Professional Documents
Culture Documents
Refleksi Kasus
Oleh :
M. Adi Wardana
1310019010
Pembimbing:
dr. Natanael Shem, Dip.Derm, DDSc, MSc
BAB I
KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Ny. N
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 48 Tahun
Status
: Menikah
Alamat
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: IRT
Anamnesis:
Keluhan Utama : Gatal pada kedua kaki
Riwayat penyakit sekarang :
Gatal pada kedua kaki dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, Awalnya berupa
kulit yang memerah saja pada bagian punggung kaki yang berkontak dengan
sendal karet. Kemerahan pada kulit idak langsung muncul melainkan setelah
berkontak ulang dengan sendal karet. Kemudian kulit yang memerah tersebut
mulai terasa gatal. Tidak terasa nyeri, tidak pedih, tidak ada rasa terbakar dan
tidak panas.
Pernah berobat ke dokter dan mendapatkan obat berupa salep dan obat
minum, salep yang digunakan ialah salep kalmetasone, saat menggunakan
salep keluhan berkurang namun hilang timbul, pasien mendapatkan CTM
untuk mengurangi rasa gatalnya.
Pasien memiliki kebiasaan menggunakan sandal jepit
berbahan karet
sejak 8 tahun yang lalu hingga sekarang dan sekitar 7 tahun yang lalu keluhan
kemerahan di punggung kaki mulai timbul, menghilang saat diberikan salep
dan kembali muncul saat pasien berhenti berobat. Pasien juga mengakui
memiliki riwayat alergi berupa gatal gatal di seluruh tubuh apabila
mengkonsumsi ikan laut, udang, dan telur.
Keadaan Umum
Kesadaran
Fungsi Vital :
o Tekanan darah
: 120/80 mmHg
o Nadi
: 80 x/menit
o Pernafasan
: 22 x/menit
o T : 36,7 derajat
Status dermatologis :
Lokalisasi : Regio dorsum pedis
Effloresensi : plak hiperpigmentasi dengan skuama kasar diatasnya dan
terdapat likenifikasi
Usulan pemeriksaan
Patch test
Diagnosis Banding
Dermatitis Kontak Alergen
Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis Atopik
Diagnosis Kerja
Dermatitis Kontak Alergen
Penatalaksanaan
Desoksimetason cream sue
Cetirizine 50 mg tab 1x1
Prognosis
Vitam
: bonam
Sanationam : bonam
Kosmetikam : bonam
BAB II
PEMBAHASAN
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau
substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak
yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergik (DKA),
keduanya dapat bersifat akut maupun kronik. Dermatitis iritan merupakan reaksi
peradangan kulit non imunologik, sehingga kerusakan kulit terjadi langsung tanpa
didahului proses sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada
seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu allergen. Dermatitis
kontak alergi terjadi bila alergen atau senyawa sejenis menyebabkan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat pada paparan berulang.
Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut
dimulai dengan bercak eritema berbatas tegas, kemudian diikuti dengan edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan
erosis dan eksudasi . Gejala yang umum dirasakan penderita adalah pruritus yang
umumnya konstan dan serngkali hebat.
Pasien berusia 48 tahun datang dengan keluhan gatal yang hilang timbul
pada kedua punggung kaki, keluhan ini pada awalnya dirasakan 7 tahun yang lalu
berupa bercak kemerahan disertai bintil bintil yang bentuknya mengikuti bentuk
karet sandal jepit. Namun sekarang bercak menjadi semakin lebar dengan batas
yang menjadi tidak jelas disertai hiperpigmentasi dan likenifikasi.. Dari anamnesa
cukup mengarahkan ke arah adanya dermatitis kontak alergen karena kebiasaan
pasien yang sejak 8 tahun yang lalu terus menggunakan sandal jepit saat memasak
dan menurut pengakuan pasien, keluarga pasien tidak mengeluhkan keluhan
serupa saat menggunakan sandal yang sama.
Berdasarkan literatur, insiden dermatitis kontak alergi didapatkan lebih
banyak pada orang dengan kulit yang sensitif, pada pasien ini didapatkan
informasi bahwa kulit wajah pasien sering gatal apabila memakai berbagai macam
krim yang dijual di pasaran. Sandal yang biasa dipakai pasien berbahan dasar
karet yang memiliki kecenderungan untuk membuat adanya alergi
Eflorosensi kulit pada pasien ini ditemukan plak hiperpigmentasi dengan
skuama kasar diatasnya dan terdapat likenifikasi. Menurut literatur gejala klinis
pada pasien dermatitis kontak alergi, penderita umumnya mengeluhkan gatal.
Berdasarkan anamnesa pada awalnya ditemukan tanda akut dermatitis berupa
bercak kemerahan disertai dengan papul papul eritema namun pada pemeriksaan
yang ditemukan sekarang tanda akut sudah tidak ditemui pada pasien. Efloresensi
yang ditemukan cenderung mengarahkan ke arah kondisi kronis berupa daerah
hiperpigmentasi disertai dengan likenifikasi.
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan pada pasien yang dicurigai
mengidap dermatitis kontak alergi adalah patch test dengan menggunakan
beberapa bahan alergen yang ditempelkan pada tubuh pasien. Pemeriksaan ini
berguna untuk membedakan kausa penyebabnya apakah bahan tersebut berupa
bahan alergen maupun bahan iritan.
Diagnosis banding dermatitis kontak alergen sering menunjukan gambaran
yang tidak khas, dapat menyerupai dermatitis kontak iritan maupn dermatitis
atopik. Pada keadaan ini didapatkan efloresensi yang hampir sama untuk semua
jenis dermatitis kronik, berupa daerah yang akan menjadi hiperpigmentasi disertai
likenifikasi. Dibedakan dengan dermatitis kontak iritan karena tidak semua
keluarga pasien yang memakai swallow mengeluhkan keluhan serupa. Tidak
didiagnosa kerja sebagai dermatitis atopik karena tidak memenuhi kriteria mayor
dan minor. Kriteria mayor yang ditemukan pada pasien ini hanya berupa pruritis
dan adanya riwayat alergi pada pasien sedangkan kriteria minor yang ditemukan
pada pasien hanya berupa kulit yang xerosis.
Hal yang perlu diperhatikan pada dermatitis kontak adalah upaya
pencegahan terulangnya kontak kembali dengan allergen penyebab dan menekan
kelainan kulit yang timbul. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah
beberapa hari. Untuk lesi basah , cukup dikompres dengan larutan garam faal.
Dapat diberikan kortikosteroid sistemik, bila lesi cukup berat dan topical bila lesi
ringan. Untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan antihistamin atau
antipruritus. Bila ada infeksi sekunder dapat diberikan antibiotic peroral.
Penatalaksanaan pada pasien ialah pemberian kortikosteroid topikal
sebuah preparat antiinflamasi, yaitu Diflucortolone valerate krim. Maksud
penggunaan obat ini adalah untuk mengurangi reaksi dermatitis kontak alergi dan
mengurangi gatal.
Antihistamin yang dipilih untuk pasien ini adalah cetrizine. Diberikan satu
kali dalam 1 hari. Cetrizine merupakan antihistamin yang bersifat non sedative
dengan tujuan agar tidak mengganggu aktifitas pasien dalam beraktifitas dalam
kesehariannya. Pada penatalaksanaan juga diberikan pelembab berupa decubal
lotion yang dapat membantu penyerapan kortikosteroid topikal yang diberikan
bersamaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Panitia Medik Farmasi dan Terapi RSU dr. Soetomo. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Tiga. Surabaya :
Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo. 2005.
2. Gudjonsson JE, Elder JT. Eczema/Dermatitis. Dalam : Wolff K, Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. [ed.]. Fitzpatricks
Dermatology In General Medicine. Seventh Edition. Volume 1 & 2. New York
: Mc Graw Hill. 18, hal : 42-3.
3. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam : Djoenda A, Hamzah M, Aisah S,
editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Tiga, Surabaya : Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo. 2005.