You are on page 1of 127

KEBERADAAN FASILITAS MENURUT AKTIVITAS DI

PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LAMPULO,


BANDA ACEH

RAMZIAH AN NAJAH

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP


DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI


DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
KEBERADAAN FASILITAS MENURUT AKTIVITAS DI PELABUHAN
PERIKANAN PANTAI LAMPULO, BANDA ACEH
adalah benar dan merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen
pembimbing dan belum disajikan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2010


Ramziah An Najah

ABSTRAK
RAMZIAH AN NAJAH, C44050502. Keberadaan Fasilitas Menurut Aktivitas di
Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo, Banda Aceh. Dibimbing oleh ERNANI
LUBIS DAN RETNO MUNINGGAR
Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo merupakan pelabuhan perikanan pantai
(PPP) yang belum berupaya secara optimal setelah tsunami. Sebanyak 9.563 unit
perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor hancur/hilang/rusak
akibat tsunami, termasuk juga PPP Lampulo, 30 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI),
pabrik es, cold storage, Balai Benih Ikan/Balai Benih Udang, dan Pasar Ikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan
dan kondisi fasilitas yang terdapat di PPP Lampulo, Banda Aceh; menentukan
tingkat keberadaan, kebutuhan, dan kondisi fasilitas dalam menunjang
aktivitasnya; serta menentukan rasio antara keberadaan dan kebutuhan
fasilitasnya.
Penelitian menggunakan metode kasus tentang keberadaan, kebutuhan, dan
kondisi fasilitas serta rasio antara keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam
menunjang aktivitas di PPP Lampulo. Analisis yang dilakukan secara deskriptif
melalui pendekatan statistik.
Secara umum keberadaan dan kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas di
PPP Lampulo telah berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan keberadaan dan
kondisi fasilitas berada dalam kategori baik. Keberadaan, kebutuhan, dan kondisi
fasilitas secara umum dalam menunjang aktivitas pendaratan ikan memiliki
kategori baik, aktivitas penanganan dan pengolahan ikan memperoleh kategori
baik sekali; aktivitas pemasaran, pemeliharaan dan perbaikan, serta administrasi
dan penyuluhan dengan kategori baik. Perolehan rasio antara fasilitas yang ada
terhadap fasilitas yang seharusnya ada, yaitu pada kelompok fasilitas vital 1:1,12
(baik), penting 1:1 (baik sekali), dan pelengkap 1:1,43 (baik) dan hal ini
mengindikasikan bahwa segala aktivitas di PPP Lampulo sudah dapat berjalan
dengan baik.

Kata kunci : Banda Aceh, fasilitas, pelabuhan perikanan, PPP Lampulo

KEBERADAAN FASILITAS MENURUT AKTIVITAS DI


PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LAMPULO,
BANDA ACEH

RAMZIAH AN NAJAH

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Pemafaatan Sumberdaya Perikanan

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP


DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Judul Skripsi
Nama Mahasiswa
NRP
Mayor
Departemen

: Keberadaan Fasilitas Menurut Aktivitas di Pelabuhan


Perikanan Pantai Lampulo, Banda Aceh
: Ramziah An Najah
: C44050502
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
: Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Menyetujui:

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA


NIP: 19561123 198203 2 002

Retno Muninggar, S.Pi, ME


NIP: 19780718 200501 2 002

Mengetahui:
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc


NIP: 19621223 198703 1 001

Tanggal lulus: 19 Februari 2010

Dialah Tuhan yang menjadikan kamu


dapat berjalan di daratan, (dan berlayar) dilautan.
Sehingga ketika kamu berada di dalam kapal,
dan meluncurlah (kapal) itu membawa mereka
(orang-orang yang ada di dalamnya) dengan baik,
dan mereka bergembira karenanya....(Q.s. Yunus [10]: 22)

Kupersembahkan karya kecilku ini untuk


Ibu yang tiada lelah berjuang
Ayah yang telah memberiku banyak pelajaran hidup
Biarkan kenangan indah bersamanya memelukku hingga menjadi tautan
pertemuan di kehidupan yang lebih abadi

KATA PENGANTAR
Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Mei 2009 ini adalah keberadaan fasilitas, dengan judul
Keberadaan Fasilitas Menurut Aktivitas di Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo,
Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.

Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA dan Retno Muninggar, S.Pi, ME selaku dosen
pembimbing skripsi atas segala saran dan bimbingan selama penyusunan
skripsi;

2.

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M. Sc selaku ketua Departemen PSP;

3.

Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si selaku ketua komisi pendidikan Departemen
PSP;

4.

Ir. Dinarwan, MS selaku dosen penguji tamu atas sarannya;

5.

Bapak Endin selaku Kepala UPT Lampulo atas kebaikannya memberikan


pengarahan dan keterangan selama penelitian berlangsung;

6.

Bapak Oni Kandi selaku Kepala pemograman DKP yang telah memberikan
informasi yang penulis butuhkan;

7.

Bapak Yudhi, Bapak Ulil, dan Bapak Dirman selaku staf UPT Lampulo atas
kesabarannya mencarikan data dan keterangan yang penulis butuhkan;

8.

Bapak Jol selaku staf DKP atas data dan keterangan yang diberikan; dan
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak
bisa disebutkan satu per satu
Akhirnya, semoga hasil penelitian ini memberi manfaat bagi pihak yang

memerlukan.

Bogor, Maret 2010


Ramziah An Najah

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 24 Juli 1987
dari Bapak Soetikno (Alm) dan Ibu Zubaidah. Penulis merupakan
putri pertama dari empat bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai di SD Negeri 1 Banda
Aceh pada tahun 1995. Penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Banda Aceh dan
lulus tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan ke SMA Negeri 3
Banda Aceh dan lulus tahun 2005. Penulis diterima belajar di IPB pada tahun
2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.

Penulis memilih Mayor

Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan


Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi
kelembagaan kampus. Pada tahun 2005/2006, penulis menjadi staf perpustakaan
di LDK Al-Hurriyah. Pada tahun 2006/2007, penulis menjadi staf syiar Forum
Keluarga Muslim Perikanan. Pada tahun 2007/2008, penulis menjadi bendahara
Forum Keluarga Muslim Perikanan. Pada tahun yang sama, penulis menjadi
anggota Badan Pengawas Himpunan Profesi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
Selain aktif di beberapa organisasi, penulis juga pernah menjadi asisten
mata kuliah Teknik Perencanaan Pembangunan dan Pemanfaatan Pelabuhan
Perikanan pada tahun ajaran 2008/2009.
Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian
dan menyusun skripsi dengan judul Keberadaan Fasilitas Menurut Aktivitas Di
Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo, Banda Aceh. Penulis dinyatakan lulus
dalam sidang ujian Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan pada tanggal
19 Februari 2010.

UCAPAN TERIMAKASIH
Teriring Segala Pujian dan Syukur untuk Allah SWT. Rabb tempat bergantung
semua makhluk. Atas segala nikmat dan kasih sayangnya yang telah diberikan
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
Keberadaan Fasilitas Menurut Aktivitas Di Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo
Banda Aceh. Hasbunallah Wanimal Wakil. Penulis banyak mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Bapak (Alm) dan Ibu tercinta juga adik-adikku tersayang (Ayi, Wawan, dan
Rahmat) serta seluruh keluarga di Aceh yang tak pernah lekang memberi
semangat dan motivasi, terimakasih atas semua doa yang diberikan;
2. Cutma dan Om yang selalu memberi semangat dan doa;
3. Keluarga mungil ku di Dramaga, atas untaian doa, tausyiah, dan
dukungannya. Semoga kelak Allah mengumpulkan kita kembali di
SyurgaNya;
4. Siska, Lila, dan Dessy yang telah banyak membantu selama penelitian di
Aceh. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian.
5. Keluarga OCEAN : Tri, Ulfa, Sari, Sena, Vita, Evi, Riska, Widi, Ratna,
Nita, Fatwa, Firman, Jamal, Daniyal, Jamil, Fahrul, Anhar, Arman, Fuadi, dan
Adnan). Terimakasih telah melewati hari-hari bersama dalam perjalanan
dakwah di kampus Tercinta. Luv U All Coz Allah;
6. Keluarga besar FKM-C (A40, A41, A42, A43), terimakasih atas warna
yang diberikan dalam perjalanan panjang menuju Allah;
7. Kurcaci-kurcaciku: Septa, Ummi, Irna, dan Putri. Terimakasih atas
persahabatan selama ini. Semoga Allah selalu menjaga kalian.
8. Hendri, Kim, Hafid, dan Bephe yang telah membantu dalam skripsi ini.
9. Keluarga Besar PSP, khususnya teman-teman PSP42 (Ema, Golex, Didin,
Cochan, Pakde, Budi, Asep, Sahat, Rio, Bram, Yuli, Dian, Nisa, Arif M, Yiyi,
Intan, Anja, Gince, Fati, Oce, Ima, Winny, Adi, Leo, Dhenis, Nano, Dilla,
Haryo, Fery, Eko, Noer, Hendro, Novel, Yosep, Reny, Ojan, Mery, Imam,
Ferty, Mira, Vera, Mirza, Hano, Meida, Nia, Fifi, Zasuli, Adis). Terimakasih
atas kebersamaan yang pernah ada di PSP;

10. Keluarga Vamdi : Mb Ajeng, Mb Vina, Ami, Chandut, Lisma, Ayiz, Dude,
Ela, Mba Yofi, Mba Phyto, Mba Dona, Mba Ina, Mba Pipit, Mba Mila, Mba
Dian, Ita, Zatil, Vida, Winda, Ira, Mba Yenies, Mba Novi. Terimakasih telah
memberikan pelangi dibirunya langit hatiku dan atas kebersamaan yang
terjalin indah; dan
11. Semua teman-teman yang mengenal penulis, terimakasih atas semua yang
telah diberikan. Kiranya berkenan untuk menyelipkan nama ini pada setiap
untaian doa yang dipanjatkan, walau kita tak lagi bersua.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak.

Bogor, Maret 2010


Ramziah An Najah

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................

xv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xix


1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................
1.2 Tujuan ..............................................................................................
1.3 Manfaat ............................................................................................

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pelabuhan Perikanan .......................................................................


2.1.1
Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pantai ...........................
2.1.2
Fungsi Pelabuhan Perikanan .............................................
Peranan Pelabuhan Perikanan ...........................................
2.1.3
2.2 Fasilitas Pelabuhan Perikanan ........................................................
2.2.1
Fasilitas pokok ..................................................................
2.2.2
Fasilitas fungsional ...........................................................
2.2.3
Fasilitas penunjang ...........................................................
2.2.4
Fasilitas vital .....................................................................
2.2.5
Fasilitas penting ................................................................
2.2.6
Fasilitas pelengkap ............................................................
2.3 Aktivitas Pelayanan Pelabuhan Perikanan .....................................
2.3.1 Pendaratan ..........................................................................
2.3.2 Penanganan .........................................................................
2.3.3 Pengolahan..........................................................................
2.3.4 Pemasaran ..........................................................................
2.3.5 Penyaluran perbekalan ........................................................

5
5
6
7
7
8
8
9
9
10
10
10
11
11
13
13
14

METODOLOGI
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5

1
3
4

Lokasi dan Waktu Penelitian ..........................................................


Materi dan Alat Penelitian ..............................................................
Metode Penelitian ...........................................................................
Pengumpulan Data ..........................................................................
Analisis Data ...................................................................................

15
15
15
16
17

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1

Keadaan Umum Banda Aceh .........................................................


4.1.1
Keadaan geografis dan topografi .....................................
4.1.2
Keadaan penduduk ............................................................
4.1.3
Unit penangkapan ikan di Banda Aceh .............................
4.1.4
Produksi hasil tangkapan di Banda Aceh ..........................

30
30
31
32
36

4.2 Keadaan Umum Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo .................


4.2.1
Lokasi PPP Lampulo .........................................................
4.2.2
Musim dan daerah penangkapan .......................................
4.2.3
Produksi hasil tangkapan di PPP Lampulo .......................
4.3 Keberadaan dan Kondisi Fasilitas ...................................................
4.3.1
Keberadaan dan kondisi fasilitas PPP Lampulo ................
4.3.2
Tingkat keberadaan fasilitas di PPP Lampulo ..................
4.3.3
Kondisi fasilitas di PPP Lampulo .....................................
4.4 Keberadaan, Kebutuhan dan Kondisi Fasilitas Dalam Menunjang
Aktivitas di PPP Lampulo ...............................................................
4.4.1
Keberadaan, kebutuhan, dan kondisi fasilitas dalam
menunjang aktivitas pendaratan ikan ................................
4.4.2
Keberadaan, kebutuhan, dan kondisi fasilitas dalam
menunjang aktivitas penanganan ikan ..............................
4.4.3
Keberadaan, kebutuhan, dan kondisi fasilitas dalam
menunjang aktivitas pengolahan ikan ...............................
4.4.4
Keberadaan, kebutuhan, dan kondisi fasilitas dalam
menunjang aktivitas pemasaran ikan ................................
4.4.5
Keberadaan, kebutuhan, dan kondisi fasilitas dalam
mennjang aktivitas pemeliharaan dan perbaikan ............
4.4.6
Keberadaan, kebutuhan, dan kondisi fasilitas dalam
menunjang aktivitas administrasi dan penyuluhan ...........
4.4.7
Keberadaan, kebutuhan, dan kondisi fasilitas dalam
menunjang aktivitas penyaluran perbekalan .....................
4.5 Rasio antara keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang
aktivitas di PPP Lampulo ................................................................
5

37
37
37
38
39
40
58
61
65
65
71
74
78
84
86
90
93

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 99
5.2 Saran ................................................................................................ 100

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 101


LAMPIRAN ................................................................................................... 104

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Keberadaan fasilitas .................................................................................

20

Kondisi fasilitas .......................................................................................

21

Keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas ............

24

Komponen-komponen yang dibandingkan untuk menentukan rasio


keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas di
PPP Lampulo ...........................................................................................

28

Matriks keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas


di PPP Lampulo ......................................................................................

29

Jumlah dan pertumbuhan penduduk di Banda Aceh dari tahun 20042008 .................................................................................................... ....

31

Perkembangan jumlah armada kapal di Banda Aceh dari tahun 20042008 .........................................................................................................

32

Perkembangan alat tangkap di Banda Aceh dari tahun 2004-2008 ........

33

Perkembangan jumlah nelayan di Banda Aceh dari tahun 20042008 ...

35

10

Jumlah dan nilai produksi hasil tangkapan di Banda Aceh dari tahun
2004-2008 ...............................................................................................

36

Jumlah dan nilai produksi hasil tangkapan di PPP Lampulo dari tahun
2004-2008 ...............................................................................................

38

12

Keberadaan fasilitas di PPP Lampulo .....................................................

58

13

Kategori yang telah ditetapkan berdasarkan jumlah fasilitas yang ada


di PPP Lampulo ......................................................................................

60

14

Kondisi fasilitas di PPP Lampulo ...........................................................

62

15

Kondisi per kelompok fasilitas dengan kategori yang telah ditetapkan


berdasarkan persentase yang diperoleh di PPP Lampulo ........................

63

Keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas


pendaratan ikan .......................................................................................

67

17

Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas pendaratan ikan ................

70

18

Keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas


penanganan ikan .....................................................................................

72

19

Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas penanganan ikan ..............

73

20

Keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas


pengolahan ikan ......................................................................................

76

Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas pengolahan ikan .......... ....

77

5
6
7

11

16

21

22

Keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas


Pemasaran ...............................................................................................

80

23

Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas pemasaran ........................

82

24

Keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas


pemeliharaan dan perbaikan ....................................................................

84

Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas pemeliharaan dan


Perbaikan .................................................................................................

85

Keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas


administrasi dan penyuluhan ...................................................................

87

Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas administrasi dan


Penyuluhan ..............................................................................................

89

Keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas


penyaluran perbekalan ............................................................................

91

Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas administrasi


penyaluran perbekalan ............................................................................

92

30

Keberadaan dan kebutuhan seluruh fasilitas di PPP Lampulo ................

94

31

Rasio antara keberadaan fasilitas dan kebutuhan fasilitas ......................

96

32

Matriks keberadaan dan kebutuhan fasilitas di PPP Lampulo dalam


menunjang aktivitas ................................................................................

98

25
26
27
28
29

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Skema jumlah per kelompok fasilitas per kategori yang telah


ditetapkan ................................................................................................

20

Grafik jumlah kelompok fasilitas per kategori yang ditetapkan ..............

21

Skema pembagian interval persentase kondisi fasilitas per kategori


untuk masing-masing kelompok fasilitas yang telah ditetapkan ............

22

Grafik pembagian interval persentase kondisi fasilitas per kategori


yang telah ditetapkan untuk seluruh kelompok fasilitas .........................

23

Pembagian kategori keberadaan fasilitas yang telah ditetapkan dengan


jumlah fasilitas (perkiraan) seharusnya ada yang akan diperoleh
di PPP Lampulo .....................................................................................

24

Pembagian kategori keberadaan fasilitas yang telah ditetapkan


dengan jumlah fasilitas (perkiraan) seharusnya ada yang akan diperoleh
di PPP Lampulo ................................................................................. ....

25

Pembagian kategori kebutuhan fasilitas yang telah ditetapkan dengan


interval persentase (perkiraan) yang akan diperoleh di PPP Lampulo ..

26

Pembagian kategori kebutuhan fasilitas yang telah ditetapkan


dengan interval persentase (perkiraan) yang akan diperoleh di PPP
Lampulo ..................................................................................................

26

Skema pembagian interval persentase untuk masing-masing kelompok


fasilitas per kategori yang telah ditetapkan untuk seluruh aktivitas .......

28

Jumlah dan pertumbuhan penduduk di Banda Aceh dari tahun 2004


2008 ........................................................................................................

31

11

Perkembangan armada kapal di Banda Aceh dari tahun 20042008 ......

33

12

Komposisi alat tangkap di Banda Aceh pada tahun 2008 .......................

34

13

Perkembangan jumlah nelayan di Banda Aceh dari tahun 20042008 ...

35

14

Produksi hasil tangkapan di Banda Aceh dari tahun 20042008 ............

36

15

Produksi hasil tangkapan di PPP Lampulo dari tahun 2004-2008 ..........

39

16

Kapal saat bersandar di dermaga PPP Lampulo ...................................... 41

17

Kolam pelabuhan di PPP Lampulo .........................................................

42

18

Keadaan TPI di PPP Lampulo ................................................................

43

19

Pabrik es di PPP Lampulo .......................................................................

44

20

Es pesanan nelayan yang didatangkan luar PPP Lampulo ......................

45

21

Tangki dan Instalasi air (a) Di dalam pagar TPI (b) Di samping
bengkel reparasi kapal ........................................................................ ....

46

4
5

7
8

9
10

22

Tempat penyediaan bahan bakar yang dikelola oleh pihak swasta .........

47

23

Bengkel reparasi kapal ............................................................................

47

24

Ruang administrasi di PPP Lampulo ......................................................

48

25

Ruang Kepala PPP Lampulo ...................................................................

49

26

(a) Tempat parkir di dalam pagar TPI (b) Tempat parkir di luar pagar
TPI ...........................................................................................................

50

27

Pos Penghubung Radio (SSB) .................................................................

51

28

Ruang Pengepakan ..................................................................................

51

29

Slipway ....................................................................................................

52

30

Ruang pertemuan ....................................................................................

53

31

Toilet di PPP Lampulo ............................................................................

53

32

Pos penjagaan di PPP Lampulo ..............................................................

54

33

Balai pertemuan nelayan .......................................................................... 56

34

Mushola di PPP Lampulo .......................................................................

57

35

Kategori yang telah ditetapkan berdasarkan jumlah fasilitas yang ada


di PPP Lampulo ......................................................................................

61

Kondisi per kelompok fasilitas dengan kategori yang telah ditetapkan


berdasarkan persentase yang diperoleh di PPP Lampulo ........................

64

(a) Pembongkaran ikan yang belum disortir dan (b) Hasil tangkapan
Ikan yang sudah disortir ..................................................................... ....

66

Kategori yang telah ditetapkan berdasarkan jumlah fasilitas yang


seharusnya ada dan yang diperoleh dalam menunjang aktivitas
pendaratan ikan ........................................................................................

68

Kebutuhan per kelompok fasilitas dengan kategori yang telah


ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh dalam menunjang
aktivitas pendaratan ikan .........................................................................

69

Kondisi per kelompok fasilitas dengan kategori yang telah ditetapkan


berdasarkan persentase yang diperoleh dalam menunjang aktivitas
pendaratan ikan .......................................................................................

70

Proses penanganan ikan di dalam kapal dan di dalm fiber yang sudah
berisi es yang telah dihancurkan ..............................................................

71

Kategori yang telah ditetapkan berdasarkan jumlah fasilitas yang


seharusnya ada dan yang diperoleh dalam menunjang aktivitas
penanganan ikan .......................................................................................

72

Kebutuhan per kelompok fasilitas dengan kategori yang telah


ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh dalam menunjang
aktivitas penanganan ikan .......................................................................

73

36
37
38

39

40

41
42

43

44

Kondisi per kelompok fasilitas dengan kategori yang telah ditetapkan


berdasarkan persentase yang diperoleh dalam menunjang aktivitas
penanganan ikan ......................................................................................

74

45

Proses penjemuran (a) ikan asin (b) ikan kayu .......................................

75

46

Kategori yang telah ditetapkan berdasarkan jumlah fasilitas yang


seharusnya ada dan yang diperoleh dalam menunjang aktivitas
pengolahan ikan ......................................................................................

76

47

Kebutuhan per kelompok fasilitas dengan kategori yang telah


ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh dalam menunjang
aktivitas pengolahan ikan ......................................................................... 77

48

Kondisi fasilitas dengan interval persentase (perkiraan) yang telah


ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh dalam menunjang
aktivitas pengolahan ikan ........................................................................

78

49

Bagan alur pemasaran ikan di Banda Aceh .............................................

79

50

Kategori yang telah ditetapkan berdasarkan jumlah fasilitas yang


seharusnya ada dan yang diperoleh dalam menunjang aktivitas
pemasaran ................................................................................................

81

Kebutuhan per kelompok fasilitas dengan kategori yang telah


ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh dalam menunjang
aktivitas pemasaran .................................................................................

82

Kondisi fasilitas dengan interval persentase (perkiraan) yang telah


ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh dalam menunjang
aktivitas pemasaran ............................................................................ ....

83

Kategori yang telah ditetapkan berdasarkan jumlah fasilitas yang


seharusnya ada dan yang diperoleh dalam menunjang aktivitas
pemeliharaan dan perbaikan ....................................................................

84

51

52

53

54

Kebutuhan per kelompok fasilitas dengan kategori yang telah ditetapkan


berdasarkan persentase yang diperoleh dalam nenunjang aktivitas
pemeliharaan dan perbaikan .................................................................... 85

55

Kondisi fasilitas dengan interval persentase (perkiraan) yang telah


ditetapkan diperoleh dalam menunjang aktivitas pemeliharaan dan
perbaikan .................................................................................................

86

Kategori yang telah ditetapkan berdasarkan jumlah fasilitas yang


seharusnya ada dan yang diperoleh dalam menunjang aktivitas
administrasi dan penyuluhan ...................................................................

88

56

57

Kebutuhan per kelompok fasilitas dengan kategori yang telah ditetapkan


ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh dalam menunjang
aktivitas administrasi dan penyuluhan .................................................... 89

58

Kondisi fasilitas dengan interval persentase (perkiraan) yang telah


ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh dalam menunjang

59

aktivitas administrasi dan penyuluhan ....................................................

90

Kategori yang telah ditetapkan berdasarkan jumlah fasilitas yang


seharusnya ada dan yang diperoleh dalam menunjang aktivitas
penyaluran perbekalan ............................................................................

91

60

Kebutuhan per kelompok fasilitas dengan kategori yang telah ditetapkan


berdasarkan persentase yang diperoleh dalam menunjang aktivitas
penyaluran perbekalan ............................................................................ 92

61

Kondisi fasilitas dengan interval persentase (perkiraan) yang telah


ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh dalam menunjang
aktivitas penyaluran perbekalan ..............................................................

93

Skema pembagian interval persentase fasilitas per kategori untuk


masing-masing kelompok fasilitas yang telah ditetapkan untuk seluruh
aktivitas ...................................................................................................

95

62

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Peta lokasi penelitian ............................................................................... 105

Lay-out Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo ....................................... 106

Contoh perhitungan .................................................................................. 107

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelabuhan perikanan sebagai pusat pengembangan perikanan tangkap
mempunyai peranan yang sangat penting dalam memanfaatkan sumber daya
perikanan.

Keberhasilan dalam pembangunan dan pemanfaatan pelabuhan

perikanan secara optimal merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan dari
perikanan tangkap. Hal ini dapat dilihat secara nyata jika pembangunan perikanan
telah dapat menimbulkan dampak pengganda bagi pertumbuhan sektor ekonomi
lainnya, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dengan kata lain pengembangan pelabuhan diharapkan dapat memajukan ekonomi
di suatu wilayah dan sekaligus dapat meningkatkan penerimaan negara dan
Pendapatan Asli Daerah (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001)
Keberhasilan operasional pelabuhan perikanan tidak terlepas dari semua
faktor-faktor pendukung yang ada, salah satunya adalah tersedianya fasilitas
pelabuhan perikanan.

Fasilitas-fasilitas tersebut terdiri dari fasilitas pokok,

fungsional, dan penunjang.

Banyak pelabuhan tidak memiliki fasilitas yang

memadai sehingga kurang melaksanakan fungsi-fungsinya secara optimal.


Selanjutnya menurut Lubis (2006) bahwa terlaksana atau tidaknya fungsi-fungsi
pelabuhan perikanan secara optimal, akan mengindikasikan tingkat keberhasilan
pengelolaan suatu pelabuhan perikanan. Pelabuhan perikanan dengan keberadaan
berbagai fasilitas yang dimilikinya merupakan jembatan bagi terlaksananya segala
aktivitas pendaratan, perdagangan, dan pendistribusian produksi ke daerah
konsumen.

Oleh karena itu, keberadaan dan kondisi fasilitas sangat perlu

diperhatikan agar aktivitas yang terdapat di pelabuhan perikanan dapat berjalan


dengan baik.
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di ujung barat Indonesia,
secara geografis dikelilingi oleh laut yaitu Selat Malaka, Samudera Hindia, dan
pantai utaranya berbatasan dengan Selat Benggala. Wilayah pesisirnya memiliki
panjang garis pantai 1660 m dengan luas wilayah perairan laut seluas 295.370 km
terdiri dari laut wilayah (perairan teritorial dan perairan kepulauan) 56.563 km
dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 238.807 m. Wilayah pantai dan lautnya

secara umum dipengaruhi oleh persimpangan arus dan gerakan Samudera Hindia,
Selat Malaka dan Laut Cina Selatan yang berinteraksi dengan daratan Pulau
Sumatera, Semenanjung Malaka, Kepulauan Andaman dan Nicobar, sehingga
menampakkan ekosistem laut di sepanjang pesisir Aceh yang sangat sesuai bagi
kehidupan biota laut (Anonim, 2008). Kondisi yang demikian sangat strategis
untuk usaha perikanan tangkap sehingga diperlukan pelabuhan perikanan.
Sebelum bencana tsunami 26 Desember 2004, perikanan merupakan salah
satu tonggak ekonomi di Nanggroe Aceh Darussalam yang menyumbangkan
6,5 persen dari Pendapatan Daerah bernilai 1,59 triliun pada tahun 2004 (Dinas
Perikanan dan Kelautan NAD, 2005).

Potensi produksi perikanan tangkap

mencapai 120.209 ton/tahun sementara perikanan berskala tradisional mencapai


15.454 ton/tahun pada tahun 2003 (Dinas Perikanan dan Kelautan NAD, 2004).
Industri perikanan menyediakan lebih dari 100.000 pekerjaan, 87 persen
(87.783) disub sektor perikanan tangkap dan sisanya (14.461) disub sektor
perikanan kecil.

Sekitar 53.100 orang menjadikan perikanan sebagai mata

pencaharian utama.

Namun demikian, 60 persen adalah nelayan kecil

menggunakan perahu berukuran kecil. Dari sekitar 18.800 unit perahu/kapal ikan
di Aceh, hanya 7.700 unit yang mampu ke laut dalam.
Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat 1 unit Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) Lampulo bertipe C dan 82 Pangkalan Pendaratan Ikan
(PPI). PPP Lampulo merupakan satu-satunya pelabuhan perikanan pantai yang
ada di Kota Banda Aceh dan pada hakekatnya merupakan sentralisasi kegiatan
perikanan yang menampung seluruh aktivitas perikanan, baik nelayan yang
menggunakan motor kecil (mesin tempel < 10 GT), maupun nelayan yang
menggunakan motor besar (kapal 30 GT). Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo
secara geografis letaknya cukup strategis, karena terletak pada koordinat 50 34'
45" Lintang Utara, dan 950 19' 30" Bujur Timur jauh dari hempasan ombak laut
lebih satu kilometer (Anonim, 2008).

Posisi yang cukup strategis tersebut

memudahkan kapal-kapal nelayan bersandar untuk membongkar dan mendaratkan


hasil tangkapannya di PPP Lampulo. Selain itu karena posisi tersebut membuat
pelabuhan ini juga memiliki beberapa keuntungan lain yaitu mudah dijangkau

oleh masyarakat, jarak dengan pasar ikan dekat sehingga aksesnya lebih mudah,
serta mempermudah jalur distribusi dan pemasaran.
Gempa bumi dan gelombang tsunami yang terjadi pada tanggal
26 Desember 2004, telah menghancurkan sebagian besar wilayah Nanggroe Aceh
Darussalam terutama wilayah pesisir. Ini berarti suatu indikasi bahwa sektor
kelautan dan perikanan mengalami kerusakan yang paling parah. Indikasi tersebut
antara lain ditunjukkan oleh beberapa dampak yaitu: dari 1660 km panjang garis
pantai, 800 km dilanda gelombang.

Selain itu diperkirakan jumlah armada

perikanan beserta peralatannya mulai dari perahu tanpa motor, perahu motor
tempel dan kapal motor berbagai ukuran sebanyak 9.563 unit hancur/hilang akibat
tsunami, pelabuhan perikanan seperti Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo,
30 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), pabrik es, cold storage, Balai Benih
Ikan/Balai Benih Udang, dan Pasar Ikan yang tersebar di seluruh Aceh,
hancur/rusak/hilang terimbas tsunami (Anonim, 2008).
Pasca tsunami tahun 2004, pemerintah telah membangun kembali
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo. Namun karena masih kurangnya
fasilitas yang dibutuhkan serta masih kurangnya pelayanan yang diberikan maka
pelabuhan ini belum berfungsi secara optimal. Kegiatan operasional akan berjalan
dengan sempurna, bila ditunjang oleh keberadaan fasilitas dan pelayanan yang
baik dari pihak pengelola pelabuhan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
mengenai keberadaan fasilitas menurut aktivitas di PPP Lampulo, Banda Aceh.
Penelitian tentang hal tersebut di PPP Lampulo belum pernah dilakukan
sebelumnya, tetapi telah dilakukan penelitian mengenai analisis kepuasan nelayan
terhadap pelayanan tempat pendaratan ikan (TPI) di pelabuhan ini (Bahri, 2004).
1.2 Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1) Mendapatkan informasi tentang keberadaan dan kondisi fasilitas yang
terdapat di PPP Lampulo, Banda Aceh.
2) Menentukan tingkat keberadaan, kebutuhan, dan kondisi fasilitas dalam
menunjang aktivitas di PPP Lampulo, Banda Aceh.
3) Menentukan rasio keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang
aktivitas di PPP Lampulo, Banda Aceh.

1.3 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan
informasi/bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah, pihak pelabuhan, dan
pihak terkait untuk mengambil kebijakan yang berkaitan dengan keberadaan,
kebutuhan, dan kondisi fasilitas di PPP Lampulo, Banda Aceh.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelabuhan Perikanan


Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di
sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal
perikanan bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan (UU
Perikanan No. 31 Tahun 2004).
Menurut Lubis (2006), pelabuhan perikanan sebagai pelabuhan khusus adalah
suatu wilayah perpaduan antara daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai
pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas
sejak ikan didaratkan sampai didistribusikan.

2.1.1 Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pantai


Menurut Lubis (2006), klasifikasi pelabuhan perikanan dapat dipengaruhi
oleh :
1) Luas lahan, letak, dan jenis konstruksi bangunannya.
2) Jenis alat tangkap yang menyertai kapal-kapalnya
3) Jenis perikanan dan skala usahanya
4) Distribusi dan tujuan ikan hasil tangkapan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No:16/MEN/2006
Pelabuhan Perikanan dibagi menjadi 4 kategori utama yaitu : Pelabuhan Perikanan
Samudera (PPS), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Perikanan
Pantai (PPP), dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI).
Pelabuhan tersebut dikategorikan menurut kapasitas dan kemampuan masingmasing kategori pelabuhan untuk menangani kapal yang datang dan pergi serta
letak dan posisi pelabuhan. Adapun kriteria-kriteria pelabuhan perikanan pantai
yaitu (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER. 16/MEN/2006)
1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di
wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, dan wilayah
ZEEI;

2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangnya 10 GT;
3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya

100 m dengan kedalaman kolam

sekurang-kurangnya minus 2 m;
4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah
keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus; dan
5) Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 5-15 ha.

2.1.2

Fungsi Pelabuhan Perikanan

Menurut Lubis (2006), fungsi pelabuhan dalam arti khusus selalu berkaitan
dengan tipe yaitu jika pelabuhan beskala kecil mempunyai fungsi tidak selengkap
dan mempunyai kapasitas fasilitas tidak sebesar pelabuhan berskala besar.
Dalam rangka pengembangan pelabuhan perikanan, pemerintah membangun
dan membina pelabuhan perikanan sesuai dengan penjelasan pasal 41 ayat 1 UU
No. 31 tahun 2004 mengenai perikanan yang berfungsi sebagai berikut :
1) Tempat tambat labuh kapal perikanan;
2) Tempat pendaratan ikan;
3) Tempat pemasaran dan distribusi ikan;
4) Tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan;
5) Tempat pengumpulan data perikanan;
6) Tempat penyelenggaraan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan;
dan
7) Tempat untuk memperlancar kegiatan operasional kapal perikanan.
Menurut Lubis (2006), beberapa fungsi pelabuhan perikanan di atas belum
tercapai karena kebijakan pemerintah yang masih sangat terbatas baik dalam
mendukung aktivitas perikanan tangkap maupun yang mendukung aktivitas
kepelabuhanan. Selanjutnya dikatakan bahwa terlaksana atau tidaknya fungsifungsi pelabuhan perikanan secara optimal, akan dapat mengindikasikan tingkat
keberhasilan pengelolaan suatu pelabuhan perikanan.

2.1.3 Peranan Pelabuhan Perikanan


Pelabuhan perikanan berperan sebagai terminal yang menghubungkan
kegiatan usaha di laut dan di darat ke dalam suatu sistem usaha dan berdaya guna
tinggi. Peranan pelabuhan perikanan (Sub Direktorat Bina Prasarana Perikanan
(1982) vide Atharis (2008) yaitu sebagai pusat :
1)

Aktivitas produksi, yaitu :


Tempat mendaratkan hasil tangkapan
Tempat untuk persiapan operasi penangkapan ikan (mempersiapkan alat
tangkap, bahan bakar, air, perbaikan kapal, dan istirahat anak buah kapal)

2)

Distribusi yaitu :
Tempat transaksi jual beli
Terminal untuk pendistribusian ikan
Pusat pengolahan hasil laut

3)

Kegiatan masyarakat nelayan, yaitu pusat :


Kehidupan masyarakat nelayan
Pembangunan ekonomi masyarakat nelayan
Lalu lintas dan jaringan informasi antar nelayan maupun masyarakat luar.
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1991) vide Simanjuntak (2005),

peranan pelabuhan perikanan dapat dilihat dari kemampuannya menampung


produksi perikanan laut untuk selanjutnya didistribusikan ke pusat-pusat
pemasaran atau konsumen. Agar peranan pelabuhan perikanan semakin terlihat
nyata, maka pembangunannya haruslah lebih terarah dan terencana untuk
menampung produksi perikanan laut yang belum sepenuhnya didaratkan,
didistribusikan dan dipasarkan melalui pelabuhan perikanan.

2.2

Fasilitas Pelabuhan Perikanan


Fasilitas pelabuhan perikanan merupakan sarana dan prasarana yang

tersedia di pelabuhan perikanan untuk mendukung operasional pelabuhan. Selain


itu fasilitas pelabuhan perikanan terdiri atas fasilitas pokok, fasilitas fungsional,
dan fasilitas penunjang (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.
16/MEN/2006 Pasal 1).

2.2.1 Fasilitas pokok


Fasilitas pokok merupakan fasilitas dasar atau pokok yang diperlukan
dalam kegiatan di suatu pelabuhan perikanan. Fasilitas tersebut berfungsi untuk
menjamin kelancaran kapal baik sewaktu berlayar keluar masuk pelabuhan
maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan.

Fasilitas-fasilitas pokok tersebut

meliputi (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per. 16/MEN/2006


Pasal 1) :
(1) Fasilitas pelindung seperti breakwater, revetment, dan groin;
(2) Fasilitas tambat seperti tambat dan jetty;
(3) Fasilitas perairan seperti kolam dan alur pelayaran;
(4) Fasilitas penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, jembatan; dan
(5) Fasilitas lahan pelabuhan perikanan
Keberadaan fasilitas-fasilitas pokok diperlukan oleh suatu pelabuhan guna
memberikan kemudahan keamanan bagi kapal dalam pelayaran terutama aktivitas
pendaratan.
2.2.2 Fasilitas fungsional
Fasilitas fungsional berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari fasilitas
pokok sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan. Fasilitas fungsional
tersebut meliputi (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.
16/MEN/2006 Pasal 1) :
(1) Fasilitas pemasaran hasil perikanan hasil perikanan seperti tempat pelelangan
ikan (TPI);
(2) Fasilitas navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB
(single side band), rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas;
(3) Fasilitas suplai air bersih, es, dan listrik;
(4) Fasilitas pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan seperti dock/slipway,
bengkel, dan tempat perbaikan jaring;
(5) Fasilitas penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheet dan
laboratorium pembinaan mutu;
(6) Fasilitas perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan; dan
(7) Fasilitas pengolahan limbah seperti IPAL.

2.2.3 Fasilitas penunjang


Fasilitas

penunjang

adalah

fasilitas

yang

secara

tidak

langsung

meningkatkan peranan pelabuhan atau para pelaku mendapatkan kenyamanan


melakukan aktivitas di pelabuhan.

Fasilitas-fasilitas penunjang meliputi

(Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per. 16/MEN/2006 Pasal 1) :


(1) Fasilitas pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan;
(2) Fasilitas pengelola pelabuhan seperti mess operator, pos jaga, dan pos
pelayanan terpadu;
(3) Fasilitas sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan MCK; dan
(4) Fasilitas penyelenggaraan fungsi pemerintah seperti keselamatan pelayaran,
kebersihan, keamanan, ketertiban, bea dan cukai, pengawas perikanan,
kesehatan masyarakat, dan karatina ikan.
Lubis et al. (2005) mengelompokkan fasilitas-fasilitas yang terdapat di
suatu pelabuhan perikanan terdiri atas 3 kategori yaitu fasilitas vital, fasilitas
penting, dan fasilitas pelengkap.
2.2.4 Fasilitas vital
Fasilitas vital merupakan suatu fasilitas yang mutlak adanya pada awal
pembangunan pelabuhan perikanan.

Fasilitas mutlak diperlukan atau vital

meliputi (Lubis et al., 2005) :


(1) Fasilitas dermaga pendaratan ikan;
(2) Fasilitas kolam pelabuhan;
(3) Fasilitas sistem rambu-rambu yang mengatur keluar masuknya kapal;
(4) Fasilitas tempat pelelangan ikan;
(5) Fasilitas pabrik es;
(6) Fasilitas tangki dan instalasi air;
(7) Fasilitas tempat penyediaan bahan bakar;
(8) Fasilitas bengkel reparasi kapal; dan
(9) Fasilitas kantor administrasi.

2.2.5 Fasilitas penting


Fasilitas penting adalah fasilitas yang jelas diperlukan agar PPP dan PPI
dapat berfungsi dengan baik, namun realisasinya dapat ditunda. Fasilitas penting
meliputi (Lubis et al., 2005) :
(1) Fasilitas generator listrik;
(2) Fasilitas kantor kepala pelabuhan;
(3) Fasilitas tempat parkir;
(4) Fasilitas pos penghubung radio (SSB); dan
(5) Fasilitas ruang pengepakan

2.2.6 Fasilitas pelengkap


Fasilitas pelengkap merupakan fasilitas yang diperlukan untuk melengkapi
fasilitas yang ada agar pelabuhan perikanan dapat berfungsi lebih baik namun
pengadaannya baru pada pengembangan pelabuhan tahap ketiga.

Fasilitas

pelengkap meliputi (Lubis et al., 2005):


(1) Fasilitas dermaga muat terpisah;
(2) Fasilitas slipway;
(3) Fasilitas ruang pertemuan;
(4) Fasilitas kamar kecil;
(5) Fasilitas pos penjagaan;
(6) Fasilitas balai pertemuan nelayan;
(7) Fasilitas rumah dinas;
(8) Fasilitas mushola;
(9) Fasilitas mobil dinas; dan
(10) Fasilitas motor dinas.

2.3

Aktivitas Pelayanan Pelabuhan Perikanan


Pelabuhan perikanan yang telah dibangun sebaiknya dapat berfungsi secara

optimal, dengan kata lain sarana pelabuhan perikanan yang ada dapat digunakan
untuk mengelola aktivitas pelayanan pelabuhan perikanan yang meliputi proses
pendaratan, penanganan, pengolahan, dan pemasaran ikan

1) Pendaratan
Pengelolaan aktivitas pendaratan ikan di pelabuhan perikanan meliputi proses
antara lain pembongkaran, penyortiran, dan pengangkutan hasil tangkapan ke TPI.
Pada umumnya ikan yang didaratkan di beberapa pelabuhan perikanan di
Indonesia sebagian besar berasal dari kapal penangkap ikan, hanya sebagian kecil
berasal dari tempat pendaratan lain yang dibawa ke pelabuhan itu menggunakan
alat transportasi darat (Indrianto, 2006).

Aktivitas pendaratan ikan hasil

tangkapan di pelabuhan perikanan sangat bergantung kepada kelengkapan fasilitas


yang ada sehingga dapat memperlancar kapal-kapal perikanan untuk bertambat di
pelabuhan guna melakukan pembongkaran hasil tangkapan dan menyediakan
bahan perbekalan untuk melaut.

Hasil tangkapan yang telah dibongkar akan

dibawa ke TPI dan selanjutnya dilakukan pelelangan ikan sebagai awal dari
proses pemasaran ikan.

2) Penanganan
Penanganan ikan segar di pelabuhan perikanan dapat dilakukan dengan
menggunakan es. Hal ini berguna untuk mempertahankan mutu ikan tersebut
sehingga waktu pemasaran dapat lebih lama. Terkait dengan hal ini fasilitas yang
berkaitan dengan aktivitas penanganan ikan antara lain yaitu TPI, instalasi air
bersih, dan pabrik es (Mulyadi, 2007).

Selanjutnya dikatakan bahwa es

merupakan salah satu bahan utama yang harus dibawa, pada saat operasi
penangkapan ikan. Es tersebut juga digunakan untuk mempertahankan mutu hasil
tangkapan.

Kebutuhan es setiap kapal disesuaikan dengan lamanya waktu

operasi, sehingga diharapkan es cukup untuk mempertahankan mutu hasil


tangkapan sampai ke dermaga.
Penanganan hasil tangkapan dilakukan pada saat pembongkaran, saat
penyortiran dan pencucian, saat pemindahan ke dermaga bongkar menuju TPI,
dan saat pelelangan sampai akan diangkut menuju tempat tujuan.
(1) Penanganan pada saat pembongkaran atau pendaratan
Menurut Ilyas (1983) vide Yundari (2005), kapal yang telah sampai di
pelabuhan harus segera melakukan kegiatan pembongkaran ikan tanpa menundanunda waktu. Pembongkaran ikan dilakukan dengan hati-hati, cermat, teratur,

higienik, dan tetap mempertahankan suhu ikan serendah mungkin. Pada saat ikan
dibongkar, ikan tetap diberi es agar tidak terjadi peningkatan suhu. Perubahan
suhu yang terjadi selama pembongkaran ikan ke dermaga sangat berpengaruh
terhadap kesegaran ikan. Ikan harus dihindarkan dari pancaran sinar matahari
langsung yang dapat membuat ikan mengeluarkan cairan tubuh lebih banyak, hal
inilah yang dapat menurunkan kualitasnya.
(2) Penanganan di TPI
Di TPI, ikan tidak boleh diletakkan begitu saja di atas lantai, dilangkahi
atau diinjak. Ikan tidak boleh diletakkan pada lantai yang kotor. Selain itu,
memindahkan wadah yang berisi ikan sebaiknya diangkat, tidak diseret di atas
lantai (Ilyas, 1983 vide Yundari, 2005).

Konstruksi bangunan TPI harus

memenuhi persyaratan kebersihan, faktor kebersihan sangat berpengaruh terhadap


mutu. Lantai TPI harus mempunyai kemiringan yang cukup memungkinkan air
pada permukaan segera mengalir ke selokan dan selokan harus cukup
kemiringannya sehingga air tidak tergenang. Selama proses penjualan ikan oleh
toke bangku, ikan ditempatkan dalam wadah bersih dan tetap dipertahankan
pada suhu dingin dan menggunakan air bersih untuk mencuci ikan.
(3) Penanganan ikan dalam distribusi
Menurut Hanifah dan Saefudin (1983), sistem pemasaran rantai dingin
(cold chain system) meliputi penggunaan metode pengesan, pendinginan, dan
pembekuan pada hasil perikanan selama proses pengangkutan, penyimpanan, dan
penjualan sehingga kesegarannya dapat dipertahankan.

Pendistribusian ikan

dilakukan dengan alat transportasi, suhu ikan dipertahankan dingin dengan cara
menambahkan es selama perjalanan. Untuk mempertahankan suhu dingin secara
efisien dan efektif, ikan dimasukkan dalam stereofom tertutup. Transportasi jarak
jauh sebaiknya dilakukan pada malam hari untuk menjaga kualitas ikan.
Penyortiran dilakukan menurut jenis, ukuran dan kualitas ikan, selama
penyortiran dilakukan pencucian dan pengesan ulang. Ikan diangkut dan diberi
label khusus untuk diekspor. Ikan yang telah diberi label akan dibungkus dan
ditempatkan kedalam bak penampungan khusus yang telah diberi es curah untuk

dipindahkan ke truk berpendingin yang akan mengangkut ikan ke bandara untuk


tujuan ekspor.

3) Pengolahan
Ikan hasil tangkapan yang telah didaratkan di pelabuhan selanjutnya akan
dilelang dan dipasarkan dalam bentuk olahan maupun keadaan segar. Pengolahan
terhadap ikan hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai tambah.
Aktivitas pengolahan ikan hasil tangkapan di pelabuhan biasanya dilakukan pada
saat musim ikan untuk menampung produksi perikanan yang tidak habis terjual
dalam bentuk segar (Indrianto, 2006).
Menurut Lubis (2006), jenis olahan yang umumnya berada di pelabuhan
perikanan Indonesia kecuali Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta, masih
bersifat tradisional dan belum memperhatikan kualitas ikan, sanitasi, dan cara
pengepakan yang baik seperti pengasinan dan pemindangan. Jenis olahan lainnya
sering dijumpai di lingkungan luar pelabuhan seperti krupuk dan terasi. Hasilhasil olahan tersebut selanjutnya akan dipasarkan ke konsumen.

4) Pemasaran
Pemasaran merupakan salah satu tindakan atau keputusan yang berhubungan
dengan pergerakan barang dan jasa dari produsen sampai konsumen (Hanafiah
dan Saefudin, 2002). Kegiatan pemasaran yang dilakukan di suatu pelabuhan
perikanan adalah bersifat lokal, nasional, maupun ekspor tergantung dari tipe
pelabuhan tersebut. Pada dasarnya pemasaran produksi hasil tangkapan bertujuan
untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan baik bagi para nelayan
maupun pedagang.

Dengan demikian, maka sistem pemasaran dari tempat

pelelangan ikan ke konsumen harus diorganisir dengan baik dan teratur.


Pelelangan ikan adalah kegiatan awal dari pemasaran ikan untuk mendapatkan
harga yang layak khususnya bagi nelayan. Menurut Misran (1991), sistem rantai
pemasaran yang terdapat di beberapa pelabuhan perikanan di Indonesia yaitu
a. TPI

pedagang besar

pedagang lokal

b. TPI

pedagang besar

pedagang lokal

c. TPI

pengecer

konsumen

pengecer
konsumen

konsumen

5) Penyaluran perbekalan
Penjualan atau pengisian perbekalan yang berkaitan dengan fasilitas
pelabuhan perikanan saat ini adalah es, penjualan air bersih, penyaluran BBM,
dan suku cadang.

Umumnya pelayanan perbekalan di pelabuhan perikanan

Indonesia diadakan oleh pihak UPT pelabuhan, KUD, koperasi pegawai


pelabuhan, BUMN, dan pihak swasta.

METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo, Banda
Aceh pada bulan Mei 2009.

3.2 Materi dan Alat Penelitian


Materi dalam penelitian ini adalah PPP Lampulo dengan seluruh keberadaan
fasilitas dan aktivitasnya.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner, kamera, dan komputer.

3.3 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kasus tentang
keberadaan fasilitas dalam menunjang aktivitas di PPP Lampulo. Aspekaspek
yang ingin diteliti yaitu fasilitas-fasilitas dan aktivitas di PPP Lampulo. Aktivitas
operasional yang diteliti adalah pelayanan pendaratan, penanganan, pengolahan,
pemasaran ikan, penyaluran perbekalan serta aktivitas pelayanan lain yaitu
pemeliharaan dan perbaikan, juga admnistrasi dan penyuluhan.
Keberadaan fasilitas yang diteliti dalam menunjang aktivitas di Pelabuhan
Perikanan Pantai Lampulo dilakukan terhadap 24 fasilitas yang didasarkan pada
Lubis et. al. (2005) dan terbagi menjadi:
1)

Fasilitas vital, antara lain: dermaga pendaratan ikan dan muat, kolam
pelabuhan, sistem rambu-rambu yang mengatur keluar masuknya kapal,
tempat pelelangan ikan, pabrik es, tangki dan instalasi air, tempat penyediaan
bahan bakar, bengkel reparasi kapal, dan kantor administrasi.

2)

Fasilitas penting, antara lain: generator listrik, kantor kepala pelabuhan,


tempat parkir, pos penghubung radio (SSB), dan ruang pengepakan.

3)

Fasilitas pelengkap, antara lain: dermaga muat terpisah, slipway, ruang


pertemuan, toilet, pos penjagaan, balai pertemuan nelayan, rumah dinas,
mushola, mobil dinas, dan motor dinas.

3.4 Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder.
3.4.1 Data primer
1) Data primer diperoleh dengan melakukan:
(1) Pengamatan langsung di lokasi penelitian; dan
(2) Wawancara dengan pengisian kuisoner yang telah dibuat terhadap 1
orang pengelola PPI Lampulo, 6 orang nelayan, 1 pengelola TPI, 1
pengelola KUD, 3 orang pengolah, dan 3 orang pedagang. Pengambilan
sampel atau responden dilakukan secara purposive sampling yang
mewakili tujuan penelitian.
2) Data primer yang diperlukan, antara lain:
(1) Tingkat operasional, jenis, jumlah, dan kapasitas fasilitas;
(2) Aktivitas pendaratan ikan, penanganan, pengolahan, pemasaran ikan,
pemeliharaan dan perbaikan, administrasi dan penyuluhan, serta
penyaluran perbekalan.
(3) Jumlah dan jenis fasilitas yang digunakan dalam aktivitas pendaratan,
penanganan, pengolahan, dan pemasaran ikan, pemeliharaan dan
perbaikan; administrasi dan penyuluhan, serta penyaluran perbekalan.
(4) Jenis sarana transportasi yang digunakan dalam pengangkutan ikan dari
dermaga ke tempat pelelangan ikan (TPI) dan dari TPI ke daerah
konsumen; dan
(5) Kondisi fasilitas yang digunakan dalam aktivitas pendaratan ikan,
penanganan, pengolahan, pemasaran ikan, pemeliharaan dan perbaikan,
administrasi dan penyuluhan, serta penyaluran perbekalan.
3.4.2 Data sekunder
Data sekunder dapat diperoleh dari :
(1) Data sekunder dari instansi terkait, seperti :
a.

UPT PPP Lampulo;

b.

Perum prasarana Lampulo;

c.

Dinas Kelautan dan Perikanan Banda Aceh; dan

d.

BPS Banda Aceh

(2) Data sekunder utama yang diperlukan, antara lain :


a.

Data jumlah, jenis, dan kapasitas fasilitas di PPP Lampulo;

b.

Produksi dan nilai produksi ikan yang didaratkan di PPP Lampulo


pasca tsunami; dan

c.

Jumlah nelayan, alat tangkap, dan jumlah kapal penangkap ikan di


PPP Lampulo pasca tsunami.

(3) Data sekunder tambahan, antara lain :


a. Keadaan umum Banda Aceh, meliputi :

Letak atau posisi geografis dan topografi; dan

Jumlah penduduk.

b. Keadaan umum perikanan tangkap di Desa Lampulo dan PPI


Lampulo, meliputi:

Jumlah dan perkembangan unit penangkapan pasca tsunami;

Produksi ikan pasca tsunami;

Daerah dan musim penangkapan secara umum.

Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo.

Peta daerah Desa Lampulo.

3.5 Analisis Data


Penentuan kategori penilaian keberadaan, kebutuhan, dan kondisi fasilitas
secara umum serta penentuan rasio antara keberadaan dan kebutuhan fasilitas,
analisis yang digunakan dilakukan melalui pendekatan teori statistik. Menurut
aturan Sturges vide Sudjana (2002), pembagian kategori penelitian tersebut dapat
didekati dengan penentuan kelas interval yang berbentuk:
(N) = 1 + 3,3 log (n)
Keterangan
N
n

:
: banyaknya kelas
: banyaknya data

Banyaknya kelas dalam penelitian ini diasumsikan sebagai banyaknya


kategori sedangkan banyaknya data yaitu banyaknya fasilitas yang diamati.
Fasilitas sebanyak 24 (9 fasilitas vital, 5 fasilitas penting, 10 fasilitas pelengkap)
menghasilkan banyaknya kategori N = 5,55 sehingga untuk banyaknya kategori
penilaian yang disarankan 5 atau 6. Selanjutnya dikatakan pula bahwa untuk

pemilihan kategori dilandasi oleh nilai pengkategorian yang lebih sederhana dan
mudah, yakni kategori baik sekali, baik, cukup, buruk, dan buruk sekali. Dalam
penganalisaan untuk fasilitas vital, penting, dan pelengkap diasumsikan
mempunyai bobot yang sama yaitu 24. Menurut Walpole (1988), pemilihan 5
kategori ini biasanya banyaknya selang kelas diambil antara 5 sampai 20.
Semakin sedikit banyaknya data, semakin sedikit pula banyaknya kelas yang
diambil.
Dengan pendekatan Sturges dapat dilakukan pembagian jumlah masingmasing kelompok fasilitas (vital, penting, dan pelengkap) untuk keberadaan
fasilitas dan kondisi fasilitas dengan pendekatan sebaran merata yang dapat
dirumuskan sebagai berikut (Novianti, 2008):
JFK =
Keterangan
JFK
JKF
5

JKF
5

:
: Jumlah fasilitas per kategori
: Jumlah perkelompok
: Kategori yang ditetapkan

Selanjutnya untuk menentukan kategori penilaian keberadaan, kondisi,dan


kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas di PPP Lampulo dirumuskan
melalui pendekatan aljabar sebagai berikut (Novianti, 2008):
4

Ka

n 1
n 1

Keterangan
Ka
n

:
: banyaknya kategori per kelompok fasilitas
: banyaknya fasilitas yang seharusnya ada

Analisis digunakan karena perbedaan jumlah per kelompok fasilitas (vital,


penting, pelengkap) yang digunakan dalam menunjang aktivitas di PPP Lampulo.
Hal ini disebabkan jumlah fasilitas yang diteliti di PPP Lampulo yaitu ada 24
fasilitas (9 fasilitas vital, 5 fasilitas penting, 10 fasilitas pelengkap) yang belum
terkait dengan aktivitasnya.

Selanjutnya fasilitas-fasilitas tersebut akan

dikelompokkan lagi berdasarkan aktivitasnya. Hal inilah yang mengakibatkan


banyaknya kategori penilaian per kelompok fasilitas untuk keberadaan,
kebutuhan, dan kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas berbeda.

Banyaknya kategori penilaian paling sedikit untuk keberadaan fasilitas yang


seharusnya ada, kebutuhan, dan kondisi fasilitas untuk masing-masing kelompok
fasilitas (vital, penting, pelengkap) dalam menunjang suatu aktivitas di PPP
Lampulo (diperkirakan) adalah 2 kategori yaitu baik sekali dan buruk sekali
dengan jumlah fasilitas yang diperoleh hanya 1 fasilitas.

Jumlah kategori

penilaian terbanyak (diperkirakan) dengan jumlah 4 fasilitas atau lebih untuk


masing kelompok fasilitas dalam menunjang suatu aktivitas adalah 5 kategori
adalah baik sekali, baik, cukup, buruk, dan buruk sekali.

Menurut Novianti

(2008), pembagian jumlah untuk masing-masing kelompok fasilitas untuk


keberadaan fasilitas, kebutuhan, dan kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas
di PPP dapat dianalisis dengan pendekatan aljabar dilakukan dengan sebaran
merata yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

JFK
dengan

JKF
Ka

JFK = jumlah fasilitas per kategori


JKF = jumlah per kelompok fasilitas
Ka = banyaknya kategori per kelompok fasilitas

Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui perolehan kategori di PPI


Lampulo secara umum dengan mengacu pada perolehan ketegori per kelompok
fasilitas (vital, penting, pelengkap).

3.5.1

Analisis keberadaan dan kondisi fasilitas di PPP Lampulo


Analisis ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya seluruh

fasilitas beserta kondisi fasilitas tersebut, baik fasilitas vital, penting, dan fasilitas
pelengkap yang ada di PPP Lampulo (Tabel 1).
1) Keberadaan fasilitas di PPP Lampulo
Analisis dilakukan dengan menggunakan tabel berikut

Tabel 1 Keberadaan fasilitas


No

Kelompok
Fasilitas

1
2
3

Vital

Keberadaan Fasilitas
Ada
Tidak Ada

Fasilitas

Jumlah
Persentase (%)
1
2
3

Penting
Jumlah
Persentase (%)

1
2
3

Pelengkap
Jumlah
Persentase (%)

Sumber : Novianti, 2008

Pada Gambar 1 menunjukkan penetapan jumlah fasilitas dalam bentuk


sistematis. Jumlah seluruh fasilitas adalah 24 yang terbagi atas fasilitas vital yang
berjumlah 9, fasilitas penting berjumlah 5 dan fasilitas pelengkap berjumlah 10.
Masing-masing jumlah per kelompok fasilitas ini akan terbagi menjadi lima
kelompok kategori yang telah ditetapkan. Perolehan kategori didasarkan pada
banyaknya jumlah fasilitas yang ada atau tidak ada dalam masing-masing
kelompok tersebut. Penentuan kategori ini untuk menganalisis keberadaan (ada
atau tidak ada) fasilitas di PPP Lampulo berdasarkan dari kelompok fasilitas
tersebut.
9

FASILITAS
VITAL

Baik Sekali

Baik

Cukup

Buruk

Buruk Sekali
FASILITAS
PELENGKAP

FASILITAS
PENTING

10

Baik Sekali

Baik

Cukup

Baik Sekali

Buruk

Baik

Buruk Sekali

Cukup

Buruk

Buruk Sekali

Gambar 1 Skema jumlah per kelompok fasilitas per kategori yang telah
ditetapkan (Novianti, 2008)

Selain bentuk skema, dalam mendukung analisis pembagian jumlah fasilitas


per kategori diperlihatkan juga bentuk deskripsi visual (Gambar 2). Hal ini agar
dapat membandingkan secara langsung jumlah fasilitas yang telah ditetapkan per
kategori dan jumlah fasilitas yang diperoleh per kelompok fasilitas yang diamati
di PPP Lampulo.

Baik Sekali
Baik

Cukup

Kategori

Buruk

2
1
1

Buruk Sekali
0

10

2
2

10

Jumlah Fasilitas

Fasilitas Vital

Fasilitas Penting

Fasilitas Pelengkap

Gambar 2 Grafik jumlah kelompok fasilitas per kategori yang


ditetapkan
2) Kondisi fasilitas di PPP Lampulo
Tabel 2 Kondisi fasilitas
No

Kelompok
Fasilitas

1
2
3

Vital

Fasilitas

Layak
Pakai

Jumlah
Persentase (%)
1
2
3

Penting
Jumlah
Persentase (%)

1
2
3

Pelengkap
Jumlah
Persentase (%)

Sumber : Novianti, 2008

Kondisi Fasilitas
Melampaui
Tidak dapat
Kapasitas
Digunakan

12

Tabel 2 digunakan untuk menganalisis kondisi dari ke-24 fasilitas dengan


indikasi penentuan dari kondisi layak pakai, melampaui kapasitas, dan tidak
dapat digunakan adalah luas bangunan fasilitas yang disesuaikan dengan
penggunaannya dan kondisi fisik bangunan secara nyata yang diamati langsung di
PPP Lampulo.
Pada Gambar 3 menunjukkan penetapan interval persentase kondisi fasilitas
berlaku untuk semua kelompok fasilitas. Persentase yang diperoleh per kelompok
(vital, penting, pelengkap) fasilitas akan menentukan kategori penilaian. Kategori
dan interval persentase kondisi fasilitas adalah sama untuk semua kelompok
fasilitas (vital, penting, pelengkap).

KELOMPOK
FASILITAS

KONDISI

FASILITAS

KATEGORI

Layak Pakai

Melampaui Kapasitas dan


Tidak dapat Digunakan

81 - 100 %

0 - 19 %

Baik Sekali

61 - 80 %

20 - 39 %

Baik

41 - 60 %

40 - 59 %

Cukup

21 - 40 %

60 - 79 %

Buruk

0 - 20 %

80 - 100 %

Buruk Sekali

VITAL

PENTING

PELENGKAP

Gambar 3 Skema pembagian interval persentase kondisi fasilitas per


kategori untuk masing-masing kelompok fasilitas yang telah
ditetapkan (Novianti, 2008)
Kondisi layak pakai menjadi acuan utama daripada dua kondisi lainnya
dalam menentukan kategori penilaian secara umum yang akan diberikan. Hal ini
disebabkan persentase yang diperoleh pada kondisi layak pakai sudah dapat
memperlihatkan atau menggambarkan kategori penilaian yang akan diberikan.
(Novianti, 2008).
Gambar 4 menampilkan grafik yang dapat memperjelas pembagian interval
persentase kondisi fasilitas per kategori untuk masing-masing kelompok fasilitas
yang telah ditetapkan serta dapat membandingkan langsung dengan persentase
kondisi fasilitas yang diperoleh per kelompok fasilitas yang diamati di PPP
Lampulo.

Baik Sekali

100%

19%

Kategori

Baik

80%

39%
60%
59%

Cukup
40%

Buruk

Buruk Sekali
0

79%

20%

100%

20

40

60

80

100

120

Persentase Kondisi Fasilitas (%)


Layak Pakai

Melampaui Kapasitas dan Tidak Dapat Digunakan

Gambar 4 Grafik pembagian interval persentase kondisi fasilitas


per kategori yang telah ditetapkan untuk seluruh
kelompok fasilitas (Novianti, 2008)
3.5.2

Analisis keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang


aktivitas PPP Lampulo

Analisis ini dilakukan secara deskriptif setelah dilakukan penghitungan


persentase terhadap :
1) Keberadaan dan kebutuhan fasilitas untuk menunjang aktivitas PPP Lampulo
Analisis keberadaan dilakukan dengan mentabulasi fasilitas-fasilitas yang
seharusnya ada dan ada , sedangkan analisis kebutuhan yaitu dengan mentabulasi
fasilitas yang ada dan diperlukan (ADP), ada namun belum diperlukan (ANBP),
belum ada namun diperlukan (BANP), dan belum ada namun belum diperlukan
(BANBP) dalam menunjang aktivitas (pendaratan, penanganan, pengolahan ikan,
pemasaran, pemeliharaan dan perbaikan, administrasi dan penyuluhan, serta
penyaluran perbekalan) di PPP Lampulo (Tabel 3).

Tabel 3 Keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas


No

Kelompok
Fasilitas

1
2
3

Vital

Keberadaan Fasilitas
Seharusnya
Ada
Ada

Fasilitas

Kebutuhan Fasilitas
ADP

ANBP

BANP

BANBP

Jumlah
Persentase (%)
1
2
3

Penting
Jumlah
Persentase (%)

1
2
3

Pelengkap
Jumlah
Persentase (%)

Ket : ADP = ada dan diperlukan; ANBP = ada namum belum diperlukan; dan BANP = belum ada namun diperlukan;
BANBP = belum ada namun belum diperlukan (Novianti, 2008)

Gambar 5 menunjukkan kategori penilaian pada jumlah per kelompok


fasilitas dalam menunjang aktivitas di PPP Lampulo.

Banyaknya kategori

penilaian disesuaikan dengan jumlah fasilitas yang seharusnya ada dalam


menunjang aktivitas di PPP Lampulo.
Rincian
Fasilitas

KATEGORI

Jumlah Fasilitas

4 Fasilitas atau
Lebih

4/>

Baik Sekali

Baik

Cukup

Buruk

Buruk Sekali

Baik Sekali

2
2 Fasilitas

Baik Sekali

Cukup

Buruk Sekali

Baik Sekali

Buruk Sekali

1 Fasilitas
3 Fasilitas

Baik

Buruk

Buruk Sekali

Gambar 5 Pembagian kategori keberadaan fasilitas yang telah


ditetapkan dengan jumlah fasilitas (perkiraan) seharusnya
ada yang akan diperoleh di PPP Lampulo

Cara penganalisaan kebutuhan fasilitas hampir sama seperti analisis


keberadaan fasilitas dalam menunjang aktivitas. Hal ini disebabkan kebutuhan
fasilitas masih terkait langsung dengan keberadaannya (Tabel 3). Persentase yang
diperoleh per kelompok fasilitas (vital, penting, pelengkap) pada hasil tabulasi
akan menentukan kategori penilaian.

Penggunaan persentase yang akan

menentukan pembagian kategori pada analisis kebutuhan fasilitas inilah yang


membedakan dengan analisis keberadaan fasilitas dalam menunjang aktivitas
(Novianti, 2008).
Jumlah Fasillitas
0

Baik
Sekali

Baik
Sekali

Baik

33

Baik

Kategori

Cukup
Buruk

2
33

Buruk
0
Sekali

0
Baik
Sekali

11

2
11

1
Buruk
0
Sekali

Buruk
0
Sekali

4 atau lebih fasilitas

Baik
Sekali

Cukup
Buruk

22

3 Fasilitas

2 Fasilitas

Buruk
0
Sekali

1 Fasilitas

Gambar 6 Pembagian kategori keberadaan fasilitas yang telah ditetapkan


dengan jumlah fasilitas (perkiraan) seharusnya ada yang akan
diperoleh di PPP Lampulo
Secara umum dalam menentukan kategori penilaian yang akan diberikan
maka yang menjadi acuan utama yaitu kebutuhan fasilitas ada dan diperlukan
(ADP) dan belum ada namun belum diperlukan (BANBP). Hal ini disebabkan
persentase yang diperoleh pada kebutuhan ada dan diperlukan (ADP) dan belum
ada namun belum diperlukan (BANBP) sudah dapat menggambarkan kategori
penilaian yang akan diberikan. Jika persentase yang diperoleh ADP dan BANBP
besar maka dapat diindikasikan bahwa aktivitas sudah berjalan dengan baik.

KEBUTUHAN FASLITAS

4 Fasilitas atau
Lebih

3 Fasilitas

ADP &
BANBP

ANBP &
BANP

KATEGORI

81-100%

0-19%

Baik Sekali

61-80%

20-39%

Baik

41-60%

40-59%

Cukup

21-40%

60-79%

Buruk

0-20%

80-100%

Buruk Sekali

76-100%

0-24%

Baik Sekali

51-75%

25-49%

Baik

26-50%

50-74%

Buruk

0-25%

75-100%

Buruk Sekali

2 Fasilitas

67-100%

0-33%

Baik Sekali

34-66%

34-66%

Cukup

0-33%

67-100%

Buruk Sekali

100%

0%

Baik Sekali

0%

100%

Buruk Sekali

1 Fasilitas

Ket: ADP = Ada dan diperlukan


ANBP = Ada namun belum diperlukan
BANP = Belum ada namun diperlukan
BANBP = Belum ada namun belum diperlukan

Gambar 7 Pembagian kategori kebutuhan fasilitas yang telah ditetapkan


dengan interval persentase (perkiraan) yang akan diperoleh di
PPP Lampulo
Pada kebutuhan fasilitas yang ada namun belum diperlukan (ANBP) tidak
dimasukkan kedalam acuan utama dengan kebutuhan fasilitas belum ada namun
diperlukan (BANP).

Sementara jika kebutuhan fasilitas BANP dan ANBP

memiliki persentase yang besar, hal ini mengindikasikan bahwa banyak aktivitas
di PPP Lampulo yang berjalan kurang baik. Hal-hal inilah yang menjadi dasar
pengelompokan kebutuhan fasilitas, yakni ADP dan BANBP; serta ANBP dan
BANP.

Penetapan (perkiraan) interval persentase kebutuhan fasilitas dalam

menunjang aktivitas di PPP Lampulo berlaku untuk semua kelompok fasilitas


(vital, penting, pelengkap) seperti Gambar 7.
Persentase Kebutuhan Fasilitas (%)
0

20

40

Cukup

Buruk

80

81-100%

Baik
Sekali 0-19%

Baik

60

61-80%
20-39%

100

0
Baik
Sekali

80

100

76-100%
0-24%

Baik
Sekali

40

20

60

67-100%
0-33%

80

100

20

0
Baik
Sekali 0%

40

60

80

100

100%

51-75%

Baik

25-69%

41-60%

34-66%

Cukup

40-59%

34-66%

21-40%

Buruk

26-50%

50-74%

60-79 %

Buruk
Sekali

60

40

20

0-20 %
80-100 %

4 atau lebih fasilitas

Buruk
Sekali

0-25%
75-100%

Buruk
Sekali

0-33%

3 Fasilitas
ADP & BANBP

67-100%

2 Fasilitas

Buruk
Sekali

0%
100%

1 Fasilitas

ANBP & BANP

Gambar 8 Pembagian kategori kebutuhan fasilitas yang telah ditetapkan


dengan interval persentase (perkiraan) yang akan diperoleh di PPP
Lampulo

Gambar 8 merupakan pembagian kategori yang akan memperjelas


pembagian interval persentase (perkiraan) kebutuhan fasilitas per kategori untuk
masing-masing kelompok sehingga dapat membandingkan langsung dengan
persentase pada kebutuhan fasilitas yang diperoleh per kelompok fasilitas (vital,
penting, pelengkap) yang telah diamati secara langsung di PPP Lampulo.

2) Kondisi fasilitas dalam menunjang per aktivitas


Pada analisis kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas memiliki analisis
yang sama dengan analisis kebutuhan fasilitas di PPP Lampulo. Persentase yang
didapat per kelompok fasilitas (vital, penting, pelengkap) pada hasil tabulasi
(Tabel 2) akan menentukan kategori penilaian.
Menurut Novianti (2008) bahwa acuan utama dalam memberikan kategori
penilaian untuk kondisi fasilitas adalah kondisi layak pakai. Hal ini disebabkan
persentase yang diperoleh pada kondisi layak pakai sudah dapat memperlihatkan
atau menggambarkan kategori penilaian yang akan diberikan. Jika persentase
pada kondisi fasilitas layak pakai besar dapat diindikasikan bahwa fasilitas di PPP
Lampulo telah melakukan fungsinya dengan baik.

Sebaliknya jika kondisi

fasilitas yang telah melampaui kapasitas dan yang tidak dapat digunakan
persentasenya besar maka dapat diindikasikan bahwa fasilitas kurang berjalan
baik sehingga diperlukan penambahan jenis dan kapasitas fasilitas serta
perbaikannya. Secara ringkas pengelompokkan kondisi fasilitas adalah :
(a) Layak pakai;
(b) Melampaui kapasitas; dan
(c) Tidak dapat digunakan.

3.5.3

Penentuan rasio keberadaan


menunjang seluruh aktivitas

dan

kebutuhan

fasilitas

dalam

Penentuan rasio akan menjelaskan mengenai tingkat keberadaan


(seharusnya ada dan ada) dan kebutuhan fasilitas (ada dan diperlukan/ADP, ada
namun belum diperlukan/ANBP, dan belum ada namun diperlukan/BANP) dalam
menunjang seluruh aktivitas di PPP Lampulo.

Tabel 4 Komponen-komponen yang dibandingkan untuk menentukan


rasio keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang
aktivitas di PPP Lampulo
Kelompok
Fasilitas

Perbandingan

Ada

Seharusnya Ada
(100%)

ADP

Seharusnya Ada
(100%)

ANBP

Seharusnya Ada
(100%)

BANP

Seharusnya Ada
(100%)

Rasio (KF x Kbf)

Kategori

Vital
Penting
Pelengkap
Vital
Penting
Pelengkap
Vital
Penting
Pelengkap
Vital
Penting
Pelengkap

Ket : ADP = ada dan diperlukan; ANBP = ada namum belum diperlukan; dan BANP = belum ada namun
diperlukan (Novianti, 2008)

Kebutuhan fasilitas belum ada namun belum diperlukan (BANBP) tidak


dibandingkan dengan fasilitas yang seharusnya ada karena perolehan persentase
yang besar atau rendah tidak berpengaruh terhadap penilaian apapun. Rasio dari
masing-masing kelompok fasilitas yang diperoleh akan menentukan kategori yang
diberikan dalam hal keberadaan dan kebutuhan seluruh fasilitas dalam menunjang
seluruh aktivitas di PPP Lampulo. Pada analisis ini, rasio yang diperoleh yaitu
dengan membandingkan komponen-komponen seperti pada Tabel 4.

Kategor
Kategori
i

Interval Persentase
Total
Ad
Ada; ADP

Baik Sekali

Seharusnya
Ada

Interval Persentase
Total
A d BANP
ANBP;
a

81-100 %

0-19 %

Baik

61-80 %

20-39 %

Cukup

41-60 %

100 %

40-59 %

Buruk

21-40 %

60-79 %

Buruk Sekali

0-20 %

80-100 %

Gambar 9

Seharusnya
Ada

100 %

Skema pembagian interval persentase untuk masingmasing kelompok fasilitas per kategori yang telah
ditetapkan untuk seluruh aktivitas (Novianti, 2008)

Menurut Novianti (2008), pembagian kategori pun dibagi atas lima kategori
beserta interval persentase untuk keberadaan dan kebutuhan fasilitas yang
dilakukan dengan pendekatan sebaran merata. Fasilitas yang seharusnya ada
tidak terbagi-bagi menjadi interval persentase disebabkan fasilitasnya memang
seharusnya dimiliki dalam mendukung suatu aktivitas di pelabuhan perikanan.
Selain itu, fasilitas yang seharusnya ada pun dijadikan dasar perbandingan
dengan komponen-komponen lainnya.

Pembagian interval persentase yang

berbeda-beda disebabkan semakin besar persentase yang diperoleh kelompok ada


dan ADP maka kategori yang diperoleh pun semakin baik.

Sebaliknya jika

persentase yang diperoleh kelompok ANBP dan BANP semakin besar maka
kategori yang diperoleh akan semakin buruk.

Oleh sebab itu pembagian

kelompok dan interval persentase berbeda-beda seperti yang tertera pada


Gambar 9.
Tabel 5 Matriks keberadaan dan kebutuhan fasilitas
dalam menunjang aktivitas di PPP Lampulo
Keberadaan
Fasilitas

Ada

Tidak Ada

Kebutuhan Fasilitas
ADP

ANBP

BANP

BANBP

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

Ket: ADP = Ada dan diperlukan; ANBP = ada namum belum diperlukan; dan
BANP = belum ada namun diperlukan; BANBP = Belum ada namun belum
diperlukan (Novianti, 2008)

Secara keseluruhan fasilitas yang terdapat di PPP Lampulo beserta


kebutuhannya dapat diketahui dengan membuat matriks keberadaan dan
kebutuhan fasilitas seperti disajikan pada Tabel 5.

Tabel matriks ini akan

menjelaskan secara keseluruhan fasilitas yang telah ada dan tidak ada beserta
kebutuhan fasilitas tersebut di PPP Lampulo dan menurut Novianti (2008), pada
tabel ini juga akan memperlihatkan kebutuhan fasilitas mana yang menjadi
prioritas untuk direalisasikan keberadaannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Keadaan Umum Banda Aceh


4.2.1

Keadaan geografis dan topografi


Kota Banda Aceh sebagai ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

(NAD) memiliki posisi yang sangat strategis yaitu terletak di penghujung sebelah
Barat wilayah Republik Indonesia yang berbatasan dengan Negara-Negara Asia
Selatan, dikelilingi oleh Selat Malaka dan Samudera Hindia yang memiliki
potensi sumberdaya perikanan yang sangat tinggi.
Secara administratif Kota Banda Aceh terdiri dari 9 (sembilan) kecamatan
dengan 69 (enam puluh sembilan) desa dan 20 (dua puluh) kelurahan. Lokasi PPP
Lampulo berada pada wilayah Kampung Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Kota
Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Secara geografis Kota Banda
Aceh terletak antara 05 30 45-05 36 16 LU dan 95 16 15-95 22 35 BT.
Batas-batas wilayah Banda Aceh sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar
Sebelah Timur berbatasan dengan Samudera Hindia
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar
Kota Banda Aceh memiliki garis pantai sepanjang kurang lebih 45 km yang
membentang dari Utara hingga Barat Laut dengan perairan laut mencakup Selat
Malaka yang memiliki kedalaman rata-rata 200 meter dengan penyebaran salinitas
sekitar 34 ppt dan perairan Samudera Hindia yang kedalamannya melebihi 200
meter merupakan perairan perikanan yang potensial dengan stok ikan yang cukup
tinggi baik pelagis maupun demersal.
Wilayah Kota Banda Aceh yang memiliki luas 61,36 km dengan jumlah
penduduk lebih kurang 221.050 jiwa merupakan daerah pesisir/pantai, daerah
hilir, Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh, dataran rendah berawa-rawa dan
cekungan dengan ketinggian di bawah permukaan laut yang sangat potensial
untuk terjadinya genangan banjir di wilayah tersebut.

4.1.2

Keadaan penduduk
Penduduk Banda Aceh berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik tahun

2004-2008 dapat dilihat pada tabel mengalami penurunan dari tahun 2004 ke
tahun 2005. Hal ini dikarenakan terjadinya bencana tsunami yang terjadi pada
tahun 2004.
Jumlah dan pertumbuhan penduduk Banda Aceh dari
tahun 2004-2008

Tabel 6

Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Penduduk Pertumbuhan (%)


2004
2005
2006
2007
2008

28.362
18.758
18.787
23.088
22.893

26.356
16.275
16.301
20.621
20.899

54.718
35.033
35.088
43.746
43.792

-35,98
0,16
24,68
0,11

Sumber : Biro Pusat Statistik (BPS) Banda Aceh, 2009 (data diolah kembali)

Pertumbuhan penduduk Banda Aceh dimulai secara perlahan dari tahun


2005 ke tahun 2006 sebanyak 0,16% dan mulai meningkat sampai pada tahun
2008. Jumlah penduduk Banda Aceh juga terdiri dari pendatang yang berasal dari
luar Kota Banda Aceh dan menetap di Banda Aceh.
60.000

30,00
20,00

50.000

0,00
30.000
-10,00
20.000

Pertumbuhan (%)

Jumlah Penduduk

10,00
40.000

-20,00
10.000

-30,00

-40,00
2004

2005

2006

2007

2008

Tahun

Jumlah Penduduk

Pertumbuhan (%)

Gambar 10 Jumlah dan pertumbuhan penduduk Banda Aceh


dari tahun 20042008

4.1.3

Unit penangkapan ikan di Banda Aceh


Unit penangkapan ikan adalah satu kesatuan teknis dalam kegiatan operasi

penangkapan ikan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya yang
terdiri atas kapal/perahu, alat tangkap, dan nelayan.

1)

Kapal
Kapal merupakan unit penangkapan yang berfungsi sebagai sarana untuk

menuju daerah penangkapan ikan. Menurut Statistik Perikanan Tangkap Kota


Banda Aceh, armada penangkapan ikan terbagi dalam 3 kategori armada, yaitu
armada kapal motor adalah kapal-kapal penangkapan ikan dengan menggunakan
motor sebagai alat penggerak yang ditempatkan secara permanen di ruang mesin,
umumnya berkapasitas 40 GT, armada penangkapan motor tempel, yaitu
kapal/perahu yang menggunakan motor sebagai penggeraknya akan tetapi motor
penggerak tidak ditempatkan secara permanen pada ruang tertentu atau dapat
dipindahkan pada saat telah selesai aktifitas penangkapan. Kategori ketiga yaitu
armada penangkapan ikan perahu tanpa motor, yaitu armada penangkapan ikan
yang menggunakan tenaga manusia dalam menggerakkan kapal/perahu dalam
aktifitas penangkapan ikan.
Tabel 7 Perkembangan jumlah armada kapal di Banda Aceh dari
tahun 2004-2008
Tahun

Perahu Tanpa
Motor

2004
2005
2006
2007
2008

35
3
3
3
3

Jumlah (unit)
Motor
Kapal
tempel
Motor
80
295
14
91
14
130
14
130
14
130

Jumlah

Pertumbuhan
(%)

410
108
147
147
147

-73,66
36,11
0,00
0,00

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2009 (data diolah kembali)

Selama tahun 20042008, klasifikasi jumlah armada kapal motor di Banda


Aceh lebih mendominasi, yaitu sejumlah 295 unit pada tahun 2004 dan
mengalami penurunan karena bencana tsunami sebanyak 91 unit, sedangkan
motor tempel sejumlah 80 unit dan perahu tanpa motor sejumlah 35 unit (Tabel 7)

350

Jumlah (unit)

300
250
200
150
100
50
0
2004

2005

2006

2007

2008

Tahun
Perahu Tanpa Motor

Motor Tempel

Kapal Motor

Gambar 11 Perkembangan armada kapal Banda Aceh


dari tahun 20042008
Perkembangan perahu tanpa motor dan motor tempel yang tetap pasca
tsunami dari tahun 20052008 yaitu 3 unit dan 14 unit. Jumlah armada yang
berkurang karena tsunami belum mengalami penambahan dari tahun 2004
dikarenakan kekurangan biaya para nelayan untuk membeli armada baru yang
rusak/hilang akibat tsunami (Gambar 11).

2)

Alat tangkap
Alat tangkap merupakan unit penangkapan ikan yang menentukan tujuan

jenis ikan hasil tangkapan. Jenis alat tangkap yang digunakan di Banda Aceh
diantaranya pukat cincin, jaring klitik, dan pancing (Tabel 8)
Tabel 8 Perkembangan alat tangkap di Banda Aceh dari tahun
2004-2008
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
Komposisi (%)
tahun 2008

Alat Tangkap (unit)


Pukat Cincin
Jaring Klitik
47
171
34
90
19
97
19
90
19
62,50

13,19

Pancing
192
168
25
25
35
24,31

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2009 (data diolah kembali)

Pancing
24,31%

Jaring Klitik
13,19 %

Pukat Cincin
62,50 %

Gambar 12 Komposisi alat tangkap di Banda Aceh pada


tahun 2008
Pada tahun 2004 dan 2005, alat tangkap yang paling dominan di Banda
Aceh adalah pancing (Tabel 8). Hal ini disebabkan karena pancing tergolong alat
tangkap yang murah dibandingkan dengan alat tangkap lain, tetapi pada tahun
2006-2008 alat tangkap yang dominan adalah purse seine. Nelayan di Banda
Aceh menggunakan purse seine karena hasil tangkapan yang didapat lebih banyak
dibandingkan menggunakan pancing. Dari Gambar 12 memperlihatkan bahwa
pada tahun 2008, alat tangkap yang mendominasi di Banda Aceh adalah pukat
cincin (62,50%) diikuti dengan penggunaan pancing (24,31%) dan jaring klitik
(13,19%).

3)

Nelayan
Nelayan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menunjang

keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan. Dalam hal ini nelayan berperan
dalam menentukan daerah penangkapan ikan dan melakukan operasi penangkapan
ikan. Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa nelayan di Banda Aceh terbagi ke dalam
tiga kategori yaitu nelayan penuh (nelayan yang seluruh waktu kerjanya
digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan), nelayan sambilan utama
(nelayan yang sebagian besar waktunya untuk melakukan operasi penangkapan
ikan), dan kategori terakhir yaitu nelayan sambilan tambahan (nelayan yang
sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan).
Mayoritas nelayan di Banda Aceh merupakan penduduk asli Banda Aceh,
tetapi ada juga nelayan pendatang yang berasal dari Sigli dan Bireun juga luar
Banda Aceh.

Tabel 9

Perkembangan jumlah nelayan di Banda Aceh dari tahun


20042008
Status Nelayan
Nelayan
Nelayan
Sambilan
Sambilan
Utama
Tambahan
295
37
35
16
231
116
231
116
231
116

Tahun Nelayan
Penuh
2004
2005
2006
2007
2008

1.203
95
1.146
1.146
1.146

Jumlah

Pertumbuhan
(%)

1.535
146
1.493
1.493
1.493

-90,49
922,60
0,00
0,00

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2009 (data diolah kembali)

Jumlah nelayan penuh paling banyak di Banda Aceh yaitu 1.203 orang
pada tahun 2004 dan mengalami penurunan tahun 2005 sebesar 1.108 orang
dikarenakan terjadinya bencana tsunami. Tahun 2006, jumlah nelayan mulai
bertambah yaitu 1.146 orang dari 95 orang pada tahun 2005. Hal ini disebabkan
telah mulai normalnya kembali aktivitas perikanan tangkap pasca tsunami dan
adanya nelayan dari luar Banda Aceh yang menetap di Banda Aceh. Jumlah
nelayan pada tahun berikutnya tidak mengalami peningkatan lagi yang mungkin
dikarenakan oleh pihak pelabuhan di lapangan tidak memperbaharui jumlah
nelayan yang ada atau jumlah nelayan di Banda Aceh yang tidak bertambah juga
bisa dikarenakan sistem pendataan yang kurang baik oleh pihak pengelola
pelabuhan. Nelayan sambilan utama lebih banyak daripada nelayan sambilan
tambahan yaitu 231 dan 116 pada tahun 2006 (Gambar 13).

Jumlah (unit)

1400
1200
1000
800
600
400
200
0
2004

2005

2006

2007

2008

Tahun
Nelayan Penuh

Nelayan Sambilan Utama

Nelayan Sambilan Tambahan

Gambar 13 Perkembangan jumlah nelayan di Banda


Aceh dari tahun 2004 - 2008

4.1.4

Produksi hasil tangkapan di Banda Aceh


Tabel 10 menunjukkan perkembangan produksi dan nilai produksi ikan di

Banda Aceh.
Jumlah dan nilai produksi hasil tangkapan di Banda Aceh
dari tahun 2004-2008

Tabel 10

Tahun

Produksi ikan (ton)

Nilai Produksi (Rp)

2004
2005
2006
2007
2008

7.203,2
3.223,2
7.213,0
5.919,0
6.136,3

51.688.950,0
26.943.909,0
41.876.375,6
47.955.434,5
83.428.853,6

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2009

Produksi ikan paling tinggi yaitu pada tahun 2004 sebesar 7.203,20 ton
dengan nilai produksi Rp51.688.950,0. Pada tahun 2005, terjadinya penurunan
tajam dari 7.203,2 ton menjadi 3.223,2 karena adanya bencana tsunami. Produksi
ikan kembali meningkat tahun 2006 sebesar 7.213,0 ton dan mengalami
penurunan pada tahun 2007 yaitu 5.919,0 ton. Hal ini diindikasi karena pada
tahun 2007 terjadi gelombang pasang yang mengakibatkan banyaknya nelayan
tidak melaut sehingga produksi ikan mengalami penurunan. Tetapi produksi ikan
meningkat lagi pada tahun 2008 dengan nilai produksi yang tinggi yaitu 6.136,3

8.000,00

90000

7.000,00

80000

6.000,00

70000
60000

5.000,00

50000

4.000,00

40000

3.000,00

30000

2.000,00

20000

1.000,00

10000

0,00

Nilai Produksi (x Rp1.000)

Produksi ikan (ton)

ton dan Rp83.428.853,6 (Gambar 14).

0
2004

2005

2006

2007

2008

Tahun

Produksi ikan

Nilai Produksi

Gambar 14 Produksi hasil tangkapan di Banda Aceh dari


tahun 2004-2008

4.3 Keadaan Umum Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo


4.2.1

Lokasi PPP Lampulo


Desa Lampulo terletak di Kecamatan Kuta Alam, pada koordinat 05 34

45 LU 95 19 30 BT, yang berbatasan sebelah timur dengan Desa Lamdingin,


sebelah utara dengan Desa Syiah Kuala, sebelah barat dengan Sungai Krueng
Aceh, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Kampung Mulia.
Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo yang dibangun pada tahun anggaran
1976/1977 terletak sepanjang Sungai Krueng Aceh, dan berjarak 1 km dari
muara laut, 2 km dari Kecamatan Kuta Alam, serta 2,5 km dari Kota Banda
Aceh.
Secara Topografi, Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo merupakan
daratan rendah dengan keadaan jenis tanah aluvial dan dasar perairan berlumpur
atau bisa dikatakan daerah rawa-rawa.
Kondisi iklim di wilayah Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo tidak
terlepas dengan wilayah lain dalam Kota Banda Aceh, yang mana pada umumnya
merupakan daerah tropis dan sebagian besar dipengaruhi oleh iklim laut. Hal ini
terlihat dengan pola umum tiupan angin yang terbentuk musiman yaitu musim
barat dan musim timur (Dinas Kelautan dan Perikanan NAD, 2003)
Angin musim barat mempunyai tiupan terbanyak dan relatif besar.
Kecepatan angin selama 10 tahun terakhir memiliki kecepatan rata-rata 19 knot
dan kecepatan puncak mencapai 40 knot. Angin barat berlangsung antara bulan
September sampai dengan Januari yang sekaligus merupakan musim hujan,
sebaliknya angin timur berlangsung antara bulan Februari sampai dengan Agustus
yang termasuk juga bulan musim kemarau/kering.
Rata-rata jumlah hujan tahunan 1.182 mm dengan curah hujan harian
maksimum selama 30 tahun terakhir berkisar antara 53-243 mm. Suhu udara ratarata berkisar antara 24,6 C sampai 26,9 C dengan suhu minimum 22 C dan suhu
maksimum 32 C serta kelembaban nisbi rata-rata 71% sampai dengan 84%.

4.3.2. Musim dan daerah penangkapan


Penangkapan ikan dilakukan sepanjang tahun, khusus untuk tuna dan
cakalang mengalami musim puncak dua kali dalam setahun yaitu pada bulan April

dan Oktober, musim sedang pada bulan Mei sampai September, sedang musim
paceklik terjadi pada bulan Desember dan Januari.

Musim penangkapan

ikan/udang yaitu pada musim barat antara bulan April sampai dengan bulan
September, pada musim timur antara bulan Oktober sampai dengan Maret.
Musim peralihan I antara Maret sampai dengan April, dan musim peralihan II
antara bulan Oktober sampai dengan November. Musim puncak biasanya terjadi
antara bulan Maret sampai dengan Mei dan bulan November sampai dengan
Januari (Dinas Kelautan dan Perikanan NAD, 2003).
Pencarian daerah penangkapan ikan oleh nelayan di PPP Lampulo
umumnya belum mempunyai pedoman yang tetap, melainkan berdasarkan pada
pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Keberhasilan dalam melakukan operasi

penangkapan ikan di suatu lokasi akan diulang dengan melakukan kembali operasi
penangkapan di lokasi yang sama pada hari berikutnya. Apabila musim sedikit
ikan tiba, maka nelayan akan pindah untuk mencari daerah penangkapan ikan
yang baru. Daerah penangkapannya yaitu di sekitar perairan Banda Aceh, Laut
Aceh, Calang, Pulo Raya, Sabang, dan Perbatasan Nicobar. Kebanyakan nelayan
Lampulo menangkap ikan sekitar 3-100 mil dari Daerah Lampulo.

4.3.3. Produksi hasil tangkapan di PPP Lampulo


Produksi hasil tangkapan di PPP Lampulo hanya dapat dilihat dari tahun
2005 karena data-data dari tahun 2004 hilang akibat bencana tsunami sehingga
data yang ditampilkan kurang lengkap (Tabel 11).
Tabel 11

Jumlah dan nilai produksi hasil tangkapan di PPP Lampulo


dari tahun 2004-2008

Tahun

Produksi ikan (kg)

2004
2005
2006
2007
2008

2.793.475
5.461.230
4.589.312
5.448.647

Sumber: UPTD Lampulo, 2009

Nilai Produksi (Rp)


25.206.579.800
48.531.444.700
42.289.578.620
45.439.410.000

Volume produksi hasil tangkapan di PPP Lampulo tahun 2005 sebesar


2.793.475 kg dengan nilai produksi Rp25.206.579.800,00 mengalami kenaikan
pada tahun 2006 dengan 5.461.230 ton dan Rp48.531.444.700,00. Tahun 2007,
produksi ikan mengalami penurunan karena terjadinya badai dan gelombang
tinggi yang membuat nelayan tidak melaut sehingga produksi ikan berkurang

6000

60000

5000

50000

4000

40000

3000

30000

2000

20000

1000

10000

Nilai Produksi (x Rp1.000.000)

Produksi ikan (ton)

menjadi 4.589.312 ton (Gambar 15).

0
2004

2005

2006

2007

2008

Tahun

Produksi ikan

Nilai Produksi

Gambar 15 Produksi hasil tangkapan di PPP Lampulo dari


tahun 2004-2008
4.4 Keberadaan dan Kondisi Fasilitas
Terlaksana atau tidaknya fungsi-fungsi pelabuhan perikanan secara optimal,
akan dapat mengindikasikan tingkat keberhasilan pengelolaan pelabuhan
perikanan (Lubis, 2006). Jika dikaitkan dengan keberadaan dan kondisi fasilitas
yang memadai dan layak maka segala aktivitas di pelabuhan perikanan juga
fungsi-fungsi kepelabuhanan akan berjalan dengan lancar dan baik, sehingga hal
ini akan mengindikasikan keberhasilan pengelolaan pelabuhan perikanan.
Keberadaan dan kondisi fasilitas di pelabuhan perikanan sangat perlu
diperhatikan karena peran pelabuhan perikanan di suatu daerah yaitu sebagai
media dalam memfasilitasi akivitas perikanan tangkap di daerah tersebut dan juga
terkait dengan pemanfaatan pelabuhan perikanan secara optimal. Menurut Lubis
(2007), pemanfaatan pelabuhan perikanan adalah cara bagaimana memanfaatkan
fasilitas pelabuhan perikanan yang ada seefisien dan seefektif mungkin untuk
menjalankan aktivitas kepelabuhanan secara optimal.

5.3.1

Keberadaan dan kondisi fasilitas PPP Lampulo


Menurut Lubis et al. (2005), pengkategorian fasilitas yang didasarkan pada

penelitian yang telah dilakukannya terdapat fasilitas vital, fasilitas penting, dan
fasilitas pelengkap (Tabel 12) maka PPP Lampulo sebagai salah satu pelabuhan
perikanan yang terbesar di NAD memiliki fasilitas-fasilitas yang cukup lengkap
walaupun masih terdapat fasilitas yang perlu perbaikan dan yang belum ada.

1)

Fasilitas vital
Menurut Lubis et al. (2005), kesembilan fasilitas pelabuhan perikanan yang

bersifat vital yaitu dermaga pendaratan ikan dan muat, kolam pelabuhan, sistem
rambu-rambu yang mengatur keluar masuknya kapal, tempat pelelengan ikan
(TPI), pabrik es, tangki dan instalasi air, tempat penyediaan bahan bakar, bengkel
reparasi kapal, dan kantor administrasi.

Fasilitas-fasilitas vital tersebut

merupakan fasilitas yang diperlukaan pada awal pembangunan pelabuhan


perikanan. Fasilitas yang belum dimiliki PPP Lampulo yaitu sistem rambu-rambu
yang mengatur keluar masuknya kapal. Fasilitas ini sebelum tsunami sudah ada
tetapi pasca tsunami semenjak PPP Lampulo dibangun kembali fasilitas tersebut
masih belum terealisasikan.
(1) Fasilitas dermaga pendaratan ikan
Dermaga pendaratan ikan merupakan fasilitas vital karena keberadaannya
ditandai dengan banyaknya kapal-kapal yang merapatkan kapal dan melaksanakan
bongkar hasil tangkapan.

Di PPP Lampulo, kegiatan pembongkaran hasil

tangkapan umumnya dilaksanakan oleh kapal-kapal ikan dengan alat tangkap


purse seine dan alat tangkap pancing disamping motor-motor tempel yang
digunakan oleh nelayan untuk mengangkut ikan hasil tangkapan ke pelabuhan
(fishing base).
Bentuk dermaga di Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo dibangun sejajar
dengan garis pantai (shore line) atau terletak pada alur Sungai Krueng Aceh.
Panjang dermaga 83 m dan lebar 4 m yang berfungsi sebagai tempat bersandarnya
kapal-kapal khususnya sebagai tempat membongkar ikan dan pengisian bahan
perbekalan bagi kapal penangkapan ikan.

Konstruksi dermaga Pelabuhan

Perikanan Pantai Lampulo tidak dilengkapi dengan fender sehingga dapat terjadi

benturan dan gesekan ketika kapal merapat untuk melakukan pembongkaran ikan
ataupun mengisi perbekalan untuk kembali melaut.
Sampai saat ini dermaga di Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo masih
digunakan sebagaimana fungsinya namun sering terjadi antrian kapal yang akan
mendaratkan hasil tangkapannya. Kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya di
PPP Lampulo sebanyak 30 unit kapal/hari sedangkan dermaga hanya dapat
menampung sebanyak 10 unit kapal/hari.

Gambar 16

Kapal saat bersandar di dermaga PPP


Lampulo

Dengan keterbatasan kapasitas panjang dermaga, maka kapal-kapal yang


mendarat di PPP Lampulo sering tertunda sekitar 1-3 jam apabila dermaga dalam
kondisi penuh, sehingga kapal bersandar secara berlapis (Kandi, 2005). Kapasitas
daya tampungnya yang terbatas mengakibatkan sebagian kapal-kapal ikan tidak
mendaratkan ikan di dermaga PPP Lampulo, karena dikhawatirkan mutu ikan
hasil tangkapan menurun yang akhirnya akan mengakibatkan penurunan harga
jual ikan. Kapal-kapal yang tidak mendaratkan ikan di PPP Lampulo melakukan
aktivitas pendaratan ikan di PPI Ulee-lheue yang letaknya sekitar 6 km dari
PPP Lampulo.
Oleh karena itu, pihak PPP Lampulo berusaha untuk memperbaiki fasilitas
dermaga yang ada sekarang.

Hal ini dengan mempertimbangkan bahwa

ketersediaan fasilitas yang memadai di PPP Lampulo dapat menjadi daya tarik
bagi aktivitas kapal-kapal penangkapan ikan yang sebelumnya tidak melakukan
pendaratan, agar dapat melakukan pendaratannya di PPP Lampulo.

(2) Fasilitas kolam pelabuhan


Kolam pelabuhan adalah lokasi perairan tempat masuknya kapal yang akan
bersandar di dermaga. Daerah perairan yang digunakan untuk kapal penangkapan
ikan berlabuh merupakan fasilitas vital di suatu pelabuhan perikanan. Fasilitas
kolam pelabuhan yang ada di PPP Lampulo berada di sepanjang Sungai Krueng
Aceh.

Gambar 17 Kolam pelabuhan di PPP Lampulo


Kolam pelabuhan di PPP Lampulo merupakan kolam pelabuhan yang
memanfaatkan muara Sungai Krueng Aceh.

Ketika dilihat di lapangan, kondisi

kolam pelabuhan sudah dapat menampung kapal-kapal penangkap ikan yang


melakukan aktivitas pendaratan dan pembongkaran ikan (Gambar 17).
(3) Fasilitas sistem rambu-rambu navigasi
Sistem rambu-rambu navigasi penting untuk menghindari tabrakan antar
kapal nelayan atau petunjuk saat peralatan navigasinya rusak. Di PPP Lampulo,
keberadaan sistem rambu-rambu navigasi belum ada. Hal ini disebabkan belum
terealisasikan pasca tsunami.
(4) Tempat pelelangan ikan (TPI)
Tempat pelelangan ikan adalah tempat yang disediakan oleh pihak pelabuhan
sebagai tempat dilakukannya pemasaran ikan hasil tangkapan yang dilakukan
dengan sistem penjualan oleh toke bangku.

TPI selain tempat terjadinya

transaksi jual beli juga sebagai tempat kegiatan penyortiran ikan, penimbangan,
dan pengepakan ikan yang terjual (Gambar 18)

Gambar 18 Keadaan TPI di PPP Lampulo


Tempat pelelangan ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo mempunyai
luas 480 m. Sebelum dan sesudah tsunami, di PPP Lampulo tidak pernah terjadi
pelelangan. Hal ini dikarenakan bahwa hasil tangkapan yang didaratkan di PPP
Lampulo telah mempunyai pemilik yaitu toke bangku.

Toke bangku

merupakan penyedia modal kerja melaut bagi para nelayan untuk mencari ikan di
laut dan telah dipercayakan oleh nelayan untuk menjualkan hasil tangkapannya.
Toke bangku juga yang menentukan harga pasar dan segmentasi pasar.
Dari hasil pengamatan di lapangan, aktivitas pendaratan yang dilakukan di
TPI PPP Lampulo sebanyak 2 kali/hari, yaitu pada pagi hari pukul 06.00 dan
menjelang malam atau sore hari pukul 18.00. Hal ini dikarenakan operasional
penangkapan yang dilakukan one day fishing sehingga pendaratan ikan secara
umum dilakukan pada pagi hari untuk kapal yang melakukan operasional malam
hari dan didaratkan malam hari untuk kapal yang melakukan penangkapan pagi
hari.
Semenjak dibangun pasca tsunami, kondisi bangunan TPI sekarang masih
layak untuk digunakan tetapi dari segi tingkat kebersihan TPI yang masih kurang.
Hal ini dapat dilihat dari kondisi lantai TPI yang kotor dan karena sering
tergenang air mengakibatkan lantai TPI berlubang, saluran pembuangan yang
penuh oleh sampah.

Oleh karena itu, pihak UPTD (Unit Pelaksana Teknis

Daerah) telah merencanakan untuk memperbaiki fasilitas TPI yaitu dengan


melakukan pengecoran lantai pelataran TPI, perbaikan parit di sepanjang TPI,
juga melakukan pengecetan dindingnya.

Kondisi TPI saat ini masih memenuhi kebutuhan para nelayan untuk
melakukan transaksi, namun pada saat-saat tertentu seperti musim ikan terjadi
antrian, sehingga terkesan TPI tidak dapat menampung aktivitas transaksi
penjualan hasil tangkapan. Kurangnya luasnya TPI, mengakibatkan para nelayan
mengambil alternatif penjualan hasil tangkapan dengan memanfaatkan pelataran
dermaga sebagai tempat penjualan alternatif.

Hal ini mengakibatkan

terganggunya aktivitas di dermaga dalam pengangkutan hasil tangkapan dari kapal


ke gedung TPI. Selain itu juga menyebabkan biaya operasional bertambah karena
dilakukan penambahan es guna menjaga mutu ikan hasil tangkapan. Apabila
terjadi antrian yang panjang biasanya para pedagang ikan membawa ikannya
langsung ke pasar ikan yang jaraknya 1 km dari PPP Lampulo, atau dilakukan
penyimpanan di gudang pengepakan.
Kurangnya kapasitas TPI adalah merupakan salah satu penyebab kurang
tertariknya para nelayan untuk melakukan pendaratan ikan hasil tangkapan di PPP
Lampulo, padahal pelabuhan ini merupakan pelabuhan terbesar yang saat ini
dimilliki oleh Provinsi NAD.
(5) Fasilitas pabrik es
a. Keberadaan pabrik es
Fasilitas mutlak lainnya yang ada di suatu pelabuhan perikanan yaitu pabrik
es. Pabrik es berfungsi sebagai sarana penyediaan es untuk kebutuhan nelayan
guna menjaga mutu hasil tangkapan. Pasca tsunami, pabrik es selesai dibangun
kembali pada bulan Januari tahun 2005 oleh bantuan dari pihak Jepang.

Gambar 19 Pabrik es di PPP Lampulo

Pasca tsunami pabrik es Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo selesai


dibangun lagi pada tahun 2006, dengan masa operasional pabrik es yang telah
berjalan selama 3 tahun hanya mampu memproduksi 9 ton/hari.

Dengan

kapasitas 9 ton/hari, pabrik es belum mencukupi kebutuhan es di PPP Lampulo


sehingga es masih juga dipasok dari luar PPP Lampulo. Sementara jika dilihat
dari produksi ikan yang dihasilkan di Perairan Banda Aceh dan Aceh Besar
diperkirakan masih sangat mungkin untuk dikembangkan pabrik es di PPP
Lampulo ini, karena masih terdapat peluang pemanfaatan stok sumberdaya
perikanan laut, khususnya di perairan pesisir dan Perairan Samudera Hindia.

Gambar 20 Es pesanan nelayan yang didatangkan


dari luar PPP Lampulo
Hal lain yang timbul apabila produksi es didatangkan dari luar pelabuhan,
maka akan memberatkan para nelayan dari sisi harga, diperkirakan harga es
pasokan dari luar dengan berat 60 kg/batang adalah Rp22.000,00 sedangkan harga
es yang diproduksi di PPP Lampulo sebesar Rp8.000,00 dengan berat 25
kg/batang.
(6) Fasilitas tangki dan instalasi air
Tangki dan instalasi air merupakan fasilitas yang harus dimiliki oleh
pelabuhan perikanan.

Ketidaktersediaan tangki dan instalasi air dapat

menghambat peran dan aktivitas di pelabuhan perikanan. Fungsi air tawar di


pelabuhan perikanan adalah sebagai bahan perbekalan dalam aktivitas operasional
penangkapan ikan, pabrik es, air minum, dan untuk pembersihan hasil tangkapan
juga fasilitas yang tersedia.

Di pelabuhan perikanan, banyaknya air tawar yang dibutuhkan ditentukan


oleh kebutuhan kapal penangkapan ikan, yang termasuk sebagai kebutuhan pokok
nelayan dalam melakukan operasi penangkapan ikan, penanganan hasil
tangkapan, dan aktivitas lainnya di pelabuhan perikanan seperti membersihkan
dan kebutuhan aktivitas harian.

Gambar 21 Tangki dan Instalasi air (a) Di dalam pagar


TPI (b) Di samping bengkel reparasi kapal
Fasilitas tangki dan instalasi air yang tersedia di PPP Lampulo dapat menam
pung air sebanyak 2000 liter/hari. Tangki dan instalasi air yang dibangun pasca
tsunami masih dalam kondisi layak pakai. Hal ini terlihat masih dapat digunakan
oleh nelayan dan warga sekitar yang memiliki warung di PPP Lampulo. Namun
demikian para nelayan sering juga menggunakan air dari Sungai Krueng Aceh
untuk pencucian fasilitas seperti pelataran dermaga dan lantai TPI.
(7) Fasilitas tempat penyediaan bahan bakar
Tempat penyediaan bahan bakar di pelabuhan perikanan sangat membantu
nelayan dalam proses pengoperasian penangkapan ikan. Kapasitas penggunaan
bahan bakar minyak (solar) disesuaikan dengan kebutuhan kapal yang
memanfaatkannya dan jarak fishing ground.
Di PPP Lampulo sudah terdapat SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Nelayan) dengan kapasitas 10 ton yang berdiri sejak 3 bulan sebelum tsunami.
Pasca tsunami, SPBN ini dibangun kembali dan biasanya menjual 5.000
liter/hari solar hanya kepada nelayan saja. SPBN ini berada dalam kondisi yang
masih layak pakai (Gambar 22).

Gambar 22 Tempat penyediaan bahan bakar yang dikelola


oleh pihak swasta
Pelaksana penyaluran BBM solar adalah pihak investor swasta yang
menyalurkan BBM solar langsung kepada para nelayan dengan sistem
pembayaran tunai. Hal ini untuk menghindari adanya peningkatan nilai jual BBM
solar jika penyalurannya melalui pedagang eceran.
(8) Fasilitas bengkel reparasi kapal
Bengkel reparasi kapal di PPP Lampulo yang selesai dibangun pada tahun
2005 oleh bantuan dari pihak Jepang sangat membantu pihak nelayan terutama
dalam memperbaiki mesin kapal yang mengalami kerusakan.

Gambar 23 Bengkel reparasi kapal


Bengkel reparasi kapal di PPP Lampulo yang dibangun pasca tsunami
memiliki luas 12 x 18 m. Kondisi bengkel yang sudah melampaui kapasitas
sehingga pihak pelabuhan perlu memperluas bengkel tersebut agar aktivitas yang
ada dapat berjalan lancar.

(9) Fasilitas kantor administrasi


PPP Lampulo memiliki 2 (dua) kantor administrasi yaitu kantor administrasi
1 terletak di samping gedung kantor UPTD LPPMHP (Laboratorium Pembinaan
dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan). Kantor administrasi ini memiliki luas
216 m dan terdiri dari ruangan kepala PPP Lampulo, ruang tata usaha, ruang
teknis, ruang satker pengawasan Lampulo. Kantor administrasi 2 menyambung
dengan tempat pelelangan ikan.

Kantor ini bergabung dengan kantor

kesyahbandaran dan memiliki luas 64 m.


Kantor administrasi dapat menampung aktivitas administrasi yang ada tetapi
perlu perbaikan dan penambahan luasnya. Hal ini sudah direncanakan oleh pihak
UPTD untuk merealisasikannya.

Kantor yang ada sekarang terutama yang

menyambung dengan tempat pelelangan ikan akan diperlukan karena terkadang


tidak dapat menampung aktivitas yang ada.

Gambar 24 Ruang administrasi di PPP Lampulo

2)

Fasilitas penting
Merupakan fasilitas yang jelas diperlukan agar pelabuhan perikanan (PP) dan

pangkalan pendaratan ikan (PPI) dapat berfungsi dengan baik, namun realisasinya
dapat ditunda (Lubis et al., 2005). Fasilitas penting tersebut yaitu generator
listrik, kantor kepala pelabuhan, tempat parkir, pos penghubung radio (SSB), dan
ruang pengepakan. PPP Lampulo memiliki kelima fasilitas penting tersebut.

(1) Fasilitas generator listrik


PPP Lampulo memiliki 6 (enam) unit generator listrik dengan masingmasing kekuatan tiap unit yaitu 150 KVA. Keenam generator listrik ini dalam
kondisi layak pakai yang sangat mendukung aktivitas pelabuhan perikanan.
(2) Fasilitas kantor kepala pelabuhan
Kantor kepala pelabuhan PPP Lampulo memiliki luas 40 m yang dilengkapi
dengan berbagai fasilitas antara lain komputer yang dapat mendukung aktivitas
kerja kepelabuhanan (Gambar 25). Kantor ini merupakan bagian dari kantor
administrasi 1.
Kondisi kantor ini masih layak pakai sehingga aktivitas yang dilakukan oleh
kepala pelabuhan dapat berjalan dengan lancar.

Gambar 25

Ruang Kepala PPP Lampulo

(3) Fasilitas tempat parkir


Fasilitas penting yang ada di pelabuhan perikanan yaitu tempat parkir.
Tempat parkir diperlukan untuk memperlancar aktivitas keluar masuknya
kendaraan. Tempat parkir juga digunakan untuk pengepakan hasil tangkapan,
kunjungan masyarakat yang ingin membeli hasil tangkapan, dan pemasokan
bahan-bahan keperluan operasional di pelabuhan perikanan. Kegiatan di tempat
parkir perlu diatur dan ditata dengan baik, agar tidak menimbulkan
kesemerawutan yang mengakibatkan terhambatnya laju kendaraan. Tempat parkir
perlu ditata berdasarkan kegiatannya. Tempat parkir untuk kegiatan pemasukan
hasil tangkapan harus terpisah dengan tempat parkir masyarakat yang datang
hanya untuk berkunjung atau membeli ikan agar tidak terjadi kesemerawutan.

Tempat parkir di kawasan PPP Lampulo yang tersedia adalah 7500 m.


Terdapat dua posisi tempat parkir di PPP Lampulo yaitu di dalam pagar TPI
(Gambar 26a) dan di luar pagar TPI (Gambar 26b).

b
Gambar 26

(a) Tempat parkir di dalam pagar TPI (b) Tempat parkir


di luar pagar TPI.

Walaupun telah dilakukan penataan tempat parkir, namun masih terlihat


kesemerawutan. Hal ini umumnya dipicu dari tidak adanya petugas khusus yang
menangani masalah parkir sehingga masyarakat kurang mematuhi ketentuan yang
telah ditetapkan. Sisi lain karena terjadinya peningkatan aktivitas dan banyaknya
pengunjung di areal PPP Lampulo walaupun tidak secara terus menerus. Apabila
terjadi peningkatan aktivitas dan pengunjung, tempat parkir yang tersedia tidak
dapat menampung banyaknya kendaraan yang ada sehingga pihak pelabuhan
harus memberi perhatian yang khusus untuk masalah ini.
(4) Fasilitas pos penghubung radio (SSB)
Guna menunjang kelancaran arus informasi dari dan ke pelabuhan perikanan
digunakan sarana komunikasi SSB (single side band) yang dapat berhubungan
baik dengan stasiun radio SSB di Satker Pengawasan PPP Lampulo juga dengan
kapal-kapal yang membutuhkan.

Di PPP Lampulo hanya satu unit pos

penghubung radio (SSB). SSB ini dapat digunakan oleh pihak Satker pengawasan
Lampulo. Kondisi pos penghubung radio (SSB) masih layak pakai (Gambar 27).

Gambar 27 Pos Penghubung Radio (SSB)


(5) Fasilitas ruang pengepakan
Ruang pengepakan merupakan fasilitas penting yang diperuntukkan bagi
nelayan untuk melakukan pengepakan ikan yang akan dipasarkan baik pasar lokal
maupun luar daerah atau untuk melakukan penyimpanan sebelum ikan dipasarkan.

Gambar 28

Ruang Pengepakan

Ruang pengepakan yang terdapat di PPP Lampulo sebanyak 14 unit yang


masing-masing memiliki luas 180 m (9 x 20). Ruang pengepakan yang dikelola
oleh Perum PPS Cabang Lampulo ini disewakan kepada para pedagang ikan besar
(toke). Besarnya sewa yang ditetapkan oleh pihak Perum PPS Cabang Lampulo
yaitu Rp5.400.000,00/tahun.

3)

Fasilitas pelengkap
Menurut Lubis et al. (2005), fasilitas pelengkap adalah fasilitas yang

diperlukan agar pelabuhan perikanan dapat berfungsi dengan baik tetapi


pengadaannya baru pada pengembangan pelabuhan tahap ketiga. Fasilitas ini

terdiri dari dermaga muat terpisah, slipway, ruang pertemuan, toilet, pos
penjagaan, balai pertemuan nelayan, rumah dinas, mushola, mobil dinas, dan
motor dinas. Dari kesepuluh fasilitas pelengkap ini, PPP Lampulo tidak memiliki
dermaga muat terpisah, slipway, rumah dinas, dan mobil dinas.
(1) Fasilitas dermaga muat terpisah
Fasilitas ini belum terdapat di PPP Lampulo. Fasilitas ini masih dalam tahap
realisasi oleh pihak pelabuhan.
(2) Fasilitas slipway
Fasilitas slipway yang dipergunakan untuk memperbaiki lunas kapal-kapal
yang rusak. Selain itu, slipway juga digunakan untuk pemeliharaan kapal seperti
seperti pengecatan dan pembersihan teritip dari dinding luar kapal (Gambar 29).

Gambar 29

Slipway

Saat ini terdapat hanya satu buah slipway yang dalam kondisi masih dapat
digunakan. Slipway ini baru dapat beraktifitas kembali pasca tsunami dan baru
berjalan 3 bulan sejak Januari 2009.
(3) Fasilitas ruang pertemuan
PPP Lampulo memiliki ruang pertemuan dengan luas 70 m (Gambar 30).
Ruang pertemuan ini digunakan ketika ada acara pertemuan yang diadakan oleh
pihak PPP Lampulo baik itu dengan pihak nelayan maupun dengan instansi
terkait.
Kondisi ruangan ini masih layak pakai dengan kapasitas yang dapat
menampung 50 orang. Tetapi jika ada acara dan pertemuan yang melibatkan

massa yang besar maka pihak PPP Lampulo menggunakan balai pertemuan
nelayan yang letaknya tidak jauh dari UPTD Lampulo.

Gambar 30

Ruang pertemuan

(4) Fasilitas toilet


Di PPP Lampulo terdapat enam toilet dengan tiga toilet untuk laki-laki dan
tiga toilet untuk perempuan. Toilet ini memiliki luas 63 m dan terletak di dalam
kawasan tempat pelelangan ikan (TPI). Ratio jumlah toilet dan jumlah pemakai
yang meliputi nelayan serta para pengguna jasa fasilitas di pelabuhan perikanan
dirasakan belum memadai sehingga perlu ditambah jumlahnya.

Gambar 31

Toilet di PPP Lampulo

Kondisi toilet di PPP Lampulo saat ini sudah tidak layak pakai lagi (Gambar
31). Hal ini dikarenakan tidak ada petugas yang membersihkan toilet tersebut.
Selain itu, pihak nelayan yang menggunakan toilet tersebut masih kurang
kesadaran untuk menjaga kebersihannya sehingga tidak dapat digunakan lagi.
Oleh karena itu, pihak UPTD telah merencakan untuk memperbaiki fasilitas toilet.

(5) Fasilitas pos penjagaan


Pos penjagaan di PPP Lampulo terdapat di dua tempat. Pos penjagaan 1
terletak di pintu masuk gerbang PPP Lampulo sedangkan pos penjagaan kedua
terletak di jalan belakang PPP Lampulo. Pos penjagaan yang ada ini memiliki
luas 45 m (Gambar 32).

Gambar 32

Pos penjagaan di PPP Lampulo

Tarif yang dikenakan untuk parkir di PPP Lampulo berbeda untuk setiap
jenis kendaraan. Pemuda desa setempat yang bertugas menarik tarif masuk juga
memiliki tanggung jawab lain yaitu menjaga keamanan di kawasan PPP Lampulo
dengan bekerjasama dengan pihak satpol di PPP Lampulo.
Kedua pos penjagaan ini berada dalam kondisi yang masih layak tetapi hanya
perlu perbaikan sedikit dan penambahan fasilitas pendukungnya yaitu kursi untuk
tempat duduk para pemuda.
(6) Fasilitas balai pertemuan nelayan
Berbeda dengan fasilitas lain yang ada di PPP Lampulo yang dimiliki oleh
pihak UPTD dan pihak Perum, maka balai pertemuan nelayan ini dimiliki oleh
Panglima Lat. Balai pertemuan nelayan ini digunakan oleh Panglima Lat
untuk mengumpulkan seluruh nelayan yang ada di Lampulo ketika untuk rapat
dan mengadakan berbagai acara.
Panglima Lat merupakan sebuah nama lembaga juga gelar atau jabatan
dari seorang nelayan yang dituakan dan memimpin lembaga ini (Anonim, 2008).
Panglima Lat berfungsi dan bertugas sebagai pembantu pemerintah dalam
membantu pembangunan perikanan, melestarikan adat istiadat, dan kebiasaan-

kebiasaan dalam masyarakat nelayan. Struktur organisasi Panglima Lat terdiri


dari

tiga

tingkatan

yaitu

Panglima

Lat

Lhk,

Panglima

Lat

Kabupaten/Kota, dan Panglima Lat Provinsi. Tingkatan Panglima Lat


tersebut masing-masing memiliki struktur yang bebeda. Panglima Lat Lhk
menyelesaikan sengketa antar nelayan di wilayah kerjanya.

Panglima Lat

Kabupaten/Kota melaksanakan penyelesaian sengketa antar nelayan dari dua


atau lebih Panglima Lat Lhk yang tidak dapat diselesaikan oleh Panglima
Lat Lhk yang bersangkutan serta mengatur jadwal kenduri adat Lhk
sehingga tidak terjadi kenduri yang dilaksanakan pada hari yang sama dalam
Kabupaten/Kota.

Sementara

Panglima

Lat

Provinsi

mengkoordinir

pelaksanaan Hukm Adat Lat NAD dan menjembatani serta mengurus


kepentingan-kepentingan nelayan di tingkat provinsi (Djuned, 1992).
Dalam menjalankan fungsinya Panglima Lat memiliki tugas antara lain :
1) Memelihara dan mengawasi ketentuan-ketentuan Hukm Adat dan Adat Lat;
2) Mengkoordinasikan dan mengawasi setiap usaha penangkapan ikan di laut;
3) Menyelesaikan perselisihan/sengketa yang terjadi diantara sesama anggota
nelayan atau kelompoknya;
4) Mengurus dan menyelenggarakan upacara Adat Lat;
5) Menjaga/mengawasi agar pohon-pohon di tepi pantai jangan ditebang, karena
ikan akan menjauh ke tengah laut (perlu disesuaikan dengan kondisi dan
situasi daerah setempat);
6) Merupakan badan penghubung antara nelayan dengan pemerintah dan
Panglima Lat dengan Panglima Lat lainnya; dan
7) Meningkatkan taraf hidup nelayan pesisir pantai.
Tanggung jawab para Panglima Lat juga termasuk dalam hal menentukan
letak parkir kapal di sungai, mengadili perselisihan-perselisihan, menentukan
besarnya kerugian saat sebuah kapal nelayan merusak atau menyebabkan kerugian
terhadap kapal nelayan lainnya, mengkomunikasikan perubahan-perubahan dalam
kebijakan penangkapan ikan, serta mengatur upaya-upaya penyelamatan dan
menjaga ketentuan-ketentuan umum.

Panglima Lat memiliki otoritas dan

kewenangan untuk memberikan larangan melaut selama satu minggu bagi setiap
pelanggaran peraturan/hukum yang dilakukan oleh seorang nelayan. Bila nelayan

tersebut tetap melanggar peraturan/hukum tersebut, maka Panglima Lat dapat


mengeluarkan nelayan tersebut dari keanggotaan Lembaga Panglima Lat.

Gambar 33

Balai pertemuan nelayan

Balai pertemuan nelayan ini memiliki luas 576 m dan terdiri dari dua lantai.
Lantai pertama digunakan untuk pendataan nelayan dan lantai kedua merupakan
aula untuk pertemuan nelayan. Fasilitas ini selesai dibangun pasca tsunami pada
tahun 2007 melalui bantuan dari pihak Jepang. Kondisinya pun masih dalam
keadaan layak pakai dan kapasitasnya masih mencukupi.
(7) Fasilitas rumah dinas
Sebelum tsunami, fasilitas rumah dinas terdapat di PPP Lampulo. Tetapi
pasca tsunami, fasilitas ini belum dibangun kembali. Hal ini dikarenakan masih
banyak fasilitas yang harus diprioritaskan untuk dibangun.
(8) Fasilitas mushola
Kondisi mushola yang ada sekarang masih layak dan berfungsi (Gambar 34).
Mushola tersebut sedang direnovasi dan dikembangkan sehingga untuk
mengantisipasinya pihak toke bangku bekerjasama dengan pihak pelabuhan
membangun mushola kecil disamping pos penjagaan dekat pintu masuk gerbang
PPP Lampulo. Untuk sementara sebagian para nelayan dan pegawai pelabuhan
melakukan ibadahnya di mesjid yang terletak tidak jauh dari kawasan PPP
Lampulo.

Gambar 34

Mushola di PPP Lampulo

(9) Fasilitas mobil dinas


Mobil dinas di PPP Lampulo belum ada, dikarenakan belum ada alokasi dana
yang untuk merealisasikannya. Menurut pihak pelabuhan, untuk saat ini mereka
lebih memfokuskan dana yang ada untuk memperbaiki dan membangun fasilitasfasilitas pelabuhan yang lebih penting penggunaannya.
(10) Fasilitas motor dinas
Penggunaan motor dinas dengan merk Astrea telah ada sejak tahun 2000.
Motor dinas ini hanya ada satu unit.

Walaupun hanya satu unit tetapi

keberadaannya telah membantu pihak pegawai UPTD yang belum memilliki


sepeda motor dalam melakukan aktivitasnya di pelabuhan perikanan.
Fasilitas motor dinas ini masih dalam kondisi layak pakai dan dikelola oleh
pihak Dinas Perikanan dan Kelautan.

5.3.2

Tingkat keberadaan fasilitas di PPP Lampulo


Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa keberadaan fasilitas yang telah diuraikan

berdasarkan fasilitas vital, penting, dan pelengkap yaitu dari 9 fasilitas vital yang
seharusnya ada, maka di PPP Lampulo hanya memiliki 8 fasilitas vital atau
88,89%.
Tabel 12 Keberadaan fasilitas di PPP Lampulo
No.

Kelompok
Fasilitas

Fasilitas

Dermaga pendaratan ikan dan


muat

Kolam pelabuhan

Sistem rambu-rambu

4
5
6
7
8
9

1
2
3
4
5

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Vital

Penting

Pelengkap

Keberadaan Fasilitas
Ada

Tidak Ada

8
88,89

1
11,11

5
100

7
70

3
30

Tempat pelelangan ikan (TPI)


Pabrik es
Tangki dan instalasi air
Tempat penyediaan bahan bakar
Bengkel reparasi kapal
Kantor administrasi
Jumlah
Persentase (%)
Generator listrik
Kantor kepala pelabuhan
Tempat parkir
Pos penghubung radio (SSB)
Ruang pengepakan
Jumlah
Persentase (%)
Dermaga muat terpisah
Slipway
Ruang pertemuan
Toilet
Pos penjagaan
Balai pertemuan nelayan
Rumah dinas
Mushola
Mobil dinas
Motor Dinas
Jumlah
Persentase (%)

Sumber : PPP Lampulo, 2009 (data diolah kembali)

Fasilitas vital yang mutlak ada pada awal pembangunan pelabuhan


pelabuhan perikanan Lampulo sudah hampir terpenuhi.

Fasilitas yang tidak

dimiliki adalah sistem rambu-rambu. Hal ini dikarenakan fasilitas rambu-rambu

navigasi yang ada sudah rusak akibat tsunami dan belum terealisasinya
pengadaannya pasca tsunami. Fasilitas rambu-rambu harus segera direalisasikan
mengingat pentingnya keberadaan fasilitasnya ini dalam menunjukkan arah bagi
kapal-kapal penangkapan ikan untuk berlabuh di kolam pelabuhan dan merapat ke
dermaga. Ketiadaan salahsatu fasilitas vital sudah seharusnya diwujudkan agar
PPP Lampulo dapat melaksanakan fungsinya secara optimal.
PPP Lampulo memiliki keseluruhan fasilitas yang dikategorikan fasilitas
penting, persentasenya mencapai 100% dan semua fasilitas penting tersebut telah
berfungsi dengan baik.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh

Lubis et al. (2005) bahwa fasilitas penting adalah fasilitas yang penting
diperlukan agar pelabuhan perikanan (PP) dan pangkalan pendaratan ikan (PPI)
dapat berfungsi dengan baik, namun realisasinya dapat ditunda.
Fasilitas pelengkap memiliki persentase terendah apabila dibandingkan
dengan persentase fasilitas vital dan penting.

Menurut Lubis et al. (2005),

fasilitas pelengkap merupakan fasilitas yang diperlukan agar pelabuhan perikanan


dapat berfungsi baik. Pernyataan tersebut menjadi alasan mengapa ada beberapa
fasilitas yang belum ada di PPP Lampulo.
PPP Lampulo tidak memiliki tiga fasilitas pelengkap (dermaga muat
terpisah, rumah dinas, dan mobil dinas) sehingga persentasenya menjadi 70%.
Belum adanya 30% fasilitas pelengkap di PPP Lampulo disebabkan karena
keterbatasan modal dan lahan, karena pihak PPP Lampulo lebih mengutamakan
dalam perbaikan dan pengembangan fasilitas yang diperlukan sehingga nantinya
keberadaannya akan berguna.
Selanjutnya pada Tabel 13 menunjukkan jumlah pada masing-masing
kelompok fasilitas (vital, penting, dan pelengkap) yang dapat dikategorikan untuk
menunjukkan bahwa tingkat keberadaan kelompok fasilitas yaitu baik sekali, baik,
cukup, buruk, dan buruk sekali.

Keberadaan yang diperoleh nantinya akan

mengindikasikan kategori fasilitas suatu pelabuhan perikanan. Di PPP Lampulo,


keberadaan fasilitas vital dari yang seharusnya ada 9 fasilitas hanya diperoleh 8
fasilitas yang berada dalam kategori mendekati baik sekali. Ketiadaan salah satu
fasilitas masih dalam tahap proses pengadaan oleh pihak pelabuhan. Keberadaan
fasilitas penting adalah dalam kategori baik sekali dikarenakan PPP Lampulo

memiliki 5 dari 5 fasilitas yang seharusnya ada sehingga mengindikasikan bahwa


PPP Lampulo termasuk pelabuhan perikanan pantai (PPP) yang baik ditinjau dari
tingkat keberadaan fasilitasnya.
Tabel 13

Kategori yang telah ditetapkan berdasarkan jumlah


fasilitas yang ada (
) di PPP Lampulo

Kategori
Baik Sekali

Jumlah Per Kelompok Fasilitas


Vital
Penting
Pelengkap
5

10

Baik

9
8
7

Cukup

8
7
6

Buruk

Buruk Sekali

Sumber : Hasil Pengolahan data, 2009


Ket:
: Jumlah fasilitas yang ada di PPP Lampulo

Kategori mendekati baik diperoleh untuk fasilitas pelengkap dimana dari


keberadaan kelompok fasilitas ini yang seharusnya ada 10, ternyata hanya ada
7 fasilitas pelengkap (Gambar 35). Namun demikian, penilaian mendekati cukup
terhadap fasilitas pelengkap di PPP Lampulo tidak terlalu mempengaruhi
dikarenakan fasilitas pelengkap belum terlalu diperlukan keberadaannya
dibandingkan fasilitas vital dan penting.

Selain itu, pengadaannya dapat

dilakukan pada tahap ketiga setelah dua kelompok fasilitas lainnya terpenuhi serta
ketiadaanya tidak terlalu menghambat aktivitas kepelabuhanan. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa PPP Lampulo telah berkembang dengan baik karena
hasil perolehan kategori fasilitas vital dan penting.

Dari keseluruhan jumlah

fasilitas yang ada di PPP Lampulo yaitu fasilitas vital, penting, dan pelengkap
dapat diketahui kategorinya antara mendekati baik sampai baik sekali.

Baik Sekali

10
8

Kategori

5
Baik

8
7

Cukup

3
0

6
4

10

12

Jumlah Fasilitas
Fasilitas Vital

Fasilitas Penting

Fasilitas Pelengkap

Gambar 35 Kategori yang telah ditetapkan


keberadaan fasilitas yang ada (
Lampulo
5.3.3

berdasarkan
) di PPP

Kondisi fasilitas di PPP Lampulo


Dalam menjalankan fungsinya sebagai pelabuhan perikanan (PP) yang juga

perlu mendapat perhatian selain keberadaannya juga kondisi dari fasilitas tersebut.
Kondisi dari tiap fasilitas yang baik atau layak pakai akan menentukan seberapa
besar dari jenis fasilitas tersebut dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh para
pengguna secara optimal dalam menjalankan fungsinya.
Dari kondisi fasilitas yang tertera pada Tabel 14, kelompok fasilitas vital
yang merupakan fasilitas dasar yang diperlukan oleh suatu pelabuhan memiliki
persentase 77,78% yang kondisinya layak pakai dan 22% melampaui kapasitas.
Fasilitas yang melampaui kapasitas adalah tempat pelelangan ikan (TPI) dan
kantor administrasi. TPI yang ada di PPP Lampulo sudah tidak dapat menampung
ikan yang akan dijual, sehingga nelayan melakukan penjualan hasil tangkapan di
pelataran dermaga yang mengakibatkan terhambatnya proses pengangkutan ikan
dari dermaga ke TPI.

Tabel 14 Kondisi fasilitas di PPP Lampulo


No.

Fasilitas

Jenis Fasilitas

Dermaga pendaratan ikan dan muat

Kolam pelabuhan

Sistem rambu-rambu

4
5

Tempat pelelangan ikan (TPI)


Vital

Pabrik es

Tangki dan instalasi air

Tempat penyediaan bahan baker

Bengkel reparasi kapal

Kantor administrasi
Jumlah
Persentase (%)

Generator listrik

Kantor kepala pelabuhan

Kondisi Fasilitas
LP
MK
TDG

Penting

Tempat parkir

7
77,78

22

Pos penghubung radio (SSB)

Ruang pengepakan
Jumlah

23

Persentase (%)

96

Dermaga muat terpisah

Slipway

Ruang pertemuan

Toilet

5
6

Pelengkap

Pos penjagaan

14

6
2

Balai pertemuan nelayan

Rumah dinas

Mushola

Mobil dinas

10

Motor Dinas
Jumlah

Persentase (%)

54

46

Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara 2009


Ket: LP = layak pakai; MK = melampaui kapasitas; TDG = tidak dapat digunakan
: Fasilitas ada;
: Fasilitas tidak ada

Kantor administrasi juga sudah melampaui kapasitas sehingga diperlukan


perluasan agar memperlancar pengawasan administrasi. PPP Lampulo memiliki
hampir keseluruhan fasilitas vital kecuali sistem rambu-rambu. Rambu-rambu
navigasi yang sedang dalam tahap proses pengadaan dan ini sangat diperlukan
untuk menjamin kelancaran dan keselamatan lalu lintas pelayaran.

Kelompok fasilitas penting terdiri dari 96% kondisinya layak pakai dan 4%
melampaui kapasitas (Tabel 15 dan Gambar 36).

Fasilitas penting yang

melampaui kapasitas adalah tempat parkir yang terletak di dalam dan di luar
pagar tempat pelelangan ikan (TPI). Fasilitas ini telah berada dalam kondisi
melampaui kapasitas karena lahan tempat parkir yang ada sudah tidak dapat lagi
menampung jumlah kendaraan dalam jumlah banyak sehingga sering terjadi
kesemerawutan.
Tabel 15

Kategori

Baik Sekali
Baik
Cukup
Buruk
Buruk Sekali

Kondisi per kelompok fasilitas dengan kategori


yang telah ditetapkan berdasarkan persentase yang
diperoleh (
) di PPP Lampulo
KONDISI FASILITAS
Vital; Penting; Pelengkap
Melampui Kapasitas dan
Layak Pakai
Tidak dapat digunakan
81 - 100 %
96%
61 - 80 %
77,78%
41 - 60 %
54%
21 - 40 %
0 - 20 %

Penting
Vital
Pelengkap

0 - 19 %
4%
20 - 39 %
22%
40 - 59 %
46%
60-79 %
80 - 100 %

Sumber : Hasil Pengolahan data 2009


Ket:
: Persentase kondisi kelompok fasilitas yang diperoleh di PPP Lampulo

Kelompok fasilitas pelengkap yang secara tidak langsung menunjang


kelancaran fungsi pelabuhan perikanan memiliki kondisi layak pakai sebesar 54%
dan tidak dapat digunakan 46%. Terdapat tiga fasilitas pelengkap yang tidak
dimiliki oleh PPP Lampulo yaitu dermaga muat pisah, rumah dinas, dan mobil
dinas. Fasilitas toilet di PPP Lampulo sudah tidak dapat digunakan (46%) dan
pihak pelabuhan sudah memprogramkan untuk segera memperbaiki fasilitas ini.
Kondisi fasilitas di PPP Lampulo pada kelompok fasilitas vital berada di
kategori baik dengan persentasenya yaitu 77,78% untuk kondisi layak pakai dan
22% untuk kondisi melampaui kapasitas. Penilaian kategori fasilitas vital akan
sangat mempengaruhi perolehan kategori secara umum di PPP Lampulo,
dikarenakan kondisi kelompok fasilitas vital memiliki tingkat kepentingan yang
sangat tinggi dalam mendukung aktivitas-aktivitas PPP Lampulo seperti

pendaratan dan penjualan hasil tangkapan. Ketiadaan salah satu fasilitas vital
yang seharusnya ada di PPP Lampulo harus segera direalisasikan karena fasilitas
ini merupakan fasilitas mutlak yang diperlukan pelabuhan perikanan. Selain itu,
juga pada fasilitas vital yang sudah melampaui kapasitas memerlukan perbaikan
agar aktivitas pelabuhan dapat berjalan dengan lancar.
Baik Sekali

100%

19%

96%
4%

Kategori

Baik

80%

39%

77,78%

22%
60%
59%

Cukup

54%
46%
0

20

40

60

80

100

120

Persentase Kebutuhan Fasilitas (%)


Layak Pakai Melampau Kapasitas dan Tidak Dapat Digunakan

Kondisi per kelompok fasilitas dengan kategori yang


telah ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh
(
) di PPP Lampulo
Berdasarkan kondisinya, fasilitas penting merupakan 96% layak pakai dan
4% melampaui kapasitas sehingga termasuk pada kategori baik sekali. Hal ini
mengindikasikan bahwa PPP Lampulo telah memiliki hampir sebagian besar
fasilitas penting walaupun masih ada fasilitas yang sudah melampaui kapasitas
yaitu tempat parkir. Fasilitas ini memerlukan perluasan agar tidak mengganggu
aktivitas lainnya.
Kondisi dari fasilitas pelengkap tidak dapat diabaikan begitu saja,
dikarenakan peran dari kelompok fasilitas pelengkap juga ikut membantu
melancarkan aktivitas di PPP Lampulo, walaupun tidak sebesar kelompok fasilitas
vital dan penting. Di PPP Lampulo, kelompok fasilitas pelengkap hanya berada
dalam kategori cukup karena masing-masing memiliki 54% dan 46% pada kondisi
layak pakai dan tidak dapat digunakan.

Walaupun fasilitas pelengkap

pengadaannya dapat direalisasikan setelah fasilitas vital dan penting terpenuhi,


namun fasilitas pelengkap ini juga diperlukan di PPP Lampulo seperti contohnya
slipway. Slipway diperlukan untuk memperbaiki kapal, membersihkan teritip, dan
lainnya.
Dari kategori yang diperoleh per kelompok fasilitas dapat disimpulkan
bahwa secara umum kondisi fasilitas di PPP Lampulo berada pada kategori baik.
Hal ini didasarkan pada kondisi kelompok fasilitas vital yang menjadi acuan
utama dalam memperoleh kategori baik walaupun kondisi kelompok fasilitas
pelengkap mendapat kategori cukup.

Namun demikian, penetapan baik ini

didukung oleh perolehan dari kelompok fasilitas vital dan penting yang masingmasing berada pada kategori baik dan baik sekali sehingga hal ini menunjukkan
bahwa secara umum kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas di PPP Lampulo
adalah baik. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa keberadaan (dibahas pada
bab sebelumnya) dan kondisi fasilitas berada pada kategori baik.

5.4 Keberadaan, Kebutuhan dan Kondisi Fasilitas dalam Menunjang


Aktivitas di PPP Lampulo
Aktivitas di suatu pelabuhan perikanan sangat erat kaitannya dengan
keberadaan, kebutuhan, dan kondisi fasilitas.

Hal ini dapat dilihat dengan

mengetahui fasilitas yang seharusnya ada dan yang ada serta kebutuhan dan
kondisi fasilitas yang dapat menunjang aktivitas-aktivitas di PPP Lampulo seperti
aktivitas pendaratan, penanganan, pengolahan, pemasaran ikan, dan penyaluran
perbekalan.

5.4.1.1.Keberadaan, kebutuhan, dan kondisi fasilitas dalam menunjang


aktivitas pendaratan ikan
1)

Proses aktivitas pendaratan ikan


Proses pendaratan ikan diawali dengan pembongkaran, penyortiran, dan

pengangkutan ke TPI. Kapal-kapal yang sudah selesai merapat ke dermaga maka


segera melakukan proses pembongkaran (Gambar 37). Di PPP Lampulo, aktivitas
pendaratan ikan oleh kapal-kapal penangkapan ikan dilakukan dua kali yaitu pagi
hari antara pukul 06.00-08.00 WIB dan sore hari antara pukul 18.00-20.00 WIB.

Dermaga yang ada hanya dapat memuat 10 unit kapal perhari untuk
mendaratkan hasil tangkapannya.

Kecilnya ukuran dermaga mengakibatkan

proses pendaratan ikan kurang berjalan lancar. Hal tersebut diindikasikan bahwa
dermaga dipenuhi oleh kapal-kapal yang ingin melakukan proses pembongkaran,
kapal-kapal tersebut harus mengantri dan bersandar secara berlapis di kolam
pelabuhan.

a
Gambar 37

b
(a) Aktivitas pembongkaran ikan tanpa disortir dan (b) Hasil
tangkapan ikan yang sudah disortir

Ketika hasil tangkapan yang disimpan di dalam palkah telah selesai


dikeluarkan, maka selanjutnya dilakukan penyortiran menurut ukuran dan jenis
ikannya. Nelayan menyimpan hasil tangkapannya tidak hanya dalam palkah saja
tetapi juga menyimpannya di dalam fiber, kotak styrofoam, dan dalam ember.
Hasil tangkapan yang disortir hanya sebagian saja sedangkan sebagian ikan
lainnya telah disortir ketika masih berada di kapal.
Selanjutnya ikan yang telah disortir dimasukkan kedalam keranjang yang
dapat disewa dengan harga Rp500,00/keranjang.

Keranjang tersebut bisa

menampung sampai 25 kg ikan. Kemudian masing-masing keranjang tersebut


disusun di atas grek (kereta sorong) untuk selanjutnya dibawa ke TPI. Setelah
sampai ke TPI, ikan yang telah disortir diserahkan kepada toke bangku.
Dengan demikian, bukan nelayan sendiri yang menjual hasil tangkapannya
melainkan toke bangku karena hal ini sudah menjadi tradisi yang turun temurun
di PPP Lampulo, toke bangku yang menjualkan hasil tangkapannya.

2)

Tingkat keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas


pendaratan ikan
Keberadaan fasilitas di suatu pelabuhan perikanan disesuaikan dengan

kebutuhannya yang akan menunjang aktivitas pendaratan ikan. Fasilitas-fasilitas


yang seharusnya ada dan ada dalam menunjang aktivitas pendaratan ikan dapat
dilihat pada Tabel 16 ini.
Tabel 16 Keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas pendaratan ikan

No.

Kelompok
Fasilitas

1
2

Vital

Penting

Pelengkap

Fasilitas
Dermaga
pendaratan ikan &
muat
Kolam pelabuhan
Sistem ramburambu navigasi
Jumlah
Persentase (%)
Pos penghubung
radio (SSB)
Jumlah
Persentase (%)
Dermaga muat
terpisah
Jumlah
Persentase (%)

Keberadaan
Fasilitas
Seharusnya
Ada
Ada

Kebutuhan Fasilitas
ADP

3
100

2
67

2
67

1
100

1
100

1
100

1
100

ANBP

BANP

BANBP

1
33

1
100

Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara 2009


Ket: ADP: ada dan diperlukan; ANBP: ada namun belum diperlukan; BANP: belum ada namun diperlukan; BANBP: belum ada
namun belum diperlukan

Pada Tabel 16 menunjukkan keberadaan fasilitas (seharusnya ada dan ada)


dengan kebutuhan fasilitas (ADP, ANBP, BANP, dan BANBP) yang sangat
menunjang aktivitas pendaratan ikan di PPP Lampulo. Di PPP Lampulo, aktivitas
pendaratan juga memanfaatkan fasilitas keranjang dan grek (kereta sorong).
Fasilitas ini digunakan oleh nelayan ketika mengangkut hasil tangkapan yang
telah dibongkar dan disortir oleh nelayan. Meskipun fungsi fasilitas keranjang
dan grek tidak terlalu vital tetapi keberadaannya sangat membantu dalam
melancarkan aktivitas pendaratan ikan.
PPP Lampulo hanya memiliki 2 (dua) kelompok fasilitas vital dari 3 (tiga)
yang seharusnya ada dan tingkat kebutuhan fasilitas ada dan diperlukan (ADP)

dalam menunjang aktivitas pendaratan.

Tetapi untuk fasilitas sistem rambu-

rambu navigasi memiliki tingkat kebutuhan belum ada namun diperlukan


(BANP). Kelompok fasilitas penting yang seharusnya ada dalam mendukung
aktivitas pendaratan ikan adalah pos penghubung radio (SSB). Pada kelompok
fasilitas pelengkap, PPP Lampulo tidak memiliki dermaga muat terpisah yang
seharusnya ada sehingga fasilitas tersebut termasuk belum ada namun diperlukan.
Gambar 38 menunjukkan kategori baik untuk keberadaan fasilitas vital.
Fasilitas yang seharusnya ada namun tidak dimiliki oleh PPP Lampulo adalah
sistem rambu-rambu navigasi. Selain itu, keberadaan fasilitas penting di PPP
Lampulo berada dalam kategori baik sekali atau fasilitas untuk kebutuhan
aktivitas pendaratan sudah hampir terpenuhi.

Fasilitas pelengkap mendapat

kategori buruk sekali karena tidak ada fasilitas dermaga muat terpisah. Fasilitas
dengan tingkat keberadaan yang belum ada namun dari segi kebutuhan diperlukan
sehingga dapat diartikan bahwa fasilitas ini dibutuhkan karena dengan keberadaan
dermaga pendaratan ikan di PPP Lampulo belum dapat menunjang aktivitas
pendaratan ikan. Oleh karena itu, fasilitas dermaga muat terpisah ini diperlukan
agar aktivitas pembongkaran ikan tidak menyatu dengan aktivitas muat
perbekalan sehingga tidak terjadi kesemerawutan.

Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa secara umum tingkat keberadaan fasilitas dalam menunjang


aktivitas pendaratan ikan di PPP Lampulo yaitu berada dalam kategori baik
dengan mengacu pada perolehan kategori per kelompok fasilitas.
Jumlah Per Kelompok Fasilitas
0

Baik
Sekali

Baik
Sekali

Baik
Sekali

Buruk
Sekali

PELENGKAP

Buruk

PENTING

VITAL

K ategori

Baik

1
0

Buruk
Sekali

Buruk
Sekali

0
0

Gambar 38 Kategori yang telah ditetapkan berdasarkan jumlah fasilitas


yang seharusnya ada ( ) dan yang diperoleh (
) dalam
menunjang aktivitas pendaratan ikan.

Kelompok fasilitas vital memperoleh kategori baik atau 67% untuk


kebutuhan fasilitas yang ada dan diperlukan dan 33% kebutuhan fasilitas belum
ada namun diperlukan.

Fasilitas penting yaitu pos penghubung radio (SSB)

memperoleh angka 100% (baik sekali) untuk kebutuhan fasilitas ada dan
diperlukan pada aktivitas pendaratan ikan. Fasilitas pelengkap termasuk kategori
buruk sekali atau terdapat fasilitas yang belum ada namun diperlukan yaitu
fasilitas dermaga muat terpisah (Gambar 39).
Persentase Kebutuhan Fasilitas (%)
0

Baik
Sekali

20

40

60

80

100

76-100%
0-24 %

Baik
Sekali

20

40

60

80

100%
0%

100

Baik
Sekali

40

20

100%
0%

K ateg ori

26-50%
50-74 %
0-25 %
75-100 %

Buruk
Sekali

0%

VITAL

Gambar 39

100 %

Buruk
Sekali

0%

PENTING
ADP & BANBP

3)

100

51-75%
25-49 %
67%
33 %

Buruk

Buruk
Sekali

80

0%

100%
0%

Baik

60
100%

100 %

PELENGKAP

ANBP & BANP

Kebutuhan per kelompok fasilitas dengan kategori yang telah


ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh (
)dalam
menunjang aktivitas pendaratan ikan.

Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas pendaratan ikan


Aktivitas di PPP Lampulo dapat berjalan dengan baik jika keberadaan

fasilitas dalam kondisi yang baik. Pada Tabel 17 ini dapat dilihat kondisi dari
tiap kelompok fasilitas dalam menunjang aktivitas pendaratan.
Dari semua fasilitas vital yang ada untuk kebutuhan pendaratan ikan,
dermaga pendaratan ikan dan muat serta kolam pelabuhan pada kelompok fasilitas
vital memiliki kategori baik

(67% kondisi layak pakai).

Namun demikian,

sampai saat ini keberadaan sistem rambu-rambu yang tidak ada pada kelompok
fasilitas vital dalam menunjang aktivitas pendaratan ikan masih berjalan lancar
tetapi pengadaannya harus segera direalisasikan agar nantinya tidak menggangu
aktivitas keluar masuk kapal di kolam pelabuhan .

Tabel 17 Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas pendaratan ikan

No.

Kelompok
Fasilitas

Jenis Fasilitas
Dermaga pendaratan ikan &
muat
Kolam pelabuhan
Sistem rambu-rambu
navigasi
Jumlah
Persentase (%)
Pos penghubung radio
(SSB)
Jumlah
Persentase (%)
Dermaga muat terpisah
Jumlah
Persentase (%)

1
2

Vital

Layak
Pakai
(LP)

Penting

Pelengkap

Kondisi Fasilitas
Melampaui
Tidak dapat
Kapasitas
Digunakan
(MK)
(TDG)

2
67

1
100

Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara 2009


Ket
:
: Fasilitas ada;
: Fasilitas tidak ada

Demikian halnya untuk fasilitas penting 100% pada kondisi layak pakai
atau kategori baik sekali (Gambar 40).

Kelompok fasilitas pelengkap yang

menunjang aktivitas pendaratan ikan tidak dapat diketahui kondisinya karena


ketiadaan fasilitasnya di PPP Lampulo.
Persentase Kondisi Fasilitas (%)
20

Baik
Sekali

60

40

80

Baik
Sekali

100%
0%

20

100

60

40

80

100

100%
0%

K ate g o ri
0%

Buruk
Sekali

100%

Buruk
Sekali

0%

0%

100%

0%

100%

100%

VITAL

PELENGKAP
LP

MK & TDG

Gambar 40 Kondisi per kelompok fasilitas dengan kategori yang


telah ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh
( ) dalam menunjang aktivitas pendaratan ikan.

5.4.2
1)

Keberadaan, kebutuhan dan kondisi fasilitas dalam menunjang


aktivitas penanganan ikan
Proses aktivitas penanganan ikan
Aktivitas penanganan ikan oleh nelayan di PPP Lampulo dimulai dari

proses penangkapan ikan. Penanganan ikan hasil tangkapan dilakukan ketika


penyortiran dan setelah selesai dimasukkan kedalam palkah atau styrofoam
dengan memberikan pecahan es balok (Gambar 41).

Gambar 41 Proses penanganan ikan di dalam kapal dan di dalam fiber


yang sudah berisi es yang telah dihancurkan
2)

Tingkat keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas


penanganan ikan
Kebutuhan aktivitas penanganan ikan di PPP Lampulo yaitu memanfaatkan

fasilitas vital yaitu pabrik es serta tangki dan instalasi air (Tabel 18). Fasilitas
pabrik es yang ada yang hanya mampu memproduksi 9 ton es/hari sehingga belum
dapat mencukupi kebutuhan es nelayan di PPP Lampulo. Nelayan terkadang
membeli es dari luar pelabuhan. Keberadaan pabrik es di PPP Lampulo sangat
membantu nelayan dalam aktivitas penanganan ikan. Meskipun ketersediaan es di
PPP Lampulo terbatas, namun masih mencukupi untuk penanganan hasil
tangkapan yang masuk ke TPI agar kesegarannya dapat dipertahankan.

Tabel 18 Keberadaan dan


penanganan ikan
No

Kelompok
Fasilitas

1
2

Vital

kebutuhan

fasilitas

dalam

Keberadaan Fasilitas
Seharusnya
Ada
Ada

Fasilitas
Pabrik es
Tangki dan instalasi
air
Jumlah
Persentase (%)

2
100

2
100

menunjang aktivitas
Kebutuhan Fasilitas

ADP

ANBP

BANP

BANBP

2
100

Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara 2009


Ket: ADP: ada dan diperlukan; ANBP: ada namun belum diperlukan; BANP: belum ada namun diperlukan; BANBP: belum ada
namun belum diperlukan

Pada Gambar 42 ini memperlihatkan kelompok fasilitas vital yang


memperoleh kategori baik sekali dikarenakan PPP Lampulo memiliki kedua
fasilitas yang digunakan untuk aktivitas penanganan ikan. Secara umum dapat
disimpulkan bahwa hanya kelompok fasilitas vital saja yang terlibat dalam
aktivitas penanganan ikan di PPP Lampulo.
Jumlah Per Kelompok Fasilitas
0

2
2

VITAL

K ate g o ri

Baik
Sekali

Baik

Buruk
Sekali

Gambar 42 Kategori yang telah ditetapkan berdasarkan


jumlah fasilitas yang seharusnya ada ( ) dan
yang diperoleh ( ) dalam menunjang
aktivitas penanganan ikan.
Selain itu, kebutuhan fasilitas vital dalam menunjang aktivitas penanganan
ikan di PPP Lampulo juga dalam kategori baik sekali atau memiliki 100% dari
kebutuhan fasilitas ada dan diperlukan (Gambar 43). Namun demikian, dari hasil
wawancara di lapangan bahwa aktivitas penanganan ikan selama ini baik tetapi
keterbatasan kapasitas pabrik es sudah selayaknya mendapatkan perhatian dari
pihak pelabuhan PPP Lampulo agar aktivitas penanganan berjalan dengan lancar.

Persentase Kebutuhan Fasilitas (%)


0

Baik
Sekali

20

60

40

80

100

67-100%
0-33%
100%
0%
34-66%
34-66%

Baik

Buruk
Sekali

0-33%
67-100%

VITAL
ADP & BANBP

ANBP & BANP

Gambar 43 Kebutuhan per kelompok fasilitas dengan


kategori yang telah ditetapkan berdasarkan
persentase yang diperoleh ( ) dalam
menunjang aktivitas penanganan ikan.
3)

Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas penanganan ikan


Di PPP Lampulo, kondisi dari kelompok fasilitas vital (Tabel 19) ini masih

layak pakai walaupun kapasitas pabrik es masih kurang.


Tabel 19 Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas penanganan ikan

No.

Kelompok
Fasilitas

1
2

Vital

Fasilitas
Pabrik es
Tangki dan instalasi air
Jumlah
Persentase (%)

Layak
Pakai
(LP)

Kondisi Fasilitas
Melampaui
Tidak dapat
Kapasitas
Digunakan
(MK)
(TDG)

2
100

Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara 2009


Ket
:
: Fasilitas ada;
: Fasilitas tidak ada

Gambar 44 juga memperlihatkan dari kondisi fasilitas pabrik es juga tangki


dan instalasi air yang memperoleh kategori baik sekali. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa keberadaan dan kebutuhan (dibahas pada bab sebelumnya)
memperoleh kategori baik sekali juga pada kondisi fasilitas dengan kategori baik
sekali mengindikasikan aktivitas penanganan ikan di PPP Lampulo sudah berjalan
dengan baik.

Persentase Kondisi Fasilitas


0

K ateg ori

Baik
Sekali

20

60

40

80

100

100%
0%
100%
0%

Buruk
Sekali

0%
100%

VITAL
LP

MK & TDG

Gambar 44 Kondisi per kelompok fasilitas dengan kategori


yang telah ditetapkan berdasarkan persentase
yang diperoleh ( ) dalam menunjang aktivitas
penanganan ikan.

4.4.3
1)

Keberadaan, kebutuhan dan kondisi fasilitas dalam menunjang


aktivitas pengolahan ikan
Proses aktivitas pengolahan
Ikan-ikan yang didaratkan di PPP Lampulo, sebagian besar dijual dalam

kondisi segar dan sebagian lagi ada diolah terlebih dahulu yang kemudian akan
dijual dalam bentuk ikan hasil olahan. Pengolahan ikan dimaksudkan selain untuk
menambah jangka waktu konsumsi ikan, juga untuk memberi nilai tambah bagi
produk ikan dan menjaga mutunya tetap baik walau disimpan lama, sehingga nilai
jualnya tetap tinggi. Jenis pengolahan yang paling banyak dilakukan di PPP
Lampulo adalah pengasinan (ikan asin) dan pembuatan ikan kayu. Aktivitas
pengolahan ikan tidak dilakukan di kawasan PPP Lampulo tetapi di sekitar daerah
pelabuhan yaitu di rumah penduduk Lampulo.
Pengasinan merupakan proses pengolahan ikan dengan cara pencucian,
penggaraman dan penjemuran ikan. Jenis ikan yang biasanya digunakan yaitu
ikan tongkol. Proses pengasinan ini memerlukan waktu dua hari dimana ikan
direndam dengan garam. Setelah itu ikan dibersihkan dan dijemur sampai kering
(Gambar 45). Ada 2 bentuk hasil olahan pengasinan, yaitu ikan asin yang dibelah
membujur pada garis tubuhnya dan ikan asin yang utuh (tidak dibelah). Bentuk
ikan asin ini berpengaruh terhadap jumlah garam yang dibutuhkan dalam proses

pengasinan. Pembuatan ikan asin utuh tanpa dibelah dari 1 kwintal ikan segar,
dibutuhkan garam sebanyak 10 kg, sedangkan untuk pembuatan ikan asin yang
dibelah dibutuhkan garam yang lebih banyak yaitu 20 kg.

Ikan asin dijual

menurut ukurannya yaitu antara Rp30.000,00-Rp150.000,00.

b
Gambar 45 Proses penjemuran (a) ikan asin (b) ikan kayu
Proses pembuatan ikan kayu hampir sama dengan pengasinan, hanya saja

yang membedakannya, pada ikan kayu setelah ikan direbus lalu dibelah menjadi
dua bagian kemudian tulang dari ikan dibuang. Harga dari ikan kayu ini berkisar
antara Rp40.000,00-Rp60.000,00 menurut ukuran ikan. Hasil olahan ikan asin
dan kayu selain dipasarkan lokal di sekitar dan luar Banda Aceh juga dipasarkan
ke Jakarta di daerah Pasar Minggu.

2)

Tingkat keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas


pengolahan ikan
Pada Tabel 20, aktivitas pengolahan ikan di PPP Lampulo menggunakan

dua kelompok fasilitas yaitu kelompok fasilitas vital (tangki dan instalasi air) dan
kelompok fasilitas penting (generator listrik dan ruang pengepakan). Saat ini
yang mendukung aktivitas pengolahan ikan di PPP Lampulo adalah ruang
pengepakan. Keberadaan ruang pengepakan yang berjumlah 14 sangat membantu
dalam proses pengolahan hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Lampulo.
Fasilitas tangki dan instalasi serta generator listrik merupakan fasilitas yang
mendukung aktivitas penanganan ikan.

Tabel 20 Keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas pengolahan


ikan
ikan
No.

1
2

Kelompok
Fasilitas
Vital

Penting

Keberadaan
Fasilitas
Seharusnya
Ada
Ada

Fasilitas
Tangki dan instalasi
air
Jumlah
Persentase (%)
Generator listrik
Ruang pengepakan
Jumlah
Persentase (%)

Kebutuhan Fasilitas
ADP

1
100

1
100

1
100

1
100

1
100

1
100

ANBP

BANP

BANBP

Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara 2009


Ket: ADP: ada dan diperlukan; ANBP: ada namun belum diperlukan; BANP: belum ada namun diperlukan; BANBP: belum ada
namun belum diperlukan

Fasilitas tangki instalasi air merupakan kelompok fasilitas vital yang


seharusnya ada telah tersedia di PPP Lampulo. Fasilitas ini sudah tergolong
kedalam kategori baik sekali. Kelompok fasilitas penting yang seharusnya ada
yaitu generator listrik dan ruang pengepakan sudah dimiliki oleh PPP Lampulo
dan fasilitas ini juga tergolong kategori baik sekali (Gambar 46).

Hal ini

mengindikasikan bahwa keberadaan fasilitas yang ada dapat mendukung aktivitas


pengolahan dengan baik sekali.
Jumlah Fasilitas

Baik
Sekali

Buruk
Sekali

PENTING

Baik

VITAL

Baik
Sekali

Kategori
Buruk
Sekali

Gambar 46 Kategori yang telah ditetapkan berdasarkan


jumlah fasilitas yang seharusnya ada ( ) dan
yang diperoleh (
) dalam menunjang aktivitas
pengolahan ikan.
Gambar 47 memperlihatkan kelompok fasilitas vital yang memiliki kategori
baik sekali atau 100% untuk kebutuhan aktivitas pengolahan ikan yaitu fasilitas
ada dan diperlukan (ADP). Demikian halnya kelompok fasilitas penting

memperoleh 100% untuk kebutuhan pengolahan ikan ada dan diperlukan (ADP).
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan fasilitas pengolahan ikan di
PPP Lampulo memperoleh kategori baik sekali karena pada kelompok fasilitas
vital (tangki dan instalasi air) dan penting (generator listrik dan ruang
pengepakan), telah tersedia dan diperlukan.
Persentase Kebutuhan Fasilitas (%)
20

Baik
Sekali

60

40

80

100%
0%

100

40

20

Baik
Sekali

80

100

67-100%
0%

100%

100%

K a t e g o ri

0%

0%

Baik

34-66%
34-66%

0%

Buruk
Sekali

100%

Buruk
Sekali

0-33%

VITAL
ADP & BANBP

Gambar 47

3)

60

67-100%

PENTING
ANBP & BANP

Kebutuhan per kelompok fasilitas dengan kategori yang


telah ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh
( ) dalam menunjang aktivitas pengolahan ikan.

Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas pengolahan ikan


Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas pengolahan ikan di PPP

Lampulo berada dalam keadaan yang layak pakai (Tabel 21).


Tabel 21 Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas pengolahan ikan
No.

Kelompok
Fasilitas

Vital

1
2

Penting

Jenis Fasilitas
Tangki dan instalasi
air
Jumlah
Persentase (%)
Generator listrik
Ruang pengepakan
Jumlah
Persentase (%)

Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara 2009


Ket
:
: Fasilitasnya ada

Layak
Pakai
(LP)

1
100
6
14
20
100

Kondisi Fasilitas
Melampaui
Tidak dapat
Kapasitas
Digunakan
(MK)
(TDG)

Kategori baik sekali dimiliki oleh kedua kelompok fasilitas ini yaitu
kelompok fasilitas vital dan penting dengan kondisi 100% yang layak pakai
(Gambar 48). Di PPP Lampulo, terdapat 14 (empat belas) ruang pengepakan yang
dalam kondisi masih layak pakai dan disewakan oleh Perum kepada nelayan dan
toke bangku. Dua ruang pengepakan terletak di kawasan TPI dan sisanya
terletak di luar kawasan TPI. Fasilitas generator lisrik yang dimiliki oleh PPP
Lampulo ada 6 (enam) unit yang masing-masing unitnya memiliki kekuatan 150
KVA. Fasilitas ini masih dalam keadaan layak pakai. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa keberadaan dan kebutuhan (dibahas sub bab sebelumnya)
telah berjalan dengan lancar serta kondisi fasilitas dalam mendukung aktivitas
pengolahan ikan di PPP Lampulo yang telah berada pada kategori baik.
Persentase Kondisi Fasilitas (%)
20

Baik
Sekali

60

40

80

100

Baik
Sekali

100%
0%

20

40

80

67-100%
0%
100%

100%

K ate g o ri
Buruk
Sekali

60

0%

0%

Baik

34-66%
34-66%

Buruk
Sekali

0%

0-33%
67-100%

100%

VITAL

PENTING
LP

MK & TDG

Gambar 48 Kondisi fasilitas dengan interval persentase (perkiraan)


yang telah ditetapkan berdasarkan persentase yang
diperoleh (
) dalam menunjang aktivitas pengolahan
ikan.

4.4.4
1)

Keberadaan, kebutuhan dan kondisi fasilitas dalam menunjang


aktivitas pemasaran ikan
Proses pemasaran

(1) Penjualan
Proses pemasaran ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo yaitu terjadi
di TPI.

Para pemilik ikan (toke bangku) melakukan penjualan secara

tradisional. Ketetapan harga yang berlaku saat transaksi penjualan berlangsung


ditentukan oleh pemilik ikan masing-masing dengan melihat banyak tidaknya ikan
hasil tangkapan yang tersedia. Apabila jumlah ikan hasil tangkapan kurang maka

harga ikan biasanya tinggi demikian juga sebaliknya. Apabila jumlah ikan hasil
tangkapan banyak harga jual ikan akan murah. Pada kondisi seperti ini biasanya
pemilik ikan melakukan penyimpanan di gudang pengepakan atau melakukan
pengiriman ikan keluar kota atau propinsi.
Kepemilikan ikan dikuasai oleh seorang toke bangku (orang yang
membiayai operasional penangkapan dan penjualan ikan serta penentuan harga
jual). Keuntungan bersih nelayan (didapatkan setelah hasil penjualan dipotong
biaya operasional) kemudian dibagi berdasarkan jumlah nelayan yang melakukan
operasi penangkapan.
Toke Bangku

Pedagang Besar

Pedagang Pengecer

Pengolahan
Konsumen

Gambar 49 Bagan alur pemasaran ikan di Banda Aceh


Pada Gambar 49 menunjukkan alur pemasaran ikan di Banda Aceh dimulai
dari hasil tangkapan dari nelayan yang dijual oleh toke bangku kepada
pedagang besar dan pengecer. Pada bagan ini kegiatan jual beli antara pedagang
besar dengan konsumen akhir berlangsung jarang karena mereka enggan kepada
konsumen akhir yang membeli ikan dalam jumlah sedikit. Pedagang pengecer
adakalanya

membeli

ikan

dari

pedagang

besar.

Pedagang

pengecer

mendistribusikannya kepada konsumen dengan menggunakan transportasi sepeda


motor dimana terdapat keranjang atau drum yang sudah dimodifikasi untuk
menaruh ikan jualannya. Pada alur pemasaran terdapat juga yang melibatkan
pengolah. Pengolahan ikan merupakan suatu cara dalam menanggulangi sifat ikan
yang mudah rusak dan bersifat musiman juga untuk memenuhi kebutuhan
konsumen yang menginginkan konsumsi ikan dengan harga yang lebih

terjangkau. Beberapa cara pengolahan yang dilakukan di Lampulo yaitu ikan asin
dan ikan kayu.
(2) Distribusi
Proses distribusi dilakukan setelah proses penjualan selesai.

Daerah

distribusi yaitu pasar-pasar lokal sekitar Banda Aceh, luar kota Banda Aceh
(Langsa, Lhokseumawe, dan Medan), atau diekspor ke Malaysia.

Proses

pendistribusian ke pasar-pasar lokal sekitar Banda Aceh menggunakan becak


(kendaraan roda dua yang menggunakan keranjang disamping kanan dan kiri),
sedangkan untuk jalur distribusi yang jauh menggunakan mobil pick up kapal
laut, dan pesawat udara.

2)

Tingkat keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas


pemasaran
Fasilitas yang digunakan dalam menunjang aktivitas pemasaran adalah

kelompok fasilitas vital dan penting yang keberadaannya seharusnya ada telah
tersedia di PPP Lampulo.

Begitu juga dengan kelompok fasilitas pelengkap

berupa mobil dinas yang seharusnya ada namun belum dimiliki oleh PPP
Lampulo (Tabel 22).
Tabel 22 Keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas pemasaran

No.

Kelompok
Fasilitas

1
2

Vital

3
4

Penting

Pelengkap

Fasilitas
Tempat pelelangan
ikan
Tangki dan instalasi
air
Pabrik es
Kantor administrasi
Jumlah
Persentase (%)
Generator listrik
Jumlah
Persentase (%)
Mobil dinas
Jumlah
Persentase (%)

Keberadaan Fasilitas
Seharusnya
Ada
Ada

Kebutuhan Fasilitas
ADP

4
100

4
100

4
100

1
100

1
100

1
100

1
100

ANBP

BANP

BANBP

1
100

Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara 2009


Ket: ADP: ada dan diperlukan; ANBP: ada namun belum diperlukan; BANP: belum ada namun diperlukan; BANBP: belum ada
namun belum diperlukan

Kategori baik sekali diperoleh untuk kelompok fasilitas vital karena dari
keberadaan 4 fasilitas yang mendukung aktivitas pemasaran telah dimiliki oleh
PPP Lampulo. Pada kelompok fasilitas penting juga mendapat kategori baik
sekali karena hanya satu fasilitas yang seharusnya ada dan

memang telah

tersedia. Ketiadaan mobil dinas pada kelompok fasilitas pelengkap akan sedikit
menghambat proses pendistribusian di PPP Lampulo (Gambar 50). Kelompok
fasilitas vital dan penting memperoleh kategori baik sekali dan buruk sekali pada
kelompok fasilitas pelengkap yang mengindikasikan bahwa secara umum
keberadaan fasilitas dalam menunjang aktivitas pemasaran di PPP Lampulo
memiliki kategori baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keberadaan
fasilitas dalam mendukung aktivitas pemasaran di PPP Lampulo sudah berjalan
dengan baik walaupun satu fasilitas tidak tersedia yaitu mobil dinas.
Jumlah Per Kelompok Fasilitas
0

Baik
Sekali

Baik
Sekali

Buruk
Buruk
Sekali

Gambar 50

PELENGKAP

Cukup

PENTING

VITAL

Kategori

Baik

0
Baik
Sekali

1
0

Buruk
Sekali

Buruk
Sekali

0
0

Kategori yang telah ditetapkan berdasarkan jumlah


fasilitas yang seharusnya ada ( ) dan yang diperoleh
(
) dalam menunjang aktivitas pemasaran.

Kelompok fasilitas vital memiliki kategori baik sekali dengan 100%


kebutuhan fasilitas ada dan diperlukan (Gambar 51). Kategori baik sekali untuk
fasilitas penting (100% kebutuhan fasilitas ada dan diperlukan) dan kategori
buruk sekali untuk fasilitas pelengkap (100%) kebutuhan fasilitas mobil dinas di
PPP Lampulo yang belum tersedia namun dari segi keberadaan diperlukan.
Kebutuhan akan fasilitas mobil dinas dalam menunjang aktivitas pemasaran akan
sangat membantu dalam proses pendistribusian. Namun demikian, kelompok

fasilitas yang ada dalam menunjang aktivitas pemasaran di PPP Lampulo sudah
berjalan dengan lancar.
Persentase Kebutuhan Fasilitas (%)
0

Baik
Sekali

20

60

40

81-100%
0-19%

80

100

Baik
Sekali

20

40

60

80

100%
0%

100

Baik
Sekali

20

40

60

80

100

100%
0%

100%

100%

K ate g ori

0%

0%
61-80%

Baik
25-49 %

Cukup
Buruk

41-60%
41-60%
21-40%
60-79%

Buruk
Sekali

0-20%
80-100%

Buruk
Sekali

0%

VITAL

3)

Buruk
Sekali

0%
0%

PENTING
ADP & BANBP

Gambar 51

100 %

100 %
100 %

PELENGKAP

ANBP & BANP

Kebutuhan per kelompok fasilitas dengan kategori yang telah


ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh (
)
dalam menunjang aktivitas pemasaran.

Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas pemasaran


Keempat fasilitas dari kelompok fasilitas vital sudah dalam kondisi layak

pakai tetapi satu fasilitas (kantor administrasi) berada dalam kondisi melampaui
kapasitas.
Tabel 23 Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas pemasaran
No.

Kelompok
Fasilitas

1
2
3
4

Vital

Penting

Pelengkap

Fasilitas
Tempat pelelangan
ikan
Tangki dan instalasi air
Pabrik es
Kantor administrasi
Jumlah
Persentase (%)
Generator listrik
Jumlah
Persentase (%)
Mobil dinas
Jumlah
Persentase (%)

Layak
Pakai
(LP)

1
4
80
6
6
100

Sumber: Hasil Pengamatan dan wawancara 2009


Ket
:
: Fasilitasnya ada;
: Fasilitas tidak ada

Kondisi Fasilitas
Melampaui
Tidak dapat
Kapasitas
Digunakan
(MK)
(TDG)

1
1
20

Kantor administrasi yang kapasitasnya tidak dapat menampung aktivitas


pemasaran memerlukan perluasan. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya antrian
ketika melakukan transaksi pembayaran dari penjualan hasil tangkapan. Fasilitas
generator listrik pada kelompok fasilitas penting berada dalam kategori baik sekali
sedangkan fasilitas mobil dinas yang belum dimiliki oleh PPP Lampulo termasuk
kedalam kelompok fasilitas pelengkap (Tabel 23).
Kondisi dari tiap kelompok fasilitas (vital dan penting) berada pada kategori
baik (80% kondisi layak pakai dan 20% melampaui kapasitas) dan baik sekali
(100% kondisi layak pakai) (Gambar 52).

Meskipun masih terdapat kondisi

fasilitas yang melampau kapasitas, tetapi dapat disimpulkan bahwa kondisi


fasilitas dalam menunjang aktivitas pemasaran di PPP Lampulo berada dalam
kategori baik dan juga telah berjalan dengan lancar. Keberadaan dan kebutuhan
(dibahas pada bab sebelumnya) serta kondisi fasilitas yang telah berada pada
kategori baik mengindikasikan bahwa secara umum aktivitas pemasaran di PPP
Lampulo berlangsung dengan baik.
Persentase Kondisi Fasilitas (%)
0

Baik
Sekali

K ate g o ri

Baik

20

40

60

80

81-100%

100

Baik
Sekali

0-19%

20

40

60

80

100

100%
0%
100%
0%

61-80%
20-39%
80%
20%

Cukup
Buruk

Buruk
Sekali

41-60%
41-60%
21-40%
0-20%

Buruk
Sekali

0-20%
80-100%

VITAL

0%
100 %

PENTING
LP

MK & TDG

Gambar 52 Kondisi fasilitas dengan interval persentase (perkiraan) yang


telah ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh (
)
dalam menunjang aktivitas pemasaran.

4.4.5
1)

Keberadaan, kebutuhan, dan kondisi fasilitas dalam menunjang


aktivitas pemeliharaan dan perbaikan

Keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas pemeliharaan


dan perbaikan
Keberadaan fasilitas dalam menunjang aktivitas pemeliharaan dan

perbaikan yang seharusnya ada telah dimiliki oleh PPP Lampulo.


Tabel 24 Keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas
pemeliharaan dan perbaikan

No.

Kelompok
Fasilitas

Vital

Pelengkap

Keberadaan
Fasilitas
Seharusnya
Ada
Ada

Fasilitas
Bengkel reparasi
kapal
Jumlah
Persentase (%)
Slipway
Jumlah
Persentase (%)

Kebutuhan Fasilitas
ADP

1
100

1
100

1
100

1
100

1
100

1
100

ANBP

BANP

BANBP

Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara 2009


Ket: ADP: ada dan diperlukan; ANBP: ada namun belum diperlukan; BANP: belum ada namun diperlukan; BANBP: belum
ada namun belum diperlukan

Jumlah Per Kelompok Fasilitas

Baik
Sekali

1
1

Buruk
Sekali

PELENGKAP

VITAL

K ate g o ri

Baik
Sekali

1
1

Buruk
Sekali

Gambar 53 Kategori yang telah ditetapkan berdasarkan


jumlah fasilitas yang seharusnya ada ( )
dan yang diperoleh (
) dalam menunjang
aktivitas pemeliharaan dan perbaikan.
Fasilitas bengkel reparasi kapal yang merupakan kelompok fasilitas vital di
PPP Lampulo baru selesai dibangun melalui bantuan dari Pemerintah Jepang pada
tahun 2005. Kapasitas bengkel yang masih kurang memadai tetapi aktivitas di
bengkel ini tetap berjalan dengan lancar.

Kelompok fasilitas penting yaitu

slipway juga baru digunakan kembali pasca tsunami pada tahun 2009. Dengan
adanya

keberadaan slipway di PPP Lampulo dapat mempermudah aktivitas

pemeliharaan dan perbaikan sehingga akan menarik minat para nelayan untuk
melakukan proses pendaratan dan pembongkaran ikan di pelabuhan tersebut.
Persentase Kebutuhan Fasilitas (%)
0

20

Baik
Sekali 0%

60

40

80

100%

100

Baik
Sekali

40

20

80

100

100%
0%

K ate g o ri

100%

100%

0%

Buruk 0%
Sekali

60

0%

100%

Buruk 0%
Sekali

VITAL
ADP & BANBP

100%

PELENGKAP
ANBP & BANP

Gambar 54 Kebutuhan per kelompok fasilitas dengan kategori yang


telah ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh
( ) dalam menunjang aktivitas pemeliharaan dan
perbaikan.
Tabel 24 menunjukkan kelompok fasilitas vital dan penting yang
seharusnya ada telah dimiliki oleh PPP Lampulo sehingga fasilitas tersebut
mendapatkan kategori baik sekali akan kebutuhan fasilitas ada dan diperlukan
(Gambar 53 dan 54).
2)

Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas pemeliharaan dan perbaikan


Fasilitas bengkel dibangun dengan kapasitas memadai hanya dapat

melakukan aktivitas untuk memperbaiki mesin motor kapal penangkapan ikan.


Kondisi bengkel akan terlampaui kapasitasnya jika terdapat banyak mesin yang
harus diperbaiki.
Tabel 25

Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas pemeliharaan dan


perbaikan

No.

Kelompok
Fasilitas

Vital

Pelengkap

Fasilitas
Bengkel reparasi kapal
Jumlah
Persentase (%)
Slipway
Jumlah
Persentase (%)

Layak
Pakai
(LP)

Kondisi Fasilitas
Melampaui
Tidak dapat
Kapasitas
Digunakan
(MK)
(TDG)
1
100

1
100

Sumber : Hasil Pengamatan dan wawancara 2009


Ket
:
: Fasilitasnya ada;
: Fasilitasnya tidak ada

Selain itu, di dalam bengkel ini juga terdapat peralatan bantuan dari
Pemerintahan Jepang.

Dengan kondisi bengkel tersebut maka kategori yang

diperoleh kategori buruk sekali. Oleh karena itu pihak pelabuhan harus segera
memperluas bengkel tersebut agar segala aktivitas dapat berjalan dengan lancar
(Tabel 25 dan Gambar 55). Pada kelompok fasilitas penting yaitu slipway yang
baru berjalan 8 bulan pada tahun 2009, masih dalam kondisi layak pakai
sehingga memperoleh kategori baik sekali.
Persentase Kondisi Fasilitas (%)
20

Baik
Sekali

60

40

80

Baik
Sekali

100%
0%

20

100

60

40

80

100%
0%

K ate g o ri

100%
0%

0%

Buruk
Sekali

100%

Buruk
Sekali

0%

0%

100%

100%

VITAL

PELENGKAP
LP

MK & TDG

Gambar 55 Kondisi fasilitas dengan interval persentase (perkiraan) yang


telah ditetapkan diperoleh (
) dalam menunjang aktivitas
pemeliharaan dan perbaikan.
4.4.6 Keberadaan, kebutuhan dan kondisi fasilitas dalam menunjang
aktivitas administrasi dan penyuluhan
1)

Tingkat keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas


administrasi dan penyuluhan
Kelompok fasilitas yang seharusnya ada dalam mendukung aktivitas

administrasi dan penyuluhan belum semua dimiliki di PPP Lampulo (Tabel 26 ).


Kelompok fasilitas vital yang seharusnya ada (tangki dan instalasi air serta
kantor administrasi) telah dimiliki oleh PPP Lampulo begitu juga dengan
kelompok fasilitas penting (kantor kepala pelabuhan, generator listrik, dan tempat
parkir) juga sudah dimiliki.

Tetapi pada kelompok fasilitas pelengkap yang

seharusnya ada 8 hanya terdapat 6 fasilitas atau 2 fasilitas yang tidak tersedia
adalah rumah dinas dan mobil dinas pada kelompok fasilitas pelengkap.

Tabel 26 Keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas administrasi


dan penyuluhan
No.
1

Kelompok
Fasilitas
Vital

1
2
3

Penting

1
2
3
4
5
6
7
8

Pelengkap

Fasilitas
Tangki dan instalasi
air
Kantor administrasi
Jumlah
Persentase (%)
Kantor kepala
pelabuhan
Generator listrik
Tempat parkir
Jumlah
Persentase (%)
Ruang pertemuan
Toilet
Balai pertemuan
nelayan
Pos penjagaan
Rumah dinas
Mushola
Mobil dinas
Motor dinas
Jumlah
Persentase (%)

Keberadaan Fasilitas
Seharusnya
Ada
Ada

Kebutuhan Fasilitas
ADP

2
100

2
100

2
100

3
100

3
100

3
100

8
100

6
75

6
75

ANBP

BANP

BANBP

1
12,5

1
12,5

Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara 2009


Ket: ADP: ada dan diperlukan; ANBP: ada namun belum diperlukan; BANP: belum ada namun diperlukan; BANBP: belum ada namun
belum diperlukan

Fasilitas tangki dan instalasi air di PPP Lampulo berjumlah dua yang
terdapat di dalam dan di luar areal TPI. Fasilitas ini sangat membantu pihak
pelabuhan dalam aktivitas kepelabuhanan.

Pada fasilitas kantor administrasi

masih harus diperluas lagi apabila ditinjau dari aktivitas pelabuhan yang ada.
Pada kelompok fasilitas vital ini mendapat kategori baik sekali (100%) kebutuhan
fasilitas ada dan diperlukan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

perolehan kategori dari masing-masing kelompok fasilitas menunjukkan


keberadaan fasilitas dalam menunjang aktivitas administrasi dan penyuluhan
dapat dikategorikan baik sekali.

Jumlah Per Kelompok Fasilitas


0

Baik
Sekali

Baik
Sekali

Baik
Sekali

5
Cukup

3
2

Buruk
Buruk
Sekali

PELENGKAP

PENTING

VITAL

K ate g ori

Buruk
Sekali

Baik

Baik

Buruk
Buruk
Sekali 0

Baik

Gambar 56 Kategori yang telah ditetapkan berdasarkan jumlah


fasilitas yang seharusnya ada ( ) dan yang diperoleh
(
) dalam menunjang aktivitas administrasi dan
penyuluhan.
Pada Gambar 56 dan 57 dapat disimpulkan bahwa untuk kebutuhan fasilitas
ada dan diperlukan (100%) pada kelompok fasilitas vital dan penting mendapat
kategori baik sekali. Tetapi untuk kelompok fasilitas pelengkap memperoleh
kategori baik karena 75% kebutuhan ada dan diperlukan (ADP) dalam
mendukung aktivitas administrasi dan penyuluhan, telah dimiliki PPP Lampulo.
Fasilitas mobil dinas (12,5%) belum tersedia namun dari segi keberadaan
diperlukan di PPP Lampulo. Selama ini aktivitas administrasi dan penyuluhan
masih dapat berjalan dengan memanfaatkan motor dinas. Pada fasilitas rumah
dinas belum ada namun belum diperlukan (12,5%) disebabkan pegawai pelabuhan
telah memiliki tempat tinggal sementara sehingga pengadaannya dapat ditunda.
Fasilitas yang tidak terdapat di PPP Lampulo dalam mendukung aktivitas
administrasi dan penyuluhan belum dapat terealisasikan karena pihak pelabuhan
masih terus memperbaiki fasilitas yang keberadaan dan kebutuhannya lebih
diperlukan di pelabuhan, seperti menurut Lubis et al. (2005) bahwa fasilitas
pelengkap pengadaannya baru pada pengembangan pelabuhan tahap ketiga.

Persentase Kebutuhan Fasilitas (%)


0

Baik
Sekali

20

60

40

80

100

Baik
Sekali

67-100%
0-33%

40

20

Baik

K ate g o ri

34-66%
34-66%

Baik
Sekali

76-100%

40

20

60

80

81-100%
0-19%

100%

0%

0%

100

0-24%

100%

Baik

80

60

Baik

51-75%

61-80%
20-39%

25-49%

75%
25%

Buruk
Sekali

0-33%
67-100%

Buruk

26-50%
50-74%

Buruk
Sekali

0-25%

VITAL

Cukup

41-60%
40-59%

Buruk

21-40%
60-79%

Buruk
Sekali

75-100%

0-20%
80-100%

PENTING
ADP & BANBP

PELENGKAP

ANBP & BANP

Gambar 57 Kebutuhan per kelompok fasilitas dengan kategori yang telah


ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh (
)
dalam menunjang aktivitas administrasi dan penyuluhan.

2)

Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas administrasi dan penyuluhan


Pada Tabel 27 ini menunjukkan kondisi yang beragam dari ketiga kelompok

fasilitas di PPP Lampulo.


Tabel 27 Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas administrasi dan
penyuluhan
No.

Kelompok
Fasilitas

1
2

Vital

1
2
3

Penting

1
2
3
4
5
6
7
8

Pelengkap

Jenis Fasilitas
Tangki dan instalasi air
Kantor administrasi
Jumlah
Persentase (%)
Kantor kepala pelabuhan
Generator Listrik
Tempat parkir
Jumlah
Persentase (%)
Ruang pertemuan
Toilet
Balai pertemuan nelayan
Pos penjagaan
Rumah dinas
Mushola
Mobil dinas
Motor dinas
Jumlah
Persentase (%)

Layak
Pakai
(LP)
1
2
66,7
6
1
8
88,9

Kondisi Fasilitas
Melampaui
Tidak dapat
Kapasitas
Digunakan
(MK)
(TDG)
1
1
33,3

1
1
11,1
4

5
50

Sumber : Hasil Pengamatan dan wawancara 2009


Ket
:
: Fasilitasnya ada;
: Fasilitasnya tidak ada

1
10

4
40

Kelompok fasilitas vital dalam kondisi layak pakai yakni tangki dan
instalasi air tetapi melampaui kapasitas pada fasilitas ruang administrasi sehingga
perlu diperluas lagi (Gambar 58). Fasilitas kantor kepala pelabuhan dan generator
listrik masih dalam keadaan kondisi layak pakai sedangkan tempat parkir sudah
melampaui kapasitas karena tidak dapat menampung lagi jumlah kendaraan di
PPP Lampulo. Kondisi tidak dapat digunakan lagi pada fasilitas toilet. Fasilitas
ini sudah direncanakan oleh pihak pelabuhan untuk diperbaiki agar dapat
digunakan lagi.

Mushola yang hanya dibangun sementara sudah melampaui

kapasitas karena tidak dapat menampung jumlah pengguna pelabuhan sehingga


pihak pelabuhan harus segera memperluasnya.

Kelompok fasilitas pelengkap

yang dimiliki dalam kondisi layak pakai yaitu fasilitas ruang pertemuan, balai
pertemuan nelayan, pos penjagaan, dan motor dinas.
Persentase Kondisi Fasilitas (%)
0

Baik
Sekali

20

40

60

76-100%
0-24%

80

100

Baik
Sekali

40

20

60

80

100

Baik
Sekali

81-100%
0-19%

40

20

51-75%

Baik

100

61-80%

Baik

11,1%

80

0-19%

88,9%

Baik

60
81-100%

K ate g o ri

20-39%

25-49%
61-80%
66,7%
20-39%

33,3%

Cukup

41-60%
40-59%

Cukup

41-60%

50%

40-59%

50%

Buruk

Buruk

26-50%

0-25%
75-100%

0-33%
67-100%

67-100%

50-74%

Buruk
Sekali

Buruk

0-33%

Buruk
Sekali

Buruk
Sekali

0-20%
80-100%

VITAL

PENTING
LP

0-20%
80-100%

PELENGKAP
MK & TDG

Gambar 58 Kondisi fasilitas dengan interval persentase (perkiraan) yang


telah ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh (
)
dalam menunjang aktivitas administrasi dan penyuluhan.
4.4.7 Keberadaan, kebutuhan, dan kondisi fasilitas dalam menunjang
aktivitas penyaluran perbekalan
1)

Tingkat keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas


penyaluran perbekalan
PPP Lampulo memiliki fasilitas yang seharusnya ada untuk menunjang

aktivitas penyaluran perbekalan (Tabel 28). Direktorat Jenderal Perikanan (1994)


vide Anastasia (2005) mengemukakan bahwa penjualan atau pengisian perbekalan

yang berkaitan dengan fasilitas pelabuhan perikanan saat ini adalah es, penjualan
air bersih, penyaluran BBM, dan suku cadang.
Kelompok fasilitas yang mendukung aktivitas penyaluran perbekalan di
PPP Lampulo hanya kelompok fasilitas vital (pabrik es, tempat penyediaan bahan
bakar, serta tangki dan instalasi air) tetapi dari ke-24 fasilitas yang dikaji tidak
terdapat suku cadang sesuai Direktorat Jenderal Perikanan.
Tabel 28 Keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam menunjang aktivitas
penyaluran perbekalan

No.

Kelompok
Fasilitas

1
2
3

Vital

Keberadaan
Fasilitas
Seharusnya
Ada
Ada

Fasilitas
Pabrik es
Tempat
penyediaan bahan
bakar
Tangki dan
Instalasi air
Jumlah
Persentase (%)

3
100

Kebutuhan Fasilitas
ADP

3
100

ANBP

BANP

BANBP

3
100

Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara 2009


Ket: ADP: ada dan diperlukan; ANBP: ada namun belum diperlukan; BANP:bBelum ada namun diperlukan; BANBP: belum
ada namun belum diperlukan
Jumlah Per Kelompok Fasilitas
0

Baik
Sekali

Buruk
Buruk
Sekali

VITAL

K ate g o ri

Baik

Gambar 59 Kategori yang telah ditetapkan berdasarkan jumlah fasilitas


yang seharusnya ada ( ) dan yang diperoleh ( ) dalam
menunjang aktivitas penyaluran perbekalan.
Secara umum keberadaan dan kebutuhan fasilitas dalam mendukung
aktivitas penyaluran dan perbekalan berada dalam kategori baik sekali karena
kesemua fasiltas yang diperlukan telah dimiliki di PPP Lampulo. Fasilitas pabrik
es dapat menghasilkan 9 ton/hari dan kebutuhan es ini diperlukan untuk

kebutuhan perbekalan di pelabuhan. Kondisi layak pakai diperoleh pada fasilitas


tempat penyediaan bahan bakar (SPBU) juga tangki dan instalasi air. Tempat
penyediaan bahan bakar yang baru selesai dibangun pasca tsunami pada tahun
2005 sangat membantu nelayan karena jika harus mencari keluar pelabuhan akan
menempuh jarak yang jauh. Kelompok fasilitas vital memperoleh kategori baik
sekali karena kebutuhan semua fasilitas untuk perbekalan ada dan diperlukan
(Gambar 60).
Persentase Kebutuhan Fasilitas (%)
0

Baik
Sekali

20

60

40

80

100

76-100%
0-24 %
100%
0%
51-75%

Kategori

Baik
25-49 %

Buruk

Buruk
Sekali

26-50%
50-74 %
0-25 %
75-100 %

VITAL
ADP & BANBP

Gambar 60

2)

ANBP & BANP

Kebutuhan per kelompok fasilitas dengan kategori yang telah


ditetapkan berdasarkan persentase yang diperoleh ( ) dalam
menunjang aktivitas penyaluran perbekalan.

Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas penyaluran perbekalan


Kondisi fasilitas vital untuk menunjang aktivitas penyaluran perbekalan

adalah 100% (Tabel 29).


Tabel 29

No.

Kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas penyaluran perbekalan

Kelompok
Fasilitas

1
2
3

Vital

Fasilitas
Pabrik es
Tempat penyediaan bahan
bakar
Tangki dan instalasi air
Jumlah
Persentase (%)

Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara 2009


Ket
:
: Fasilitasnya ada;
: Fasilitas tidak ada

Layak
Pakai
(LP)

3
100

Kondisi Fasilitas
Melampaui
Tidak dapat
Kapasitas
Digunakan
(MK)
(TDG)

Kondisi layak pakai pada kelompok fasilitas vital telah menunjukkan


bahwa PPP Lampulo sebagai pelabuhan perikanan terbesar di NAD telah dapat
memenuhi aktivitas yang ada di pelabuhan. Ketersedian seluruh fasilitas yang
mendukung aktivitas penyaluran perbekalan menjadikan PPP Lampulo telah
berjalan dengan lancar dan juga memperoleh kategori baik sekali (Gambar 61).
Persentase Kondisi Fasilitas (%)
0

Baik
Sekali

20

60

40

80

100

76-100%
0-24 %
100%
0%

Kategori

51-75%

Baik
25-49 %

26-50%
50-74 %

Buruk

Buruk
Sekali

0-25 %
75-100 %

VITAL

Gambar 61 Kondisi fasilitas dengan interval persentase


(perkiraan) yang telah ditetapkan berdasarkan
persentase yang diperoleh ( ) dalam menunjang
aktivitas penyaluran perbekalan.

4.5. Rasio antara Keberadaan dan Kebutuhan Fasilitas dalam menunjang


aktivitas di PPP Lampulo
Keberadaan fasilitas merupakan tolak ukur perkembangan di suatu
pelabuhan perikanan dan juga sangat berperan penting dalam menunjang segala
aktivitas. Kapasitas dan jenis fasilitas-fasilitas yang ada umumnya akan
menentukan skala atau tipe dari suatu pelabuhan dan akan berkaitan pula dengan
skala usaha perikanannya.

Fasilitas-fasilitas tersebut selanjutnya akan

berkembang sesuai dengan kemajuan usaha perikanannya.

Berkembangnya

fasilitas-fasilitas tersebut dapat berarti bertambahnya fasilitas baru dan atau


bertambahnya kapasitas dari fasilitas yang telah ada. Dengan kata lain jenis dan
kapasitas fasilitas yang ada berkembang sesuai dengan kebutuhan operasional
pelabuhan (Lubis, 2006). Perkembangan fasilitas di PPP Lampulo dilakukan
secara bertahap dengan menambah jenis fasilitas dan kapasitas yang lebih
diperlukan. Fasilitas yang berkaitan langsung dengan pemanfaatan pelabuhan

perikanan menjadikan keberadaan fasilitas yang seharusnya ada perlu


mendapatkan perhatian pihak PPP agar pelabuhan perikanan dapat menjalankan
fungsinya dengan optimal.
Dari ke-24 fasilitas yang harus ada di suatu pelabuhan perikanan, PPP
Lampulo memiliki 20 jenis fasilitas yang terdiri dari 8 fasilitas vital, 5 fasilitas
penting, dan 7 fasilitas pelengkap (Tabel 30).
Tabel 30 Keberadaan dan kebutuhan seluruh fasilitas di PPP Lampulo
No.

Kelompok
Fasilitas

1
2
3
4
5

Vital

6
7
8
9

1
2
3

Penting

4
5

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Pelengkap

Fasilitas
Dermaga pendaratan
ikan dan muat
Kolam pelabuhan
Sistem rambu-rambu
Tempat pelelangan
ikan (TPI)
Pabrik es
Tangki dan instalasi
air
Tempat penyediaan
bahan bakar
Bengkel reparasi
kapal
Kantor administrasi
Jumlah
Persentase (%)
Generator listrik
Kantor kepala
pelabuhan
Tempat parkir
Pos penghubung radio
(SSB)
Ruang pengepakan
Jumlah
Persentase (%)
Dermaga muat
terpisah
Slipway
Ruang pertemuan
Toilet
Pos penjagaan
Balai pertemuan
nelayan
Rumah dinas
Mushola
Mobil dinas
Motor Dinas
Jumlah
Persentase (%)

Keberadaan Fasilitas
Seharusnya
Ada
Ada

Kebutuhan Fasilitas
ADP

9
100

8
88,89

8
88,89

5
100

5
100

5
100

10
100

7
70

7
70

ANBP

BANP

BANBP

1
11,11

2
20

1
10

Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara 2009


Ket: ADP: ada dan diperlukan; ANBP: ada namun belum diperlukan; BANP: belum ada namun diperlukan; BANBP: belum ada namun
belum diperlukan

Kapasitas fasilitas pelabuhan harus disesuaikan dengan aktivitas yang ada.


Misalnya, luas kolam pelabuhan harus cukup menampung kapal yang tambat
labuh setiap harinya. Oleh karena itu, dibutuhkan perencanaan dan perhitungan
yang matang guna menentukan tingkat kebutuhan dari fasilitas-fasilitas tersebut.
Di PPP Lampulo, pembangunan dan perbaikan fasilitas-fasilitas pelabuhan terus
dilakukan guna meningkatkan pelayanannya.
Fasilitas yang diperlukan dan belum ada di PPP Lampulo diharapkan
kepada pihak pelabuhan agar dapat segera merealisasikan pembangunannya
sehingga aktivitas pelabuhan dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, seperti yang
dikemukakan oleh Lubis (2006) bahwa fasilitas-fasilitas tersebut tidak harus ada
semuanya di suatu pelabuhan, tetapi fasilitas ini disediakan sesuai dengan
kebutuhan operasional pelabuhan perikanan tersebut.

Sebagai contoh, ada

kalanya suatu pelabuhan tidak memerlukan cold storage karena ikan-ikan yang
didaratkan semuanya habis terjual dalam bentuk segar.

Dengan demikian

pengembangan pelabuhan perikanan harus dilakukan secara bertahap dan


disesuaikan dengan kebutuhannya.
Menurut Lubis (2007), bahwa pemanfaatan pelabuhan perikanan adalah
bagaimana memanfaatkan fasilitas pelabuhan perikanan yang ada seefektif dan
seefisien mungkin untuk menjalankan aktivitas kepelabuhanan secara optimal.
PPP Lampulo yang belum memiliki semua fasilitas yang seharusnya ada di suatu
pelabuhan perikanan, tetapi sudah dapat menjalankan aktivitas pelabuhan dengan
memanfaatkan segala fasilitas yang ada. Meskipun begitu, fasilitas yang belum
ada akan segera dipenuhi sesuai dengan kebutuhan.

Kategor
Kategori
i

Baik Sekali

Interval Persentase
Total
Ad
Ada; ADP
a

Seharusnya
Ada

Interval Persentase
Total
A d BANP
ANBP;
a

81-100 %

0-19 %

Baik

61-80 %

20-39 %

Cukup

41-60 %

Buruk

21-40 %

60-79 %

Buruk Sekali

0-20 %

80-100 %

100 %

40-59 %

Seharusnya
Ada

100 %

Gambar 62 Skema pembagian interval persentase fasilitas per kategori untuk


masing-masing kelompok fasilitas yang telah ditetapkan untuk
seluruh aktivitas.

Gambar 62 menunjukkan perbandingan kebutuhan fasilitas yang ada dan


diperlukan dengan kebutuhan fasilitas ada namun belum diperlukan serta belum
ada namun diperlukan. Di PPP Lampulo, fasilitas yang kebutuhannya belum ada
namun diperlukan (BANP) adalah sistem rambu-rambu, dermaga muat terpisah,
dan mobil dinas.

Fasilitas sistem rambu-rambu harus segera direalisasikan

pengadaannya mengingat fasilitas ini dibutuhkan untuk mengatur alur masuk


kapal dan menghindari tabrakan.
Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 31) ini memperlihatkan bahwa
keberadaan fasilitas yang ada di PPP Lampulo dapat disimpulkan berada pada
kategori baik dengan masing-masing kelompok fasilitas vital (88,89%), penting
(100%), dan pelengkap (70%).

Fasilitas yang ada di pelabuhan ini dapat

dimanfaatkan semuanya dan hal ini terlihat dari tidak adanya fasilitas yang ada
namun belum diperlukan (ANBP).
Tabel 31 Rasio antara keberadaan fasilitas dan kebutuhan fasilitas
Perbandingan
Ada

Seharusnya Ada
(100%)

ADP

Seharusnya Ada
(100%)

ANBP

Seharusnya Ada
(100%)

BANP

Seharusnya Ada
(100%)

Kelompok Fasilitas
Vital
Penting
Pelengkap
Vital
Penting
Pelengkap
Vital
Penting
Pelengkap
Vital
Penting
Pelengkap

Rasio (KF:KbF)

Kategori

: 88,89
: 100
: 70
: 88,89
: 100
: 70

88,89 : 100 = 1 : 1,12


100 : 100 = 1 : 1
70
: 100 = 1 : 1,43
88,89 : 100 = 1 : 1,12
100 : 100 = 1 : 1
70
: 100 = 1 : 1,43

Baik
Baik Sekali
Baik
Baik
Baik Sekali
Baik

: 11,11

11,11 : 100 = 1 : 9

Baik Sekali

: 20

20

Baik

: 100 = 1 : 5

Sumber: Hasil pengolahan data 2009


Ket: ADP: ada dan diperlukan; ANBP: ada namun belum diperlukan; BANP: belum ada namun diperlukan; BANBP:
belum ada namun belum diperlukan

Dari Tabel 31 dapat dilihat rasio antara keberadaan fasilitas yang ada
terhadap fasilitas yang seharusnya ada untuk kelompok fasilitas vital adalah 1:1,2
(baik), penting 1:1 (baik sekali), dan pelengkap 1:43 (cukup). Hal ini dapat
disimpulkan berdasarkan keberadaannya PPP Lampulo telah dapat menunjang
seluruh aktivitasnya dengan baik. Dalam hal kebutuhan fasilitas yang ada dan
diperlukan (ADP) terhadap fasilitas yang seharusnya ada di PPP Lampulo
memiliki kategori baik, dimana rasio kelompok fasilitas vital adalah 1:1,12 (baik),

penting 1:1 (baik sekali), dan pelengkap 1:1,43 (baik).

Dari hasil ini dapat

diketahui bahwa diantara fasilitas yang seharusnya ada telah terdapat kebutuhan
fasilitas yang ada dan diperlukan (ADP) dengan baik. Pada kategori rasio antara
kebutuhan fasilitas yang ada namun belum diperlukan (ANBP) terhadap
keberadaan fasilitas yang seharusnya ada tidak dimiliki oleh PPP Lampulo
dikarenakan semua fasilitas yang ada di pelabuhan tersebut dapat dimanfaatkan.
Rasio antara kebutuhan fasilitas yang belum ada namun diperlukan (BANP)
terhadap keberadaan fasilitas yang seharusnya ada dimasing-masing kelompok
fasilitas vital dan pelengkap yaitu 1:9 dan 1:5 yang termasuk kategori baik sekali
dan baik. Keadaan ini menunjukkan bahwa belum dimiliki sistem rambu-rambu
rambu-rambu pada kelompok fasilitas vital berada dalam kategori baik karena
kebutuhan BANP ini 11,11%. Hal ini dikarenakan jika fasilitas rambu-rambu
tidak segera direalisasikan akan menghambat aktivitas pelabuhan perikanan.
Dengan demikian, hal ini juga menunjukkan bahwa diantara fasilitas yang
seharusnya ada masih terdapat fasilitas yang sebenarnya diperlukan namun
belum tersedia sehingga jika semakin besar persentase yang diperoleh kebutuhan
fasilitas BANP maka akan semakin buruk kategori yang dididapatkan.
Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa dari segi keberadaan
dan kebutuhan fasilitas berdasarkan nilai rasio yang diperoleh di PPP Lampulo
maka segala aktivitas di PPP Lampulo sudah dapat berjalan dengan baik walaupun
masih ada fasilitas-fasilitas yang belum tersedia dan harus diperbaiki dan serta
ditambah kapasitasnya.
Tabel 32 merupakan matriks keberadaan dan kebutuhan secara keseluruhan
fasilitas tanpa mengacu pada masing-masing kelompok fasilitas (vital, penting,
dan pelengkap) dalam menunjang aktivitas di PPP Lampulo. Dari matriks ini
dapat dilihat bahwa keberadaan fasilitas yang ada berdasarkan kebutuhan ada dan
diperlukan (ADP) memiliki fasilitas yang lebih banyak daripada fasilitas yang
tidak ada dengan kebutuhan yang belum ada namun diperlukan (BANP) dan yang
belum ada namun belum diperlukan (BANBP).

Dari gambaran matriks ini

diharapkan kepada pihak pelabuhan PPP Lampulo dalam mengembangkan


fasilitas sesuai dengan kebutuhannya.

Tabel 32 Matriks keberadaan dan kebutuhan fasilitas di PPP Lampulo dalam


menunjang aktivitas
Kebutuhan Fasilitas

Keberadaan
Fasilitas

Ada

ADP

ANBP

BANP

BANBP

- Dermaga pendaratan ikan dan muat


- Kolam pelabuhan
- Tempat pelelangan ikan (TPI)
- Pabrik es
- Tangki dan instalasi air
- Tempat penyediaan bahan bakar
- Bengkel Reparasi kapal
- Kantor administrasi
- Generator listrik
- Kantor kepala pelabuhan
- Tempat parkir
- Pos penghubung radio (SSB)
- Ruang pengepakan
- Slipway
- Ruang pertemuan
- Toilet
- Pos penjagaan
- Balai pertemuan nelayan
- Mushola
- Motor dinas
- Sistem rambu-rambu

Tidak Ada

- Rumah dinas

- Dermaga muat terpisah


- Mobil dinas

Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara 2009


Ket: ADP: ada dan diperlukan; ANBP: ada namun belum diperlukan; BANP: belum ada namun diperlukan; BANBP:
belum ada namun belum diperlukan

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan di lapangan dapat disimpulkan yaitu :
1)

Tingkat keberadaan fasilitas di PPPP Lampulo sudah dalam kategori baik.


Hal ini dapat terlihat dari 9 (sembilan) fasilitas vital yang seharusnya ada,
PPP Lampulo telah memiliki 8 fasilitas (88,89%) sehingga memperoleh
kategori baik, untuk kelompok fasilitas penting dari 5 fasilitas telah tersedia
semuanya (100%) dengan ketegori baik sekali, dan dari 10 fasilitas penting
yang seharusnya ada PPP Lampulo sudah mempunyai 7 fasilitas (70%) yang
mendapat kategori baik.

Mengenai kondisi fasilitas di PPP Lampulo dapat

disimpulkan bahwa dalam kategori baik walaupun ada kelompok fasilitas


yang berada dalam kategori cukup.

Pada kelompok fasilitas vital

memperoleh kategori baik dengan kondisi 77,78% layak pakai dan 22%
melampaui kapasitas. Kelompok fasilitas penting memperoleh kategori baik
sekali dengan kondisi 96% layak pakai dan 4% melampaui kapasitas.
Kelompok fasilitas pelengkap memperoleh kategori cukup dengan kondisi
54% layak pakai dan 46% tidak dapat digunakan.
2)

Tingkat keberadaan, kebutuhan, dan kondisi fasilitas dalam menunjang


aktivitas pendaratan ikan termasuk dalam kategori baik; tingkat keberadaan,
kebutuhan dan kondisi fasilitas penanganan dan pengolahan ikan memiliki
kategori yang sama yaitu baik sekali; tingkat keberadaan, kebutuhan, dan
kondisi fasilitas pemasaran dalam kategori baik; tingkat keberadaan,
kebutuhan, dan kondisi fasilitas pemeliharaan dan perbaikan memiliki
kategori yang baik pula; tingkat keberadaan dan kebutuhan fasilitas
administrasi dan penyuluhan dalam kategori baik, sedangkan kondisi dari
fasilitasnya memiliki kategori cukup; tingkat keberadaan, kebutuhan, dan
kondisi fasilitas penyaluran perbekalan memperoleh kategori baik sekali. Di
PPP Lampulo, fasilitas yang ada terhadap fasilitas yang seharusnya ada
telah dapat menunjang seluruh aktivitasnya dengan baik.

3)

Rasio antara fasilitas yang ada dan diperlukan (ADP) terhadap fasilitas yang
seharusnya ada pada kelompok fasilitas vital adalah 1:1,12 (baik), penting

1:1 (baik sekali), dan pelengkap 1:1,43 (baik). Dari hasil ini dapat diketahui
bahwa diantara fasilitas yang seharusnya ada telah terdapat kebutuhan
fasilitas yang ada dan diperlukan (ADP) dengan baik. Perolehan rasio antara
kebutuhan fasilitas yang ada namun belum diperlukan (ANBP) terhadap
keberadaan fasilitas yang seharusnya ada tidak dimiliki oleh PPP Lampulo
dikarenakan semua fasilitas yang ada di pelabuhan tersebut dapat
dimanfaatkan.

Rasio antara kebutuhan fasilitas yang belum ada namun

diperlukan (BANP) terhadap keberadaan fasilitas yang seharusnya ada


dimasing-masing kelompok fasilitas vital dan pelengkap yaitu 1:9 dan 1:5
yang termasuk kategori baik sekali dan baik. Dengan demikian, diperoleh
kategori baik karena diantara fasilitas yang seharusnya ada masih terdapat
tiga kebutuhan fasilitas yang sebenarnya diperlukan namun belum tersedia.

5.1 Saran
Diperlukan penelitian yang lebih lanjut berkaitan dengan kapasitas fasilitas di
Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo maupun pengelolaan dari fasilitas tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2008. Pembangunan Bidang
http://www.google.com. [27 Juni 2008].

Kelautan

dan

Perikanan.

[Anonim]. 2008. Lembaga Hukum Adat Panglima Laot. http://www.panglima.net


[7 Desember 2009].
Anastasia Y. 2005. Tingkat Operasional Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual,
Kabupaten Maluku Tenggara [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Imu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Atharis, Yoliza. 2008. Tingkat Kepuasan Nelayan terhadap Pelayanan Penyediaan
Kebutuhan Melaut Di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus
Sumatera Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Bahri, Syamsul. 2004. Analisis kepuasan nelayan terhadap pelayanan tempat
pendaratan ikan (TPI) Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo Kota Banda
Aceh. http://www.elibrary.mb.ipb.ac.id/gdl.php. [27 Juni 2008].
Departemen Kelautan dan Perikanan 2001. Laporan Tahunan Departemen
Kelautan dan Perikanan Tahun 2000. Jakarta: Departemen Kelautan dan
Perikanan.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan 2003. Statistik Perikanan Tangkap
Indonesia 2001. Dirjen Perikanan Tangkap. Jakarta. 93 halaman.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Surat Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor : Kep.10/MEN/2004. Tentang Pelabuhan
Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor : PER. 16/MEN/2006. Tentang Pelabuhan
Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Dinas Perikanan dan Kelautan NAD. 2004. Pendapatan Daerah. Nanggroe Aceh
Darussalam.
Dinas Perikanan dan Kelautan NAD. 2005. Potensi Produksi Perikanan Tangkap.
Nanggroe Aceh Darussalam.
Djuned, T. 1992. Panglima Lat dan Tanggung Jawabnya terhadap Lingkungan
Laut Aceh. Laporan Penelitian. Banda Aceh: Fakultas Hukum, Universitas
Syiah Kuala Aceh.

Hanafiah AM dan Saefudin, 2002. Tata Niaga Hasil Perikanan Jakarta:


Universitas Indonesia (UI-Press). 208 hlm.
Indrianto, Joko. 2006. Pengelolaan Aktivitas dan Pengembangan Pelabuhan
Perikanan Pantai Muara Ciasem, Kabupaten Subang Di Tinjau dari Aspek
Fasilitas Dan Kualitas Pemasaran Hasil Tangkapan. [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Kandi, Oni. 2005. Analisis Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Pantai Desa
Lampulo Kecamatan Kuta Alam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
[Tesis]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Lubis E, Pane AB, Kurniawan Y, Chaussade J, Lamberts C, Pottier P. 2005. Atlas
Perikanan Tangkap dan Pelabuhan Perikanan di Pulau Jawa: Suatu
Pendekatan Geografi Perikanan Tangkap Indonesia. Bogor: Program
Kajian Kepelabuhanan Perikanan dan Transportasi Maritim (PK2PTM) LPPM IPB.
Lubis E. 2006. Buku 1: Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bogor: Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Lubis E. 2007. Pemanfaatan dan Pengembangan Pelabuhan Perikanan. Bahan
Kuliah S1. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Misran. 1991. Studi Orientasi Terhadap Pangkalan Pendaratan Ikan Di Sibolga
dan Kemungkinan Pengembangannya [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Mulyadi M. D. 2007. Analisis Pendaratan Dan Penanganan Hasil Tangkapan dan
Fasilitas Terkait di PPN Pekalongan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Ngamel YA. 2005. Tingkat Operasional Pelabuhan Perikanan Nusanatara Tual
Kabupaten Maluku Tenggara [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Novianti. 2008. Keberadaan Fasilitas dalam Menunjang Aktivitas Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) TanjungSari, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah
[Skripsil]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Rokhman, Syamsu. 2006. Tingkat Operasional Pelabuhan Perikanan Di
Kabupaten Rembang dan Prioritas Pengembangannya [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Sudjana. 2002. Metoda Stastistika. Bandung: PT Tarsito.


Walpole R. E. 1988. Pengantar Statistik Edisi Ke-2. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Yundari, Dewi. 2005. Perbandingan Indeks Relative Nilai Produksi Ikan PPP
Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi dan Provinsi Jawa Barat Dikaitkan
dengan Kualitas Pemasaran Ikan yang Didaratkan [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian

PPP Lampulo

Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo


Kolam Pelabuhan

PINTU MASUK

DERMAGA

9
1

13

11

10

7
12

13

14

12

15

13

Sungai Krueng Aceh

Jl. K O M P L E K

16

18

8
19

17
PINTU MASUK

Ramziah AH, 2010


Keterangan :
1. Pos penjagaan
2. Mushola
3. Monumen tsunami
4. Perum
5. UPTD PPP Lampulo
6.

6. UPTD LPPMHP
7. MCK
8. Kios
9. Tower air
10.TPI

11. Kantor administrasi


12.Tempat parkir
13. Ruang pengepakan
14. Cold storage
15. SPBU

16. Gedung pengolahan ikan


17. Slipway
18. Bengkel
19. Gedung Balai Nelayan
20. Kantin

Lampiran 3 Contoh perhitungan


1. Penentuan banyaknya kategori penilaian (aturan Sturges)
Dik: n = 24 (banyaknya fasilitas)
Dit: N (banyaknya kategori) ..?
Jawab:
(N) = 1 + 3,3 log (n)
= 1 + 3,3 log (24) = 5,55

5 atau 6

Dapat disimpulkan bahwa banyaknya kategori penilaian yang diperoleh adalah 5


atau 6.
2. Penentuan jumlah fasilitas per kategori
Dik: JKFvital

= 9 fasilitas

JKFpenting

= 5 fasilitas

JKFpelengkap

= 10 fasilitas

Kategori yang telah ditetapkan = 5 kategori


Dit: JFK (jumlah fasilitas per kategori) ..?
Jawab:
JFKvital

JFKpenting

JFKpelengkap

JKFvital
5

9
= 1,8
5

JKFpenting
5

1 atau 2

5
=1
5

JKFpelengk ap
5

10
=2
5

Dapat disimpulkan bahwa selang jumlah fasilitas per kategori kelompok fasilitas
vital 1 atau 2; kelompok fasilitas penting 1; dan kelompok fasilitas pelengkap 2.

3.

Penentuan interval persentase per kategori


Dik: Persentase total

= 100 %

Kategori yang telah ditetapkan = 5 kategori


Dit: Interval persentase .?
Jawab:
Interval persentase =

4.

100%
= 20 %
5

Penentuan banyaknya kategori penilaian (aturan Aljabar)


Dik: misal: n = 1; n = 2; n = 3; n = 4
Dit: Ka (banyaknya kategori per kelompok fasilitas) ?
Jawab:
Ka =

n+1

Ka1 = 1 + 1 = 2
Ka2 = 2 + 1 = 3
Ka3 = 3 + 1 = 4
Ka4 = 4 + 1 = 5
Dapat disimpulkan jika n (banyaknya fasilitas) hanya 1 maka kategori yang
diperoleh 2; n = 2 kategori yang diperoleh 3; n = 3 kategori yang diperoleh 4;
atau n = 4 kategori yang diperoleh 5.

You might also like