You are on page 1of 3

Tugas 2

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Hari/Tanggal : Jumat, 1 Mei 2015


Dosen
: Faranita Ratih L, SH, MH

HAK ASASI MANUSIA (HAM)

Putri Balkhis
Kelas

J3E213109
SJMP BP-2

PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

Manusia yang hidup di dunia ini pasti memiliki hak dalam mempertahankan kelangsungan
maupun memakmuran hidupnya. Dalam aturan seluruh negara terdapat peraturan hukum mengenai
perlindungan hak manusia berupa HAM (Hak Asasi Manusia). Dasar-dasar HAM tertuang dalam
deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat. Dasar mengenai HAM di Indonesia tercantum dalam UUD 1945
RI, pada pasal 27sampai pasal,31. Untuk menerapkan sesuai pasal HAM di UUD 1945, pemerintah
mengupayakan berbagai tindakan seperti pembentukan Komisi Nasional HAM, pembentukan produk
hukum yang mengatur mengenai HAM dan pembentukan pengadilan HAM. Untuk meningkatkan
penerapan HAM perlu adanya apresiasi terhadap HAM di Indonesia agar tidak sekedar terfokus pada
masalah HAM yang besar. Nilai-nilai HAM harus diterapkan secara menyeluruh di segala lapisan
masyarakat, sehingga segala bentuk diskriminasi rasial, seksual dan abilitas benar-benar mendapat
perhatian yang memadai. Apabila dikaji lebih dalam, persoalan HAM di Indonesia tidak sekedar
bermuara pada terjadinya pelanggaran HAM dan upaya penyelesaiannya yang hanya akan diukur secara
kuantitatif antara kasus HAM yang terjadi dan jumlah kasus yang diselesaikan. Perlu perbaikan dan
penguatan civil society, penegakan hukum, re-proporsi kekuasaan dan wewenang, pendidikan dan
sosialisasi HAM. Terjadinya persoalan pelaksanaan HAM yang tidak optimal dipengaruhi oleh hal yang
mendasar diantaranya:
1. Landasan solid HAM : Penegakan dan perlindungan HAM di Indonesia membutuhkan landasan
yang baku dan kuat. Perubahan konstitusi di Indonesia sejak masa kemerdekaan menunjukkan
fluktuasi jaminan. Sejumlah konstitusi yang pernah diterpakan di Indonesia menunjukkan adanya
sikap maju mundur terhadap penegakan dan perlindungan HAM. Landasan HAM tidak baku, terlihat
dari UUD 1945 yang hanya memuat beberapa pasal terkait dengan HAM, UUD 1949 cenderung
mengapdopsi dan menerima universalitas HAM, UUDS 1950 memperluas cakupan HAM dan
penggunaan kembali UUD 1945 sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai langkah mundur dalam
penegakan HAM di Indonesia. Badan penegak HAM di Indonesia pun dinilai kurang profesional.
Terbukti eksistensi Komnas HAM mendapat kritikan karena dibentuk oleh pemerintah yang sedang
berkuasa, dikhawatirkan hanya seperti toothless-tiger karena tidak mampu mengjangkau pelanggaran
HAM dari kalangan tertentu. Komnas HAM pernah mendapat tanggapan bernada kecewa dari komisi
HAM PBB terhadap penyelesain pelanggaran HAM di Timor-Timor yang tidak terselesaikan dengan
suatu kepastian.
2. Kebijakan antar rezim : Permasalahan ini mengenai timbulnya semangat menegakkan HAM yang
hanya berlangsung pada tahun-tahun awal pergantian atau dimulainya suatu rezim. Biasanya 2 tahun
pertama pemerintahan baru di Indonesia memberi janji politik positif terhadap jaminan dan
perlindungan HAM dan dimanfaatkan untuk mendapatkan jaminan HAMnya sebagai warganegara.
Namun, penyimpangan terhadap pemberian perlindungan HAM cenderung terjadi setelah itu karena

berbagai alasan. Contoh penyimpangan itu adalah pembatasan hak berserikat, pembungkaman pers,
terbunuhnya pelajar dan mahasiswa dimana kasus ini justru terjadi di akhir masa permerintahan
seperti yang terjadi saat orde baru.
3. Fokus besar dan keterlambatan : Kefokusan pemerintahan dan sebagian besar masyarakat di
Indonesia cenderung menyoroti lebih serius permasalah HAM apabila jumlah korban, jenis tindakan
pelanggaran dan aktor pelakunya terkategori berat dan memenuhi kelayakan muat di media massa.
Hal ini seakan abai pada persoalan nyata dari nilai-nilai HAM yang teringkari. Persoalan kecil
sekalipun mestinya tetap dipahami sebagai sebuah persoalan HAM di Indonesia. Selain itu, bentuk
pelanggaran HAMnya harus dibenahi.
Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 pelanggaran HAM yaitu, perbuatan manusia, disengaja
maupun tidak atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi / mencabut HAM
seseorang yang dijamin oleh UU dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Kasus pelanggaran
HAM ini dikategorikan dalam 2 jenis, yaitu 1) Pelanggaran HAM bersifat berat (pembunuhan massal /
sewenang-wenang, penyiksaan, penghilangan secara paksa, perbudakan / diskriminasi). 2) Pelanggaran
HAM biasa (pemukulan, penganiayaan, pencemaran nama baik, dan menghalangi orang untuk
mengekspresikan pendapatnya). Dalam catatan UNDP, HDI (Human Development Index) Indonesia
berada di urutan 111. Negara dengan urutan HDI pertam yaitu Norwegia. Disusul oleh Swedia dan
Australia. Negara sosialis yang mengalami pengucilan semacam Kuba menempati urutan ke-52. Negara
yang baru ke luar dari cengkraman konflik seperti Bosnia Herzegovina pada urutan ke-66. Hasil penilaian
ini sering dikaitkan pada massa sejak Indonesia didera krisis ekonomi. Faktor penentu kemiskinan secara
esensial memiliki korelasi dengan hal yang lebih mendasar. Antara lain, sulitnya masyarakat memperoleh
pendidikan, sulitnya akses pekerjaan (akibat praktek kolusi dan nepotisme), sulitnya akses terhadap
pelayanan dan infrastuktur dasar, diskrimansi gender maupun tak meratanya pembangunan infrasutruktur
yang merupakan akar dari pokok bahasan HAM di Indonesia. Tercatat dalam ingatan WNI, beberapa
peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi dan mendapat perhatian yang tinggi dari pemerintah dan
masyarakat Indonesia, seperti 1) Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998) yang menewaskan sejumlah
mahasiswa dan warga sekitar serta terjadi amuk masa dimana-mana. 2) Tragedi Jembatan Bacem (1965)
yang mengeksekuis mati warga yang dituduh komunis terlibat kudeta G30S.
Kedu contoh kasus ini telah melanggar HAM dengan permasalahan perenggutan hak hidup manusia. Pada
kasus Trisakti terjadi dengan cara menginjak, memukuli,menembak secara brtutal yang dilakukan oleh
pihak aparat Negara hingga adanya pemerkosaan massal secara paksa. Kasus Jembatan Bacem terjadi
dengan permasalahan HAM berupa penghilangan paksa, penyiksaan, penembakan, dan penenggelaman
ke sunggai Benggawan Solo tindakan ini sungguh tidak berprikemanusian.

You might also like