Professional Documents
Culture Documents
Abstract
This study aimed to determine the relationship between permissive parenting
with the intention of bullying on students SMP Muhammadiyah Yogyakarta 4.
The subjects were all students in grade 4 Vlll SMP Muhammadiyah Yogyakarta
as many as 125 people, consisting of four classes. Data collection methods used
method of scale, ie the scale of permissive parenting and bullying intentions. The
data obtained were then analyzed using the techniques of the Pearson product
moment correlation. The relationship is shown by the correlation coefficient (r) =
-0.206, determinant coefficient (r2) = 0.042 p = 0.021 with errors (p <0.05). These
results inform that the high intensity followed by low bullying permissive
parenting. Conversely the lower permissive parenting will be followed by a high
intensity of bullying. Based on these results the hypothesis is rejected.
Keywords: intention of bullying and permissive parenting
Pendahuluan
Sekolah seharusnya menjadi lingkungan aman, nyaman dan dapat mendukung
siswa-siswi untuk berkembang secara mental, fisik, emosional, dan sosial
(Woolfolk, 2009). Sekolah juga diartikan sebagai sarana untuk menimbah ilmu,
wawasan serta menciptakan lingkungan pembelajaran bagi siswa-siswinya
didukung oleh guru sebagai mediator untuk menyiapkan siswa-siswinya menjadi
penerus bangsa dengan harapan siswa mampu bersaing serta menghasilkan karyakarya otentik dan berguna bagi bangsa Indonesia.
Sekolah harus memiliki peraturan dan pengawasan yang konsisten agar
tercipta kondisi yang kondusif bagi siswa untuk beraktivitas dan bermain di
lingkungan sekolah. Kelalaian dalam menegakkan aturan dan pengawasan yang
kurang konsisten akan menimbulkan masalah yang beragam. Berbagai macam
permasalahan yang terjadi di sekolah diantaranya adalah tawuran, bolos sekolah,
bermain di dalam kelas sampai dengan bullying.
Brook (2011) menjelaskan bahwa anak melakukan lebih banyak pelanggaran
aturan ketika anak berada di lingkungan yang penuh aturan atau tidak ada
peraturan, tercermin dari beberapa kasus seperti anak-anak bolos sekolah, tawuran
dan tindak kekerasan bullying. Hal itu diperkuat oleh Rigby (2002), menyatakan
bahwa sekolah menjadi titik awal terjadinya bullying dan tidak diragukan lagi
bahwa intimidasi terjadi di sekolah dan menyebabkan beberapa anak menderita,
minimnya pengawasan dari sekolah, ketidakpedulian teman-teman dan kurangnya
perhatian orang tua menjadi dugaan alasan meluasnya kecenderungan bullying .
Bullying bukanlah fenomena yang baru dan masalah ini telah lama
didiskusikan. Secara umum bullying adalah aktivitas sadar, disengaja dan keji
yang bertujuan untuk melukai atau menanamkan ketakutan melalui ancaman
agresi lebih lanjut dan menciptakan teror (Coloroso, 2003). Bowers, Smith, &
Binney (Lee, 1994) menyatakan bullying tersistematis, terjadi berulang-ulang, dan
mencakup berbagai tindakan yang menyakitkan. Kekuatan dan dominasi oleh
pelaku bullying membuat korban dalam kondisi tertekan dan selalu dibayangbayangi rasa takut.
Olweus (Krahe, 2005) menambahkan bullying adalah tindakan negatif yang
diarahkan kepada seseorang atau lebih, yang dilakukan berulang-ulang dan terjadi
dari waktu ke waktu. Selain itu, bullying dianggap sebagai perilaku berkelanjutan
yang berusaha mendapatkan kekuasaan dan dominasi atas yang lain. Kondisi ini
akan terus terjadi di sekolah salah satunya karena keengganan dan pembiaran dari
kelompok sebaya untuk memberikan informasi serta ketidakberanian korban
untuk melaporkan kejadian bullying (Routledge, 2003).
Beberapa penelitian tentang bullying telah dilakukan di berbagai negara,
seperti penelitian Ross (Carter & Spencer 2006) pada tahun 1985 dimana
perkiraan 15% pelajar sekolah di Norwegia terlibat dalam kasus bullying.
Penelitian selanjutnya di Amerika dengan sampel sebanyak 609 pelajar
sekolah hasilnya ada kenaikan yang signifikan dalam melakukan tindakan
bullying. Sebanyak 50% pelajar melakukan tindakan bullying secara verbal
(Carter & Spencer, 2006). Penelitian di Indonesia, salah satunya dilakukan oleh
Siswati (2009) berkaitan dengan prosentase siswa yang mengalami bullying dan
bertujuan untuk mengetahui gambaran dari bullying yang terjadi di SD Negeri
Semarang. Total sampel pada penelitian ini sebanyak 78 siswa dari kelas 3 sampai
kelas 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 37,55% siswa menjadi korban
bullying, di antaranya siswa yang mengalami intimidasi fisik sebanyak 42,5% dan
yang mengalami intimidasi non fisik sebanyak 34,06%.
Ada empat bentuk dari bullying yaitu fisik seperti menendang, memukul
dan menganiyaya, bullying secara verbal seperti menghina, menggosip dan
memberi nama ejekan pada korbannya, secera isyarat tubuh seperti mengancam,
dengan gerakan-gerakan dan secara berkelompok seperti membentuk kolisi serta
menghasut orang lain untuk mengucilkan seseorang (Rigby, 2002).
Salah satu penyebab bullying adalah pola asuh keluarga. Keluarga
seharusnya menjadi agen sosial bagi anak-anak muda. Orang tua, saudara dan
pengasuh memberikan contoh pada anak bagaimana mengontrol emosi,
berhadapan dengan konflik, mengatasi masalah dan mengembangkan
keterampilan hidup lainnya (Susan dkk, 2009). Kesibukan bekerja membuat
orang tua tidak memiliki cukup waktu untuk membina dan mengawasi anak.
Minimnya pengawasan orang tua serta kurang pahamnya keluarga dalam
mendidik, membuat anak kurang terkontrol atau tidak patuh sehingga anak sangat
sulit diatur. Jika kondisi ini terus terjadi maka akan menimbulkan dampak yang
negatif pada anak.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi munculnya bullying di sekolah
diduga salah satunya adalah pola asuh permisif. Pola asuh yang diterapkan orang
tua kepada anaknya dapat memberi makna yang ambigu (Hurlock, 1990). Orang
tua permisif adalah orang tua yang menghargai ekspresi diri dan pengaturan diri,
hanya membuat sedikit batasan dan membiarkan anak memonitor aktivitas
sendiri, namun orang tua tetap bersikap hangat, tidak mengontrol, dan tidak
menuntut anak (Papalia dkk, 2009). Pola asuh permisif ini memberikan keluasaan
kepada anak untuk mengekspresikan pendapat dan aktivitas yang diminati
sementara orang tua tidak menuntut banyak kepada anak dan seolah-olah tidak
terlibat didalamnya. Salah satu alasan adalah kesibukan orang tua, dampaknya
anak yang dididik dengan pola asuh permisif cenderung kurang matang dan
kurang memiliki kontrol diri sehingga anak sering melanggar norma serta kurang
memiliki etika, dampaknya adalah anak akan membentuk perilaku dan karakter
diri yang tidak stabil. Krahe (2005) menyatakan bahwa hubungan antara orang
tua-anak yang renggang akan menghasilkan pola perilaku anti sosial.
Kondisi anak yang tidak stabil akan sangat mudah dipengaruhi dan
memunculkan beragam reaksi emosi (Susan dkk, 2009). Santrock (Siddiqah dan
Helmi, 2005) menambahkan remaja yang kurang mampu menyesuaikan diri akan
mengalami banyak masalah dan muncul frustasi dimana kondisi tersebut akan
menyebabkan munculnya perilaku menyimpang pada siswa salah satunya adalah
bullying.
Intervensi orang tua dan sekolah sangat dibutuhkan untuk menciptakan
iklim pembelajaran yang produktif. Orangtua bertanggung jawab dan memberikan
dukungan positif agar anak tumbuh menjadi pribadi yang baik, sedangkan sekolah
mempersiapkan program, metode dan aturan-aturan untuk perkembangan anak.
Berdasarkan uraian permasalahan diatas maka peneliti tertarik melakukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pola asuh
permisif dengan intensi bullying pada siswa SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta.
Sekolah ini memiliki tujuan melaksanakan kegiatan yang bersifat fardhu kifaya
maupun fardhuain, melaksanakan ajaran islam yang bersifat teori maupun
praktek serta melaksanakan tata tertib secara konsiten. Sekolah ini memiliki visi
mencetak siswa-siswinya bekepribadian muslim, cerdas, berprestasi dan
berwawasan teknologi.
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 21 September 2012 dan 22
September 2012 dengan dua guru BK didapatkan data adanya indikasi bullying
pada siswa kelas Vlll seperti berkata kasar seperti asu koe dan mengejek temantemannya. Kemudian hasil wawancara dengan dengan mahasiswa BK yang
sedang praktik di SMP Muhammadiyah 4 didapati data indikasi intensi bullying
dalam bentuk verbal yaitu mengejek salah satu murid dengan panggilan-panggilan
yang tidak menyenangkan seperti gendut. Selanjutnya hasil wawancara dengan
tiga siswa SMP Muhammadiyah 4 didapati indikasi intensi bullying dalam bentuk
fisik yaitu mencekik teman perempuannya, memukul dan mempermainkan sepatu
salah satu temannya.
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 21 September 2012 dan 22
Sepetember 2012 dilokasi sekolah seperti kelas, kantin, taman dan tangga sekolah
SMP Muhammadiyah 4 diperoleh data bahwa seorang siswa menunjukkan
perilaku menyerang dengan cara mencekik dan menarik jilbab pada salah satu
siswi, beberapa siswa terlihat merebut dan mempermainkan sepatu salah satu
temannya dan mengganggu siswa lain didalam kelas.
Dari penjelasan yang telah dipaparkan peneliti tertarik untuk mengetahui
hubungan antara pola asuh permisif dengan intensi bullying pada siswa SMP
Muhammadiyah 4 Yogyakarta. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul Hubungan antara Pola Asuh Permisif dengan Intensi bullying.
1.
lebih berkuasa, tidak bertanggung jawab dan dilakukan berulang kali dengan
sengaja untuk menyakiti korban. Craig, Palper dan Atlas (2000), menambahkan
bullying merupakan interaksi antara pelaku bullying (individu yang dominan)
terhadap korban bullying (individu kurang dominan) dengan cara menunjukan
perilaku agresif. Sullivan, dkk. (2005) mengartikan bullying sebagai serangkaian
tindakan negatif dan agresif yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang
terhadap orang lain dalam beberapa periode waktu tertentu.
Murphy (2009) memandang bullying sebagai keinginan untuk menyakiti
dan sebagian besar harus melibatkan ketidakseimbangan kekuatan serta orang atau
kelompok yang menjadi korban adalah yang tidak memiliki kekuatan dan
perlakuan ini terjadi berulang-ulang dan diserang secara tidak adil. Lee (2004)
menyebutkan bullying adalah perilaku berkelanjutan yang berusaha mendapatkan
kekuasaan dan dominasi atas yang lain. Selain itu Bowers, Smith, dan Binney
(Lee, 2004) menyebutkan bullying terjadi secara tersistematis dan mencakup
berbagai tindakan yang menyakitkan. Kekuatan dan dominasi oleh pelaku
bullying membuat korban dalam kondisi tertekan dan selalu dibayang-bayangi
rasa takut.
Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa
intensi bullying merupakan niat yang dimiliki individu atau sekelompok orang
untuk menyakiti, membuat individu lain merasa kesusahan, tindakan yang akan
berupaya untuk mendapatkan kekuasaan dan dominasi atas orang lain yang akan
terjadi secara berulang-ulang serta dapat diprediksi mengakibatkan kerugian pada
korbannya baik secara fisik maupun psikis sehingga korban merasa tidak berdaya,
berada dalam kondisi tertekan dan selalu dibayang-bayangi rasa takut sehingga
korban yang tidak memiliki kekuatan akan menimbulkan efek trauma dalam
kurun waktu yang cukup lama.
2.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.
Aspek-Aspek Bullying
Rigby (2002) mengemukakan empat aspek bullying antara lain yaitu :
Bentuk fisik yaitu menedang, memukul, dan menganiaya orang yang dirasa
mudah dikalahkan dan lemah secara fisik.
Bentuk verbal yaitu menghina, menggosip, dan memberi nama ejekan pada
korbannya.
Bentuk isyarat tubuh yaitu mengancam dengan gerakan dan gertakkan
Bentuk berkelompok yaitu membentuk koalisi dan membujuk orang untuk
mengucilkan seseorang.
Craig (2006) menambahkan bahwa aspek-aspek dari bullying adalah:
Panggilan tertentu yaitu pelaku memberikan nama panggilan yang tidak
menyenangkan kepada korbannya.
Menggoda yaitu
pelaku menganggu korban (biasanya perempuan)
menggunakan kata-kata rayuan.
Menyerang, mendorong dan memukul yaitu pelaku melakukan tindakan
fisik yang cenderung ingin melukai korbannya.
Pemalakan harta dan benda pelaku memaksa korbannya untuk menyerahkan
uang dan barangnya
Surat kaleng pelaku memberi pesan ancaman kepada korbannya.
f.
g.
h.
3.
3.
mengalami kesepian, kehilangan dan kesedihan. Hal ini tidak nampak secara
fisik tetapi dalam hatinya rusak, putus asa dan sedih. Anak merasa tidak
dicintai dan tersingkir serta merasa anak harus menyelesaikan
permasalahannya sendiri tanpa meminta bantuan siapa pun semua itu karena
anak terabaikan oleh orang tuanya sehingga anak memunculkan pertahanan
diri dengan cara berbohong dan memanipulasi guna memenuhi
kebutuhannya.
Coloroso (2006) menyatakan bahwa pola asuh permisif terbagi menjadi dua
yaitu struktur yang tidak konsisten dan struktur yang menyingkirkan anak untuk
mengatasi masalahnya sendiri.
Berdasarkan pemaparan beberapa toko tersebut di atas mengenai pengertian
pola asuh permisif, dapat disimpulkan bahwa pola asuh permisif menurut Bee &
Boyd adalah pola asuh yang bersifat toleran, penuh kehangatan dan cenderung
memberi kebebasan. Menurut Hurlock (1980) pola asuh permisif adalah
inkonsistensi antara hukuman, hadiah yang diberikan kepada anak serta tuntutan
yang dominan oleh anak kepada orang tua. Coloroso (2006) menyimpulkan pola
asuh permisif adalah inkonistensi peraturan, ketegasan dan emosi.
4.
yang tidak konsisten dijalankan, persepsi orang tua bahwa anak akan belajar dari
kesalahan yang telah dilakukuan dan tidak ada pemberian hadiah.
Hipotesis
Ada hubungan antara pola asuh permisif dengan intensi bullying
Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas Vlll SMP Muhammadiyah 4
Yogyakarta mahasiswa dengan jumlah subyek 125 orang
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode skala yaitu dengan skala intensi
bullying akademik dan pola asuh permisif
Analisis Data
Metode analisis data dengan menggunakan teknik analisis product moment.
Hasil
Sebelum dilakukan uji hipotesis maka perlu dilakukan asumi terlebih
dahulu. Uji asumsi yang digunakan adalah uji normalitas dan uji linieritas dengan
hasil sebagai berikut:
variabel
Intensi Bullying
Pola Asuh Permisif
Tabel 1
Hasil Uji Normalitas
Empirik
M
SD Min Maks
55,15 6,104
68,50 6,678
38
50
66
84
Hipotetik
Min
Maks
12
12,5
60
62,5
24
25
96
100
b) Hasil uji normalitas sebaran variabel pola asuh permisif adalah normal, di
peroleh skor K-S Z = 0,698 dengan nilai p = 0,715 (p>0,05). Hasil analisis
tersebut menunjukan bahwa skor kedua skala tersebut mempunyai sebaran
normal.
Berdasarkan hasil kategorisasi variabel intensi bullying dapat diketahui
sebagian besar subjek memiliki tingkat intensi bullying dalam kategori sedang
yaitu sejumlah 108 siswa atau 86,4% dari 125 subjek penelitian.
Berdasarkan norma kategorisasi dengan distribusi normal dapat disimpulkan
bahwa kategorisasi skor subyek adalah sebagai berikut:
Tabel 2
Kategorisasi Variabel Intensi Bullying
Interval
F
%
Kategori
X < 428
17
13,6
Rendah
48 X < 72 108
86,4
Sedang
X 72
0
0
Tinggi
Tabel 3
Kategorisasi Variabel Pola Asuh Permisif
Interval
F
%
Kategori
X < 50
1
0,8
Rendah
50 X < 75 109 87.2
Sedang
X 75
15
12
Tinggi
1.
Uji Asumsi
Sebelum dilakukan analisis product moment dari Pearson, terlebih dahulu
dilakukan uji asumsi yang mencakup uji normalitas sebaran dan uji linieritas
hubungan antar kedua variabel.
a.
Uji Normalitas
Uji normalitas sebaran bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada
perbedaan sebaran skor variabel yang dianalisis antara sampel dan populasi,
dengan kata lain sebaran skor suatu variabel sama atau tidaknya sebaran jika
nilai p > 0,05 maka sebarannya normal, dan jika p < 0,05 maka sebarannya tidak
normal.
Uji normalitas menggunakan teknik One Sample Kolmogorov Smirnov.
Uji normalitas sebaran ini dilakukan terhadap dua variabel penelitian, adapun
hasil uji normalitas tersebut adalah sebagai berikut :
c) Hasil uji normalitas sebaran variabel intensi bullying adalah normal, diproleh
skor K-S Z = 1,096 dengan nilai p = 0,181 (p>0,05).
d) Hasil uji normalitas sebaran variabel pola asuh permisif adalah normal, di
peroleh skor K-S Z = 0,698 dengan nilai p = 0,715 (p>0,05). Hasil analisis
tersebut menunjukan bahwa skor kedua skala tersebut mempunyai sebaran
normal.
b.
Uji Linieritas
Uji linieritas merupakan pengujian garis regresi antara variabel bebas dan
variabel tergantung. Uji linieritas ini bertujuan untuk memastikan bahwa sebaran
nilai variabel-variabel penelitian ini dapat ditarik lurus (linier) yang menunjukkan
adanya hubungan yang linier antara variabel-variabel penelitian. Dalam penelitian
ini pengujian linieritas hubungan dilakukan dengan menggunakan teknik analisis
varian. Kaidah yang digunakan untuk mengetahui linier atau tidaknya suatu
hubungan adalah jika p linearity lebih besar daripada 0,05 (p>0,05), maka
hubungan antara kedua variabel tersebut adalah tidak linier, sebaliknya jika p
linierity lebih kecil daripada 0,05 (p<0,05), maka hubungan antara kedua varaibel
tersebut linier. Hasil uji linieritas, pada tabel anova menunjukkan nilai
F=
5,561 dengan p = 0,020 (p<0,05) maka hubungan kedua variabel dinyatakan
linier.
2.
Uji Hipotesis
Analisis data untuk mengetahui teknik korelasi antara variabel pola asuh
permisif dengan intensi bullying menggunakan product moment dari Pearson.
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa besarnya koefisien korelasi antara
kedua variabel adalah r = -0,206 dengan nilai (p) = 0,021 (p<0,05). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pola asuh permisif
dengan intensi bullying.
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pola asuh
permisif dengan intensi bullying. Hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis
yang telah diajukan sebelumnya, Berdasarkan hasil analisis diketahui pula bahwa
besarnya koefesien korelasi antara kedua variabel tersebut adalah r = -0,206
dengan nilai (p) = 0,021 (p<0,05). Hal tersebut diatas terjadi karena teori yang
digunakan dari hipotesis kurang mendukung, Subjek uji coba yang tidak serupa
walaupun usia dan kelas subjek serupa namun lingkungan subjek uji coba tidak
representatif dan alat ukur intensi bullying yang kurang handal yang berarti alat
ukur tidak reliabilitas sehingga hipotesis yang diajukan oleh peneliti di tolak.
Berdasarkan hasil tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh permisif
tidak terbukti mempengaruhi Intensi Bullying walaupun mayoritas subjek
penelitian berada pada kategori sedang (86,4%), hal ini menunjukkan bahwa
intensi bullying pada siswa kelas Vlll SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta dalam
kategori sedang. Mayoritas pola asuh permisif pada subjek penelitian berada pada
kategori sedang (87,2%), hal ini mengindikasikan bahwa ada dugaan faktor-faktor
diluar pola asuh permisif yang mempengaruhi intensi bullying.
1.
2.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
intensi bullying dengan pola asuh permisif.
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa variabel pola asuh permisif
memberikan sumbangan efektif sebesar 4,2% terhadap variabel intensi
3.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan serta kesimpulan di atas dapat
diajukan beberapa saran.
1.
Secara teoritis
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna.
Keterbatasan penelitian ini yaitu hanya mengkaji pola asuh permisif, padahal
masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi atau berperan terhadap
intensi bullying di sekolah. Untuk itu penelitian selanjutnya yang tertarik
melakukan penelitian mengenai intensi bullying, disarankan menggunakan
faktor-faktor lain diluar pola asuh permisif seperti, faktor lingkungan, faktor
media, faktor budaya, faktor teman sebaya dan faktor senioritas.
Daftar Pustaka
Astuti, P.R. 2008. Meredam Bullying: 3 cara Efektif Menanggulangi Kekerasan
pada Anak. Jakarta: Grasindo.
Anonim. 2008. Bullying: Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan lingkungan sekitar
anak. Jakarta: PT. Grasindo.
Azwar, S. 1996. Tes Prestasi, edisi kedua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2009. Penyusun Skala Psikologis. Edisi 1 cetakan Xll. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Bee, H. & Boys, D. 2007. The Developving Child. Eleventh Edition. USA :
Paramount Publishing.
Berndt, T. J. 1992. Child Development. USA : Harcourt Brace Javanovich
Publisher.
Bornstein, M. H. (Ed.). (2002). Handbook of Parenting: Practical Issues in
Parenting (2nd ed., Vol. 5). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates,
Inc.
Baumrind, D. (1991). The Influence of Parenting Style on Adolescent
Competence and Substance use. Journal of Early Adolescence, 11(1), 5695.
Brooks, J. 2011. The Process of Parenting. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
80
Chaplin, J.P. 2009. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Pustaka.
Coloroso, B. 2006. Penindas, Tertindas, dan penonton. Jakarta : PT SERAMBI
ILMU SEMESTA
Craig, D.2006. Bullying. England : Indevendence.
Craig, W. M., Pepler, D. And Atlas, R. 2000. Observation of Bullying in the
playgroup and in the Classroom. Journal of School Psychology
International, Volume 21, 22-36.
Djuwita, R, 2006. Masalah Tersembunyi Dalam Dunia Pendidikan Di Indonesia.
Workshop Bullying. 29 April. Jakarta : Universitas Indonesia
http://www.google.com/bullying/WEBSITE--Direktorat Pembinaan Sekolah
Luar Biasa.
Duana. 2010. Hubungan antara Kecerdasan Emosi pada Remaja Siswa SMP
dengan Intensitas Melakukan Bullying di sekolah. Skripsi (tidak diterbitkan)
Yogyakrta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Elseviers Science & Technology Rights Department in Oxford,UK.
2004.Bullying : Implication Classroom. Cheryl E.S. & Gery D.P.(editor).
London : Educational Psychology Series.
Flynt, S.W. & Marton, R.C. 2006. Alabama Elementary Principals Perception of
Bullying. Education, 2, 187-191.
Gini, G. 2004. Bullying in Italain School An Overview of Intervention Programs.
School Psychology International, 25, 1, 106-106.
Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang
rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Hurlock, E.B 1990. Perkembangan Anak. Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
J.P. Chaplin, 2005. Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah: Dr. Kartini Kartono.
Jakarta : PT RajaGrafindo
http//www.google.co.id/bullying10/04/2012.
Wikepedia,
the
free
encyclopedia.htm
81
82