You are on page 1of 22

Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana

seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk
fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi
yang menguap dan obat anestesi yang diberikan secara intravena.
a. Obat Anestesik Gas (Inhalasi)
Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk
induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga
tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anestesi
dan efek letal cukup lebar. Obat anestesi inhalasi ini dihirup bersama udara
pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke darah dan sampai di jaringan otak
b.

mengakibatkan narkose. Contoh obat anestesik inhalasi yaitu :


Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna,
lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas
ini mudah terbakar dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close method.
Siklopropan relative tidak larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3
menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2
dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%,
tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan pemberian dengan
1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Untuk
mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan pentotal IV sebelum
inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit
sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada
anesthesia dengan siklopropan. Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot
jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga
siklopropan merupakan anestetik terpilih pada penderita syok. Siklopropan dapat
menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole
atrium, ritme atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah
kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi.
Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah
waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi
siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi

dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi.
Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen.
Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen, sedangkan
untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.
c. Obat Anestesi yang Menguap
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama
yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar
rendah dan relatif mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik
dalam darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan
terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar
yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan
untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika
zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang
menguap.Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu
golongan eter misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya
halotan, metoksifluran, etil klorida, dan trikloretilen. Contoh obat anestesik yang
menguap yaitu :
1) Eter
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah
terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat analgesik kuat
sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesik tetapi
penderita masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi
otot karena efek sentral dan hambatan neuromuscular yang berbeda dengan
hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini
meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin,
streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar
bronkus. Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi
juga melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
2) Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan
tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi
dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastik.
2

Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga
pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic
halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang
aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar
tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
3) Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak
mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar
anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan
kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa
hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus,
tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada
penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap
ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan.
Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada
penderita kelainan hati.
4) Etilklorida
Merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar
dan mempunyai titik didih 12-13C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera
menguap dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia
dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam
0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia
dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik
umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes
pada masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik lokal
dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang
beku sukar dipotong dan mudah kena infeksi karena penurunan resistensi sel dan
melambatnya penyembuhan.
5) Trikloretilen
Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas
seperti kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan
waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah.
Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang
3

ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada operasi ringan dalam
kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh
lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen
menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan
pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.
d. Obat Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)
Obat ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat dan kebanyakan
obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin
akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain.
Termasuk golongan obat ini adalah:

1) Barbiturat
Barbiturat menghilangkan

kesadaran

dengan

blockade

system

sirkulasi

(perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi


penghambatan sistem penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan
sistem perangsang juga dihambat sehingga respons korteks menurun. Pada
penyuntikan thiopental, Barbiturat menghambat pusat pernafasan di medulla
oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh
barbiturate tetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang,
curah jantung sedikit menurun. Barbiturat tidak menimbulkan sensitisasi jantung
terhadap katekolamin. Barbiturat yang digunakan untuk anestesi adalah:
2) Natrium thiopental
Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi tergantung dari
berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang
dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai
tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan
interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan
30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk
mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan
2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa
digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB.
3) Natrium tiamilal
4

Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan
intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai,
dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan
secara terus menerus (drip).
4) Natrium metoheksital
Dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan secara
intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila
akan diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.
5) Ketamin
Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan
relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan
kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah
untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang
tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi
nadi dan curah jantung sampai 20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring
tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa.
Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian
diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena
dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10
menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari
semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi
terjadi dalam 12-25 menit.
6) Droperidol dan fentanil
Tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan
analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahanlahan secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila
sudah timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja
(0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil
dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan anestesi umum lainnya
mengalami hiperpireksia maligna.
7) Diazepam

Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara
lambat, tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap
efek penghambat neuromuscular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam
digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan
prosedur dental, juga untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan
penyakit kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek
anestesi diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa
pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk
mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi lokal.
8) Etomidat
Merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat
ini tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse
terus menerus bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat
menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan
frekuensi denyut jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak
(35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga anestetik ini
mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di
tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena besar, atau
diberikan bersama medikasi preanestetik seperti meperidin.
9) Propofol
Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa
minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi
umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa
nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan thrombosis.
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih
disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan
sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan
ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak, dan tekanan intracranial akan menurun.
Biasanya terdapat kejang.
2. Anestesi Lokal
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan
lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke Sistem Saraf Pusat dan

dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau
dingin.
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian
tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk
pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit. Namun, banyak juga yang
menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa pun selain yang menimbulkan ketidaksadaran
umum (anestesi umum). Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:
1) Senyawa Ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan
inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester
umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan
amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai
prototip.
2) Senyawa Amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.
3) Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
a) Anestesi permukaan
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk
mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti
menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan
mengganggu proses penyembuhan luka.
b) Anestesi Infiltrasi
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau
sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di
kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi
(pada pencabutan gigi).
c) Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan
diagnostik dan terapi.
d) Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai
tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk
operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai bawah.

C. Mekanisme Kerja Obat Anestesi


1) Mekanisme Kerja Anestesi Umum
a) Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas
neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan
cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi,
aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk
mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan
dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara
keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi
dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat
mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas atau uap yang
diinhalasi. Keuntungan anastetika inhalasi dibandingkan dengan anastesi intravena
adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anastesi dengan
mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi umum
tidak di metabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zatzat faali. Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastetika umum di
bawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil
b) Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula
kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang
terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya
digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa
intravena juga sangat cepat.
Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum
dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat
stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan di sinaps dan
dengan demikian mengakibatkan anastesia.

2) Mekanisme Kerja Anestesi Lokal


Anestesik lokal bekerja bila disuntikkan kedalam akson saraf. Anestesi lokal melakukan
penetrasi kedalam akson dalm bentuk basa larut lemak. Anestesi lokal bersifat tergantung
pemakaian artinya derajat blok porsional terhadap stimulasi saraf. Hal ini menunjukkan
bahwa makin banyak molekul obat memasuki kanal Na + ketika kanal-kanal terbuka
menyebabkan lebih banyak inaktivasi. Anestesi lokal menekan jaringan lain seperti
miokard bila konsentrasinya dalam darah cukup tinggi namun efek sistemik utamanya
mencakup sistem saraf pusat. Adapun mekanisme kerja meliputi :
a) Cegah konduksi dan timbulnya impuls saraf
b) Tempat kerja terutama di membran sel
c) Hambat permeabilitas membran ion Na+ akibat depolarisasi menjadikan ambang
rangsang membran meningkat
d) Eksitabilitas & kelancaran hambatan terhambat
e) Berikatan dg reseptor yg tdpt p d ion kanal Na, terjadi blokade sehingga hambat
gerak ion via membran.
D. Aktifitas Obat Anestesi
1) Aktifitas Obat Anestesi Lokal
Aktifitas obat anastesi lokal, yaitu:
a) Mula Kerja Anestesi lokal yaitu:
Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:
pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi
meningkatdan dapat menembus membrann sel saraf sehingga menghasilkan mula

kerja cepat.
Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat
Konsentrasi obat anestetika lokal
Lama kerja Anestesi lokal, yaitu
Lama kerja anestetika lokal dipengaruhi oleh:
Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah protein
Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.
Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.

E. Kontra Indikasi Obat Anestesi


9

1) Kontra Indikasi Anastesi Umum


Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami
kelainan dan harus hindarkan pemakaian obat pada:
a) Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis terhadap hepar
atau dosis obat diturunkan.
b) Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau menurunkan aliran darah
koroner.
c) Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal
d) Paru-paru yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
e) Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian
obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes karena bisa menyebabkan
peninggian gula darah.
2) Kontra Indikasi Anastesi Lokal
Kontra indikasi anestesi lokal yaitu:
a) Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang telah
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)

diketahui.

Kejadian ini mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis atau suntikan intravaskular.
Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau mendukung teknik tertentu.
Kurangnya prasarana resusitasi.
Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.
Infeksi lokal atau iskemik pada tempat suntikan.
Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.
Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.
Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.
Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan.
Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi lokal untuk

bekerja dengan sempurna.


k) Kurangnya kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.

F. Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat Anestesi


1) Farmakokinetik Anastesi Umum
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan saraf
pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi)
bergantung pada banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi ambilan dan
penyebaran anestetik.
10

Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding


dengan tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering dipergunakan secara
bergantian dalam membicarakan berbagai proses transfer anestetik gas dalam tubuh.
Tercapainya konsentrasi obat anestetik yang adekuat dalam otak untuk menimbulkan
anestesi memerlukan transfer obat anestetik dari udara alveolar kedalam darah dan otak.
Kecepatan pencapaian konsentrasi ini bergantung pada sifat kelarutan anestetik,
konsentrasinya dalam udara yang dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah paru, dan
perbedaan gradian konsentrasi (tekanan parsial) obat anestesi antara darah arteri dan
campuran darah vena.
Kecepatan konsentrasi anestesi umum, yaitu:
a) Kelarutannya
Salah satu penting faktor penting yang mempengaruhi transfer anestetik dari paru
kedarah arteri adalah kelarytannya. Koefisien pembagian darah; gas merupakan
indeks kelarutan yang bermakna dan merupakan tanda-tanda afinitas relative suatu
obat anestetik terhadap darah dibandingkan dengan udara.
b) Konsentrasi anastetik didalam udara inspirasi
Konsentrasi anestetik inhalasi didalam campuran gas inspirasi mempunyai efek
langsung terhadap tegangan maksimun yang dapat tercapai didalam alveolus maupun
kecepatan peningkatan tegangan ini didalam darah arterinya.
c) Ventilasi paru-paru
Kecepatan peningkatan tegangan gas anestesi didalam darah arteri bergantung pada
kecepatan dan dalamnya ventilasi per menit. Besarnya efek ini bervariasi sesuai
dengan pembagian koefisien darah; gas.

d) Aliran darah paru


Perubahan kecepatan aliran darah dari dan menuju paru akan mempengaruhi transfer
obat anestetik. Peningkatan aliran darah paru akan memperlambat kecepatan
peningkatan tekanan darah arteri, terutama oleh obat anestetik dengan kelarutan drah
yang sedang sampai tinggi.
e) Gradient konsentrasi arteri-vena

11

Gradien konsentrasi obat anestetik antara darah arteri dan vena campuran terutama
bergantung pada kecepatan dan luas ambilan obat anestesi pada jaringan itu, yang
bergantung pada kecepatan dan luas ambilan jaringan.
2) Farmakdinamik Anastesi Umum
Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah dengan
meningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang rangsang, akan
terjadi penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti juga intravena
barbiturate dan benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak sehingga akson dan
transmisisinaptik tidak bekerja. Kerja tersebut digunakan pada transmisi aksonal dan
sinaptik, tetapi proses sinaptik lebih sensitive dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik
yang diperkirakan terlibat adalah bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan
menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan aktivitas aliran K+, sehingga terjadi
penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan ambang rangsang. Penilitian
elektrofisiologi sel dengan menggunakan analisa patch clamp, menunjukkan bahwa
pemakaian isofluran menurunkan aktivitas reseptor nikotinik untuk mengaktifkan saluran
kation yang semuanya ini dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik pada sinaps,
kolinergik. Efek benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang diperantai
reseptor GABA akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan hiperpolarasi, tehadap
penurunan sensitivitas. Kerja yang serupa untuk memudahkan efek penghambatan GABA
juga telah dilaporkan pemakaian propofol dan anestetik inhalasi lain.
Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada membran
neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi langsung antara
molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membran protein yang spesifik.
Mekanisme ini telah diperkenalkan pada penilitian interaksi gas dengan saluran
kolineroseptor nikotinik interkais yang tampaknya untuk menstabilkan saluran pada
keadaan tertutup. Interpretasi alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan
perbedaan struktur yang nyata diantara anestetik, memberikan interaksi yang kurang
spesifik pada obat ini dengan dengan membran matriks lipid, dengan perubahan sekunder
pada fungsi saluran.
3) Farmakokinetik Anastesi Lokal
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf
yang akan menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu penting
dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan halnya mula
12

kerja anestesis umum terhadap sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi
topikal anestesi lokal bagaimanapun juga memerlukan difusi obat guna mula keja dan
lama kerja efek anestesinya.
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan
vasokonstriktor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti epinefrin
mengurangi penyerapan sistematik anestesi lokal dari tempat tumpukan obat dengan
mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi nyata terhadap obat yang
massa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain, lidokain, dan mepivakain (tidak
untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang
tinggi ,dan efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk
dalam darah hanya 1/3 nya saja.
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian
bolus intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam
jaringan lemak. Setelah fase distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan
ambilan ke dalam organ yang perfusinya tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti
oleh fase distribusi lambat yang terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya
sedang, seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat
tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi
metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena
anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit
atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak
mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh
butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali
mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan
kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi lokal leh hati ini harus diantisipasi dengan
menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh, pembersihan lidokain oleh hati pada
binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari pengukuran binatang yang
diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan
aliran darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.

13

Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:


a. Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi
kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local.
b. Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan
dengan protein akan semakin lama durasi nya.
c. pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa
makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi
cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam
(jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat
menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat
terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi.
Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh:
a) Kadar obat dan potensinya
b) Jumlah pengikatan obat oleh protein dan
c) Pengikatan obat ke jaringan local
d) Kecepatan metabolisme
e) Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor (epinefrin)
ditambah anestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal dan mengurangi
absorpsi sistemik.

4) Farmakodinamik Anastesi Lokal


Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:
a) Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel
dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium
(+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif)
dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah
keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran
natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh
pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi
local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.

14

Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat
saluran

dalam

keadaan

bergantung

waktu

dan

voltase.

Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada
satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat,
kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan
akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi
merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran
natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus
ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang
dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk
menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak
molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran
natrium. Potensi mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama
obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain,
prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan
bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat
tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat
ikatannya oleh obat-obatan lain.
b) Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja
terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe
serabut saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan
anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap
suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut
delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat
permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat
terakhir. Adapun efek serabut saraf antara lain:
Efek diameter serabut
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di
mana propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi
15

(berhubungan dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja
anestesi local, bila bagian pendek serabut dihambat, maka serabut berdiameter
kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut
dihambat oleh anestesi local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal
serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian,
tahanan yang lebih besar untuk menghambat serabut besar tadi. Saraf bermielin
cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin pada ukuran yang sama.
Dengan demikian, serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum serabut
C kecil yang tidak bermielin.
Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti
langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local.
Serabut sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan
lama potensial aksi yang relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut motor
meletup pada kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi yang singkat
(0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat
pada transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut ini dihambat
lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah dari pada serabut A alfa.
Efek posisi saraf dalam bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari
bundle dan oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local
diberikan secara suntikan ke dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak
mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan sensoris dalam bundle
besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi muncul lebih dulu di
bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi obat
ke dalam tengah bagian bundle saraf.
G. Efek Samping Obat Anestesi
1) Efek Samping Anestesi Umum
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah
tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak
meracuni organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh

16

tubuh, dan tidak mengiritasi pasien. Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek
samping di antaranya:
a) Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan halogen).
b) Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata
c)
d)
e)
f)
g)

terus terbuka (golongan Ketamin).


Depresi pada susunan saraf pusat.
Nyeri tenggorokan.
Sakit kepala.
Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.
Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan,

enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
h) Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek
ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf
simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi ringan.
i) Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
j) Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien
perlu dihidratasi secukupnya.
k) Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil)
pasca-bedah.
Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang dapat
terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi
dalam jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang
terbaik adalah dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek
samping dan risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat
anestesi yang tidak melebihi dosis.
2) Efek Samping Anestesi Lokal
Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam
darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping pada berbagai sistem organ
tubuh, yaitu:
a) Sistem Saraf Pusat
Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan
pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus
dan menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi
SSP dan kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang
karena kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan
17

hanya memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk
anestesi yang adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu
ditambahkan premedikasi dengan benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg
parenteral untuk mencegah bangkitan kejang.
b) Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik
terhadap jaringan saraf.
c) Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap jantung
dan membran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui saraf otonom.
Anestesi lokal menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu
jantung, eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps
kardiovaskular dan kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat
tinggi, kadang-kadang dapat pula terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara
infiltrasi.
d) Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan
penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah
hemoglobin menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah
menjadi coklat.
H. Syarat-syarat Ideal Obat Anestesi
1) Syarat Ideal Anestesi Umum
Syarat Ideal anastesi umum yaitu:
a) Memberi induksi yang halus dan cepat.
b) Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons
c) Timbulkan keadaan amnesia
d) Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernafasan.
e) Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk
tempat operasi.
f) Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO yang
berlangsung lama
2) Syarat Ideal Anestesi Lokal
Syarat-syarat ideal anestesi lokal yaitu:
a. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
b. Batas keamanan harus lebar
c. Tidak boleh menimbulkan perubahan fungsi dari syaraf secara permanen.
d. Tidak menimbulkan alergi.
e. Harus netral dan bening.
f. Toksisitas harus sekecil mungkin.
18

g. Reaksi terjadinya hilang rasa sakiit setempat harus cepat.


h. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang
cukup lama
i. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.
I. Obat Emergensi
a. Pengertian
Obat obat yang digunakan untuk mengatasi situasi gawat darurat atau resusitasi
b. Tujuan
c. Untuk mencapai efek yang diinginkan dengan meminimalkan efek yang
merugikan
d. Kategori Obat Emergensi
Kategori Vital : Obat yang sangat dibutuhkan pasien dengan segera untuk
menyelamatkan hidup (Contoh : Adrenalin, Sulfas Atropine, Ephedrin)
Kategori Esensial : Obat yang dibutuhkan oleh pasien dengan kekritisan
waktu pemberian obat lebih rendah dari pada kategori vital (Contoh :
Aminofilin, furosemide).
Kategori Desirable : Obat yang dibutuhkan pasien dengan kekritisan waktu
lebih rendah dibandingkan dengan vital dan eselsial (contoh Deksamethazone
)
e. Macam -Macam Obat Emergensi
Sulfas Atropin
Efedrin
Adrenalin/Efrinefin
Lidokain
Aminofilin
Deksamethasone
Natrium bicarbonat

f. Obat Emergensi Yang Sering Di Gunakan


a. Adrenalin / Epineprin
Fungsi : Meningkatkan perfusi otak dan koroner, Meningkatkan denyut
jantung, kontraksi otot jantung
Sediaan : 1 ampul : 1 cc : 1 mg / 1 : 1000
Dosis : 1 mg/iv di ulang setiap 2 3 menit
b. sulfas atropine
19

Fungsi : Mengatasi bradikardi yang disertai

hipotensi dan asistole,

Mengurangi refleks vagal


Sediaan : 1 ampul : 1 cc : 0,25 mg
Dosis :
untuk asistole diberikan 3 mg/iv dan untuk bradikardi
diberikan 0,5 1 mg / iv di ulang sampai beberapa kali
c. Lidocain 2 %
Fungsi : Mencegah aritmia ventrikular (VT/VF)
Sediaan : 1 Ampul : 2 ml : 40 mg
Dosis : Untuk henti jantung yang disebabkan oleh VT/VF : 1 1,5
mg/Kg/IV
d. Epedrin
Fungsi : Mengatasi hipotensi
Sediaan : 1 Ampul : 50 mg
Dosis : 1 2 mg/IV (5 10 mg/IV
J. Obat Premedikasi
a) Pengertian
Pemberian obat obat tertentu sebelum tindakan anestesia dilakukan 1 2 jam
sebelum operasi atau induksi dilakukan

b)

c)

d)

Tujuan
1) Menghilangkan kecemasan
2) Analgetik
3) Menurunkan sekresi
4) Mengurangi volume dan PH cairan lambung
5) Amnesia
6) Mengurangi efek mual dan muntah pasca operasi
7) Meningkatkan efek hipnotik dari anestesi umum
8) Mengurangi refleks vagal untuk intubasi
9) Mengurangi dosis induksi
Obat Obat Yang Digunakan Untuk Premedikasi
1) Golongan Sedatif : Diazepam, Midazolam
2) Golongan Narkotik analgetik : Morfin, pethidin dan fentanyl
3) Golongan Neuroleptik : Droperidol
4) Golongan Antikholinergik : Sulfas Atropin
5) Golongan Antiemetik : Opigran,Ranitidin dan Ondancentron
Beberapa Obat Premedikasi Yang Sering Digunakan
1) Midazolam
20

Midalzolam : Mengurangi Kecemasan,Hipnotik dan mengurangi kejang


(Dosis premedikasi : 0,07 0,2 mg/kgBB)
2) Pethidin
Pethidin: Analgesia (dosis Premedikasi : 0,5 1 mg/kgBB)
3) Sulfas Atropine
Sulfas Atropine: Mengurangi sekresi saliva dan refleks vagal (dosis
premedikasi : 0,01 mg/kg BB

4) Opigran
Opigran: Mengurang asam lambung serta mencegah mual dan muntah
d. Cara Pemberian Obat Premedikasi
Operasi elektif / Terencana : diberikan 1 2 jam sebelum pembedahan dengan
cara IM.
Operasi cito / Emergensi : diberikan beberapa menit sebelum pembedahan

BAB III
21

PENUTUP
A. Kesimpulan
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana
seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk
fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang
menguap dan obat anestesi yang diberikan secara intravena. Anestesi umum yang ideal akan
bekerja secara tepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah
pemberian dihentikan.
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan
lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat dan dengan
demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin.
Obat anestesi lokal dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu
senyawa ester, senyawa amida dan senyawa lainnya. Anestesi lokal adalah teknik untuk
menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang
membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi
atau area kulit.
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran dan
semoga bisa menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat anestesi umum dan anestesi
lokal sehingga materi yang disampaikan dan dimengerti dalam farmakologi dapat diterima
dengan baik. Apabila penggunaan nya atau pun penggunaan obat secara universal ini
disalahgunakan, tentulah akibat buruk yang akan di dapat di akhri eksperimen kita sebagai
orang awam yang tak tahu apapun tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya
salah.

DAFTAR PUSTAKA

22

You might also like