You are on page 1of 8

SINDROM STEVEN-JOHNSON

Ariyanto Harsono, Anang Endaryanto

Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi


mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa
orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara lain : sindrom de
Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema poliform
bulosa,sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll.
PATOFISIOLOGI
Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor,
walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat.
Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri,
parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis,
kontraseptif), makanan (coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain
(penyakit polagen, keganasan, kehamilan). Patogenesis SSJ sampai saat ini belum
jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi
kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya
dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type
hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang
spesifik.

GEJALA KLINIK/Symptom
Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit
menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam
derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.
Setelah itu akan timbul lesi di :

Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir
seluruh tubuh.
Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah.
Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran mukosa,
membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis
ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran utama.
Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata
edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat
menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang
menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari
mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai

terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31
tahun.

DIAGNOSA
Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata,
serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris
atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium
antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi
dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia dapat dijumpai
pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, terdapat
peningkatan eosinofil. Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit
menurun dan dapat dideteksi adanya kompleks imun beredar. Biopsi kulit direncanakan bila lesi
klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bisa membantu diagnosa kasus-kasus atipik.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding utama adalah nekrosis epidermal toksik (NET) dimana manifestasi
klinis hampir serupa tetapi keadaan umum NET terlihat lebih buruk daripada SSJ.

PENATALAKSANAAN
Pada umumnya penderita SSJ datang dengan keadan umum berat sehingga terapi
yang diberikan biasanya adalah :

Cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.


Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi
kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.

Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian


selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih
kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada
anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang
signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan
menyelamatkan nyawa.

Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat (Avil)
dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15
mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk
usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari.
Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.

Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.

Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.

Lesi mulut diberi kenalog in orabase.

Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum
luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena
8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.

PROGNOSIS
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam waktu
2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai
komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila
terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Darmstadt GL, Sidbury L. Vesicobullous disorders. In: Behrman RE, Kliegman
RM, Jenson HB (eds) : Textbook of Pediatrics. 17th Ed Philadelphia, WB
Saunders 2004. pp. 2181-4.
2. Carroll MC, Yueng-Yue KA, Esterly NB. Drug-induced hypersensitivity syndrome
in pediatric patients. Pediatrics 2001; 108 : 485-92.
3. Gruchalla R. : Understanding drug allergies. J Allergy Clin Immunol 2000; 105 :
S637-44.
4. Reilly TP, Lash LH, Doll MA. A role for bioactivation and covalent binding within
epidermal keratinocytes in sulfonamide-induced cutaneous drug reactions. J
Invest Dermatol 2000; 114 : 116473.
5. Yawalkar N, Egli F, Hari Y. Infiltration of cytotoxic T cells in drug-induced
cutaneous eruptions. Clin Exp Allergy 2000; 30 : 847-55.
6. Yawalkar N, Shrikhande M, Hari Y. Evidence for a role for IL-5 and eotaxin in
activating and recruiting eosinophils in drug-induced cutaneous eruptions. J
Allergy Clin Immunol 2000; 106 : 1171-76.

Tulisan ini dikirim pada pada Sabtu, Februari 17th, 2007 8:44 am dan di isikan dibawah Kedokteran. Anda dapat
meneruskan melihat respon dari tulisan ini melalui RSS 2.0 feed. r Anda dapat merespon, or trackback dari website
anda.

Colour Atlas of Infectious Disease


OLeh Ronald T.D. Emond, Philip D. Welsby, H.A.K. Rowland

Perpustakaanku | Masuk

syndrome steven johnson

Telusuri Buku

Penelusuran Buku Lanjutan

Color atlas of oral diseases


Oleh George Laskaris

2
ResensiTulis
resensi
Tentang buku
ini
Cari

Tambahka
n ke
Halaman 246
Perpustakaan Isi
ku
Tautan
Umpan balik
Dapatkan

buku ini
Thieme
Amazon.com
BukuKita.com
Gramedia
Cari di
perpustakaan
Semua penjual

Buku
terkait

Semua buku
terkait
Pesan
Sponsor
Periodontist
in Singapore
Dental
Specialists in
Periodontics
Dr Henry
Wong Meng
Yeong
periodonticsi
nc.com.sg/62
35_2335
Halaman ditampilkan
dengan izin
Thieme. Hak Cipta

You might also like