You are on page 1of 8

REFLEKS PATOLOGIS

Pemeriksaan refleks memiliki nilai yang penting, karena dibandingkan dengan pemeriksaan
lain pemeriksaan ini tidak terlalu bergantung pada kooperasi pasien. Oleh sebab itu,
pemeriksaan ini dianggap lebih obyektif dari pemeriksaan lain.
Refleks patologis disebut demikian karena respon ini tidak dijumpai pada individu normal.
Refleks patologis pada ekstremitas bawah lebih konstan, lebih mudah dibangkitkan, lebih
dipercaya, dan lebih relevan dengan klinis dibandingkan dengan refleks patologis pada
ekstremitas atas. Refleks patologis yang terpenting adalah tanda Babinski dan Babinski grup
antara lain Chaddock, Gordon, Schaeffer, Oppenheim, dan Gorda. Pada individu normal,
stimulasi pada kulit plantar akan menghasilkan respon plantar fleksi jari-jari kaki. Lesi pada
jaras kortikospinal akan mengakibatkan respon ini berubah menjadi dorsofleksi jari-jari kaki
terutama ibu jari disertai dengan mekarnya jari-jari lainnya.
Refleks Babinski dibangkitkan dengan menggores sisi lateral telapak kaki dengan alat tumpul
(tidak menimbulkan nyeri) dari mulai tumit hingga ibu jari. Tanda Chaddock dilakukan
dengan menggores malleolus lateral. Tanda Gorda dilakukan dengan melakukan fleksi dan
kemudian secara mendadak melepaskan jari kaki keempat. Tanda Gordon dilakukan dengan
mencubit otot betis. Tanda Oppenheim dilakukan dengan melakukan penekanan pada sisi
medial tibia. Tanda Schaeffer dilakukan dengan mencubit tendon Achilles.
Pada ekstremitas atas, refleks patologis akibat lesi upper motor neuron jaras kortikospinal
dapat dinilai dengan pemeriksaan refleks Hoffman-Tromner. Jari di dorsofleksikan pada sendi
metakarpofalangeal dan falang distal dijentikkan ke arah bawah (Hoffman) dan atas
(Tromner) di antara jari telunjuk dan ibu jari pemeriksa.
Pemeriksaan Refleks Hoffman-Tromner

Pemeriksaan Refleks Hoffman

Pemeriksaan Refleks Tromner

Pemeriksaan Refleks Babinski dan Babinski Grup

Pemeriksaan Refleks Babinski

Pemeriksaan Refleks Chaddock

Pemeriksaan Refleks Oppenheim

PEMERIKSAANKESIMBANGAN DAN KOORDINASI


Keseimbangan
Station adalah gaya pasien berdiri, sedangkan gait adalah gaya berjalan pasien. Berdiri dan
berjalan adalah proses aktif yang bergantung pada beberapa faktor dan respon terhadap
refleks. Berdiri merupakan hasil dari refleks postural yang dimediasi batang otak dan
dipengaruhi oleh tonus leher dan refleks labirin. Sensasi proprioseptif juga harus intak. Gait
dan station dapat dipengaruhi oleh gangguan proprioseptif, gangguan kekuatan otot atau
tonus, gangguan fungsi vestibular, dan disfungsi ganglia basal, serebelum, dan jaras yang
menghubungkan. Station dapat diperiksa dengan tes Romberg, sedangkan gait dapat diperiksa
dengan pemeriksaan tandem gait.
Cara Pemeriksaan Tes Romberg
Pasien diminta untuk berdiri sambil menyatukan tumit kaki dan kedua lengan direntangkan
kedepan, kemudian menjaga keseimbangannya.
Jika terdapat gangguan proprioseptif, pasien dapat berdiri dengan mata terbuka untuk
mempertahankan keseimbangan, namun bergoyang atau terjatuh jika mata ditutup (Romberg
positif). Dengan menutup mata, maka input visual dihilangkan sehingga pasien harus
bergantung dari proprioseptif untuk menjaga keseimbangan. Jika terdapat gangguan
serebelum, maka ia tidak dapat mempertahankan keseimbangan walaupun matanya terbuka.
Koordinasi
Fungsi utama serebelum adalah melakukan koordinasi pergerakan. Tanpa fungsi yang baik
akan terjadi pergerakan yang tidak terkoordinasi, kasar, clumsy, dan tremor, serta pergerakan
tepat menjadi sulit dilakukan. Serebelum mengatur gerakan halus sistem motorik. Meski
tidak berperan utama dalam menghasilkan kekuatan otot, namun kerjanya diperlukan untuk
kontrol dan pengaturan kontraksi otot. Untuk melakukan pergerakan terutama yang
kompleks, dibutuhkan kontraksi otot agonis, antagonis, sinergistik, dan fiksasi otot yang
harus terkoordinasi dengan baik. Manifestasi utama lesi serebelum adalah ataksia, di mana
terjadi abnormalitas kontrol motorik dengan terlihatnya tremor, inkoordinasi, dan gangguan
rapid alternating movements.

Cara Pemeriksaan
Finger to nose
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan berbaring, duduk, atau berdiri. Pasien
mengekstensikan lengan untuk menyentuh ujung jari pemeriksa, kemudian menyentuhkan
ujung jari telunjuk ke ujung hidung. Pemeriksa dapat memindahkan ujung jarinya ke
beberapa tempat dan pasien diminta untuk mengikutinya dengan tetap menyentuh ujung jari
pemeriksa yang bergerak. Sebelurn melakukan pemeriksaan, hendaknya mencontohkan
pemeriksaan supaya pasien dapat mengerti pemeriksaan yang akan dilakukan.
Pada pasien dengan lesi serebelum dapat terlihat tremor intensi yaitu tremor yang terjadi
sewaktu pasien akan menyentuh ujung jari pemeriksa atau ujung hidung. Dapat pula terlihat
dismetria yaitu pasien tidak dapat memperkirakan posisi sehingga dapat menghentikan
gerakan sebelurn sampai ke ujung jari pemeriksa atau ujung hidung, atau melakukan gerakan
perlahan dan tidak seimbang, atau kelebihan (overshooting) mencapat sasaran.
Heel to knee
Pasien berbaring, kemudian diminta untuk meletakkan tumit satu kaki ke lutut kaki
berlawanan, kemudian meluncurkannya sepanjang tungkai bawah ke arah ibu jari kaki, lalu
kembali mengangkatnya ke lutut.
Pasien dengan lesi serebelum biasanya mengangkat kaki terlalu tinggi, memfleksikan lutut
terlalu banyak, dan meletakkan tumit di bawah lutut. Terjadi gerakan menyentak dan tidak
seimbang. Pasien dapat mengalami kesulitan menentukan lokasi lutut dengan tumit, sulit
mempertahankan tumit pada tungkai bawah, dan dapat terselip saat meluncurkan tumit ke
arah ibu jari kaki.
Disdiadokokinesis
Pasien diminta untuk secara bergantian melakukan pronasi dan supinasi kedua tangan. Kedua
tangan diletakkan di atas paha, tangan kanan menghadap ke atas dan tangan kiri menghadap
ke bawah. Kemudian secara bersamaan mengganti posisi tangan kanan menghadap ke bawah
dan tangan kiri menghadap ke atas. Dan seterusnya. Pergerakan dilakukan secara cepat.
Pada pasien ataksia, pergerakan biasanya berlangsung lambat, iregular, dan tidak berirama.
Terkadang terjadi penghentian gerakan selama transisi gerakan berlawanan.

Rebound Phenomenon
Pasien melakukan aduksi bahu dan fleksi siku, dengan lengan bawah supinasi dan tangan
mengepal kuat. Kemudian pemeriksa menarik pergelangan tangan untuk mengekstensikan
siku, dan pasien melawan gerakan tersebut. Pemeriksa dengan tiba-tiba melepaskan
genggaman pada pergelangan tangan.
Normalnya, kontraksi otot-otot fleksi siku langsung berkurang dan dengan cepat diikuti
kontraksi otot-otot ekstensi siku untuk menahan pergerakan otot-otot fleksi, sehingga
mencegah pasien memukul dirinya sendiri. Namun, pada lesi serebelum sebaliknya. Otot-otot
fleksor terus berkontraksi, sedangkan otot-otot ekstensor tidak dapat terbangkitkan, sehingga
genggaman pasien akan memukul dirinya sendiri. Untuk mencegah hal tersebut, lengan bebas
pemeriksa ditempatkan di antara genggaman pasien dan wajahnya.
Menilai pergerakan dengan melihat kontraksi otot antagonis setelah tahanan kuat pada otot
agonis. Setelah pemberian tahanan, seharusnya otot agonis segera melakukan relaksasi dan
otot antagonis berkontraksi.

TANDA RANGSANG MENINGEAL


Tanda rangsang meningeal diperiksa untuk melihat apakah terdapat iritasi di selaput
meningen. Iritasi meningeal bervariasi dan bergantung kepada derajat keparahan proses
penyakit yang berhubungan. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal dilakukan dengan cara
memeriksa kaku kuduk, Brudzinski I, Laseque, Kernig, dan Brudzinski II.
1. Kuduk Kuduk
Kaku kuduk merupakan pemeriksaan yang dikenal luas dan seringkali menunjukkan
tanda dari iritasi meningeal. Ditandai dengan kekakuan otot leher pada saat fleksi disertai
nyeri jika digerakkan dan terdapat resistensi pada pergerakan pasif. Derajat kekakuan
bervariasi. Kekakuan terutama mempengaruhi otot ekstensor, dan biasanya merupakan
penemuan awal dari iritasi meningeal (bedakan dengan kekakuan lokal otot leher, kaku ke
segala arah), sedangkan kaku kuduk mengalami kesulitan meletakkan dagu pada dada,
namun hiperekstensi dapat dilakukan dengan mudah, demikian pula rotasi dan pergerakan
lateral.

Pemeriksaan Kaku Kuduk


2. Brudzinski I
Penilaian Brudzinski I dilakukan bersamaan dengan kaku kuduk yakni dengan
memfleksikan leher pasien dengan satu tangan menahan dada. Bila terjadi iritasi maka
akan terjadi fleksi sendi panggul dan lutut bilateral.

Pemeriksaan Brudzinski I
3. Laseque
Tanda Lasegue dilakukan dengan melakukan fleksi sendi panggul, terdapat iritasi bila <
70.

Pemeriksaan Laseque
4. Kernig
Tanda Kernig dilakukan melalui fleksi sendi panggul dan dilanjutkan dengan ekstensi
sendi lutut. Jika ekstensi sendi lutut < 135 maka terdapat iritasi. Baik Kernig maupun
Lasegue akan positif pada meningitis karena terjadi infiamasi difus pada radiks dan
meninges, dan juga positif pada radikulopati lumbosakral akut karena infiamasi fokal di
radiks. Pada radikulopati biasanya unilateral, namun pada meningitis ditemukan bilateral.

Pemeriksaan Kernig
5. Brudzinski II
Penilaian Brudzinski II dilakukan bersamaan dengan Kernig, bila dilakukan tanda Kernig
maka akan terdapat fleksi sendi panggul dan lutut pada sisi kontralateral.

You might also like