Professional Documents
Culture Documents
ALTERASI HIDROTERMAL
Pendahuluan
Alterasi hidrothermal adalah pergantian mineralogi dan komposisi kimia yang terjadi
ketika batuan berinteraksi dengan fluida hidrothermal (White, 1996). Alterasi terjadi
pengisian rekahan-rekahan oleh urat-urat atau gangue. Jika kenampakan alterasi ini pada
tubuh batuan memiliki pola keteraturan maka kita bisa membaginya menjadi suatu zona
yang disebut zona alterasi hidrotermal. White (2006) mendeskripsikan faktor-faktor yang
berpengaruh dalam alterasi hidrothermal menjadi tiga faktor utama antara lain bagaimana
batuan berinteraksi dengan fluida hidrothermal, rasio perbandingan air dan batu, dan
komposisi fluida hidrothermal.
pada batuan. Jika jumlah fluida yang kontak terhadap batuan sedikit maka perubahan
kimia yang terjadi pada mineral-mineral penyusun batuan sedikit, penambahan fluida
hanya berfungsi untuk membentuk mineral-mineral hidrous (klorit, serisit dan lain
Jika rasio perbandingan fluida dan batuan tinggi, maka mineral-mineral penyusun batuan
yang mungkin untuk teralterasi dapat teralterasi, dan komposisi keseluruhan tubuh batuan
secara substansial akan terubah, dalam proses ini berasosiasi dengan metasomatisme
mayor. Dalam kasus ini faktor yang paling mempengaruhi alterasi batuan berupa
komposisi kimia fluida hidrothermal.
II-1
Pengaruh alterasi hidrothermal terhadap batuan dapat dibagi menjadi tiga (White,
1996) yaitu :
1) Pengaruh yang bekerja pada individual mineral secara selektif, proses ini
terjadi dalam dua kondisi dimana batuan yang berinteraksi fluida bersifat tidak
reaktif sehingga hanya mineral-mineral yang dapat bereaksi dengan fluida yang
dapat menunjukkan pengaruh alterasi. Atau jumlah fluida yang sedikit (rasio
fluida:batuan rendah). Proses ini umumnya terjadi pada zona alterasi propilitik.
2) Pengaruh yang terjadi hanya pada urat dan sekitarnya, pengaruh ini dapat
digunakan jika alterasi yang teramati di batuan hanya berhenti di sekitar tubuh urat
dan tidak terjadi mineralisasi mayor di sana. Pengaruh jenis ini dapat digunakan
untuk
menunjukkan
posisi
pusat
sumber
fluida
hidrothermal
dengan
b. Batuan memiliki banyak rekahan yang memungkinkan bagi fluida untuk masuk
ke dalamnya dan mengalterasi seluruh batuan tersebut.
Kondisi suhu dan tekanan juga menentukan mineral-mineral alterasi terbentuk, misalnya
pada suhu 250C kehadiran mineral-mineral klorit akan berkurang dan digantikan oleh
Adapun kelompok mineral-mineral ubahan menurut Corbett dan Leach (1996) serta
a. Kelompok silika yang terbentuk pada pH rendah (<2) yang berasosiasi dengan
kandungan besi titanium seperti rutil. Pada suhu <100C dengan kondisi keasaman
II-2
larutan hidrothermal yang ekstrim akan terbentuk silika opal, kristobalit dan
tridymit. Sedangkan pada suhu 100C-200C akan terbentuk kalsedon, dan pada
suhu yang tinggi (>200C) akan terbentuk mineral silika amorf.
b. Kelompok mineral alunit, ketika kandungan pH dari larutan hidrothermal >2 akan
terbentuk asosiasi mineral silika dengan mineral andalusit, ketika suhu larutan
alunit yang berbeda yaitu steam heated alunite yang terbentuk di bawah permukaan
dengan kedalam berkisar 1-1,5 km yang dipengaruhi oleh kandungan asam yang
tinggi yang dibawa oleh gas H2S yang terjadi akibat pendidihan pada sistem
kristal-kristal yang menjarum. Supergene alunite yaitu hasil dari asam sulfurik oleh
pelapukan dari endapan sulfida yang masif, dengan bentuk kristal menjarum yang
serupa dengan produk steam heated alunite, kelompok alunit jenis ini dapat
dibedakan dengan jenis sebelumnya berdasarkan tatatan geologinya dan juga
dijumpai adanya kandungan oksida besi sebagai salah satu hasil lapukan. Magmatic
alunite, terendapkan dari volatil yang berasal dari intrusi dan umumnya terjadi
pada zona urat-urat dan breksi, dengan bentukan kristal radier prismatik, pada
lingkungan yang dekat dengan sistem porfiri terbentuk mineral-mineral alunit yang
memiliki kristal yang tidak beraturan bertekstur poikilitik dan kontak dengan
mineral kuarsa, liquid alunite terbentuk dari larutan yang berasal dari magma
dengan kristal yang dihasilkan kasar dengan bentuk tabular atau seperti berbilahbilah.
c. Kelompok kaolin, terbentuk dari lingkungan dengan fluida berkadar pH lebih tinggi
(berkisar 4) dengan mineral yang terbentuk berupa kaolin dengan suhu yang
berkisar <150C-200C dan propilitik pada suhu <200C-250C. dimana dickit dapat
dijumpai pada daerah transisi diantara kisaran suhu kedua tingkatan sebelumnya.
tinggi (berkisar 4-6). Pada daerah transisi pH 4-5 akan dijumpai mineral-mineral
kaolin yang mendominasi. Pada suhu <150C-200C akan dijumpai mineral smektit
II-3
netral klorit-karbonat, dengan terjadi adanya transisi dari kelompok illit, berupa
asosiasi antara mineral klorit dan smektit pada suhu yang rendah, dan didominasi
oleh klorit pada suhu yang lebih tinggi.
f. Kelompok kalksilikat, kelompok ini ditandai dengan hadirnya asosiasi zeolit-kloritkarbonat pada suhu yang rendah dengan kondisi pH larutan hidrothermal bersifat
alkali netral. Dan pada suhu yang tinggi akan terbentuk mineral-mineral amfibol
sekunder (aktinolit). Zeolit merupakan jenis mineral yang sensitif terhadap
zeolit (natrolit, kabazit, mordenit, stilbit, dan heulandit), pada suhu 150C-200C
muncul mineral berupa laumontit, pada suhu 200C-300C muncul mineral Wairakit
yang terbentuk pada kondisi lebih dalam dan lebih panas dalam sistem
hidrothermal. Pada beberapa sistem hidrothermal lain juga muncul mineral prehnit
dan pumpellite menggantikan epidot (Elders et al.,1982). Epidot terbentuk pada
suhu 180C-220C dengan bentuk butiran yang buruk, dan pada suhu >220C-250C
akan membentuk butir mineral yang baik. Amfibol sekunder (utamanya aktinolit)
terbentuk pada sistem hidrothermal aktif yang stabil pada suhu berkisar >280C300C (Leach et al.,1983). Biotit dapat ditemukan pada zona bersuhu >300C-325C
dan juga lingkungan porfiri. Lingkungan sistem porfiri aktif ditandai dengan
Mineral-mineral ini berasosiasi dengan mineral illit, kaolin, klorit dan fase kalksilikat. Mineral-mineral Feldspar yang berasosiasi dengan mineral klorit dan fase
II-4
alunit akan terbentuk pada pH rendah (<3-4) dan anhydrit pada pH yang lebih
tinggi, dan suhu lebih tinggi dari 100-150C dan gypsum terbentuk pada suhu yang
lebih rendah.
II-5
Selama proses alterasi terjadi terdapat beberapa jenis reaksi kimia yang terjadi
yaitu :
c. Metasomatisme alkali dan alkali tanah; merupakan reaksi aktif antara fluida
d. Dekarbonasi; merupakan reaksi yang terjadi pada pusat area skarn, dimana
mineral-mineral karbonat (kalsit atau dolomit) tergantikan oleh mineralmineral silika dan mengalami kombinasi dengan komponen-komponennya
kandungan ferri-ferrous iron, dan mineralogi sulfur dan ikatan lainnya. Reaksi ini
juga berpengaruh pada sistem yang bereaksi dengan kandungan unsur
vanadium, uranium, mangan dan pasangan-pasangan redoks lainnya.
Terdapat berbagai macam pembagian dari jenis-jenis alterasi yang terjadi di batuan,
pembagian ini didasari oleh asosiasi mineral-mineral ubahan yang terbentuk pada
zona laterasi tersebut. Adapun pembagian alterasi menurut Guilbert (1986)
berdasarkan pembagian oleh Meyer dan Hemley (1967) yaitu:
kandungan biotit dan serisit, umumnya disertai dengan sisa kandungan kalsium-
penggantian kandungan hornblenda atau klorit oleh biotit dan plagioklas KFledspar.
Gambar 2.2. Contoh alterasi hidrothermal pada batuan tipe potasik yang ditandai adanya
kehadiran K-feldspar dan biotit (dari http: pangea.stanford.edu/research/ODEX/kurtgsn.html abyss.elte.hu).
3. Alterasi filik atau serisitik, merupakan alterasi yang didominasi oleh serisit
pilosilikat, sebuah nama yang diberikan karena terdapatnya asosiasi dengan
titanium biotit, serta sphene dan mineral aksesoris lainnya. Terdapat tambahan
mineral biotit atau biotit-klorit yang tidak dibarengi dengan kehadiran Kfeldspar. Tipe alterasi tersebut dapat dijumpai dengan batuan asal seperti batuan
andesit mafik pada sistem porfiri
Gambar 2.3. Contoh alterasi hidrothermal pada batuan tipe propilitik yang ditandai
adanya kehadiran klorit, kalsit dan epidot (dari http:
www.unituebingen.de/uni/emi/agarkl/pages/research/pages/hornberg/hornberg.html)
II-8
Gambar 2.4. Contoh alterasi hidrothermal pada batuan tipe filik yang ditandai adanya
kehadiran klorit dan muskovit (dari http: www.unituebingen.de/uni/emi/agarkl/pages
/research/pages/hornberg/hornberg.html)
kandungan alkali-alkali tanah dalam jumlah yang besar. Alterasi ini terjadi pada
suhu yang rendah dan rendah perbandingan rasio K+/H-.
Gambar 2.5. Contoh alterasi hidrothermal pada batuan tipe argilik yang ditandai adanya
kehadiran montmorilonit dan kaolin (dari http: pangea.stanford.edu/research/ODEX/kurtgsn.html abyss.elte.hu)
II-9
5. Argilik lanjut, menunjukkan adanya pebandingan rasio K +/H+ dan Na+/H+ yang
rendah dan terbentuk pada kondisi asam yang tinggi dengan fluida yang kaya
akan kandungan H+. Peluluhan yang kuat terhadap semua kandungan alkali
pyrofilit-andalusit, pada suhu yang lebih rendah akan terbentuk mineral kaolin
atau dickit dalam jumlah banyak. Kuarsa melimpah dan alunit, topaz, zunyite,
turmalin dan hidro-kloro-fluor-boro-aluminosilika lainnya juga terbentuk.
Distribusi dari argilik lanjut kurang beraturan daripada tipe alterasi lainnya
tetapi umum dijumpai pada daerah yang mengalami mineralisasi.
Gambar 2.6. Contoh alterasi hidrothermal pada batuan tipe argilik lanjut pada batuan
(dari http://www.ppmpng.com/gallery.html).
6. Greisen hampir sama dengan argilik lanjut atau filik tetapi menunjukkan lebih
banyak kandungan serisit atau muskovit dan tidak adanya kehadiran pyrofilit.
7. Skarn merupakan asosiasi dari kandungan silika yang kaya akan besi dan
II-10
Gambar 2.7. Contoh alterasi hidrothermal pada batuan tipe Greisen pada batuan dengan
kehadiran mineral muskovit (dari http: www.unituebingen.de/uni/emi/agarkl/pages
/research/pages/hornberg/hornberg.html).
Gambar 2.8. Contoh alterasi hidrothermal pada batuan tipe skarn pada batugamping atau
dolomit dengan mineral sekunder yang hadir sfalerit, garnet, dan pirit (dari
http://gsc.nrcan.gc.ca/mindep/photolib/porph/babine/index_e.php).
II-11
Gambar 2.9. Klasifikasi jenis alterasi menurut Meyer dan Hemley, (1967). Keterangan A
menunjukkan kandungan Al2O3, K menunjukkan kandungan sodium dan potasium, F
menunjukkan kandungan besi dan magnesium, C menunjukkan kandungan kalsium.
II-12
Tabel 2.1. Klasifikasi jenis alterasi jenis aluminosilikat pada batuan vulkanik,
sedimen dan metamorf (Meyer dan Hemley, 1967)
Jenis
alterasi
Argilik
Sersitik
Propilitik
Mineral-mineral
kunci
Mineralmineral
aksesoris
Smektit
atau Sulfida, zeolit,
perlapisan antara kuarsa, kalsit
smektit-illit
Serisit (illit) dan Sulfida, oksida,
kuarsa
kaolinit
(minor)
suhu
Kimia Fluida
<200C
Kondisi
pH
netral,
+
+
aCa /aH moderat
>220C
Epidot
250C
Potasik
Biotit, Kfeldspar,magnetit
Epidot, klorit,
muskovit
320C
Argilik lanjut
(temperatur
tinggi)
Pyropilit, diaspor,
dan andalusit
Propilitik
Dalam
Argilik lanjut
(temperatur
rendah)
Epidot dan
aktinolit
Kaolinit, dan
Alunit
300C
180C
pH
netral
kandungan
meningkat
tetapi
aH+/aK+
pH netral kandungan
aCa+/zH+ relatif tinggi
pH netral kandungan
aCa+/zH+ relatif tinggi
pH netral kandungan
aK+/aH+ relatif tinggi
Kondisi pH asam
1. Warna batuan,
2. Tekstur batuan
II-13
agregat mineral
serta struktur dari batuan tersebut yang masih terekam dengan baik sesudah
Tekstur ini menunjukkan tidak adanya tektur sisa dari batuan asal, karena
mineral-mineral
sekunder
terbentuk
memotong/menghilangkan
II-14
contohnya pola butiran kristal pada batuan beku, sturktur berlapis pada
batuan sedimen, struktur aliran, dan struktur organisme.
Menurut Bastin (1931) dan Schouten (1934), dalam Guilbert (1986) jenis-jenis
tekstur tersebut meliputi tekstur megaskopis dan mikroskopis. Tetapi secara umum
tekstur tersebut dapat digunakan pada pengamatan megaskopis di lapangan. Adapun jenisjenis tektur yang dapat dijumpai pada batuan teralterasi sebagai berikut:
No
Gambar
Tekstur
1.
2.
3.
II-15
4.
5.
6.
Dinding-dinding yang tidak berpasangan atau batasbatas dari rekahan, jika pergantian terjadi di luar dari
pusat rekahan. Sisi depan dari bagian yang berlawanan
tidak akan memiliki kesamaan dengan sisi satunya. Pada
gambar di samping ditunjukkan oleh tanda panah dan
garis-garis putus yang melalui rekahan.
7.
II-16
8.
9.
10.
11.
12.
II-17
13.
14.
15.
16.
17.
II-18
18.
19.
3. Mineralogi :
4. Kehadiran gangue (pengisian rekahan oleh mineral silika, karbonat atau sulfida)
atau urat (pengisian rekahan oleh gangue dan mineral logam) (Guibert, 1986).
e. Sangat kuat, batuan teralterasi keseluruhan, tekstur utama masih dapat terlihat
f. Total, batuan telah teralterasi lengkap, tekstur utama telah hilang.
7. Deskripsi mineralogi
11. Interpretasi (himpunan alterasi), kondisi lingkungan alterasi mencakup suhu dan
tingkat keasaman.
II-20