You are on page 1of 9

CASE REPORT 2

Clinical Exposure 3
Bebby Syafitrie Kusuma Wardani/00000001638

IDENTITAS
Nama

: An. T

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 4 tahun

Alamat

: Teluk Naga

Status pernikahan

: Belum Menikah

ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien, pada hari Selasa, 3 Februari 2015
bertempat di Puskesmas Teluk Naga.
Keluhan Utama

: BAB berdarah dan berlendir sejak 6 hari yang

lalu
Keluhan Tambahan

: Sakit perut

Riwayat Penyakit Sekarang


:Pasien datang ke Puskesmas Teluk Naga
dengan keluhan buang air besar berdarah dan berlendir yang disertai sakit perut sejak
enam hari lalu dengan frekuensi sebanyak lima kali dalam sehari. Nyeri perut yang
dirasakan oleh pasien diakui seperti kram. Ibu pasien mengatakan bahwa setiap kali
buang air besar selalu ditemukan darah dan lendir dengan bau yang agak busuk.
Konsistensi kotorannya lembek dengan volume yang tidak banyak. Ibu pasien

mengatakan bahwa setiap kali buang air besar, pasien mengeluhkan nyeri pada perut
bagian bawah. Dan setelah buang air besar, pasien mengaku kepada ibunya bahwa
anusnya juga terasa nyeri. Nyeri yang dirasakan seperti luka tersobek. Ibu pasien
mengatakan bahwa sebelum muncul keluhan seperti ini, pasien tidak makan makanan
yang kotor. Pasien dikatakan mengalami demam sejak tiga hari lalu namun belum
diukur suhunya dengan termometer. Pasien dikatakan tidak mengalami mual dan
muntah. Menurut ibu pasien, nafsu makan pasien masih cukup baik. Buang air kecil
pasien, baik frekuensi maupun warna urin dikatakan tidak ditemukan kelainan. Pasien
terlihat lemas. Ibu pasien memberikan susu formula dan larutan air gula garam (oralit
sederhana) kepada pasien, obat lainnya tidak diberikan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Penyakit Dahulu

: Tidak ada

Riwayat Alergi

: Tidak ada

Riwayat Pengobatan

: Tidak ada

Riwayat Operasi

: Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

: Tidak ada

Riwayat Kelahiran
Ibu pasien menyatakan bahwa pasien lahir normal dalam minggu ke-38
dengan berat badan lahir 3 kg dan panjang 50 cm pada tanggal 13 Mei 2010. Nilai
APGAR 9/9. Perkembangan psikomotorik pasien selama ini baik. Ibu pasien
menyangkal adanya keterlambatan dalam perkembangan psikomotorik.
Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien telah diimunisasi lengkap BCG (bulan
0), Hepatitis B (Bulan 0,1,6), Polio (bulan 0,2,4,6,18), DPT (bulan 2,4,6,24) dan
campak (bulan 9)

Riwayat Nutrisi
Pasien diberikan ASI sampai umur 2 tahun. Ibu pasien tidak memberikan
makanan padat selain ASI, hanya bubur biscuit bayi saat memasuki usia 7 bulan.
Memasuki usia 2 tahun, pasien diberikan makanan berupa nasi, buah-buahan, dan
makanan tambahan lainnya seperti bubur kacang ijo. Terkadang pasien
mengkonsumsi jajanan pinggir jalan dari pedagang kaki lima, seperti kembang tahu,
siomay, dan sebagainya.
Riwayat Lingkungan dan Sosial
Mengkonsumsi air PAM, rumah tidak jauh dari Tempat Pembuangan Akhir
(TPA). Pasien diketahui suka bermain di kali yang terdapat di depan rumahnya. Ibu
pasien juga mengaku sering mencuci pakaian menggunakan air kali di depan
rumahnya.
Reaksi Pasien
Feelings

: Ibu pasien khawatir terhadap diare yang diderita anaknya.

Insights

: Ibu pasien khawatir diare yang di derita anaknya akan bertambah

parah.
Functions

: Ibu pasien menjelaskan bahwa pasien menjadi lebih diam.

Expectations : Ibu pasien mengharapkan pasien dapat sembuh dan beraktifitas


normal kembali.

Pemeriksaan Fisik
Status general

: Keadaan umum

: Tampak lemas dan sakit

Kesadaran

: Compos mentis

TB/BB

: 90 cm / 14 kg

Status Gizi

: Baik

Tanda Tanda Vital

Inspeksi

: - Denyut Nadi

: 110 kali/menit

- Pernafasan

: 20 kali/menit

- Suhu

: 37,5 oC

Wajah
Kulit

: Simetris
: kuning langsat, turgor kembali cepat, tidak ada lesi, tidak

sianosis.
Kepala

: rambut agak coklat,tidak mudah rontok, normosefali,

deformitas (-)
Mata
: pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung dan tidak

langsung +/+, sklera ikterik -/-, conjunctiva pucat -/-, mata cekung -/Telinga: bentuk normal dan simetris, lubang lapang dan sekret atau darah (-)
Hidung
: nafas cuping hidung (-), deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut
:
Bibir : mukosa tidak tampak kering, sianosis (-)
Lidah : lidah tampak basah, tidak kotor
Leher
: pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-)

Thorax :
Paru-paru
I
P
P
A

Dada statis dan dinamis simetris, lesi kulit -, otot bantu pernafasan -/-,

:
:
:

bentuk dada normal.


Pernapasan dada simetris. Tactile fremitus kanan=kiri
Perkusi bagian depan sonor pada kedua lapangan paru
Suara nafas vesikular +/+ , Ronkhi kasar -/-, Wheezing -/-

Cor
I
P
P

:
:
:
:

Iktus kordis tidak tampak


Iktus kordis teraba lemah di ruang antar iga V pada garis aksilaris anterior
Batas kanan atas jantung ICS II linea parasternalis dekstra
Batas kanan bawah jantung ICS IV linea parasternalis dekstra

Batas kiri atas jantung ICS II linea parasternalis sinistra


Batas kiri bawah jantung di ICS V linea midklavikularis sinistra
A : S1,S2 (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
:
I
P

:
:

Rata, Cembung, lesi (-), massa (-), striae (-)


nyeri tekan pada lapang perut (-), nyeri tekan pada ulu hati (+), massa (-),

undulasi (-), hepatosplenomegali (-), ballotement (-/-)


P : Timpani pada seluruh region abdomen, nyeri ketuk (-),shifting dullness (-)
A : Bising usus 25x/menit, kesan normal
Ekstremitas :
I

: clubbing finger (-/-), deformitas (-/-), valgus, varus (-/-), edema (-/-)

: krepitasi (-/-), edema (-/-), CRT < 2 detik, akral hangat

M : Nyeri gerak aktif (-), nyeri gerak pasif (-)


Resume
Laki-laki, 4 tahun datang ke Puskemas Teluk Naga dengan keluhan sakit perut
dan buang air besar sejak enam hari lalu dengan frekuensi sebanyak lima kali dalam
sehari. Nyeri perut yang dirasakan oleh pasien diakui seperti kram. Ibu pasien
mengatakan bahwa setiap kali buang air besar selalu ditemukan darah dan lendir
dengan bau yang agak busuk. Konsistensi kotorannya lembek dengan volume yang
tidak banyak. Ibu pasien mengatakan bahwa setiap kali buang air besar, pasien
mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah. Dan setelah buang air besar, pasien
mengaku kepada ibunya bahwa anusnya juga terasa nyeri. Ibu pasien mengatakan
bahwa sebelum muncul keluhan seperti ini, pasien tidak makan makanan yang kotor.
Pasien dikatakan mengalami demam namun belum diukur suhunya dengan
termometer. Pasien dikatakan tidak mengalami mual dan muntah. Menurut ibu
pasien, nafsu makan pasien masih cukup baik. Buang air kecil pasien, baik frekuensi
maupun warna urin dikatakan tidak ditemukan kelainan. Pasien terlihat lemas. Ibu
pasien memberikan susu formula dan larutan air gula garam (oralit sederhana) kepada
pasien, obat lainnya tidak diberikan. Pasien belum pernah menderita keluhan serupa
dan ibu pasien menyangkal riwayat alergi. Pasien mengkonsumsi air PAM dan
diketahui rumah pasien tidak jauh dari TPA. Diketahui juga bahwa pasien suka
bermain di kali di depan rumahnya. Ibu pasien juga mengaku sering mencuci pakaian
menggunakan air kali di depan rumahnya. Tidak ada anggota keluarga yang
mengalami keluhan serupa. Ayah dan ibu pasien tidak memiliki hipertensi, diabetes
mellitus, maupun asma. Tetangga pasien banyak yang sering mengalami keluhan

yang hampir sama. Pasien telah mendapatkan imunisasi BCG, Hepatitis B, DPT,
Polio dan campak sesuai dengan jadwal yang seharusnya. Telah dilakukan
pemeriksaan fisik pada pasien dan ditemukkan keadaan pasien tampak sakit,
frekuensi nadi yang meningkat, nyeri tekan pada epigastric dan terdengar bising usus
yang meningkat. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan tambahan yaitu analisis
feses dan pemeriksaan darah lengkap.

Diagnosis Kerja
Diare e.c amoebiasis
Diagnosis Banding
Diare e.c. disentri basiler
Diagnostic Reasoning
Diagnosis An. T adalah diare e.c amoebiasis karena pada anamnesis
ditemukkan manifestasi klinis dari diare e.c amoebiasis dan pada pemeriksaan fisik
tidak ditemukan adanya tanda-tanda dehidrasi

Review of Disease
Amoebiasis adalah penyebab yang umum dari diare kronik maupun diare
akut. Pengertian dari diare akut sendiri yaitu diare yang menetap lebih dari 3-5 hari
yang disertai oleh nyeri perut, kram perut, demam tidak begitu tinggi, nyeri pada
buang air besar, dan faeses berupa darah disertai lendir. Sedangkan diare kronik
adalah diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu, penanganan diare kronik
bersifat lebih kompleks dan menyeluruh dibandingkan diare akut dan mengharuskan
rujukan kepada dokter ahli, penderita juga dapat mengalami kesukaran buang air
besar (konstipasi).

Sifat-sifat yang khas pada disentri amoeba adalah :

1. Volume tinja pada setiap kali buang air besar pada disentri amoeba lebih
banyak
2. Bau tinja yang menyengat
3. Warna tinja umumnya merah tua dengan darah dan lendir tampak
bercampur dengan tinja.
Entamoeba histolytica
Entamoeba histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai
komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat
berubah menjadi patogen (membentuk koloni di dinding usus, menembus dinding
usus menimbulkan ulserasi) dan menyebabkan disentri amoeba. Insiden tertinggi
disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5 tahun. Disentri amoeba
ditularkan lewat fekal oral, baik secara langsung melalui tangan, maupun tidak
langusng melalui air minum atau makanan yang tercemar. Sebagai sumber penularan
adalah tinja yang mengandung kista amoeba. Laju infeksi yang tinggi didapat di
tempat-tempat penampungan anak cacat atau pengungsi dan di negara sedang
berkembang dengan sanitasi lingkungan hidup yang jelek. Di negara beriklim tropis
banyak didapatkan strain patogen dibanding di negara maju yang beriklim sedang.
Kemungkinan faktor diet rendah protein disamping perbedaan strain amoeba
memegang peranan. Di Indonesia diperkirakan insidennya cukup tinggi. Penularan
dapat terjadi lewat beberapa cara, misalnya : pencemaran air minum, pupuk kotoran
manusia, vektor lalat dan kecoa, dan kontak langsung, seksual kontak oral-anal pada
homoseksual. Penyakit ini cenderung endemik, jarang menimbulkan epidemi.
Epidemi sering terjadi lewat air minum yang tercemar

Patologi dan Gejala Klinis


Bentuk histolitika memasuki mukosa usus besar yang utuh dan mengeluarkan
enzim yang dapat menghancurkan jaringan. Enzim ini yaitu cystein proteinase yang
disebut histolisin. Lalu bentuk histolitika masuk ke submukosa dengan menembus
lapisan muskularis mukosae. Di submukosa ini, bentuk histolitika akan membuat
kerusakan yang lebih besar daripada di mukosa usus. Akibatnya terjadi luka yang
disebut ulkus amoeba. Bila terdapat infeksi sekunder, maka terjadi peradangan.
Proses ini dapat meluas di submukosa bahkan sampai sepanjang sumbu usus. Bentuk
histolitika banyak ditemukan di dasar dan dinding ulkus. Dengan peristaltis usus,
bentuk ini dikeluarkan bersama isi ulkus rongga usus kemudian menyerang lagi
mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan bersama tinja. Tinja ini disebut disentri,
yaitu tinja yang bercampur lendir dan darah. Tempat yang sering dihinggapi
(predileksi) adalah sekum, rektum, sigmoid. Seluruh kolon dan rektum akan
dihinggapi apabila infeksi sudah berat. Disentri amoeba merupakan bentuk dari
amoebiasis. Gejala yaitu : buang air besar berisi darah atau lendir, sakit perut,
hilangnya selera makan, turun berat badan, demam, dan rasa dingin. Yang

adakalanya, infeksi / peradangan dapat menyebar sampai ke bagian lain badan dan
menyebabkan suatu bisul seperti amoba. Salah satu dari organ/bagian badan yang
paling sering terpengaruh adalah hati. Ini dikenal sebagai hepatic amoebiasis. Bentuk
amoebiasis klinis yang biasa dikenal yaitu : a. Amoebiasis Intestinalis - sering
dijumpai tanpa gejala atau adanya perasaan tidak enak diperut yang samara-samar.
Infeksi menahun dapat menimbulkan kolon yang irritable. Amoebiasis yang akut
mempunyai masa tunas 1-14 minggu. Penyakit menahun yang melemahkan ini
mengakibatkan menurunnya berat badan.

e. Diagnosa
1). Amoebiasis Kolon Akut biasanya diagnosis klinis ditetapkan bila terdapat sindrom
disentri disertai sakit perut (mules). Biasanya gejala diare berlangsung tidak lebih dari
10 kali sehari. Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan manamukan Entamoeba
histolytica bentuk histolitika dalam tinja.
2). Amoebiasis Kolon Menahun biasanya terdapat gejala diare yang ringan diselingi
dengan obstipasi. Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan menemukan Entamoeba
histolytica bentuk histolitika dalam tinja. Bila amoeba tidak ditemukan, pemeriksaan
tinja perlu diulang 3 hari berturut-turut. Reaksi serologi perlu dilakukan untuk
menunjang diagnosis.
3). Amoebiasis Hati yaitu berat badan menurun, badan terasa lemah, demam, tidak
nafsu makan disertai pembesaran hati. Pada pemeriksaan radiology biasanya
didapatkan peninggian diafragma. Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan
menemukan Entamoeba histolytika. Bila amoeba tidak ditemukan, perlu dilakukan
pemeriksaan ulang

f. Pengobatan amoebiasis umumnya menggunakan antibiotik:


Metronidazole - efektif terhadap bentuk histolitika dan bentuk kista. Efek
sampingnya ringan, antara lain mual, muntah dan pusing. Dosis untuk orang dewasa
adalah 2 gr sehari selama 3 hari berturut-turut.
Emetin hidroklorida - berkhasiat terhadap bentuk histolitika. Toksisitasnya relative
tinggi, terutama pada otot jantung. Dosis untuk orang dewasa adalah 65 mg sehari,
untuk anak-anak di bawah 8 th 10 mg sehari. Lama pengobatan 4-6 hari berturutturut. Pada orang tua dan orang yang ounya sakit berat, pemberian harus dikurangi.
Tidak dianjurkan pada wanita hamil, penderita gangguan ginjal dan jantung.
Klorokuin - amebisid jaringan, berkhasiat terhadap bentuk histolitika. Efek
samping dan efek toksiknya bersifat ringan, antara lain mual, muntah, diare, dan sakit

kepala. Dosis untuk orang dewasa adalah 1 gr sehari selama 2 hari, kemudian 500 mg
sehari selama 2-3 minggu. Obat ini juga efektif terhadap amoebiasis hati
h) Pemeriksaan Laboratorium
1). Pemeriksaan tinja makroskopis dan mikroskopis. Diagnosis pasti dapat ditegakkan
bila ditemukan trofozoid motil yang mengandung eritrosit dari sampel tinja segar
yang diperiksa 30 menit sejak keluar 2). Pemeriksaan kadar ureum kreatinin untuk
mengetahui faal ginjal. 3). Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium,
kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
4). Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit
secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan dilakukan pada penderita diare
kronik. 5). Proktosigmoidoskopi: pemeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis
adanya inflamasi mukosa atau keganasan. 6). Pemeriksaan kadar lemak tinja
kuantitatif: tinja dikumpulkan (biasanya 72 jam) diperiksa kadar lemak tinja jika
dicurigai malasorbsi lemak. 7). Pemeriksaan volume tinja 24 jam: volume lebih dari
500ml/hari jarang ditemukan pada sindrom usus iritabel.

You might also like