You are on page 1of 16

MENAKSIR KERAPATAN POPULASI HEWAN DENGAN METODE

CUPLIKAN KUADRAT

Disusun oleh :
Fika Nurul F.
B1J013
Ganjar Cahyo A.
B1J013
Ristiandani Riana Pradhyaningrum
B1J013173
Salam Permadi
B1J013179
Rizkinta Widasti
B1J013211
Kelompok
: 12
Asisten
: Prihanto Arif H

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2015

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan dan kepadatan suatu populasi suatu jenis hewan tanah di
suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan. Faktor lingkungan ada
dua yaitu lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Kehidupan hewan tanah
sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi
suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan keadaan daerah itu
(Odum, 1998).
Menurut Heddy (1989), faktor lingkungan abiotik secara besarnya dapat
dibagi atas faktor fisika dan faktor kimia. Faktor fisika antara lain ialah suhu,
kadar air, porositas dan tekstur tanah. Faktor kimia antara lain adalah salinitas,
pH, kadar organik tanah dan unsur-unsur mineral tanah. Faktor lingkungan
abiotik sangat menentukan struktur komunitas hewan-hewan yang terdapat di
suatu habitat. Faktor lingkungan biotik bagi hewan tanah adalah organisme lain
yang juga terdapat di habitatnya seperti mikroflora, tumbuh-tumbuhan dan
golongan hewan lainya.
Bahan organik diurai menjadi senyawa anorganik oleh dekomposer akan
menghasilkan atau suplai unsur hara, cacing tanah memegang peranan penting
ini. Cacing tanah selain berperan dalam penyediaan unsur hara tanah juga
berperan dalam proses aerasi dan drainase dari tanah, hal ini penting dalam
perkembangan tanah. Faktor lingkungan mempengaruhi populasi suatu
organisme. Reptil, ampibi, ikan, serangga dan seluruh invertebrat lain
mempunyai sedikit atau tidak mempunyai pusat pengatur suhu tubuh. Dasar
dari proses kimia dalam metabolisme organisme tersebut, karenanya
pertumbuhan dan aktivitasnya dipengaruhi oleh temperature lingkungan secara
langsung (Suin, 1997).
Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di
permukaan tanah maupun yang hidup di dalam tanah. Tanah itu sendiri adalah
suatu bentangan alam yang tersusun dari bahan-bahan mineral yang merupakan
hasil proses pelapukan batu-batuan dan bahan organik yang terdiri dari
organisme tanah dan hasil pelapukan sisa tumbuhan dan hewan lainnya. Jelaslah

bahwa hewan tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah. Dengan demikian,
kehidupan hewan tanah sangat di tentukan oleh faktor fisika-kimia tanah, karena
itu dalam mempelajari ekologi hewan tanah faktor fisika-kimia tanah selalu
diukur.
Hewan tanah diklasifikasikan menurut ukuran tubuhnya, yaitu dibagi
dalam dua golongan besar hewan makro tanah dan mikro tanah. Hewan makro
tanah yang penting adalah preparat dan pemakan serangga; Mirriapoda (kaki
seribu); Bubuk (Trachelipus); Tungau (Oribata sp.); siput darat; Sentipoda
(kaki seratus); laba-laba dan cacing tanah. Dari semua hewan tersebut cacing
tanah merupakan hewan makro tanah yang penting. Jenis umum cacing tanah
yang ditemukan adalah jenis-jenis Lumbricus terrestris yang berwarna
kemerahan dan jenis Allobophora ciliginosa yang berwarna merah muda pucat
(Suin, 1997).
B. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum kali ini adalah mengetahui kerapatan populasi cacing
tanah.

II.TINJAUAN PUSTAKA
Suin (1997) menyatakan bahwa dalam studi ekologi hewan tanah,
pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan karena besarnya
pengaruh faktor abiotik itu terhadap keberadaan dan kepadatan populasi kelompok
hewan ini. Dengan dilakukannya pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka
akan dapat diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan
kepadatan populasi hewan yang di teliti. Pada studi tentang cacing tanah,
misalnya pengukuran pH tanah dapat memberikan gambaran penyebaran suatu
jenis cacing tanah. Cacing tanah yang tidak toleran terhadap asam, misalnya, tidak
akan ditemui atau sangat rendah kepadatan populasinya pada tanah yang asam.
Pengukuran faktor fisika-kimia tanah dapat di lakukan langsung di lapangan
dan ada pula yang hanya dapat diukur di laboratorium. Pengukuran faktor fisikakimia tanah di laboratorium maka di lakukan pengambilan contoh tanah dan
dibawa ke laboratorium. Hewan tanah dapat pula di kelompokkan atas dasar
ukuran tubuhnya, kehadirannya di tanah, habitat yang dipilihnya, dan kegiatan
makannya. Berdasarkan ukuran tubuhnya hewan-hewan tersebut dikelompokkan
atas mikrofauna, mesofauna, dan makrofauna. Ukuran mikrofauna berkisar antara
20 mikron sampai dengan 200 mikron, mesofauna antara 200 mikron sampai
dengan 1 cm, dan makrofauna > 1 cm ukurannya (Suin, 1997).
Cacing tanah merupakan kelompok fauna tanah yang mempunyai peranan
penting dalam memperbaiki produktivitas tanah melalui perbaikan sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah (Lee, 1985 dalam Kosman, 2010). Adanya lubang-lubang
cacing tanah dapat meningkatkan laju infiltrasi dan perkolasi air dan menjadi
tempat menembus akar tanaman, sehingga dapat meningkatkan jelajah akar
tanaman dan mengurangi aliran permukaan dan erosi. Cacing tanah geofagus
dengan kemampuan mencerna tanah dan melepaskan kembali dalam bentuk
kascing memiliki stabilitas agregat tinggi, selain dapat mengembalikan kandungan
liat dari lapisan bawah ke lapisan atas juga dapat menahan kehilangan hara oleh
pencucian. Kascing merupakan makroagregat yang stabil dan dapat bertahan lebih
dari satu tahun (Blanchart et al., 1991 dalam Kosman, 2010).

Menurut Parmelee et al. (1990) dalam Anwar (2009) cacing tanah juga
berperan dalam menurunkan rasio C/N bahan organik, dan mengubah nitrogen
tidak tersedia menjadi nitrogen tersedia setelah dikeluarkan berupa kotoran
(kascing). Terdapat interaksi antara pemberian bahan organik dan cacing tanah
terhadap status hara tanah terutama N dan K, dan pemberian inokulan cacing
tanah juga berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan P tersedia pada tanah
Ultisols (Anwar, 2009). Selain itu cacing tanah

meningkatkan dengan nyata

kelimpahan total bakteri dan Rhyzopus pada tanah steril (Anwar, 2009).
Menurut Waiver dan Demeats (1980) bahwa metode kuadran adalah metode
analisa yang menggunakan daerah persegi panjang sebagai sampel uniknya.
Kerapatan, ditentukan berdasarkan jumlah individu suatu populasi jenis hewan di
dalam area kuadran. Kesulitan pada beberapa keadaan, untuk menentukan batasan
individu hewan, kerapatan dapat ditentukan dengan cara pengelompokan
berdasarkan kriteria tertentu (kelas kerapatan). Frekuensi ditentukan berdasarkan
kerapatan dari jenis hewan dijumpai dalam sejumlah area cuplikan (n),
dibandingkan dengan seluruh atau seluruh cuplikan yang dibuat (N), biasanya
dalam %. Nilai penting harga ini didapatka berdasarkan penjumlahan dari relative
dari sejumlah variable yang telah diukur. Harga relatif ini dapat dicari dengan
perbandingan antar harga suatu variable yang didapat dari suatu jenis terhadap
nilai total dari variable untuk seluruh jenis yang didapat, dikalikan 100%.

III.

DESKRIPSI LOKASI

Lokasi yang digunakan bertempat ditaman belakang fakultas biologi


tepatnya di sebelah kiri green house. Kondisi vegetasi ditempat ini cukup banyak
ditumbuhi jenis-jenis tumbuhannya mulai dari semak, perdu, dan pohon. Banyak
rerumputan yang tumbuh di tempat tersebut yang mengindikasikan tempat ini
cukup banyak mengandung air tanah yang mendukung kehidupan organisme tanah
maupun hewan. Jenis tanah yang ada adalah tanah liat berpasir yang terakumulasi
menjadi molekul tanah yang bercampur air yang cukup banyak menyimpan kadar
air.
Kadar kelembaban di tempat ini cukup tinggi karena banyak ditumbuhi
pohon-pohon yang cukup besar seperti pohon jati, pohon matoa, dan tumbuhan
berkayu lainnya. Pohon tersebut dapat menaungi kondisi tanah dari paparan
cahaya matahari langsung sehingga menyebabakan kondisi tanah disekitarnya
cukup lembab. Nilai kelembaban 79%, suhu udara 24 oC, pH tanah ulangan 1
adalah 6 dan yang kedua yaitu 5,7.

Gambar. Lokasi perkebunan belakang Fakultas Biologi Unsoed

IV.

MATERI DAN METODE

A. Materi
Alat yang digunakan untuk praktikum kali ini adalah silinder sampling
dengan diameter 4 cm dari bahan plastik (pralon), cawan petri, kertas, kertas
pH, dan kantong plastik, penggaris/meteran, tester soil, hygrometer, barometer,
altimeter.
Bahan yang digunakan untuk praktikum kali ini adalah sampel tanah dari
lokasi di belakang fakultas biologi.
B. Metode
1. Dalam praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap kerapatan populasi
dari hewan tanah dan pengukuran terhadap faktor lingkungan : suhu udara
dan pH tanah.
2. Letakkan kuadrat (30 x 30 cm) pada cuplikan/kuadran sebelum menggali
tanah, buatlah taksiran kasar mengenai vegetasi penutupnya. Dari masingmasing cuplikan/kuadran diambil masing-masing 3 kali ulangan.
3. Pengambilan sampel dengan cara menusukkan silinder sampling ke dalam
tanah sedalam 20 cm dari permukaan tanah. Hewan tanah yang terdapat
dalam silinder sampling dikumpulkan dalam kantung plastik lalu dihitung
jumlahnya.
4. Kumpulkan juga hewan-hewan lainnya yang dijumpai dalam cuplikan
Anda dan hitung kepadatannya.
5. Pengukuran pH tanah, Pengukuran pH tanah dilakukan dengan cara
melarutkan tanah yang diambil dengan silinder sampling dalam aquades
pada cawan petri, kemudian diatur menggunakan kertas pH dan juga
dengan menggunakan alat soiltester.
6. Pengukuran temperatur udara, Pengukuran temperatur udara dilakukan
dengan menggunakan thermometer celcius. Pengukuran dilakukan 2 kali
yaitu sebelum dan sesudah praktikum. Pengukuran dilakukan dengan cara

meletakkan (menggantung thermometer selama 5 menit agar stabil,


kemudian dibaca angka yang ditunjukkan dalam thermometer tersebut).

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 1.1 Menaksir Kerapatan Populasi Hewan Dengan Metoda Cuplikan
Kuadrat
Kuadran
Cuplikan
Jumlah cacing
Jenis lain (jumlah
individu)

II

III

Ulangan 1

Ulangan 2

Ordo diplura (2)

Ulangan 3

Cocopet (1)

Ulangan 1

Ulangan 2

Ordo diplura (2)

Ulangan 3

Lena (1)

Ulangan 1

Ulangan 2

Ulangan 3

Tabel 1.2 faktor lingkungan


Parameter

Temperature

Kelembaban

pH

Nilai skala

24oC

79%

Ulangan 1 = 6
Ulangan 2 = 5,7

B. Pembahasan
Fauna tanah merupakan salah satu komponen biologi tanah yang
memainkan peran penting dalam proses penggemburan tanah. Peran aktif
mesofauna dan makrofauna tanah dalam menguraikan bahan organik dapat
mempertahankan dan mengembalikan produktivitas tanah dengan didukung
faktor lingkungan disekitarnya (Thamrin, 1992). Brussaard (1998) menjelaskan
bahwa keberadaan dan aktivitas mesofauna dan makrofauna tanah dapat
meningkatkan aerasi, infiltrasi air, agregasi tanah, serta mendistribusikan bahan
organik tanah sehingga diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan
keanekaragaman

mesofauna

dan

makrofauna

tanah.

Keanekaragaman

mesofauna dan makrofauna tanah berkaitan erat dengan bahan organik tanaman
yang ditambahkan pada tanah.
Suin (1997) mengatakan bahwa bahan organik tanaman sangat
menentukan kepadatan fauna tanah. Apabila bahan asalnya merupakan
campuran dari berbagai macam bahan tanaman, maka proses penguraiannya
relatif lebih cepat daripada bahan-bahan yang berasal dari tanaman-tanaman
sejenis, sehingga semakin beragam bahan organik yang diberikan semakin
cepat perurainnya. Gattiboni et al. (2009) menyatakan bahwa berkurangnya
ketersediaan

bahan

organik

dalam

proses

pengomposan

mengurangi

keanekaragaman fauna tanah. Menurut Sugianto (1994) dalam Partaya (2002)


bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis yang
tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan yang
sama atau hampir sama. Salah satu faktor yang mempengaruhi keragaman dan
kepadatan populasi fauna tanah adalah jenis vegetasi penutup lahan. Fauna
tanah memiliki preferensi terhadap jenis serasah yang dikonsumsinya
(Sugiyarto, 2002), tergantung dari ketersediaannya (Suin, 1997), serta
komposisi serasah tersebut (Wallwork, 1976).
Jenis-jenis cacing tanah asli biasanya hidup pada tanah bertekstur halus,
umumnya liat, liat berdebu atau lempung berdebu, dan jarang ditemukan pada
tanah berpasir. Umumnya cacing hidup pada pH 4,56,6, tetapi dengan bahan

organik tanah yang tinggi mampu berkembang pada pH 3 (Fender dan Fender,
1990 dalam G. Subowo, 2011). Cacing tanah membutuhkan kelembapan yang
cukup, dan tidak mampu hidup pada kondisi kering atau daerah padang pasir
(Schwert 1990). Air diperlukan untuk ekskresi, pembasahan kulit untuk
respirasi, dan melicinkan tubuh untuk bergerak dalam liang.
Menurut penelitian Fitrahtunnisa dan Ilhamdi (2013), Fauna tanah yang
ditemukan pada perlakuan sampah pertanian yaitu dari ordo Collembola,
Acarina, Hymenoptera, Diptera, Coleoptera, Orthoptera, Araneae, Spirobolida,
Polyxenida, Scolopendromorpha, Hemyptera, Odonata, dan Oligochaeta.
Lingkungan sampah organik dalam penelitiannya jumlah spesies total yang
ditemukan pada seluruh perlakuan yaitu 82 spesies, akan tetapi fauna tanah
yang predominan (di permukaan maupun dalam sampah) hanya 12 spesies.
Adapun fauna tanah (permukaan dan dalam sampah) yang predominan adalah
Hypogastrura armata Nic, Lepidocyrtus pictus L, Entomobrya cingula Nic,
Isotomurus tricolor Pack, Lasius fuliginosus, Polyharchis hauxwelli, Phydole
sythiesi, Clohmannia gigatea Slnck, Carohodes marginatus Mchl, Suctobelba
obtusa Jcb, Tetranychus canadensis McGrg dan Narceus americanus Bvs.
Naughton (1990) menyatakan bahwa apabila jumlah spesies dalam suatu
sampel meningkat, dukungan yang seimbang dari spesies yang lebih melimpah
umumnya menurun. Menurut Harun (2003), fauna yang kehadirannya
sementara

(Araneae,

Diptera,

Orthoptera,

Polyxenida,

Spirobolida,

Scolopendromorpha dan Hymenoptera) akan menurunkan pola asosiasi,


dengan demikian indeks keanekaragamannya pun semakin rendah.
Metode kuadrat, bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat
atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi
sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk
analisis yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap
variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi (Surasana, 1990).
Pengambilan data percobaan dilakukan pada satu lokasi yang ditetapkan secara
purposive yaitu perkebunan belakang fakultas biologi. Lokasi pengambilan
sampel dibuat tiga petak cuplikan kuadrat, masing-masing berukuran 30 x 30
cm yang diletakkan secara acak (Narbuko et al., 2005; Heryanto et al., 2006).

Praktikum kali ini pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil cuplikan


3 kali ulangan dalam 1 kuadran.
Kerapatan populasi ialah ukuran besar populasi yang berhubungan dengan
satuan ruang, yang umumnya diteliti dan dinyatakan sabagai cacah individu
atau biomassa per satuan luas per satuan isi. Kerapatan populasi dapat dihitung
dengan dua cara, yaitu secara absolut dan secara relatif. Pada kerapatan relatif
jumlah individu

tidak

dapat

dinyatakan

secara

pasti melainkan

dibandingkan dengan jenis lain atau frekuensinya per satuan waktu. Cara
mengukur kerapatan absolut ada dua, yaitu mengitung seluruh individu dan
metode sampling (Widyaleksono, dkk., 2012). Kerapatan populasi ialah ukuran
besar populasi yang berhubungan dengan satuan ruang, yang umumnya diteliti
dan dinyatakan sabagai cacah individu atau biomassa per satuan luas per satuan
isi. Kadang kala penting untuk membedakan kerapatan kasar dari kerapatan
ekologik (kerapatan spesifik). Kerapatan kasar adalah cacah atau biomassa
persatuan ruang total, sedangkan kerapatan ekologik adalah cacah individu
biomassa persatuan ruang habitat (Hadisubroto, 1989).
Kelimpahan dan keragaman biota hutan pada umumnya positif terkait
dengan kesuburan tanah dan kapasitas produktif ekosistem, melalui regulasi
dekomposisi serasah, dinamika bahan organik dan air dan siklus hara
(Brussaard, 1998; Senapati et al. 1999). Distribusi bahan organik, air, gas dan
organisme tanah lainnya yang disukai hewan tanah seperti cacing tanah, rayap
dan semut, dengan membangun galeri dan struktur tanah (Lavelle et al., 1998).
Faktor lingkungan sangat mempengaruhi

keberadaan dan kepadatan

hewan tanah. Pengukuran pH tanah sangat penting dalam ekologi hewan


karena hewan tanah ada yang memilih hidup pada tanah yang pHnya asam dan
ada pula yang senang pada pH basa. Collembola yang memilih hidup pada
tanah yang asam disebut Collembola asidofil seperti yang kita temukan.
Sedangkan Collembola yang memilih hidup di tanah basa disebut Collembola
kalsinofil dan yang dapat hidup di tanah asam dan basa disebut Collembola
indiferen. Suhu juga mempunyai pemgaruh yang sangat besar terhadap hewan
tanah karena suhu berperan dalam laju reaksi kimia di tubuh dan berpengaruh
terhadap aktivitas metabolisme (Suin, 1997).

Praktikum kali ini pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil


cuplikan 3 kali ulangan dalam 1 kuadran. Hasil pengamatan menunjukan
terdapat 1 individu cacing tanah pada cuplikan 1 pengambilan pertama. Hal ini
dikarenakan bahwa dimungkinkan dalam pengambilan sampel kurang dalam.
Kondisi tanah yang diambilpun cukup keras dan tidak banyak terdapat seresah
sehingga tidak dapat ditemukan cacing tanah dekat dengan permukaan tanah
yang diambil. Seresah atau sampah-samaph organik merupakan sumber nutrisi
bagi cacing. Suin (1997) mengatakan bahwa bahan organik tanaman sangat
menentukan kepadatan fauna tanah. Suhu juga mempunyai pemgaruh yang
sangat besar terhadap hewan tanah karena suhu berperan dalam laju reaksi
kimia di tubuh dan berpengaruh terhadap aktivitas metabolisme (Suin, 1997).
Umumnya cacing hidup pada pH 4,56,6, tetapi dengan bahan organik tanah
yang tinggi mampu berkembang pada pH 3 (Fender dan Fender, 1990 dalam G.
Subowo, 2011).
Data pengamatan juga menunjukan hanya ditemukan dan didapatkan
sedikit hewan tanah yang lain sperti satu individu lena, satu individu lena dan 4
individu ordo diplura. Hal ini berkaitan juga kondisi permukaan tanah yang
sedikit terdapat seresah atau sampah organik. Gattiboni et al. (2009)
menyatakan bahwa berkurangnya ketersediaan bahan organik sebagai sumber
nutrisi, mengurangi keanekaragaman fauna tanah. Suin (1997) mengatakan
bahwa bahan organik tanaman sangat menentukan kepadatan fauna tanah.
Fauna tanah memiliki preferensi terhadap jenis serasah yang dikonsumsinya
(Sugiyarto, 2002), tergantung dari ketersediaannya (Suin, 1997), serta
komposisi serasah tersebut (Wallwork, 1976).

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan praktikum ini dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Faktor yang mempengaruhi keberadaan hewan tanah seperti cacing
adalah vegetasi dan bahan sumber nutrisi di permukaan dan dalam
tanah.
2. Faktor lingkungan lainnya kelembaban, suhu dan pH = 4-6.
B. Saran
Pengambilan sampel dengan menancapkan silinder yang lebih dalam
saat pengambilan, akan mendapat banyak kemungkinan organisme hewan
tanah yang ingin diidentifikasi.

DAFTAR REFERENSI
Anwar, E. K. 2011. Efektivitas Cacing Tanah Pheretima hupiensis, Edrellus sp.
danLumbricus sp. dalam Proses Dekomposisi Bahan Organik. J. Tanah
Trop., Vol. 14, No. 2,
Blanchart, E., Fragoso, C., G.G. Brown, J.C. Patron, P. Lavelle, B. Pashanasi,
B.Hadisubroto, T. 1989. Ekologi Dasar.DeptDikBud : Jakarta.
Brussaard, L, 1998. Soil fauna, guilds, functional groups, and ecosystem
processes. Appl. Soil Ecol. 9: 123-136.
Fitrahtunnisa & dan M. L. Ilhamdi. 2013. Perbandingan Keanekaragaman dan
Predominansi Fauna Tanah dalam Proses Pengomposan Sampah Organik.
Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 2, hlm. 413-421
G, Subowo. 2011. Peran Cacing Tanah Kelompok Endogaesis dalam
Meningkatkan Efisiensi Pengolahan Tanah Lahan Kering. Jurnal Litbang
Pertanian, 30(4), 2011.
Gattiboni, L.C, Coimbra, J.L.M, Denardin, R.B.N, and Wildner, L.P., 2011.
Microbial Biomass and Soil Fauna During Decomposition of Cover Crops
in No Tillage System. R. Brass. Ci Solo. 35. 1151-1157.
Hadisubroto, T., 1989, Azas-azas dan Konsep mengenai Organisasi pada Tingkat
Populasi, Universitas Negeri Padang, Padang.
Harun, 2003. Pola Asosiasi Fauna Tanah dalam Proses Pengomposan Berbagai
Jenis Sampah Organik. Skripsi. Universitas mataram, Mataram.
Heddy, Suwasono dkk. 1989. Pengantar Ekologi. Rajawali Pers, Jakarta.
Heryanto R, Marsetiowati, , F Yulianda. 2006. Metode survei dan pemantauan
populasi satwa Siput dan Kerang. Cibinong: Bidang Zoologi Pusat
Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Kosman, E. dan Subowo G. 2010. Peranan Cacing Tanah dalam Meningkatkan
Kesuburan dan Aktivitas Hayati Tanah. Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 4
No. 2ISSN 1907-0799.
Narbuko C, A Achmadi. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Naughton Mc. and L. Wolf, 1990. Ekologi Umum. Terjemahan Pringgoseputro S.,
Srigandono. B, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta
Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Parmelee, R.W., M.H. Beare, W. Cheng, P.F. Hendrix, S.J.Rider, D.A. Crossley Jr.,
and D.C. Coleman. 1990.Earthworm and Enchytraeids in conventional and
notillage agroecosystems: A biocide approach to assestheir role in organic
matter breakdown. Biol. Fertil.Soils 10: 1-10.
Partaya, 2002. Komunitas fauna tanah dan analisis bahan organik di TPA kota
Semarang. Seminar Nasional: Pengembangan Biologi Menjawab
Tantangan Kemajuan IPTEK, 29 April 2002. Universitas Negeri Semarang,
Semarang.
Ramn, D.J., C.F. Gonzlez, A.T. Fernndez, E.S. Casto, R.F. Cerrato, I.O. Fletes
and J.O. 2012. Mendoza. Soil macro and mesofauna in alley cropping
systems from two regions of central Mexico. Scientific Research and Essays
Vol. 7(41), pp. 3502 -3514.
Sugiyarto, Wijaya, D., dan Suci, Y.R, 2002. Biodiversitas hewan permukaan
tanah pada berbagai tegakan hutan di sekitar gua Jepang, BKPH Nglerak,
Lawu Utara, Kab. Karang Anyar. Jurnal Biodiversitas, 3 (1). 196-200.
Suin, M. Nurdin., 1997. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta.
Surasana, S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. FMIPA Biologi ITB. Bandung.
Thamrin, M.dan Hanafi, H, 1992. Peranan mulsa sisa tanaman terhadap
konservasi lengas tanah pada system budidaya tanaman semusim di lahan
kering. Prosiding Seminar Hasil Peneliatian. P3HTA: 5-12.
Wallwork JA, 2002. The distribution and diversity of soil fauna. Academic Press,
London.
Widyaleksono C.P, Trisnadi. 2012. Petunjuk Praktikum Ekologi Umum. Airlangga
University Press, Surabaya.

You might also like