You are on page 1of 3

Kelompok 4

LNK B2

Nama :
1. Fiyana Kusuma D
2. Rico Asmara H
3. Kiki Andian
4. Restiana

KONSERVASI PENYU DI PANTAI BATAVIA KABUPATEN BANGKA


PROPINSI BANGKA BELITUNG
Penyu menjadi salah satu satwa yang dilestarikan karena jumlah populasinya semakin
menurun. Populasi penyu di pantai Batavia semakin menurun akibat adanya kerusakan habitat di
daerah pantai tempat peneluran penyu dan penangkapan telur penyu oleh masyarakat sekitar
pantai. Selain itu daging penyu hijau juga dimanfaatkan untuk upacara keagamaan oleh
masyarakat Bali, khususnya masyarakat Badung. Penyu merupakan satwa yang sensitif terhadap
gangguan lingkungan. Penyu akan bertelur pada pantai yang masih alami dengan topografi yang
relatif tidak terbuka dan jauh dari aktivitas manusia. Jika terjadi gangguan saat fase peneluran
maka penyu akan melakukan false crawl. False crawl adalah aktivitas penyu betina menggali
dan membuat sarang peneluran maupun aktivitas lain yang termasuk bagian dari itu, akan tetapi
tidak benar-benar melakukan peneluran.
Terdapat dua jenis penyu yang masih ditemukan mendarat dan bertelur di pantai-pantai
Kabupaten Bangka, yaitu penyu sisik dan penyu hijau. Dukungan pemerintah pusat melalui
peraturan perundang-undangan sudah memadai, namun tidak adanya dukungan pendanaan
membuat kegiatan konservasi ini baru dapat dilakukan pada tahun 2008 melalui pendanaan
pribadi. Kegiatan konservasi penyu di Kabupaten Bangka dipusatkan di Pantai Batavia. Kegiatan
konservasi ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap telur dan meningkatkan
harapan hidup penyu laut melalui dua kegiatan utama yaitu (i) penangkaran penyu dan (ii)
restocking penyu ke laut. Proses penangkaran penyu di Pantai Batavia Kabupaten Bangka terdiri
dari beberapa kegiatan, yaitu:

Membeli telur dari para pencari telur


Telur yang dibeli harus telur yang masih dalam kondisi bagus dan tidak
boleh berumur lebih dari 2 x 24 jam semenjak proses peneluran, karena jika lebih
prosentase daya tetas telurnya rendah.

Persiapan sarang penetasan buatan/semi alami


Sarang penetasan harus bersih dari rumput-rumput karena akar rumput
bisa merusak telur-telur yang ditetaskan. Sarang penetasan digali dengan
kedalaman antara 35 85 cm dan diameter 15 25 cm, tergantung dari jenis telur
penyu yang akan ditetaskan. Lokasi sarang penetasan diberi pagar pengaman
untuk menghindari gangguan dari hewan predator. Pasir pada sarang inkubasi
diganti setiap dua kali masa inkubasi.

Inkubasi
Telur penyu yang terkumpul diinkubasikan di dalam lubang sarang semi
alami yang telah dibuat. Lubang sarang ditutup dengan pasir dan ditandai dengan
papan kecil yang berisi informasi tanggal awal inkubasi telur, jumlah telur yang
diinkubasi, jenis telur penyu yang diinkubasi serta tanggal peneluran dan petugas
yang melakukan inkubasi. Pada saat masa inkubasi sudah cukup, telur akan
menetas dan penyu yang baru menetas (tukik) akan keluar ke permukaan pasir.

Kelompok 4
LNK B2

Nama :
1. Fiyana Kusuma D
2. Rico Asmara H
3. Kiki Andian
4. Restiana
Secara alami telur penyu akan menetas (menjadi tukik) setelah diinkubasikan
selama 50 60 hari. Faktor yang memengaruhi keluarnya tukik ke permukaan
tanah atau pasir adalah turunnya temperatur.

Pemeliharaan dan perawatan tukik


Pemeliharaan dan perawatan tukik dilakukan menggunakan 8 bak
pemeliharaan. Bak-bak pemeliharaan diisi dengan air laut bersalinitas 30 ppt
setinggi 10 cm disesuaikan dengan umur tukik yang dipelihara. Air diganti dua
kali sehari pada jam 08.00 dan jam 17.00 setelah tukik diberi makan. Pakan
diberikan dua kali berupa ikan lemuru yang dicincang. Rata-rata 1 bak
pemeliharan dengan ukuran 180 x 210 cm diisi dengan tukik sebanyak 150 200
ekor. Tukik dipelihara selama kurang lebih 2 4 bulan dan setelah itu tukik siap
ditebarkan ke laut. Tukik yang telah berumur 2 4 bulan umumnya sudah cukup
sehat dan pandai berenang serta menyelam sehingga akan mengurangi resiko
menjadi mangsa burung-burung laut dan binatang predator penyu di laut.

Restocking penyu ke laut


Bertujuan agar populasinya di alam bisa bertahan di tengah rendahnya populasi akibat
mortalitas alami di laut maupun tekanan ekologis dan tekanan penangkapan (disengaja ataupun
tidak disengaja). Tercatat sebanyak 1229 ekor penyu sisik dan 142 ekor penyu hijau yang telah di
restocking ke laut. Penyu-penyu yang dilepas ini selanjutnya akan berenang mencari tempat
asuhan (nursery ground) berupa padang lamun maupun terumbu karang.
Penyu sering kali bermigrasi ke tempat yang jauh untuk mencari makan dan
bereproduksi. Setelah penyu dewasa, penyu akan bertelur di lokasi pantai dimana penyu
ditetaskan. Teori ini dinamakan homming hypothesis theory, terjadinya kerusakan habitat di
pantai peneluran seringkali menggagalkan upaya penyu untuk bertelur di pantai asalnya.
Kelestarian dalam menjaga habitat di pantai-pantai peneluran sangatlah penting untuk dilakukan.
Peraturan Terkait Konservasi Penyu
Dalam Appendix I CITES disebutkan bahwa semua jenis penyu merupakan satwa langka
yang dilindungi, artinya penyu tidak boleh diperdagangkan dalam bentuk apapun kecuali untuk
tujuan penelitian
Peraturan Terkait
Keputusan
Pertanian No. 716

Tahun
Menteri 1980

Undang-undang No. 4

1982

Keputusan Presiden No. 26

1986

Keterangan
Tentang
penetapan
tambahan
jenis-jenis
binatang liar yang dilindungi
(penyu sisik dan tempayan)
Tentang ketentuan-ketentuan
pokok
pengelolaan
lingkungan hidup
Tentang. pengesahan Asean

Kelompok 4
LNK B2

Undang-undang No. 5

1990

Keputusan Presiden No. 32

1990

Keputusan
Menteri 1992
Kehutanan No. 882/Kpts-II
Undang-undang No.

1994

Keputusan
Menteri 1996
Kehutanan No. 771/Kpts-II
Peraturan Pemerintah No. 7
Peraturan Pemerintah
60

1999

No. 2007

Nama :
1. Fiyana Kusuma D
2. Rico Asmara H
3. Kiki Andian
4. Restiana
agreement
on
the
conservation of. nature and
natural resources
Tentang konservasi sumber
daya alam hayati dan
ekosistemnya
Tentang
pengelolaan
kawasan lindung
About Protection of the
flatback turtle (Natator
depressus)
Tentang
pengesahan
konvensi
perserikatan
bangsa-bangsa
mengenai
keanekaragaman hayati
About Protection of the
hawksbill
turtle
(Eretmochelys imbricata)
Tentang pengawetan jenis
tumbuhan dan satwa
Tentang
konservasi
sumberdaya ikan

Kesadaran untuk melakukan konservasi penyu di Kabupaten Bangka dua tahun terakhir
ini merupakan sebuah langkah positif yang harus terus didorong dan ditiru oleh daerah-daerah
lain yang memiliki habitat peneluran penyu. Namun dibutuhkan berpuluh-puluh tahun untuk
melihat adanya dampak dari usaha ini mengingat siklus hidup penyu yang mencapai puluhan
tahun dari semenjak penyu ditetaskan sampai usia dewasa dan siap bertelur.

You might also like