You are on page 1of 14

Terapi Kombinasi Hipertensi

JULY 12, 2012 BY TEUKU NANDA

Tujuan pengobatan hipertensi adalah menurunkan dan mencegah kejadian


kardioserebrovaskular dan renal, melalui penurunan tekanan darah dan juga pengendalian
dan pengobatan faktor-faktor risiko yang reversibel.
Saat ini tersedia 5 golongan obat antihipertensi: diuretik tiazida, antagonis kalsium,
ACEi (Angiotensin Converting Enzyme inhibitors), ARB, dan beta-blockers. Obatobat ini dapat digunakan sebagai monoterapi maupun sebagai bagian dari terapi kombinasi.
Kelima jenis golongan obat ini telah terbukti dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas
kardiovaskuler pada pengobatan hipertensi jangka panjang.
JNC 7 (2003) merekomendasikan pilihan jenis obat antihipertensi berdasarkan ada tidaknya
penyakit komorbid (Compelling Indications for Individual Drug Classes) (Gambar 2).
Terapi Kombinasi
Data penelitian klinik hipertensi memperlihatkan bahwa mayoritas pasien hipertensi
memerlukan paling sedikit dua golongan obat untuk mencapati target tekanan darah. JNC 7
(2003) dan ESC/ ESH (2007) menganjurkan untuk langsung mulai dengan kombinasi dua
macam obat pada kelas II hipertensi (160/100 mmHg) atau pada kelompok hipertensi
dengan risiko kardiovaskuler tinggi atau sangat tinggi.(Gambar 1)
Kombinasi dengan garis solid adalah yang bermanfaat dan evidence based, sedangkan
kombinasi dengan garis putus-putus tidak direkomendasikan.
Gambar 1. Rekomendasi terapi kombinasi (ESC/ ESH).

Gambar 2.pilihan jenis obat antihipertensi berdasarkan ada tidaknya penyakit komorbid

GUIDELINE PENANGANAN HIPERTENSI


BERDASARKAN JNC 7
Sejak lebih dari tiga dasawarsa, NHLBI (National Heart, Lung, And Blood Institute)
telah bekerja sama dengan NHBPEP (National High Blood Pressure) dalam
menyusun suatu guideline penanganan hipertensi secara global yang termaktub
dalam JNC (Joint National Commitee on the prevention, detection, evaluation and
treatment of high blood pressure). Sejak tahun 2003, telah dipublikasikan JNC 7
yang merevisi JNC 6 (1997) dengan konten yang lebih sempurna, ringkas dan jelas.
Selain itu, juga didukung oleh data-data terbaru (1997-2003) yang diambil dari hasil
percobaan klinik serta observasi. Meskipun demikian, tanggung jawab dokter dalam
pengambilan keputusan untuk menangani pasien hipertensi lebih penting. Oleh
karena itu, paper ini merupakan paparan mengenai guideline penanganan
hipertensi berdasarkan JNC 7.
KLASIFIKASI TEKANAN DARAH
Hipertensi merupakan pengukuran tekanan darah di atas skala normal
(120/80 mmHg). Menurut JNC 7, tekanan darah dibagi dalam tiga klasifikasi yakni
normal, pre-hipertensi, hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2 (tabel 1).
Klasifikasi ini berdasarkan pada nilai rata-rata dari dua atau lebih pengukuran
tekanan darah yang baik, yang pemeriksaannya dilakukan pada posisi duduk dalam
setiap kunjungan berobat.
Tabel 1. Klasifikasi Dan Penanganan Tekanan Darah Tinggi Pada Orang Dewasa*

Klasifikasi

TDS*

TDD*

Modifikasi

Tekanan
Darah

mmHg

mmH
g

Gaya
Hidup

Obat Awal
Tanpa
Indikasi

Normal

< 120

< 80

Anjuran

PreHipertensi

120139

80-89

Ya

Hipertensi

140159

90-99

>160

>100

Stage 1

Hipertensi

Dengan
Indikasi

Tidak Perlu
menggunakan
obat
antihipertensi

Gunakan obat
yang spesifik
dengan indikasi
(resiko).

Ya

Untuk semua
kasus gunakan
diuretik jenis
thiazide,
pertimbangkan
ACEi, ARB, BB,
CCB, atau
kombinasikan

Ya

Gunakan
kombinasi 2 obat
(biasanya diuretik
jenis thiazide dan
ACEi/ARB/BB/CCB

Gunakan obat
yang spesifik
dengan indikasi
(resiko).Kemud
ian tambahkan
obat
antihipertensi
(diretik, ACEi,
ARB, BB, CCB)
seperti yang
dibutuhkan

Stage 2

Keterangan:
TDS, Tekanan Darah Sistolik; TDD, Tekanan Darah Diastolik
Kepanjangan Obat: ACEi, Angiotensin Converting Enzim Inhibitor; ARB, Angiotensin Reseptor
Bloker; BB, Beta Bloker; CCB, Calcium Chanel Bloker
* Pengobatan berdasarkan pada kategori hipertensi
Penggunaan obat kombinasi sebagai terapi awal harus digunakan secara hati-hati oleh karena
hipotensi ortostatik.
Penanganan pasien hipertensi dengan gagal ginjal atau diabetes harus mencapai nilai target
tekanan darah sebesar <130/80 mmHg.

PENTINGNYA MENURUNKAN TEKANAN DARAH


Percobaan klinik memperlihatkan bahwa penanganan tekanan darah dapat
memberikan penurunan insidensi stroke dengan persentase sebesar 35-40%; infark
mioakrd, 20-25%; gagal jantung, lebih dari 50%. Diperkirakan bahwa pada pasien
dengan hipertensi stage 1 (TDS 140-159 mmHg dan TDD 90-99 mmHg) yang
disertai dengan faktor resiko penyakit kardiovaskuler, jika dapat menurunkan
tekanan darahnya sebesar 12 mmHg selama 10 tahun akan mencegah 1 kematian

dari setiap 11 pasien yang diobati. Pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler
atau kerusakan organ, hanya 9 pasien yang diketahui melakukan pengontrolan
tekanan darah dalam mencegah kematian.
Hipertensi merupakan diagnosis primer yang paling sering ditemukan di
Amerika (35 juta di semua tempat praktek sebagai diagnosis primer). Kelajuan
pengontrolan tekanan darah saat ini (TDS <140 mmHg, dan TDD <90 mmHg),
dulunya meningkat, nilainya masih dibawah dari target pencapaian masyarakat
sehat 2010 yakni sebesar 50%, 30% masih tidak didiagnosis sebagai penderita
hipertensi oleh karena pasien tidak menyadari menderita hipertensi. Pada pasien
umunya, pengontrolan tekanan darah sistolik (TDS) merupakan hal yang lebih
penting hubungannya dengan faktor resiko kardiovakuler dibandingkan tekanan
darah diastolik (TDD) kecuali pada pasien lebih muda dari umur 50 tahun. Hal ini
disebabkan oleh karena kesulitan pengontrolan TDS umumnya terjadi pada pasien
yang berumur lebih tua. Percobaan klinik terbaru, memperlihatkan pengontrolan
tekanan darah efektif dapat ditemukan pada hampir semua pasien hipertensi,
namun kebanyakan mereka menggunakan dua atau lebih obat kombinasi. Namun
ketika dokter gagal dengan modifikasi gaya hidup, dengan dosis obat-obat
antihipertensi yang adekuat, atau dengan kombinasi obat yang sesuai, maka akan
menghasilkan pengontrolan tekanan darah yang tidak adekuat.
CARA PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH AKURAT
Metode auskultasi pengukuran tekanan darah harus dilakukan dengan
menggunakan alat yang memiliki kalibrasi dan validasi yang baik. Seseorang harus
diperiksa dalam keadaan duduk tenang paling tidak selama 5 menit di kursi (lebih
baik dibandingkan dengan pemeriksaan di meja), dengan kaki di atas lantai, dan
lengan berada sejajar dengan jantung. Pemeriksaan tekanan darah dalam keadaan
berdiri dapat dilakukan sewaktu-waktu, khususnya pada pasien dengan resiko
hipotensi postural. Selain itu, juga membutuhkan ukuran manset yang sesuai
(manset dilingkarkan paling tidak sebesar 80 % pada lengan) untuk memastikan
keakuratan tekanan darah. Paling tidak dua kali pengukuran harus dapat dilakukan.
TDS adalah nilai yang ditentukan berdasarkan bunyi pertama atau kedua yang
terdengar (fase 1), dan TDD merupakan nilai dimana bunyi terakhir yang terdengar
sebelum bunyi tersebut menghilang (fase 5). Dalam setiap pemeriksaan, dokter
harus memberitahukan kepada pasien baik secara verbal maupun tulisan mengenai
nilai tekanan darah yang didapatkan dan tekanan darah target yang harus dicapai.
Metode pemeriksaan kedua adalah monitoring tekanan darah dengan
menggunakan ambulatori yang menyediakan informasi mengenai pengukuran
tekanan darah harian saat beraktivitas dan tidur. Pemeriksaan dengan metode ini,
menjamin evaluasi sindrom hipertensi Jas-Putih tanpa adanya kerusakan target
organ. Pemeriksaan ini juga membantu mengetahui pasien dengan resistensi obat,
gejala hipotensi oleh karena pengobatan antihipertensi, hipertensi episodik, dan
disfungsi autonom. Nilai dari pemeriksaan ambulatori biasanya lebih rendah dari
pemeriksaan klinik. Pada saat bangun, seseorang akan memiliki tekanan darah ratarata lebih dari 135/85 mmHg dan tekanan darah sewaktu tidur sebesar 120/75
mmHg. Kadar pengukuran tekanan darah yang menggunakan ambulatori lebih baik
jika dibandingkan dengan pengukuran di klinik dengan kerusakan organ target.
Pemeriksaan ini juga memperlihatkan persentase pembacaan tekanan darah yang
meningkat, secara keseluruhan peningkatan tekanan darah dan secara luas

penurunan tekanan darah selama tidur. Pada sebagian besar orang, tekanan darah
menurun sebanyak 10-20% pada waktu malam, dimana tekanan darah yang
menurun tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki resiko penyakit
kardiovaskuler yang tinggi.
Metode pemeriksaan yang terakhir adalah dengan pemeriksaan tekanan darah
secara mandiri yang bermanfaat untuk mengetahui respon obat antihipertensi,
meningkatkan kedisiplinan pasien dalam pengobatan, dan dapat menilai hipertensi
oleh karena Jas-Putih. Seseorang dengan tingkat rata-rata tekanan darah sebesar
lebih dari 135/85 mmHg yang diukur di rumah, secara umum dipertimbangkan
masuk dalam kategori hipertensi. Alat pemeriksaan tekanan darah di rumah, harus
dapat diperiksa keakuratannya secara teratur.
PENGONTROLAN TEKANAN DARAH
Penilaian pasien dengan hipertensi memiliki tiga sasaran: (1) untuk
mengetahui gaya hidup dan mengidentifikasi faktor resiko penyakit kardiovaskuler
atau penyakit lainnya yang bersamaan yang dapat mempengaruhi prognosis dan
pedoman penanganan; (2) untuk mengidentifikasi penyebab tingginya tekanan
darah; dan (3) untuk mengetahui ada atau tidaknya kerusakan organ target dan
penyakit kardiovakuler. Data yang dibutuhkan berupa anamnesis, pemeriksaan fisis,
pemeriksaan laboratorium, dan prosedur diagnostik lainnya. Pemeriksaan fisis
termasuk pengukuran tekanan darah yang sesuai, dengan verifikasi pada
kontralateral lengan; pemeriksaan pada fundus optik, kalkulasi indeks massa tubuh
(IMT: dengan pemeriksaan lingkar pinggang juga cukup berguna); auskultasi bruit
arteri karotid, abdominal, dan femoral; palpasi kelenjar tiroid; pemeriksaan teliti
pada jantung dan paru-paru; pemeriksaan pada abdomen untuk pembesaran ginjal,
massa dan pulsasi aorta abnormal; palpasi pada ekstremitas bawah untuk edema
dan pulsasi, dan pemeriksaan neurologi.
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebelum pengobatan awal
termasuk pemeriksaan EKG, urinalisis, glukosa darah dan hematokrit, kadam
natrium serum, kreatinin (atau pemeriksaan laju filtrasi glomerulus (GFR)), kalsium,
profil lipid, setelah 9-12 jam puasa, yang termasuk kadar kolesterol lipoprotein
densitas tinggi dan densitas rendah, serta pemeriksaan trigeliserida. Pemeriksaan
pilihan termasuk pengukuran ekskresi albumin urin atau rasio albumin/creatinin.
Pemeriksaan lebih luas untuk mengetahui penyebab hipertensi tidak diindikasikan
secara umum kecuali tekanan darah target tidak bisa dicapai.
PENANGANAN
Sasaran dari publikasi pengobatan antihipertensi adalah untuk mengurangi
angka morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovakuler dan ginjal. Sejak sebagian
besar orang dengan hipertensi, khususnya yang berumur > 50 tahun, fokus utama
adalah pencapaian TDS target. Tekanan darah target adalah <140/90 mmHg yang
berhubungan dengan penurunan komplikasi penyakit kardiovaskuler. Pada pasien
dengan hipertensi dan diabetes atau panyakit ginjal, target tekanan darahnya
adalah <130/80 mmHg. Untuk pencapaian tekanan darah target di atas, secara
umum dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:
1. Modifikasi Gaya Hidup

Modifikasi gaya hidup yang sehat oleh semua pasien hipertensi merupakan
suatu cara pencegahan tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak
terabaikan dalam penanganan pasien tersebut. Modifikasi gaya hidup
memperlihatkan dapat menurunkan tekanan darah yang meliputi penurunan berat
badan pada pasien dengan overweight atau obesitas. Berdasarkan pada DASH
(Dietary Approaches to Stop Hypertension), perencanaan diet yang dilakukan
berupa makanan yang tinggi kalium dan kalsium, rendah natrium, olahraga, dan
mengurangi konsumsi alkohol. Modifikasi gaya hidup dapat menurunkan tekanan
darah, mempertinggi khasiat obat antihipertensi, dan menurunkan resiko penyakit
kardiovaskuler. Contohnya, konsumsi1600 mg natrium memiliki efek yang sama
dengan pengobatan tunggal. Kombinasi dua atau lebih modifikasi gaya hidup dapat
memberikan hasil yang lebih baik. Berikut adalah uraian modifikasi gaya hidup
dalam rangka penanganan hipertensi.
Tabel 2. Modifikasi Gaya Hidup Dalam Penanganan Hipertensi *
Modifikas
i

Rekomendasi

Perkiraan Penurunan
Tekanan Darah Sistolik
(Skala)

Menurunk
an

Memelihara Berat Badan Normal

5-20 mmHg/ 10 kg
penurunan Berat Badan

Berat
Badan

(Indeks Massa Tubuh 18.524.9


kg/m2).

Melakukan
pola diet
berdasark
an DASH

Mengkonsumsi makanan yang kaya


dengan buah-buahan, sayuran, produk
makanan yang rendah lemak, dengan
kadar lemak total dan saturasi yang
rendah.

8 14 mmHg

Diet
Rendah
Natrium

Menurunkan Intake Garam sebesar 2-8


mmHg tidak lebih dari 100 mmol perhari (2.4 gr Natrium atau 6 gr garam).

2-8 mmHg

Olahraga

Melakukan Kegiatan Aerobik fisik


secara teratur, seperti jalan cepat
(paling tidak 30 menit per-hari, setiap
hari dalam seminggu).

4 9 mmHg

Membatas
i
Pengguna
an Alkohol

Membatasi konsumsi alkohol tidak


lebih dari 2 gelas ( 1 oz atau 30 ml
ethanol; misalnya 24 oz bir, 10 oz
anggur, atau 3 0z 80 whiski) per-hari
pada sebagian besar laki-laki dan
tidak lebih dari 1 gelas per-hari pada

2 -4 mmHg

wanita dan laki-laki yang lebih kurus.


DASH, Pendekatan Diet Untuk Menghentikan Hipertensi
* Untuk semua penurunan resiko kardiovaskuler, berhenti merokok
Efek implementasi dari modifikasi di atas bergantung pada dosis dan waktu, dan lebih baik
pada beberapa orang.

2. Terapi Farmakologi
Terdapat beberapa data hasil percobaan klinik yang membuktikan bahwa
semua kelas obat antihipertensi, seperti angiotensin converting enzim inhibitor
(ACEI), angiotensin reseptor bloker (ARB), beta-bloker (BB), kalsium chanel bloker
(CCB), dan diuretik jenis tiazide, dapat menurunkan komplikasi hipertensi yang
berupa kerusakan organ target.
Diuretik jenis tiazide telah menjadi dasar pengobatan antihipertensi pada
hampir semua hasil percobaan. Percobaan-percobaan tersebut sesuai dengan
percobaan yang telah dipublikasikan baru-baru ini oleh ALLHAT (Antihipertensive
and Lipid Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial), yang juga
memperlihatkan bahwa diuretik tidak dapat dibandingkan dengan kelas
antihipertensi lainnya dalam pencegahan komplikasi kardiovaskuler. Selain itu,
diuretik meningkatkan khasiat penggunaan regimen obat antihipertensi kombinasi,
yang dapat digunakan dalam mencapai tekanan darah target, dan lebih bermanfaat
jika dibandingkan dengan agen obat antihipertensi lainnya. Meskipun demikian,
sebuah pengecualian didapatkan pada percobaan yang telah dilakukan oleh Second
Australian National Blood Pressure yang melaporkan hasil penggunaan obat awal
ACEI sedikit lebih baik pada laki-laki berkulit putih dibandingkan pada pasien yang
memulai pengobatannya dengan diuretik.
Obat diuretik jenis tiazide harus digunakan sebagai pengobatan awal pada
semua pasien dengan hipertensi, baik penggunaan secara tunggal maupun secara
kombinasi dengan satu kelas antihipertensi lainnya (ACEI, ARB, BB, CCB) yang
memperlihatkan manfaat penggunaannya pada hasil percobaan random terkontrol.
Daftar faktor resiko yang disertai dengan jenis obat antihipertensi sebagai
pengobatan awal dapat dilihat pada tabel 4. Jika salah satu obat tidak dapat
ditoleransi atau kontraindikasi, sedangkan kelas lainnya memperlihatkan khasiat
dapat menurunkan resiko kardiovaskuler, obat yang ditoleransi tersebut harus
diganti dengan jenis obat dari kelas berkhasiat tersebut.
Sebagian besar pasien yang mengidap hipertensi akan membutuhkan dua
atau lebih obat antihipertensi untuk mendapatkan sasaran tekanan darah yang
seharusnya. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda harus dilakukan
ketika penggunaan obat tunggal dengan dosis adekuat gagal mencapai tekanan
darah target. Ketika tekanan darah lebih dari 20/10 mmHg di atas tekanan darah
target, harus dipertimbangkan pemberian terapi dengan dua kelas obat, keduanya
bisa dengan resep yang berbeda atau dalam dosis kombinasi yang telah disatukan
(tabel 3). Pemberian obat dengan lebih dari satu kelas obat dapat meningkatkan
kemungkinan pencapaian tekanan darah target pada beberapa waktu yang tepat,
namun harus tetap memperhatikan resiko hipotensi ortostatik utamanya pada
pasien dengan diabetes, disfungsi autonom, dan pada beberapa orang yang

berumur lebih tua. Penggunaan obat-obat generik harus dipertimbangkan untuk


mengurangi biaya pengobatan.
Tabel 3. Obat-Obat Oral Antihipertensi*
Kelas

Dosis
Penggun
aan
(Mg/hari)

Frekuensi
Penggunaan/
hari

Klorotiazide (Diuril)

125-500

1-2

Klortalidone (generik)

12,5-25

Hidroklorotiazide (Mikrozide,
HidroDIURIL)

12,5-50

2-4

1,25-2,5

0,5-1,0

2,5-5

Bumetanide (Bumex)

0,5-2

Furosemide (Lasix)

20-80

Torsemid (Demadex)

2,5-10

Diuretik Hemat
Kalium

Amiloride (Midamor)

5-10

1-2

Triamterene (Dyrenium)

50-100

1-2

Aldosteron
Reseptor Bloker

Eplerenone (Inspra)

50-100

25-50

Beta bloker

Atenolol (Tenormin)

25-100

Betaxolol (Kerione)

5-20

Bisoprolol (Zebeta)

2,5-10

Metaprolol (Lopressor)

50-100

1-2

Metoprolol Extended Release (Toprol


XL)

50-100

40-120

40-160

Diuretik Tiazide

Obat (Nama Dagang)

Polythiazide (Renese)
Indapamide (Lozol)
Metalazone (Mykrox)
Metalazone (Zaroxolyn)
Loop Diuretik

Spironolakton (Aldactone)

Nadolod (Corgard )
Propanolol (Inderal)

Propanolol Long acting (Inderal LA)

60-180

Timolol (Blocadren)

20-40

Beta bloker
aktivitas
simpatomimetik
intrinsik

Acebutolol (Sectral)

200-800

Penbutolol (Levatol)

10-40

Pindolol (Generik)

10-40

Kombinasi Alpha
dan Beta Bloker

Carvedilol (Coreg)

12,5-50

Labetolol (Normodyne, Trandate)

200-800

10-40

Captopril (Capoten)

25-100

Enalapril (Vasotec)

5-40

1-2

Fosinopril (Monopril)

10-40

lisinopril (Prinivil, Zestril)

10-40

moexipril (Univasc)

7.5-30

perindopril (Aceon)

4-8

quinapril (Accupril)

10-80

ramipril (Altace)

2.5-20

1-4

8-32

eprosartan (Teveten)

400-800

1-2

irbesartan (Avapro)

150-300

25-100

1-2

olmesartan (Benicar)

20-40

telmisartan (Micardis)

20-80

80-320

1-2

Diltiazem extended release

180-420

(Cardizem CD, Dilacor XR, Tiazac)

120-540

80-320

ACEI

Benazepril (Lotensin)

trandolapril (Mavik)
Angiotensin II
Antagonis

candesartan (Atacand)

losartan (Cozaar)

valsartan (Diovan)
CCB Non
Dihidropiridin

diltiazem extended release (Cardizem


LA)

verapamil immediate release (Calan,


Isoptin)

120-480

1-2

120-360

amlodipine (Norvasc)

2,5-10

felodipine (Plendil)

2,5-20

isradipine (Dynacirc CR)

2,5-10

nicardipine sustained release


(Cardene SR)

60-120

30-60

10-40

doxazosin (Cardura)

1-16

prazosin (Minipress)

2-20

2-3

terazosin (Hytrin)

1-20

1-2

clonidine (Catapres)

0,1-0,8

clonidine patch (Catapres-TTS)

0,1-0,3

1 Minggu

250-1000

reserpine (generic)

0,1-0,25

guanfacine (Tenex)

0,5-2

hydralazine (Apresoline)

25-100

minoxidil (Loniten)

2,5-80

1-2

verapamil long acting (Calan SR,


Isoptin SR)
verapamilCoer, Covera HS, Verelan
PM)
CCBDihidropiridin

nifedipine long-acting
(Adalat CC, Procardia XL)
nisoldipine (Sular)
Alpha 1 Bloker

Alpha 2 agonis
sentral dan obat
lainnya yang
bekerja sentral

Vasodilator
Langsung

methyldopa (Aldomet)

* Pada Beberapa pasien yang diterapi sekali sehari, efek obat antihipertensi kemungkinan
berkurang ke arah dosis interval akhir (efek sebelumnya). Tekanan darah harus diukur
terlebih dahulu untuk menentukan dosis jika pengontrolan tekanan darah target tercapai.
Sekarang telah tersedia dalam bentuk generik atau dalam proses pembuatan ke bentuk
generik

Saat obat antihipertensi telah diberikan, pasien diharuskan kembali untuk


follow paling tidak dalam interval sebulan sekali sampai tekanan darah target
tercapai. Kunjungan yang lebih sering dibutuhkan untuk pasien dengan kategori

hipertensi stage 2 atau jika disertai dengan komplikasi penyakit penyerta.


Pemeriksaan kadar serum kalium dan kreatinin harus dilakukan paling tidak
sebanyak 1-2 kali per-tahun. Setelah tekanan darah mencapai target dan stabil,
follow up dan kunjungan harus dilakukan dalam interval 3-6 bulan sekali. Penyakit
penyerta seperti gagal jantung, dan diabetes dapat mempengaruhi frekuensi jumlah
kunjungan. Faktor resiko penyakit kardiovaskuler lainnya harus diobati untuk
mendapatkan nilai tekanan darah target, dan penghindaran penggunaan tembakau
harus dilakukan. Penggunaan aspirin dosis rendah dilakukan hanya ketika tekanan
darah terkontrol, oleh karena resiko stroke hemoragik yang meningkat pada pasien
dengan hipertensi tidak terkontrol.
PENYAKIT PENYERTA PADA HIPERTENSI
Hipertensi merupakan penyakit primer yang memerlukan penanganan yang
tepat sebelum berkomplikasi ke penyakit lainnya seperti gagal jantung, infark
miokard, penyakit jantung koroner, dan penyakit ginjal yang akhirnya dapat
berakhir pada kerusakan organ. Keadaan hipertensi yang disertai dengan penyakit
penyerta ini membutuhkan obat antihipertensi yang tepat yang berdasarkan pada
beragam hasil percobaan klinis. Penanganan dengan kombinasi obat kemungkinan
dibutuhkan. Penentuannya disesuaikan dengan penilaian pengobatan sebelumnya,
tolerabilitas obat serta tekanan darah target yang harus dicapai. Rangkuman
penggunaan obat-obat hipertensi pada beberapa penyakit penyerta dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 4. Pedoman Penggunaan Beragam Obat Antihipertensi Pada Pasien
Dengan
Faktor Resiko (Penyakit Yang Menyertai)

FAKTOR RESIKO INDIKASI (PENYAKIT YANG M

Gagal Jantung
Infark Post-miokard

Resiko Tinggi PJK


Diabetes
Gagal Ginjal Kronik
Pencegahan Stroke Berulang

* Faktor resiko yang menjadi indikasi penggunaan obat antihipertensi berdasarkan pada
keuntungan yang didapatkan dari penelitian atau pedoman klinik yang ada; faktor resiko ini
dikelola sejalan dengan tekanan darah.
Kepanjangan Obat : ACEI, angiotensin konverting enzim inhibitor; ARB, angiotensin reseptor
bloker; Aldo ANT, aldosterone antagonis; BB, beta-bloker; CCB, calcium channel blocker.
Keadaan dari setiap percobaan klinik memperlihatkan keutungan spesifik dari setiap kelas
obat-obat antihipertensi.

KESIMPULAN
Penanganan hipertensi dimulai dengan penentuan klasifikasi pasien
berdasarkan nilai tekanan darah yang didapatkan pada waktu pemeriksaan
berlangsung. Pemeriksaan dilakukan dalam kondisi duduk dengan lengan sejajar
jantung serta diverifikasi kembali dengan lengan yang sebelahnya. Seperti yang
telah ditentukan pada tabel 1 sebelumnya, jika pasien termasuk dalam kategori prehipertensi, penanganan yang harus diberikan adalah modifikasi gaya hidup yang
meliputi penurunkan berat badan, diet berdasarkan aturan DASH, diet rendah
garam, olahraga yang teratur, serta pembatasan konsumsi alkohol (tabel 2).
Kategori pre-hipertensi tidak memerlukan penatalaksanaan farmakologi. Namun,
oleh karena resiko perkembangan pre-hipertensi menjadi hipertensi cukup tinggi,
maka dianjurkan untuk selalu melaksanakan pemeriksaan tekanan darah secara
berkala. Paling tidak dapat melakukan pemeriksaan setiap dua minggu sekali.
Strategi penanganan hipertensi dengan modifikasi gaya hidup tidak hanya
dilakukan untuk kategori pre-hipertensi. Hal ini juga dilakukan untuk kategori
tingkat lanjut yakni hipertensi stage 1 dan hipertensi stage 2, oleh karena hipertensi
merupakan penyakit degeneratif yang muncul akibat perilaku gaya hidup yang
salah. Saat seseorang yang telah melakukan modifikasi gaya hidup namun tekanan
darahnya tidak sesuai dengan tekanan darah target (<140/90 mmHg, untuk yang
rentan dengan penyakit kardiovaskuler; dan <130/80 mmHg, untuk yang rentan
dengan diabetes, dan penyakit ginjal), maka sudah seharusnya dipertimbangkan
pemberian terapi farmakologi. Ketentuannya adalah untuk pasien dengan kategori
hipertensi stage 1 (140-159/90-99 mmHg) yang tanpa penyakit penyerta, diberikan
obat tunggal diuretik jenis tiazide dengan dosis awal yang paling rendah (tabel 3).
Namun, jika sampai pada dosis maksimal tidak terdapat perubahan, maka harus
dipertimbangkan pemberian kombinasi obat antihipertensi dari kelas lainnya (ACEI,
BB, ARB, CCB, dan Aldo Ant). Selanjutnya untuk pasien dengan hipertensi stage 2
(>160/100 mmHg) tanpa penyakit penyerta, harus diberikan dua obat kombinasi
sebagai obat awal, dimana diuretik jenis tiazide tetap sebagai obat dasar yang
ditambahkan dengan obat antihipertensi dari kelas lainnya. Ketentuan berbeda juga
berlaku pada pasien hipertensi dengan penyakit penyerta. Untuk penanganannya
tergantung pada jenis penyakit penyerta yang diderita. Deskripsi pilihan obat yang
tepat untuk penyakit penyerta spesifik dapat dilihat pada tabel 4.

Pengobatan hipertensi dilakukan dengan tujuan untuk mencapai tekanan


darah target. Sekali obat antihipertensi digunakan, selanjutnya sangat diperlukan
pemeriksaan rutin untuk menilai perkembangan pengobatan yang dilakukan.
Pemeriksaan rutin dilakukan paling tidak sebulan sekali, dan kunjungan akan lebih
sering pada pasien dengan hipertensi stage 2 atau pasien dengan penyakit
penyerta. Jika pasien telah mencapai tekanan darah target, follow up dapat
dilakukan dalam interval 3-6 bulan sekali. Namun, jika tekanan darah target tidak
dapat tercapai dengan penggunaan obat dosis optimal dan kombinasi beberapa
obat yang sesuai, dipertimbangkan untuk berkonsultasi dengan spesialis.

You might also like