Kadang-kadang teraba nyeri tekan di dada kanan
bawah. Pada perkusi terdengar pekak, dan pada saat auskultasi tidak terdengar suara
pernapasan. Disamping timbulnya efusi pleura dapat juga terjadi abses paru. Komplikasi ini
jarang ditemukan, dan pada penelitian penulis tidak menemukan gambaran tersebut.
Bila letak abses hati di lobus kiri dapat dekat diafragma kiri, maka akan dapat
menyebabkan terjadinya perforasi intraperikardial, sehingga timbul efusi pericardial. Keluhan
yang diajukan yaitu merasa mendadak sesak napas, badan panas, nyeri di dada kiri. Penderita
lebih enak tidur dengan bantal tinggi. Tanda-tanda temponade kardiak makin jelas. Sebagian
akibat munculnya kompresi miokardial. Umumnya penderita menjadi gelisah, karena sesak
napas dan nyeri dada. Seseorang penderita abses hati amubik dengan komplikasi efusi
pericardial biasanya memliki prognosis yang jelek, karena sering dapat berakibat fatal. Oleh
karena itu perlu segera dilakukan aspirasi cairan efusi perikarial atau dilakukan tindakan
pembedahan. Dari hasil pengalaman penulis salah seorang meninggal dunia dan seorang lagi
setelah dilakukan aspirasi cairan pericardial dan pengobatan konservatif dapat hidup.
Pada abses di lobus kiri hati, gambaran seperti tersebut di atas tidak nyata. Abses di
lobus kiri hati, sering memberikan penekanan pada lambung, yang dapat dilihat dengan foto
lambung dengan kontras barium.
Sidik hati dengan bahan radioaktif. In
113 m
atau Tc
99 m
penentuan diagnosa, dengan dapat dilihat adanya tempat pengosongan di daerah abses hati.
Daerah yang kosong tersebut masih perlu dipikirkan kemungkinannya dengan karsinoma
75
kosong (daerah dingin) maka merupakan gambaran dari abses hati. Setelah penyakitnya
sembuh, tempat pengosongan akan terisi lagi. Perforasi intra peritoneal timbul bila letak
abses dekat permukaan hati sebelah distal baik di lobus kiri maupun di lobus kanan. Penderita
mengeluh mndadak perut terasa tegang dan nyeri berdenyut disertai dengan panas badan
meninggi. Keluhan semacam ini memperlihatkan tanda-tanda abdomen akut. Penderita
umumnya menjadi gelisah, karena tegangnya perut disertai tanda-tanda peritonitis akuta. Bila
ditemukan tanda-tanda tersebut di atas, perlu segera dilakukan tindakan pembedahan. Dua
orang penderita dengan perforasi intraperitoneal yang ditemukan penulis selama 4 tahun,
setelah dilakukan pembedahan sito dan pengobatan anti amoeba menjadi baik kembali.
Komplikasi intraperitoneal umumnya mempunyai prognosis yang jelek, apalagi bila tidak
segera dilakukan tindakan pembedahan.
Prognosis
Factor yang mempunyai prognosis
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Virulensi parasit
Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita
Usia tua, usia penderita, lebih buruk pada usia tua
Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosis lebih buruk.
Letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multiple.
Stadia penyakit
Komplikasi
Bila terapi adekuat, resolusi abses akan sempurna tetapi imunitas tidak permanen dan
DISTRIBUSI GEOGRAFIK
Terdapat diseluruh dunia kosmopolit terutama didaerah tropik dan daerah beriklim
sedang.
MORFOLOGI DAN DAUR HIDUP
Mempunyai dua stadium : trofozoit dan kista. Bila kista matang tertelan, kista tersebut
tiba dilambung masih dalam keadaan utuh karena dinding kista tahan terhadap asam
lambung. Di rongga terminal usus halus, dinding kista dicernakan, terjadi eksitasi dan
keluarlah stadium trofozoit yang masuk kedalam rongga usus besar. Dari satu kista
mengandung 4 buah inti, akan terbentuk 8 buah trofozoit.
DAFTAR PUSTAKA
Harrison, T.R., Harrisons Principle of Internal Medicine, 17th ed., The McGraw-Hill
Companies, Inc., United States Amerika, 2008.
Tortora, Gerard J & Derrickson, Bryan, Principles of Anatomy and Physiology, 11th edition,
hal: 918-921, John Wiley &Sons, United States Amerika, 2007.
Sherwood, Lauralee, Human Physiology from cell to systems, 6th edition, hal: 605-610,
Thomson Coorporation, United States Amerika, 2007.
Sulaiman, h.Ali, dkk., Gastroenterologi Hepatologi, edisi ke 2, hal: 395-401, Sagung Seto,
Bandung, 1997.
Hadi, Sujono, Gastroenterologi, 2nd ed, hal: 668-682, Alumni, Bandung, 2002.
Soeparman, dkk., Buku Ajar Penyakit Dalam Abses Hati Amoebik, jilid 1, edisi 1st, hal:328332, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001.
Michael F. Leitzmann, M.D., M.P.H. Recreational Physical Activity and The Risk of
Cholecystectomy in Women. The New England Journal of Medicine. 1999.
Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta. 1994
Victor P.Eroschenko. Atlas Histologi di Fiore. 9th ed. Jakarta:EGC. 2003
MP
Sharma,
Vineet
Ahuja.Amoebic
Liver
Abscess.
Avaliable
http://medind.nic.in/jac/t03/i2/jact03i2p107.pdf. Updated: June 2003.
from
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 2006 ;
462 463
2. Sjamsuhidaja,R & deJong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC Penerbit Buku
Kedokteran. 2004
Beberapa
Kasus
Abses
Hati
Amuba.
Denpasar:
Pyogenic
Liver
Abscess.
Brisbane: