You are on page 1of 8

Sudah selama 66 tahun

Negara Kesatuan Republik Indonesia ini

merdeka dan telah lepas dari belenggu penjajahan, tentunya negara ini pun
telah

ini

pun

perekonomiannya

mampu
selama

membangun
kurun

waktu

dan
66

menjalankan

tahun

ini

kegiatan

dengan

sistem

perekonomian yang dianut. Negara ini telah mampu membawa ekonominya


sempat menjadi swasembada pangan pada masa pemerintahan orde baru
dan telah mampu menjadi Negara yang tidak terlalu terkena dampak akibat
lesunya perekonomian dunia pada tahun 2008 lalu dimana pertumbuhan
ekonomi negara-negara lainnya sampai pada titik minus, tetapi negara ini
mampu tetap tumbuh perekonomiannya dengan baik. Semua kegiatan
ekonomi itu tidak bisa dijalankan dengan baik kalau tidak menggunakan
system ekonomi yang baik, tanpa perumusan dan fundamental ekonomi
yang kuat.
Mengingat sistem ekonomi Indonesia sekarang ini adalah Demokrasi
Ekonomi yang efisien sebagaimana yang tercantum dalam amandemen UUD
1945

pasal 33 ayat 4 yaitu pembaharuan dari ayat 1, maka tidak ada

salahnya kita mempelajari bagaimana dan apa yang dimaksud dengan


sistem Demokrasi Ekonomi yang efisien itu, lalu apa sajakah perbedaan
dengan sistem ekonomi Indonesia sebelumnya, adakah tumpang tindih
kepentingan di dalamnya dan apakah penerapan sistem yang baru itu cocok
dan tidak bertentangan dengan ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila.
Kondisi tersebut di atas jika berjalan terus menerus tanpa adanya
pengetahuan mendasar tentang sistem ekonomi yang negara ini anut, maka
secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi upaya
pembentukan kepribadian bangsa dalam bidang ekonomi, sistem ekonomi
apa yang seharusnya negara ini anut, dan bagaimana penerapannnya dalam
kehidupan berbangsa dan bertanah air, lambat laun semuanya menjadi abuabu serta adanya tumpang tindih dan ketidak jelasan dalam pelaksanaan
kegiatan ekonomi.

Dalam era globalisai sekarang ini, kita sering sekali mendengar


tentang sistem ekonomi kerakyatan/pancasila yang dibandingkan dengan
sistem ekonomi liberal seperti di buku-buku pelajaran SMA atau bahkan
sampai jurnal-jurnal lainnya. Sebenarnya kalau kita berbicara mengenai
sistem ekonomi kerakyatan adalah bahwa kita tidak bisa lepas dari UUD
1945 pasal 23, 27, 33 dan 34 dan ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila,
karena disitu tercermin gambaran secara luas mengenai apa dan bagaimana
sistem ekonomi kerakyatan itu. Cerminan sistem ekonomi Indonesia bertolak
kepada UUD 1945 dan pancasila karena penerapan sistem ekonomi pun
tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan negara itu sendiri.
Mengapa sistem ekonomi kerakyatan? itu pertanyaan pertama yang
muncul di hampir setiap benak pembaca ketika membaca phrase ekonomi
kerakyatan. Jika kembali ke masa penjajahan

Di masa penjajahan,

pertumbuhan eonomi berlangsung berdasarkan Kompetisi persaingan bebas.


Dalam pertarungan kompetisi ekonomi serupa
tertinggal

ini, bangsa

Indonesia

karena tidak memiliki alat-alat produksi yang memadai. Maka

sistem ekonomi liberal serupa ini menambahkan ketidakadilan dalam


pembagian pendapatan, karena yang ekonominya kuat, akan semakin kuat,
sedangkan yang ekonominya lemah akan semakin ketinggalan.
Oleh sebab itu dari Pancasila yaitu adalah sila ke-5 "Keadilan Sosial"
yang paling relevan untuk ekonomi. Sila ini mengandung bermakna, yakni
sebagai prinsip pembagian pendapatan yang adil, merata dan mudah
difahami. Ditambah mengenai pasal 27 dimana tentunya semua masyarakat
di dalam iklim kehidupan kenegaraan ingin memiliki lapangan pekerjaan
yang terjamin. Oleh karena itu, pasal 27 mewajibkan semua dari kita (baik
penguasa tajir maupun warga negara biasa) menjunjung tinggi hukum
diamana tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak. Hak atas pekerjaan tentunya tidak melulu kepada golongan

tertentu saja , melainkan semua berhak memperoleh kesempatan yang


sama

Selain itu Ekonomi Pancasila pun juga tercermin dari pasal 33 yaitu sbb :
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau
penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang
diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian
disusun

sebagai

usaha

bersama

berdasar

atas

asas

kekeluargaan.

Implementasi perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi. Koperasi


adalah

bukan

satu-satunya

instrument

untuk

mewujudkan demokrasi

ekonomi. koperasi merupakan lembaga ekonomi rakyat yang mampu


mengerakkan perekonomian rakyat dengan potensi memacu terwujudnya
demokrasi ekonomi.
Di dalam demokrasi ekonomi yang terpenting adalah seseorang berhak
mendapatkan

kesejahteraan

yang

sebaik-baiknya

dan

mempunyai

kesempatan yang sama untuk dapat melakukan kegiatan ekonomi yang


akhirnya dapat memenuhi kesejahteraan semua orang. Koperasi secara

teoritis memiliki karakter yang selaras dengan semangat demokrasi,


berkaitandengan fakta sejarah koperasi merupakan respon masyarakat atas
situasi

ekonomi

kapitalistik

yang

tidak

demokratis,

dan

mampu

melaksanakan kegiatan usahanya secara profesional. Tetapi apa yang terjadi


sekarang adalah bahwasanya koperasi telah dipandang sebelah mata, setiap
kali mendengar kata koperasi orang atau bahkan remaja-remaja saat ini
adalah

bahwa

koperasi

merupakan

badan

usaha

kecil,

yang

sudah

ketinggalan jaman, yang bermukin sebagian besar hanya di pedesaan saja

Sehingga jelas bahwa sistem ekonomi Pancasila bukan saja menolak


free fight liberalism akan tetapi juga etatisme (ekonomi komando), di mana
negara beserta aparatur ekonomi negara bertempat penuh dan mematikan
inisiatif masyarakat atau dengan kata lain bisa dibilang campuran. Dan
bukan berarti bahwa negara hanya berpangku-tangan. Pasal 33 juga
menekankan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara.

Sedangkan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi
dikuasai negara untuk digunakan bagi kemakmuran rakyat. Jadi negara
menguasai sektor-sektor yang strategis. Kalau tidak produksi akan jatuh ke
tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat banyak ditindasinya, orangorang yang berkuasa akan menyalahgunakan kekuasaan, akan habis-habisan
ber-KKN karena melalaikan asas kekeluargaan. Jadi setiap masyarakat bebas
berjalan di jalan-jalan mereka masing-masing, akan tetapi di dalam

kebebasan itu terkandung pertanggung jawaban untuk mengutamakan


kepentingan umum.

Apabila

semua

sudah

berjalan

dengan

baik,

tetapi

ditengah

perjalanan kondisi ekonomi memburuk dan masyarakatpun dihadapkan


dengan situsai yang sangat sulit, banyak yang terlempar ke jurang
kemiskinan sehingga pengangguran pun meningkat , maka dengan tegas
negara akan menanggung dan memeliharanya. Seperti yang tertera dalam
Pasal 34 :
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.

Maka begitulah secara sederhana sistem ekonomi Pancasila. Ia tidak


ketat seperti sistem ekonomi etatisme ala Uni Sovyet, tidak pula liberal ala
Amerika Serikat. Ia adalah kebebasan dengan tanggung jawab, keteraturan
tanpa mematikan inisiatif rakyat, mengejar masyarakat yang adil dan
makmur .

Namun tatkala (ayat 4) Pasal 33 UUD 2002 dalam proses amandemen


UUD 1945 dipertahankan mati-matian oleh kelompok ekonomi liberalis
melalui tangan-tangannya maka tidak lain yang bisa kita lakukan hanyalah
melumpuhkan-balik

paham

liberalisme

ekonomi

dengan

menyisipkan

perkataan "berkeadilan" di belakang perkatan "efisiensi" sehingga berubah


menjadi

"efisiensi

berkeadilan"

yaitu

4)

Perekonomian

nasional

diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi, kebersamaan, efisiensi

berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta


dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Perkataan efisiensi berkeadilan ini sudah merubah keseluruhan niat
memasukkan pandangan neoliberalisme ekonomi (membuka jalan ke arah
kapitalisme dan imperialisme baru) ke dalam Pasal 33 UUD 2002. Kata
"efisiensi" ini dalam perekonomian berorientasi pada maximum gain dalam
badan usaha ekonomi dan maximum satisfaction dalam transaksi ekonomi
orang-seorang. Inilah paham ekonomi sebagai wujud dari liberalisme
ekonomi/neolibealisme yang beroperasi melalui pasar-bebas.
Kesalahan terbesar kita adalah bahwasanya saat ini kita telah terlalu
mendewa-dewakan yang namanya pasar bebas, bahkan terkadang sering
terbesit perkataan bahwa Kabinet harus ramah terhadap pasar, kenapa
kriteria jadi menteri ekonomi harus orang yang bersahabat kepada pasar?
Bukan kepada rakyat? Sebenarnya siapa yang berdaulat, pasar atau rakyat.
Bukannya pasar itu adalah kelompk penguasa dana (penerima titipan dana
dari luar negeri, para pelaku KKN, termasuk para penyamun BLBI, dsb dsb)
lalu para penguasa stok barang (termasuk penimbun dan pengijon). para
spekulan (baik di pasar umum dan pasar modal), dan para penguasa stok
barang (termasuk tukang penimbun dan pengijon).

UUD 1945 jelas jelas

menyatakan bahwa rakyatlah yang berdaulat, bukan pasar. Oleh karena itu
pasar harus tetap dapat terkontrol, terkendali, tetapi sebaliknya pasarlah
yang disebut sebagai alat ekonomi, yang harus mengabdi kepada negara.

Maka demikian itulah, apabila kita ingin mempertahankan kedaulatan


rakyat, maka Pasal 33 UUD 1945 hendaknya tidak dirubah, usaha bersama
dan asas kekeluargaan adalah kata-kata dan makna mulia yang harus tetap
dipertahankan. Menghilangkan usaha bersama dan asas kekeluargaan .

Sebenarnya maksud pemerintah mengamandemen pasal 33 pun tidak


argumentative sementara pasal 33 UUD 1945 tidak pernah punya andil
sedikitpun dan keterpurukan ekonomi saat ini, suatu keterpurukan terberat
dalam sejarah bangsa ini bahkan. Lagipula bukan Pasal 33 UUD 1945 yang
mengakibatkan kita terjerumus ke dalam jebakan utang (debt-trap) yang
seganas ini.
Pasal 33 UUD 1945 tidak salah apa-apa ! , tidak ikut memperlemah
posisi ekonomi Indonesia sampai kita terhempas oleh krisis moneter. Pasal
33 UUD 1945 tidak ikut salah apa-apa dalam menghadirkan krisis ekonomi.
Bukan Pasal 33 UUD 1945 yang menjebol Bank Indonesia dan menimbulkan
masalah BLBI. Bukan Pasal 33 yang menghadirkan kesenjangan ekonomi
(yang kemudian membentuk kesenjangan sosial yang tajam dan mendorong
disintegrasi sosial ataupun nasional), meminggirkan rakyat dan ekonominya.
Bukan pula Pasal 33 yang membuat distribusi pendapatan Indonesia
timpang. Lalu, mengapa kita justru mendewa-dewakan globalisasi dan pasar
bebas yang penuh jebakan, trick dan semacamnya.
Oleh karena itu, saat ini diperlukan percepatan pertumbuhan ekonomi
yang berkeadilan dan berkelanjutan melalui program investasi, menjaga
stabilitas ekonomi makro, dan peningkatan dan perbaikan UMKM. Namun,
tetap perlu bagi pemerintah untuk mau belajar dan bercermin dari kegagalan
pemerintah Orde Baru. Konsistensi berupa implementasi dan pengawasan
evaluatif harus dijalankan secara benar dan konsekwen.
Pemerataan ekonomi yang dicapai tidak hanya untuk mewujudkan
pembangunan ekonomi yang humanistik, namun juga mengamalkan amanat
yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang menjelaskan bahwa
tujuan negara Indonesia adalah terciptanya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Sembari mencegah lunturnya semangat nasionalisme,
perlu didorong strategis bisnis masyarakat dengan tetap bertolak dari
kepentingan menjaga NKRI.

You might also like