Professional Documents
Culture Documents
Tinjauan Pustaka
A. Pembedahan Seksio sesaria
1. Pengertian pembedahan Seksio sesaria
Pembedahan merupakan tindakan
pengobatan
yang
diakhiri
dengan
penutupan
dan
penjahitan
luka
a. Faktor ibu
Induksi persalinan gagal
Proses persalinan tidak maju (distosia persalinan)
Disproporsi sefalopelvik
b. Uteroplasenta
Bedah uterus sebelumnya ( sesar klasik)
Riwayat rupture uterus
Obstruksi jalan lahir (fibroid)
Plasenta previa, abruption plasenta berukuran besar
c. Janin
Gawat janin / hasil pemeriksaan janin yang tidak
meyakinkan.
Prolaps talipusat
Malpresentasi janin (posisi melintang)
3. Jenis-jenis Histerotomi menurut (Norwitz & Schorge, 2006).
a. Histerotomi vertical tinggi (klasik).
indikasi dari Histerotomi vertical tinggi (klasik) yaitu :
Tidak ada akses segmen bawah (perlengketan,
sungsang preterm).
Letak lintang dengan impaksi
Plasenta previa
Janin abnormal besar (missal hidrosefalus, teratoma
kemampuan
untuk
memperluas
insisi
jika
diperlukan.
4. Komplikasi seksio sesaria menurut (Prawiroharjo, 2005) meliputi :
a. Pada ibu komplikasi yang mungkin timbul ialah sebagai
berikut :
1. Infeksi puerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan , seperti
kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas atau bersifat berat seperti peritonitis, sepsis
dan sebagainya.infeksi postoperasi terjadi apabila
sebelum pembedahan sudah ada gejala gejala
infeksi intra partum, atau faktot factor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu
(partus lama khususnya setelah ketuban pecah,
tindakan vaginal sebelumnya).
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu
pembedahan jika cabang cabang arteri uterine ikut
terbuka, atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung
kencing, emboli paru-paru sangat jarang terjadi.
salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai didalam massa
berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat
berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri
sehingga tidak mencapai otak atau ditranmisi tanpa hambatan di korteks
serebral. Sekali stimulus mencapai korteks serebral, maka otak
menginterprestasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang
pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam
upaya mempersepsikan nyeri (McNair, 1990 dalam Potter & Perry, 2005).
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara
yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri , akan membantu
untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut :
a. Resepsi
Semua kerusakan seluler, yang disebabkan oleh stimulus
termal, mekanik, kimiawi, atau stimulus listrik menyebabkan
pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri.pemaparan terhadap
panas atau dingin, tekanan, friksi, dan zat-zat kimia menyebabkan
pelepasan substansi, seperti histamine, bradikinin, dan kalium yang
bergabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor (reseptor yang
berespon terhadap stimulus yang memebahayakan) untuk memeulai
transmisi neural, yang dikaitkan dengan nyeri(Clancy dan McVicar,
1992, dalam Potter & Perry, 2005).
b. Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri.
Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medulla spinalis ke thalamus
dan otak tengah. Dari thalamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri
ke berbagai area otak, termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi
(di kedua lobus parietalis). Lobus frontalis, dan system limbic. Setelah
transmisi saraf berakhir didalam pusat otak yang lebih tinggi, maka
individu akan mempersepsikan sensasi nyeri (Paice, 1991, dalam
Potter dan Perry, 2005).
c. Reaksi
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke
batang otak dan thalamus, system saraf otonom menjadi terstimulasi
sebagai bagian dari respon stress. Nyeri dengan intensitas ringan
hingga sedang dan nyeri yang superficial menimbulkan reaksi
Flight-atau-fight, yang merupakan sindrom adaptasi umum (Potter
& Perry, 2005).
SERABUT C
Tidak bermielinasi
Diameter 0,4-12,2 mikrometer
Kecepatan hantar 0,5-2 m/dt
Menyalurkan impuls nyeri yang
dan jelas
terus-menerus
Impuls langsung
masuk ke thalamus
Sistem limbik
Fast pain
8
Slow pain
-
impuls
yang
dihasilkan
oleh
stimulus
taktil
sistem
limbic,
PAG,
RVM
(yang
banyak
spinalis. Rangsang listrik pada PAG dan bagian lain otak dapat
menyebabkan analgesia. Enkefalin menghambat pelepasan zat P
di kornu dorsal medulla spinalis. Enkefalin memiliki efek
analgesik yang lemah dari pada endorphin lain tetapi lebih poten
dan bekerja lebih lama dibandingkan morfin (Price, 2005).
Beta-Endorfin adalah suatu fragmen peptide yang berasal
dari proopiomelanokortin (POMC), dikelenjar hipofisis. BetaEndorfin terdapat dalam jumlah signifikan dihipotalamus dan
PAG serta sedikit di medulla dan medulla spinalis. Beta-Endorfin
adalah analgesik jauh lebih poten dari pada enkefalin (Price,
2005).
Dinofrin yaitu endorphin yang paling terakhir ditemukan,
berasal dari pro-dinorfin, yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis
posterior. Distribusi dinorfin secara kasar setara dengan distribusi
enkefalin. Dinorfin memiliki efek analgesik paling kuat sekitar 50
kali lebih kuat dari pada beta-endorfin (Price, 2005).
Semua opiate endogen ini bekerja dengan mengikat
reseptor opiate dengan efek analgesic serupa dengan obat opiate
eksogen. Reseptor opiate dan opiate endogen membentuk suatu
sistem penekan nyeri intrinsik. Tindakan-tindakan yang
merangsang
pelepasan
opioid
endogen
missal
placebo,
10
11
harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal
jika nyeri diperiksakan. Ebersol dan Hess (1994) dalam Potter & Perry (2005),
mengatakan individu yang berusia lanjut memiliki resiko tinggi mengalami
situasi situasi yang membuat mereka merasakan nyeri.
2). Jenis kelamin
Gill (1990) dalam Potter & Perry (2005), mengungkapkan laki-laki dan wanita
tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi
faktor budaya (misalnya, tidak pantas kalau laki-laki mengeluh nyeri, wanita
boleh mengeluh nyeri).Toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor
biokimia dan merupakan hal unik pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis
kelamin.
3). Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap
nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah
akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka
tidak mengeluh jika ada nyeri. Pemahaman tentang nyeri dari segi makna budaya
akan membantu perawat dalam merancang asuhan keperawatan yang relevan
untuk klien yang mengalami nyeri (Potter & Perry, 2005).
4). Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan
bagaimana mengatasinya. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara yang
berbeda-beda apabila nyeri tersebut member kesan ancaman, suatu kehilangan,
12
hukuman, dan tantangan. Sehingga derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan
klien berhubungan dengan makna nyeri (Potter & Perry, 2005).
5). Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990) dalam Potter & Perry (2005).
perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan
upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik
relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6). Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas. Paice (1991) dalam Potter & Perry (2005) menuliskan bahwa
stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistim limbik yang diyakini mengendalikan
emosi seseorang, khususnya kecemasan. Sistim limbik ini dapat memproses
reaksi emosi terhadap nyeri, yaitu memperburuk atau menghilangkan nyeri.
Sehingga individu yang sehat secara emosional biasanya lebih mampu
mentoleransi nyeri dari pada individu dengan emosional yang kurang stabil.
7). Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini
nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam
mengatasi nyeri (Potter & Perry, 2005).
8). Pola koping
13
14
15
mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri
dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah
akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya
orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah
nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana
orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar
endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan
nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar. Klien
bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah,
vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang
digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri.
Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit
mengekspresikan
nyerinya,
karena
belum
tentu
orang
yang
tidak
membutuhkan
bantuan
perawat
untuk
membantu
klien
16
dalam membantu memperoleh control diri untuk meminimalkan rasa takut akan
kemungkinan nyeri berulang.
5. PENATALAKSANAAN NYERI
Menurut( Perry & potter, 2005) tindakan mengurangi nyeri meliputi :
1. Terapi farmakologis
Beberapa agen farmakologi digunakan untuk mengurangi nyeri
seperti:
a. Analgesic ( asetaminofen, asam asetilsalisilat )
b. NSAID ( ibuprofen, naproksen, indometasin, tolmetin,
piroksikam, ketorolak )
c. Analgesik narkotik ( metilmorfin, morfin, fentanyl,
butofanol, hidromorfon HCL)
d. Adjuvant ( amitriptilin, hidroksin,
klorpromazin,
diazepam )
2. Terapi non farmakologis
a. Bimbingan antisipasi.
b. Distraksi.
c. Biofeedback.
d. Hipnosis.
e. Mengurangi persepsi nyeri
f. Stimulasi kutaneus.
6. Intensitas Nyeri
Skala deskripitif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri
yang lebih obyektif. Skala verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan
sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun
dengan jarak yang sama di sepanjang garis. . Pendeskripsi ini diranking dari
tidak terasa nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan. Perawat
menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas
nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri
terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
17
menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk
mendeskripsikan nyeri (Potter & Perry, 2005).
Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri
dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan
skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm ( Agency for
Health Care Policy and Research/ AHCPR, 1992) dalam Potter & Perry (2005).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS
adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan
penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan
pengukuran
keparahan
nyeri
yang
lebih
sensitif
karena
klien
dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata
atau satu angka (Potter & Perry, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan
tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien
dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat.
Skala deskriptif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan
nyeri, tapi juga mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat
menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau
menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter & Perry
2005).
18
7. Hipnosis
a. pengertian
Hipnosis adalah teknik atau praktik memengaruhi orang lain secara
sengaja untuk masuk ke dalam kondisi yang menyerupai tidur, di mana
seseorang yang terhipnosis bisa menjawab pertanyaan yang diajukan, serta
menerima sugesti tanpa perlawanan. Hal ini merupakan salah satu teknik
untuk menjelajahi alam pikiran bawah sadar (Budi & Rizali, 2010).
Hipnotis adalah keadaan dimana proses hypnosis dilakukan, di
manaseseorang membuat atau menyebabkan orang lain berada dalam keadaan
terhipnosis. Orang yang terhipnosis berada dalam keadaan mental bawah sadar
dimana perhatiannya menjadi terfokus, terkonsentrasi dan pikirannya lebih
mudah menerima permintaan, doktrin, atau sugesti (Budi & Rizali, 2010).
Hypnoanesthesia adalah penerapan hipnosis pada klien denagan
membawanya memasuki alam pikir bawah sadar dan memberikan suatu kalimat
sugesti yang membangun keyakinan struktur bahwa nyeri yang dirasakan akan
hilang atau tubuh klien akan mati rasa (Budi & Rizali, 2010)
Hypnoanalgesia adalah mengurangi kepekaan pasien terhadap rasa nyeri
atau mengurangi sensitivitas dan ambang nyeri pasien. Saat merasa sakit, horman
stress akan terangsang keluar, secara alami tubuh mengeluarkan hormone
endorphin, hormone penghilang rasa sakit atau natural pain killer yang mampu
menimbulkan rasa nyaman dan santai. Kekuatan endorphin sangat besar dan 200
kali lipat lebih ampuh disbanding morphin. Endorphin dapat dapat diproduksi
tubuh manusia secara alami saat tubuh melakukan aktifitas meditasi, pernapasan
19
20
sugestivitas juga digunakan sebagai bentuk latihan bagi klien agar benar-benar
merasakan sensasi hipnosis.
Ada beberapa contoh tes sugestivitas yang paling banyak digunakan dalam terapi,
antara lain:
a) Teknik Catalepsy of the eyes
Teknik ini merupakan teknik yang sangat mudah dilakukan terhadap klien
karena indera penglihatan merupakan bagian tubuh yang sangat sensitif dan
mudah dikendalikan oleh setiap orang, baik dalam membuka maupun menutup
mata. Teknik ini bisa digunakan untuk melihat sejauh mana klien mau
berinteraksi atau mematuhi saran-saran dari hipnoterapis. Ketika memulai teknik
ini, arahkan klien untuk menutup matanya terlebih dahulu. Kemudian, arahkan
klien untuk membuka matanya kembali.Berikan penjelasan bahwa mata tertutup
dan terbuka bukan dikontrol oleh hipnoterapis, melainkan oleh klien sendiri.
Hipnoterapis bisa mengarahkan klien untuk memejamkan mata lebih dalam lagi
sehingga kelopak mata klien seakan-akan semakin merapat. Pada akhirnya, klien
benar-benar mangalami sensasi sulit untuk membuka mata atau mata klien
seperti terkunci. Meskipun klien ingin membuka membuka kelopak matanya
kembali, ia memprogram dirinya seakan-akan kedua matanya seperti tertutup
sangat rapat. Jadi, urutan kerja teknik catalepsy of eyes adalah: (1) Arahkan klien
untuk menutup mata; (2) Saat klien menutup mata, lakukan tes sugestivitas
terhadap matanya; (3) Bimbing klien sehingga tercipta efek catalepsy of eyes; (4)
Kembalikan klien ke keadaan semula, yaitu dengan meminta klien membuka
kedua matanya kembali.
21
b) Chevreuls Pendulum
Dalam teknik ini diperlukan sebuah pendulum atau bandul sebagai alat
bantu untuk membimbing klien berkomunikasi dengan pikiran bawah sadarnya.
c) Teknik Locking Elbow Test
22
23
Namun,
untuk
lebih
memperdalam
kesadaran
klien
serta
24
Hipnoterapis
memiliki
teknik-teknik
khusus
untuk
25
26
27
hipnoterapi
dengan
teknik
yang
biasa
disebut
dengan
28
inhibisi (penghambatan).
Kelambatan alur impuls tersebut dapat menyebabkan kelambatan loading
otak di dalam mempersiapkan semua impuls yang masuk, yaitu
kelambatan dalam perjalanan impuls untuk dipersepsikan atau diolah.
29
ke
otak
akibat
banyaknya
impuls
yang
masuk
sehinnga
30
Pada saat telah terfokus pada suatu hal tersebut maka pada saat itulah
terjadi gap duration yang memungkinkan dilakukan sugesti atau kalimat-kalimat
perintah yang disebut afirmasi sehingga objek akan masuk ke dalam pikiran
bawah sadar dan akan menuruti apapun yang diperintahkan subjek pemberi
hipnosis. Terjadinya gap duration pada manusia bukanlah merupakan suatu
kerusakan sistem saraf atau hal yang istimewa, namun hal tersebut merupakan
proses fisiologi yang dapat terjadi dan dialami oleh siapapun karena pada
dasarnya setiap orang dalam kehidupan sehari-harinya akan mengalami hal
fluktuatif dalam tingkatan alam piker baik dalam gelombang alfa, beta, maupun
teta. Hal tersebut terjadi secara otomatis dengan sendirinya atau tanpa disadari,
karena 80% memori manusia atau hal-hal yang memengaruhi perilaku manusia
tersimpan dalam alam pikir bawah sadar (Budi & Rizali, 2010).
Selain itu, dapat pila diawali oleh suatu kejutan mendadak dalam hal
memfiksasi perhatian. Hal tersebut dinamakan shock hipnosis, misalnya dengan
tiba-tiba tubuh ditepuk keras dari belakang. Pada saat masih bingun untuk
mencerna tepukan atau dalam mengenali seseorang yang menepuknya maka pada
saat itulah sugesti diberikan untuk membawa ke alam piker bawah sadar. Dalam
kondisi itu segala perintah akan dikerjakan, karena seseorang yang ditepuk
mendadak dengan kejutan tersebut telah memasuki fase hipnotis, missal dapat
ditanya tentang suatu hal bisa berupa alamat, arah jalan ataupun deskripsi lokasi.
Maka pada saat orang mencerna pertanyaan tersebut dan menyusun jawabannya
pada saat itulah dia telah difiksasi sehingga mudah dimasuki kalimat afirmasi
31
sebagai sugesti. Hal tersebut sering dijumpai dalam keseharian dalam kontek
negative misalnya gendam (Budi & Rizali, 2010).
8. Hubungan antara Hipnoterapi dengan Penurunan Nyeri
Nyeri bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri
juga berbeda-beda. Toleransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu
orang dengan orang lain. Orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi
terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya
orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri
dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap
nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi
terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum
nyeri datang. ( Meinhart dan Mc Caffery, 1983 dalam Potter dan Perry, 2006).
Fisiologi nyeri pada pasien pasca operasi adalah nyeri diawali
sebagai respon yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia seperti
substansi
P,
bradikinin,
dan
prostaglandin
dilepaskan.
Kemudian
32
turun ke spinal cord. Di bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan
untuk mengurangi nyeri di daerah yang terluka (Taylor dan Le Mone, 2005).
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan
bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang
sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi
sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan
nyeri lebih besar. Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai
jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi
yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola
perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian
secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum
tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri.
Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk
membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif ( Meinhart dan Mc
Caffery, 1983 dalam Potter & Perry, 2005).
Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang fisiologis, namun
hal ini merupakan salah satu keluhan yang paling ditakuti oleh klien setelah
pembedahan. Sensasi nyeri mulai terasa sebelum kesadaran klien kembali
penuh, yang semakin meningkat seiring dengan berkurangnya pengaruh
anestesi. Adapun bentuk nyeri yang dialami oleh klien pasca pembedahan
adalah nyeri akut yang terjadi karena adanya luka insisi bekas pembedahan
( Potter & Perry, 2006 ).
33
Pasca operasi
menyisakan
luka sayatan
( incisi )
Faktor Internal:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Kebudayaan
4. Makna nyeri
5. Perhatian
6. Ansietas
7. Keletihan
8. Pengalaman sebelumnya
9. Gaya koping
Dukungan keluargaNyeri
dan sosial
Rangsang nyeri 10.
diterima
oleh nosireseptor
(skala
34
dihantarkan ke thalamus
0-10)
(otak) melalui saraf spinal
Nyeri
berkurang
Perlakuan
11. hipotesisdengan
penelitian
hipnoterapi
35
Nyeri berkurang
36