You are on page 1of 12

HUBUNGAN BUNYI DENGAN ALAT UCAP DALAM FONETIK

Yogo Arif Prakoso, Mei Nurul Hidayah, Sri Wahyuni, Dewi


Puspitaningtyas
ABSTRAK
Fonetik
mempelajari
bunyi
bahasa
tanpa
memperhatikan
apakah
bunyi-bunyi
tersebut
mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak.
Fonetik dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu
fonetik artikulatoris, fonetik akustis, dan fonetik
auditoris. Fonetik artikulatoris mempelajari mekanisme
alat ucap manusia dalam menghasilkan suatu bunyi
bahasa.. Fonetik akustik mengaji bunyi bahasa yang
berdasarkan pada aspek fisik sebagai getaran bahasa,
sehingga yang diselidiki adalah frekuensi getaran,
amplitudo, intensitas, dan timbrenya. Hal-hal tersebut
mempengaruhi pendengar dalam menangkap bunyi
yang dihasilkan oleh pengucap. Fonetik auditoris
mengaji mekanisme pendengaran dalam menerima
bunyi bahasa sebagai getaran bahasa yang dihasilkan.
Pendengaran akan mudah menangkap suatu bunyi bila
bunyi tersebut dapat ditangkap oleh gendang telinga.
Bunyi yang dikeluarkan dapat berupa bunyi vokal
maupun konsonan yang mempunyai cara berbeda
dalam cara pengucapannya.
Kata kunci: artikulatoris, alat ucap, vokal, dan
konsonan
Pendahuluan
Mengaji
bunyi-bunyi
yang
dikeluarkan
tanpa
memperhatikan fungsi untuk membedakan arti sehingga bunyi
bahasa dideskripsikan dari sudut ucapan, bagaimana cara
membentuknya sehingga menjadi
getaran udara dan
akhirnya dapat diterima oleh alat pendengaran. Dalam fonetik,
bunyi bahasa adalah proses yang menghasilkan getaran
terhadap suatu benda. Fonetik sebagai ilmu yang menyangkut
bunyi-bunyi atau suara yang dibuat oleh manusia yang
selanjutnya diwujudkan dalam bentuk yang dapat didengar.
Artinya fonetik membicarakan proses yang terjadi mulai dari saat
pembentukan bunyi-bunyi oleh pembicara sampai pada saat
pendengar menyadari ucapan yang diwujudkan melalui bunyibunyi itu. Benda yang bergetar disebut dengan artikulator,
sementara alat getarnya adalah udara yang dihembuskan
melalui paru-paru. Berdasarkan sudut pandang bunyi bahasa,

fonetik dibagi menjadi tiga macam, yaitu fonetik artikulatoris,


fonetik
akustik,
dan fonetik auditoris. Fonetik artikulatoris
mempelajari cara kerja atau mekanisme alat ucap manusia
dalam mengahasilkan suatu bunyi bahasa, bagaimana bunyi
bahasa itu digolongkan berdasarkan artikulasinya. Fonetik
artikulatoris adalah jenis fonetik yang paling berhubungan
dengan bidang linguistik karena fonetik ini berhubungan dengan
masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau
diucapkan oleh manusia. Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik
organis atau fonetik fisiologis yang mempelajari bagaimana
mekanisme alat-alat ucap manusia bekerja dan menghasilkan
bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.
Fonetik artikulatoris mempelajari posisi dan getaran bibir, lidah
dan organ-organ manusia lainnya yang memproduksi suara atau
bunyi bahasa.
Fonetik akustik, yaitu mengaji bunyi bahasa berdasarkan
pada aspek fisik sebagai getaran bahasa, sehingga yang
diselidiki adalah frekuensi getaran, amplitude, intensitas maupun
timbrenya. Mempelajari gelombang suara dan mempelajari
bagaimana mereka didengarkan oleh telinga manusia. Yang
merupakan objek dari fonetik akustik adalah gelombang suara
yang diucapkan dan didengar saat mengirim dan menerima
bunyi tersebut. Sedangkan fonetik auditoris adalah mengaji cara
mekanisme pendengaran penerimaan bunyi bahasa sebagai
getaran bahasa. Fonetik auditoris banyak berhubungan dengan
anatomi, fisiologi, dan ilmu syaraf. Namun, tidak semua frekuensi
gelombang tersebut digunakan dalam pembentukan bunyi
bahasa. Pola getaran yang diterima oleh syaraf pendengaran
yang selanjutnya getaran bunyi tersebut diteruskan ke otak. Otak
akan memproses sinyal bunyi tersebut dan mengubahnya
menjadi bunyi yang hasilnya kita dengarkan.
Hubungan ketiga fonetik tersebut sangat erat dalam
terjadinya bunyi dan keluarnya bunyi. Fonetik-fonetik tersebut
berhubungan dengan mekanisme alat ucap dalam mengeluarkan
bunyi. Bunyi yang dikeluarkan dapat berupa bunyi vokal maupun
konsonan yang mempunyai cara berbeda dalam cara
pengucapannya. Oleh karena itu, dalam kajian kali ini akan
membahas tentang bagaimana suatu alat ucap manusia dapat
menghasilkan suatu bunyi sehingga dapat diterima oleh telinga
pendengar atau telinga si-lawan bicara.
1. Fonetik
Bagian linguistik yang mempelajari alat-alat ucap disebut
fonetik (Robins, 1992:23). Satu-satunya medium universal dalam
komunikasi linguistis antara segenap manusia normal (tidak

termasuk tuna rungu dan tuna wicara, orang-orang terbelakang,


dan sebagainya) adalah wicara (speech). Kajian ilmiah tentang
wicara ini dikenal sebagai fonetik. (Robins, 1992:96)
Fonetik mengaji dan mendeskripsikan bunyi bahasa dari
sudut ucapan dan bagaimana cara membentuk bunyi tersebut
sehingga menjadi
getaran udara dan dapat diterima oleh
pendengaran, sehingga tidak memperhatikan makna yang
dihasilkan oleh bunyi tersebut. Dengan menghasilkan suara dan
dapat ditangkap oleh pendengar, maka terjadilah komunikasi
antara orang yang satu dengan yang lain. Kata-kata yang
dihasilkan memberikan makna yang dapat dimengerti oleh
pendengar. Sehingga, bahasa menjadi alat untuk interaksi
dengan orang lain yang mempunyai bahasa yang sama.
Fonetik adalah cabang ilmu linguistik yang meneliti dasar
fisik bunyi bunyi bahasa. Ada 2 segi dasar fisik tersebut,
yaitu: segi alat-alat bicara serta penggunaannya dalam
menghasilkan bunyi-bunyi bahasa; sifat sifat akustik bunyi yang
telah dihasilkan. (Verhaar, 2010:19)
Dalam kutipan diatas menjelaskan tentang fonetik secara
fisik yang meneliti bunyi-bunyi bahasa dari segi dasar yakni segi
alat-alat bicara serta penggunaannya dalam menghasilkan bunyibunyi bahasa; sifat sifat akuistik bunyi yang telah dihasikan. Segi
alat bicara ini membentuk berbagai bunyi yang akan dihasilkan
dari berbagai teknik dalam penggunaan alat ucap.
Fonetik adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi
bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai
fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Kemudian, menurut
urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, dibedakan adanya tiga
jenis fonetik, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik, dan
fonetik auditoris. Fonetik artikulatoris, disebut juga fonetik
organis atau fonetik fisiologis, mempelajari bagaimana
mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan
bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.
(Chaer, 2007: 103)
Seperti yang tertera pada kutipan di atas fonetik dapat
diartikan sebagai ilmu linguistik yang mengkaji suatu bahasa
bukan dari arti atau maksud suatu kata atau bahasa tersebut
melainkan lebih kepada kajian tentang artikulasi atau
pengucapan di dalam berbahasa agar suatu kata yang
dikeluarkan lewat suara dapat terdengar oleh lawan bicara atau
tidak. Dalam konteks ini fonetik yang akan kami bahas adalah
fonetik artikulatoris dimana ilmu ini yang nantinya akan
menentukan suatu pembentukan vokal atau pengucapan
seseorang didalam berbahasa.

Fonetik merupakan ilmu yang sangat berkembang, yang


mencakup bagian-bagian fisiologi dan fisika, tetapi dengan
persyaratan-persyaratan
relevansinya,
metode-metode
penyelidikan
dan
eksperimen-eksperimennya,
serta
perbendaharaan kata teknisnya sendiri. (Lyons,1995:100)
Fonetik yang dibahas dalam kutipan ini, merupakan cabang
ilmu linguistika yang mempelajari bunyi yang dihasilkan oleh
bagian-bagian fisik yaitu alat ucap dan cara indera pendengar
menangkap bunyi itu. Cara indera pendengar menangkap bunyi
sebenarnya adalah mencakup bagian-bagian fisika yaitu
gelombang bunyi, frekuensi bunyi, dan lain sebagainya.
Sedangkan ilmu fisiologi sedikit berperan yaitu wicara sebagai
hasil sampingan yang menakjubkan dari proses penghembusan
napas.
Dari pernyataan-pernyataan yang telah disampaikan di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa fonetik merupakan suatu bidang
linguistik yang mengaji tentang suatu bunyi bahasa dimana
bunyi adalah suatu hal terpenting di dalam berkomunikasi yang
mana bunyi-bunyi tersebut dapat dihasilkan oleh alat-alat ucap
yang ada pada manusia. Besar kecilnya bunyi atau suara
tersebut dapat dipengaruhi oleh pernapasan, lidah, bentuk gigi
dan lainnya yang berhubungan dengan alat ucap tapi yang
terpenting dalam pembentukan suatu bunyi dipengaruhi oleh
pita suara. Untuk lebih jelasnya lagi mengenai alat ucap pada
manusia akan dibahas pada paragraf berikut.
1.1 Fonetik Artikulatoris
Wicara bisa dikaji terutama sebagai aktivitas penutur
berkenaan dengan alat-alat artikulatoris dan proses yang terlibat
dalam aktivitas itu; kajian ini disebut fonetik artikulatoris (Robins,
1992:97). Berdasarkan pada sudut pandang bahasa dan bagian
dari linguistik umum, fonetik artikulatoris mempunyai bagianbagian utama tubuh yang menghasilkan dan membedakan
bunyi-bunyi bahasa, yaitu alat-alat ucap berupa bibir, gigi dan
lidah yang berperan penting dalam menghasilkan suatu bunyi.
Penutur dapat mengendalikan proses bicaranya sehingga
mempunyai kesadaran untuk mengucapkan sesuatu yang
menghasilkan bunyi. Sehingga, orang bisa mengenal dan
membedakan berbagai bunyi bahasa yang didengar. Dalam
fonetik, bunyi bahasa akan menghasilkan getaran terhadap suatu
benda. Benda yang bergetar tersebut disebut dengan articulator,
sementara alat getarnya adalah udara yang dihembuskan
melalui paru-paru. Fonetik artikulatoris mempelajari cara kerja
atau mekanisme alat ucap manusia dalam menghasilkan suatu
bunyi bahasa, bagaimana bunyi bahasa itu diklasifikasikan
berdasarkan artikulasinya. Beberapa alat ucap tersebut

diantaranya bibir, gigi, dan lidah yang mempunyi peran dalam


kegiatan berbicara. Dalam berbicara dibutuhkan kejelasan dalam
mengucapkan bunyi agar mudah diterima oleh otak pendengar.
1.2 Fonetik Akustik
Wicara bisa juga dikaji dengan memberikan perhatian utama
pada gelombang-gelombang bunyi yang ditimbulkan oleh
kegiatan berbicara dan transmisi gelombang tersebut melalui
udara yang disebut dengan fonetik akustik (Robins, 1992:97)
Bunyi dan sumber bunyi lainnya secara fisik akan menghasilkan
gelombang bunyi sehingga dapat ditangkap oleh pendengaran.
Semakin besar sumber bunyi, akan semakin besar pula
gelombang yang dihasilkan, sehingga dengan mudah pendengar
mengakap bunyi tersebut. Fonetik akustik mengaji bunyi bahasa
yang berdasarkan pada aspek fisik sebagai getaran bahasa,
sehingga yang diselidiki adalah frekuensi getaran, amplitudo,
intensitas maupun timbrenya. Hal-hal tersebut mempengaruhi
pendengar dalam menangkap bunyi yang dihasilkan oleh
pengucap. Dalam menghasilkan bunyi vocal maupun konsonan
akan menghasilkan gelombang bunyi yang berbeda-beda begitu
pula dengan frekuensi, amplitudo, intensitas maupun timbre
bunyi tersebut. Hal tersebut dii luar kesadaran kita, seperti
halnya dalam penyebaran gelombang bunyi tersebut yang tidak
bisa diamati secara langsung. Sehingga, untuk mengetahui
gelombang bunyi tersebut sampai kepada pendengar, maka
pendengar akan menangkap bunyi dari sumber dan akan
memberikan respons.
Fonetik akuistik menyelidiki mengenai bunyi menurut sifatsifatnya sebagai getaran udara. Udara yang bergetar adalah
udara yang bergerak dalam gelombang-gelombang. Artinya,
partikel-partikel udara dibuat bergerak, dan partikel yang lain itu
mendesak partikel udara yang lain lagi, dan begitu terus sampai
membentuk gelombang. (Verhaar, 2010:20)
Fonetik akuistik menggunakan getaran udara dari sudut
bunyi. Maka dari itu fonetik akuistik menyangkut bunyi bahasa.
Getaran udara ini dihasilkan dari pergeseran dari udara yang
keluar dari sumber bunyi yang kemudian mengalami
peningkatyan dan penurunan tekanan udara secara cepat dan
berkurang sampai habis. Getaran getaran udara ini dapat
membentuk gelombang sehingga dapat terjadi bunyai yang
dihasilkan dari pergerakan-pergerakan partikel-partikel udara
yang mendesak partikel udara lain lagi.
1.3 Fonetik Auditoris

Persepsi gelombang-gelombang bunyi ini oleh telinga


pendengar dapat diberi penekanan utama, baik berkenaan
dengan fisiologi telinga dan alat-alat dengar yang terkait maupun
berkenaan dengan psikologi persepsi, yang disebut dengan
fonetik auditoris. (Robins, 1992:97) Sehingga dalam kajiannya,
fonetik artikulatoris sangat berkaitan dengan fonetik auditoris
karena mengaji mekanisme pendengaran dalam menerima bunyi
bahasa sebagai getaran bahasa yang dihasilkan. Pendengaran
akan mudah menangkap suatu bunyi bila bunyi tersebut dapat
ditangkap oleh gendang telinga. Melalui gendang telinga
tersebut akan disalurkan ke otak orang yang mendengar,
sehingga akan terjadi komunikasi antara keduanya jika mereka
mempunyai bahasa yang sama.
Fonetik artikulatoris meneliti alat-alat organik manakah yang
menghasilkan bunyi bahasa. (Verhaar, 2010:19)
Bila kita berbicara, udara dipompakan dari paru-paru,
melalui batang tenggorokan ke pangkal tenggorok yang di
dalamnya terdapat pita-pita suara. Pita-pita itu harus terbuka
agar supaya udara bisa keluar melalui rongga mulut atau rongga
hidung (atau kedua-duanya). Apabila udara keluar
tanpa
hambatan apa-apa di sana-sini, kita tidak menghasilkan bunyi
bahasa; contohnya adalah bernafas saja, hambatan yang perlu
untuk menghasilkan bunyi bahasa dan pita-pita suara dan pada
berbagai tempat artikulasi di pita-pita itu, khususnya di antara
salah satu bagian lidah dan salah satu tempat lain, seperti langitlangit, gusi, gigi, dan lain sebagainya ( Verhaar, 2010:19)
Hubungan ketiga fonetik tersebut terdapat dalam gambar berikut
ini.

Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa fonetik


artikulatoris, fonetik akustis dan fonetik auditoris sangat
berkaitan erat dalam kajian ilmu fonologi. Fonetik artikulatoris
akan mengeluarkan bunyi bahasa dengan alat-alat ucapnya,

yaiyu bibir, lidah dan gigi yang berperan penting dalam


menghasilkan bunyi bahasa. Kemudian, bunyi bahasa tersebut
akan keluar melalui mulut kita sebagai objek fonetik akustik.
Dalam proses keluarnya bunyi ini, sangat dipengaruhi oleh
frekuensi, amplitudo, intensitas maupun timbre yang keluar
berupa gelombang-gelombang bunyi yang kemudian akan
diterima oleh telinga sebagai fonetik auditoris. Gendang telinga
akan bergetar jika menangkap bunyi tersebut. Semakin keras
sumber bunyi yang ditangkap, maka akan semakin keras
bergetarnya gendang telinga tersebut. Maka pendengar akan
memberikan respon kepada lawan bicaranya sebagai tanda
bahwa dia telah menerima rangsangan bunyi yang dihasilkan
oleh lawan bicaranya.
2. Bunyi dan Alat Ucap
Kita menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dengan alat-alat
bicara, yaitu dengan mulut dan bagian-bagiannya, dengan
kerongkongan dan pita-pita suara di dalamnya, dan semuanya
itu dengan mempergunakan udara yang dihembuskan dari paruparu. (Verhaar, 2010:27-28)
Bila kita menuturkan sesuatu, udara dipompakan dari pariparu dan keluar dengan harus melalui sesuatu penyempitan
tertentu, sehingga udara yang keluar itu mulai bergetar. Dari
sudut pandang akuistik, bunyi itu tidak lain adalah udara yang
bergetar. Bila tidak ada penyempitan seperti itu, tak ada bunyi
bahasa samasekali, dan kita hanya bernafas secara normal saja
(Verhaar, 2010:30)
Dalam menghasilkan bunyi bahasa, alat alat organik yang
berperan disini dengan alat-alat bicara diantaranya mulut dan
bagian- bagiannya sebagai alat ucap yang terdiri atas gigi
bawah; gigi atas; bibir atas; bibir bawah; lidah; rongga mulut,
dengan kerongkongan dan rongga kerongkongan dan pita-pita
suara di dalamnya, yang semuanya menggunakan udara yang
dihembuskan dari paru-paru. Dalam hbal ini fonetik artikulatoris
memberikan penjelasan mengenai alat-alat ucap beserta
penggunaannya dan tahapan-tahapan terjadinya bunyi. Disini
bunyi terjadi apabila ada hambatan hambatan yang dihasilkan
dari terbukanya pita-pita suara. Selanjutnya akan diteruskan dan
dikeluarkan oleh hidung atau mulut atau bahkan kedua-duanya.
Dalam fonetik artikulatoris hal pertama yang harus
dibicarakan adalah alat ucap manusia untuk menghasilkan bunyi
bahasa. Sebetulnya alat yang digunakan untuk menghasilkan
bunyi bahasa ini mempunyai fungsi utama lain yang bersifat
biologis. Misalnya, paru-paru untuk bernapas, lidah untuk

mengecap, dan gigi untuk mengunyah. Namun, secara kebetulan


alat-alat itu digunakan juga untuk berbicara. (Chaer, 2007: 104)
Pada buku berjudul Linguistik Umum yang ditulis oleh
Abdul Chaer ini juga menyatakan bahwa bunyi-bunyi yang terjadi
pada alat-alat ucap tidak biasa disebut bunyi gigi atau bunyi
bibir, melainkan bunyi dental dan bunyi labial, yakni istilah
berupa bentuk ajektif dari bahasa Latinnya. Oleh karena itu,
untuk memudahkan, baiklah didaftarkan bentuk-bentuk ajektif
untuk nama-nama yang sering muncul dalam studi fonetik itu,
yaitu antara lain; pangkal tenggorok (larynx) laringal, rongga
kerongkongan (pharynx) faringal, pangkal lidah (dorsum)
dorsal, tengah lidah (medium) medial, daun lidah (laminum)
laminal, ujung lidah (apex) apikal, anak tekak (uvula) uvular,
langit-langit lunak (velum) velar, langit-langit keras (palatum)
palatal, gusi (alveolum) alveolar, gigi (dentum) dental, bibir
(labium) labial. Sesuai dengan bunyi bahasa itu dihasilkan,
maka harus kita gabungkan istilah dari dua nama alat ucap itu.
Misalnya, bunyi apikodental yaitu gabungan antara ujung lidah
dengan gigi atas; labiodental yaitu gabungan antara bibir bawah
dengan gigi atas; dan laminopalatal yaitu gabungan anatara
daun lidah dengan langit-langit keras.
Dari pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan jika suatu
bunyi yang kita keluarkan sangat dipengaruhi oleh alat-alat ucap
yang ada pada tubuh manusia seperti mulut, gigi, gusi, lidah, dan
pendukung lainnya seperti paru-paru, diafragma, dan lain-lain
yang mempengaruhi terbentuknya suatu bunyi pada manusia
sehingga dapat diterima dengan jelas atau tidak oleh pendengar
atau lawan bicara.
3. Vokal dan Konsonan
Ada dua kelas bunyi bahasa, konsonan dan vokal.
Konsonan adalah bunyi yang dihasilkan dengan menggunakan
artikulasi pada salah satu bagian alat-alat bicara seperti
dijelaskan pada [ii] sampai dengan [xi] itu. Apabila dalam
pengartikulasian konsonatal pita-pita suara dipakai untuk
menghasilkan suara, maka konsonan itu adalah konsonan
bersuara. (Verhaar, 2010:33)
Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan
melibatkan pita-pita suara tanpa penyempitan atau penutupan
apa pun pada tempat pengartikulasian mana pun. (Verhaar,
2010:33)
Dalam fonetik artikulatoris, alat alat ucap menghasilkan
bunyi dan membaginya menjadi dua kelas bunyi yakni bunyi
konsonan dan bunyi vocal yang itu dihasilkan dari alat-alat ucap.
Dengan hubungan antara alat ucap dan bunyi itu, bisa diambil

kesimpulan sebagaimana bunyi vocal dan konsonan akan


dibentuk dari penghubungan klasifikasi alat ucap sehingga
membentuk karakteristik bunyi tertentu.
3.1 Vokal
Vokal umumnya diklasifikasikan menurut tiga dimensi
artikulatoris: tingkat terbukanya mulut (rapat lw. buka); posisi
bagian lidah yang tertinggi (depan lw. belakang); dan posisi bibir
(bundar lw. hampar atau tak bundar). Jadi, bunyi yang tertentu
mungkin dideskripsikan sebagai vocal rapat, depan, dan bundar
(misalnya, vocal dalam kata prancis lune); bunyi lain sebagai
rapat, depan, dan tak bundar (seperti dalam kata Prancis si dan
kata inggris sea). (Lyons,1995:102) Dapat diartikan jika vokal
dibagi atas tiga dimensi artikulatoris yaitu posisi mulut, posisi
lidah, dan posisi bibir. Mulut, apakah terbuka ataukah tertutup.
Lidah, yang mana posisi lidah yang tertinggi, depan atau
belakang. Dan bagaimana posisi bibir saat mengucap, bundar,
rapat, tak bundar atau bagaimana. Setiap bunyi dari huruf atau
kata, pasti memiliki cara pengucapan yang berbeda-beda, baik
mulut, bibir atau lidahnya.
Vokal adalah modifikasi bunyi bersuara yang melibatkan
hambatan, geseran, atau sentuhan lidah atau bibir. (Robins,
1992:106) Sehingga,
bentuk
dan
ciri-ciri
bibir
dapat
membedakan kualitas vokal seseorang, seperti
bibir yang
berbentuk bulat atau terentang. Contohnya adalah perbedaan
dalam mengucapkan beat dan feel dengan bentuk bibir tertutup
depan panjang dengan bibir terentang. Selain itu uga dalam
pengucapan put dan pull dengan bentuk bibir tertutup belakang
pendek dengan bibir bundar.
Bunyi vokal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama
berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa
bersifat vertikal bisa bersifat horizontal. Secara vertikal
dibedakan adanya vokal tinggi, misalnya bunyi [i] dan [u]; vokal
tengah, misalnya, bunyi [e] dan []; dan vokal rendah, misalnya,
bunyi [a]. Secara horizontal dibedakan adanya vokal depan,
misalnya bunyi [i] dan [e]; vokal pusat, misalnya, bunyi []; dan
vokal belakang, misalnya, bunyi [u] dan [o]. Kemudian menurut
bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tak
bundar. Disebut vokal bundar karena bentuk mulut membundar
ketika mengucapkan vokal itu, misalnya, vokal [o] dan vokal [u].
Disebut vokal tak bundar karena bentuk mulut tidak membundar,
melainkan melebar, pada waktu pengucapan vokal tersebut,
misalnya, vokal [i] dan vokal [e]. (Chaer, 2007: 113)
Dalam konteks ini yang dimaksud vokal adalah huruf-huruf
yang pengucapannya hanya menggunakan alat ucap berupa

bibir yang tidak dikatubkan antara bibir atas dengan bibir bawah
atau bibir dengan gigi dan tidak ada penggabungan alat ucap
seperti lidah dengan gigi, lidah dengan gusi, dan lainnya.
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan
secara garis besar yang dimaksud vokal adalah suatu bunyi yang
dihasilkan oleh pertemuan antara dua buah alat ucap maupun
yang hanya dihasilkan dari satu alat ucap. Sedangkan bunyi
vokal sendiri lebih menjurus kepada huruf-huruf hidup atau huruf
vokal dimana huruf-huruf tersebut dihasilkan oleh alat ucap
berupa bibir yang menyempit, membuka lebar, maupun yang
membundar.
3.2 Konsonan
Konsonan-konsonan digolongkan menjadi beberapa kategori
yang berbeda-beda dan menarik, mungkin bersuara atau tak
bersuara, dan oral atau nasal. (Lyons,1995:103). Konsonankonsonan kemudian dapat diklasifikasikan menurut berbagai
variabel artikulatoris (hanya beberapa yang telah kita sebut).
Misalnya menurut konvensi-konvensi IPA, [p] adalah bilabial, tak
bersuara, oral, hambat; [b] adalah bilabial, bersuara, oral,
hambat; [f] adalah labiodental ,tak bersuara, frikatif (oral); [m]
adalah bilabial, nasal (bersuara), hambat; [t] adalah dental (atau
alveolar), tak bersuara, hambat, oral. [n] adalah dental (atau
alveolar),hambat, nasal (bersuara), dsb. (Lyons,1995:104)
Konsonan memiliki banyak macam berdasarkan alat ucap
yang digunakan untuk membentuknya. Macam konsonan yang
dibedakan berdasarkan alat ucap yaitu diantaranya adalah
labiodental, apikodental, bilabial, alveolar, dan lain sebagainya.
Adanya fonetik artikulatoris, fonetik akustik, dan fonetik auditoris
menyebabkan seseorang mudah bekomunikasi dengan orang lain
dalam menghasilkan bunyi. Fonetik tersebut berhubungan
dengan mekanisme alat ucap dalam mengeluarkan bunyi. Bunyi
yang dikeluarkan dapat berupa bunyi vokal maupun konsonan
yang mempunyai cara berbeda dalam cara pengucapannya.
Dalam konsonan, dua komponen terpenting adalah daerah
artikulasi dan cara artikulasi. (Robins, 1992:115). Daerah
artikulasi tersebut menjadi daerah pertemuan antara dua
artikulator. Seperti pertemuan bibir atas dan bibir bawah (kedua
bibir terkatup) yang disebut dengan bilabial, misalnya dalam
mengucapkan [p], [b], dan [m]. Cara artikulasi adalah cara
artikulator menyentuh atau mendekati daerah artikulasi, seperti
bunyi getar pada ujung lidah yang menyentuh tempat yang sama
berulang-ulang, seperti saat mengucapkan [r].
Dalam buku Linguistik Umum yang ditulis oleh Abdul
Chaer (2007: 116) menyatakan bahwa bunyi-bunyi konsonan

biasanya dibedakan berdasarkan tiga patokan atau kriteria, yaitu


posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi. Dengan
ketiga kriteria itu juga orang memberi nama akan konsonan itu.
Berdasarkan posisi pita suara dibedakan adanya bunyi bersuara
dan bunyi tak bersuara. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara
hanya terbuka sedikit, sehingga terjadilah getaran pada pita
suara itu. Bunyi tidak bersuara terjadi apabila pita suara terbuka
agak lebar, sehingga tidak ada getaran pada pita suara itu.
Dari beberapa pernyataan tentang konsonan di atas dapat
disimpulkan bahwa konsonan merupakan suatu bunyi yang
dihasilkan karena bertemunya dua alat ucap yang saling
bersentuhan seperti gigi dengan lidah, lidah dengan gusi, dan
lain sebagainya. Seperti halnya vokal, konsonan ini juga sangat
berpengaruh dalam pembentukan suatu bahasa ataupun
pengucapan. Jika suatu huruf konsonan tidak dibunyikan dengan
semestinya maka akan mengganggu jalannya pembicaan karena
pendengar tidak akan menangkap dan mengerti apa yang
disampaikan oleh pembicara.
Penutupan
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
fonetik
artikulatoris
sangat
berhubungan
erat
dalam
pembentukan bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat ucap manusia
agar dapat diterima oleh alat pendengaran manusia, yaitu
gendang telinga. Sehingga, bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
tersebut menghasilkan gelombang-gelombang suara yang
diterima dengan mudah oleh gendang telinga. Namun, harus
didasari dengan bahasa yang dimiliki kedua orang tersebut sama
agar dapat memberikan respon terhadap lawan bicara.
Hubungan antara fonetik artikulatoris, fonetik akustis, dan
fonetik auditoris terletak pada alat-alat ucap manusia yang
berupa bibir, lidah, dan gigi dalam menghasilkan bunyi yang
dibantu oleh pernapasan dan pita suara untuk memberikan suatu
bunyi dan tinggi rendahnya frekuensi suara atau bunyi. Oleh
karena itu, diperlukan kejelasan dalam mengucapkan suatu
perkataan atau ujaran, terutama dalam pengucapan bunyi vokal
dan konsonan yang mempunyai perbedaan dalam cara
pengucapannya. Bentuk dan ciri-ciri bibir dapat membedakan
kualitas vokal seseorang, seperti bibir yang berbentuk bulat atau
terentang. Sedangkan dalam konsonan terdapat daerah artikulasi
dan cara artikulasi yang berbeda dengan pengucapan bunyi
vokal. Sehingga, dalam pengucapan bunyi konsonan terjadi
gesekan dari alat ucap tersebut.

Daftar Acuan
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Lyons, John. 1995. Pengantar Teori Linguistik. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Robins, R.H. 1992. Linguistik Umum Sebuah Pengantar.
Yogyakarta: Kanisius
Verhaar, J.W.M. 2006. Azas-azas Linguistik Umum. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.

You might also like