You are on page 1of 9

Bab 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mekanika tanah (Soil Mechanics) adalah cabang dari ilmu
pengetahuan yang mempelajari sifat fisik dari tanah dan kelakuan massa tanah
tersebut bila menerima bermacam-macam gaya. Dalam pengertian teknik secara
umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama
lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpatikel padat)
disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara
partikel-partikel padat tersebut.
Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam
pekerjaan teknik, di samping itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi
dan bangunan. Jadi seorang ahli teknik harus juga mempelajari sifat-sifat dasar
dari tanah, seperti asal usulnya, penyebaran ukuran butiran, kemampuan
mengalirkan air, sifat pemampatan bila dibebani (compressibility), kuat geser,
kapasitas daya dukung terhadap beban dan lain-lain.
Dalam praktikum kali ini membahas tantang batas plastis. Batas
plastis adalah kadar air terendah dimana tanah mulai bersifat plastis. Dalam hal ini
sifat plastis ditentukan berdasarkan kondisi dimana tanah yang digiling-giling
dengan telapak tangan di atas permukaan kaca mulai terdapat retak-retak setelah
mencapai diameter 1/8 inci.
Praktikum penentuan batas plastis diharapkan agar praktikan lebih
mengetahui dan mengerti kondisi tanah yang berada pada lapangan. Sehingga
praktikan dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuannya di lapangan maupun di
dalam laboratorium.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui batas plastis suatu contoh tanah

Untuk mendapatkan PL (Plastic Limit)

Bab 2
DASAR TEORI
Tanah terbagi dari dua bagian, yaitu bagian padat dan bagian
rongga. Bagian padat terdiri dari partikel partikel padat, sedangkan bagian
berongga terisi air atau udara setengahnya bila tanah tersebut jenuh atau kering.
Apabila gumpalan tanah tidak sepenuhnya dalam keadaan basah atau jenuh, maka
rongga tanah akan terisi oleh air dan udara.
Tanah tidak seperti besi atau baja dan beton yang tidak banyak
ragam sifat sifat fisiknya. Keragaman ini menentuakn sifat tanah dengan

berbagai persoalan sesuai dengan kondisi tertentu yang dikehendaki dalam


pelaksanaan.
Tanah berbutir kasar (coarse grained soil) adalah tanah dengan
ukuran butir 0,075 mm atau tanah yang tertahan pada saringan no. 200. Tanah
berbutir halus (fine grained soil) adalah tanah dengan ukuran butir < 0,075 mm
atau tanah yang lolos ayakan no. 200.
Sifat sifat penting tanah untuk sebuah proyek tergantung pada
jenis atau fungsi proyek. Sesuai dengan sifat sifatnya penting diketahui tipe
proyek yang dilaksanakan. Adapun sifat sifatnya antara lain:

Konsolidasi (Consolidation)
Pada konsolidasi dihitung dari perubahan isi pori tanah akibat beban.
Sifat ini dipergunakan untuk menghitung penurunan bangunan.

Tegangan geser (Shear Strength)


Untuk menentukan kemampuan tanahn menahan tekanan tekanan tanpa
mengalami keruntuhan.
Sifat ini dibutuhkan dalam perhitungan stabilitas pondasi atau dasar yang
dibebani, stabilitas tanah isian atau timbunan di belakang bangunan
penahan tanah dan stabilitas timbunan tanah.

Permeabilitas (Permeability)
Sifat ini untuk mengukur atau menentukan kemampuan tanah dilewati air
melalui pori porinya.
Sifat ini penting dalam konstruksi bendung tanah urugan dan persoalan
drainase.

Sifat sifat fisik lainnya adalah batas batas Atterberg (Atterberg


limit), kadar air, kadar pori, kepadatan relatif, pembagian butir, kepekaan, dan
sebagainya.
Konsistensi Tanah
Apabila tanah berbutir halus atau lulus ayakan nomor 40
mengandung mineral lempung, maka tanah tersebut dapat diremas-remas
(remolded) tanpa menimbulkan retakan. Sifat kohesif ini disebabkan karena
adanya air yang terserap (adsorbed water) di sekeliling permukaan dari partikel
lempung. Pada awal tahun 1900, seorang ilmuan dari Swedia bernama Attenberg
mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir
halus pada kadar air yang bervariasi. Bilamana kadar airnya sangat tinggi,
campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena
itu, atas dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat dipisahkan ke dalam empat
keadaan dasar yaitu, padat, semi padat, plastis, dan cair.

Basah

Makin kering

Kering
Keadaan Cair

Keadaan plastis

Keadaan Semi

Keadaan Beku

(Liquit)

(Plastic)

Plastis

(Solid)

(Semi Plastis)

Batas Cair
(Liquit Limit)

Batas Plastis

Batas Susut

(Plastic Limit)

(Shingkage Limit)

Kadar air, dinyatakan dalam persen, di mana terjadi transisi dari


keadaan padat ke keadaan semi-padat didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage
limit). Kadar air di mana transisi dari keadaan semi padat ke keadaan plastis

terjadi dinamakan batas plastis (plastic limit) dan keadan plastis ke keadaan cair
dinamakan batas cair (liquid limit). Batas-batas ini dikenal juga sebagai batasbatas Atterberg (Atterberg limit).
Batas Plastis (PL)
Batas plastis (plastic limit) didefinisikan sebagai kadar air,
dinyatakan dalam persen, dimana tanah apabila digulung sampai dengan diameter
1/8 in (3,2mm) menjadi retak-retak. Batas plastis merupakan batas terendah dari
tingkat keplastisan suatu tanah. Cara pengujiannya adalah sangat sederhana yaitu
dengan cara menggulung massa tanah berukuran elipsoida dengan telapak tangan
di atas kaca datar.
Indeks plastisitas (plasticity index (PI)) adalah perbedaan antara
batas cair dan batas plastis suatu tanah atau

Aktivitas (activity)
Karena sifat plastis dari suatu tanah adalah disebabkan oleh air
yang terserap oleh air yang terserap disekeliling permukaan partikel lempung
(adsorbed water), maka dapat diharapkan bahwa tipe dan jumlah mineral lempung
yang dikandung di dalam suatu tanah akan mempengaruhi batas plastis dan batas
cair tanah yang berasangkutan. Skempton (1953) menyelidiki bahwa indeks platis
(PI) suatu tanah bertambah menurut garis lurus sesuai dengan bertambahnya
persentase dari fraksi berukuran lempung(% Berat butiran yang lebih kecil dari
2) yang dikandung oleh tanah. Hubungan ini dapat dilihat dimana garis ratarata
untuk semua tanah adalah melalui titik pusat sumbu. Hubungan antara PI dengan
fraksi berukuran lempung untuk tiap-tiap tanah mempunyai garis yang berbedabeda. Keadaan ini desebabkan karena tipe dari mineral lempung yang dikandung
oleh tiap-tiap tanah berbeda-beda. Atas dasar

hasil studi tersebut, Skempton

mendefinisikan suatu besaran yang dinamakan aktivitas (activity) yang


merupakan kemiringan dari garis yang menyatakan hubungan antara PI dan
persen yang lolos ayakan 2 atau dapat pula dituliskan sebagai

Dimana

= Aktivitas/activity
Aktivitas digunakan sebagai indeks untuk mengidentifikasi

kemampuan mengmbang dari suatu tanah lempung. Harga dari aktivitas untuk
berbagai mineral lempung.
Seed, Woodward, Lundgren (1964a) mempelajari sifat plastis dari
beberapa macam tanah yang dibuat sendiri dengan cara mencampur pasir dan
lempung dengan presentase yang berbeda-beda. Mereka menyimpulkan bahwa
walaupun hubungan antara indeks plastis (PI) dan presentase butiran yang lebih
kecil dari 2 adalah merupakan garis lurus, seperti diteliti oleh Skempton, tetapi
garia-garis tersebut tidak selalu melalui pusat sumbu. Oleh karena itu, aktivitas
dapat didefinisikan sebagai:

Dimana C adalah konstanta dari tanah


Studi

lanjutan

dari

Seed,

Woodward,

Lundgren

(1964b)

menunjukkan bahwa hubungan antara indeks plastisitas dan presentase dari fraksi
berukuran lempung di dalam tanah dapat diwakili oleh dua garis lurus. Hal ini
ditunjukkan secata kualitatif. Untuk tanah yang mengandung fraksi berukuran
lempung lebih besar dari 40%, garis lurus tersebut akan melalui pusat sumbu
apabila diproyeksikan kembali.

Bab 3
METODELOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


-

Ayakan No.40
Cawan / Mangkuk Porselin
Pisau Pengaduk / Spatula
Pelat Kaca
Timbangan dengan ketelitian 0,01 g
Mangkuk dengan contoh tanah
Oven listrikdengan suhu 100 C
Desikator
Aquades
Stickmaat
Pipet

3.3 Prosedur
1. Tanah yang lolos ayakan No.40 dicampur dengan air di dalam cawan,
diaduk hingga homogen

2. Diambil sebagian contoh tanah tersebut dan digulung-gulung sebesar


kelereng kemudian diletakkan di atas permukaan plat kaca dan digiling
giling dengan menggunakan telapak tangan hingga diameternya kira-kira
1/8 inci atau 3mm
3.

Selama proses penggilingan tanah tersebut, akan dijumpai


tiga keadaan:
a. Contoh tanah terlalu basah, sehingga gilingan tanah dengan diameter
1/8 inci belum retak
b. Contoh tanah terlalu kering, sehingga gilingan tanah saat diameter
belum mencapai 1/8 inci sudah mulai retak
c. Contoh tanah dengan kadar air tepat, yaitu gilingan tanah mulai retak
saat mencapai diameter 1/8 inci

4. Jika contoh tanah terlalu kering, diusahakan saat menambah air


dilakukan sedkit demi sedikit dengan pipet, sehingga tidak perlu
menambah contoh tanah lagi
5. Apabila batas gelintiran ini sudah dicapai dengan ditandai dengan
adanya retakan pada permukaan gilingan tanah, contoh tersebut diambil
dan dimasukkan ke dalam mangkok untuk dihitung kadar airnya
6. Pengujian dilakukan minimal sebanyak 3 kali, dengan masing-masing
mangkok berisi 5 buah gilingan

You might also like