Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh,
Advent Eden E0012010
Deny Riyan E0012101
Yunus Della E0012421
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam latar belakang sendiri memuat pemikiran dan alasan-alasan perlunya
penyusunan Naskah Akademik sebagai acuan pembentukan Rancangan UndangUndang atau Rancangan Peraturan Daerah tertentu. Latar belakang menjelaskan
mengapa pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan
Daerah suatu Peraturan Perundang-undangan memerlukan suatu kajian yang
mendalam dan komprehensif mengenai teori atau pemikiran ilmiah yang berkaitan
dengan materi muatan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah
yang akan dibentuk. Pemikiran ilmiah tersebut mengarah kepada penyusunan
argumentasi filosofis, sosiologis serta yuridis guna mendukung perlu atau tidak
perlunya penyusunan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah.
Dalam Naskah Akademik Yang kami analisis isi dari latar belakang berikut terdapat
kesesuaian dengan kerangka acuan dalam penyusunan naskah akademik, yakni :
Melihat semakin berkembang dan cepatnya dinamika kehidupan sosial masyarakat
yang membutuhkan pengaturan hukum, maka penyusunan Naskah Akademik sebagai
langkah awal pembentukan peraturan perundang-undangan nampaknya menjadi
semakin penting dilakukan. Demikian juga dengan rencana pembentukan Perda yang
akan mengatur tentang
penyelenggaraan
bangunan
gedung
di Kabupaten
Pekalongan, juga memerlukan pengkajian yang mendalam baik dari aspek teori,
metodologi, serta teknik perancangannya. Melalui pembuatan naskah akademik
tersebut diharapkan akan melahirkan Perda Bangunan Gedung yang tidak hanya baik
dari aspek normatifnya, tetapi juga sejalan dengan situasi, kondisi, serta aspirasi
masyarakat Kabupaten Pekalongan. Artinya, hal-hal yang berkaitan dengan
penyelenggaraan bangunan gedung, baik aspek filosofis, yuridis, sosiologis, maupun
ekologisnya dapat dikaji dengan baik. Ada beberapa alasan yang mendukung perlu
disusunnya sebuah Naskah Akademik bagi pembentukan Perda Bangunan di
Kabupaten Pekalongan, yaitu:
Pertama, melalui Naskah Akademik yang disusun secara holistik, komprehensif, dan
futuristik, maka berbagai faktor terkait dengan keberadaan, kualitas, dan karakteristik
bangunan gedung dapat dikaji baik dalam konteks normatif, terkait dengan sistem
hukum nasional, maupun dalam konteks sosiologis,
yang berterkaitan
dengan
Bangunan Gedung
masyarakat Kabupaten Pekalongan. Hal ini karena dalam Naskah Akademik akan
dipaparkan alasan-alasan, fakta-fakta atau latar belakang tentang hal-hal yang
mendorong disusunnya Perda Bangunan Gedung secara komprehensif, baik dari
aspek idiologis, politis, budaya, sosial, ekonomi, maupun hankam.
Keempat, melalui Naskah Akedemik Raperda bangunan Gedung, para pengambil
keputusana akan lebih mudah untuk melihat tingkat kebutuhan masyarakat akan
sebuah peraturan, sehingga Perda yang yang dibuat dapat tepat guna dan tepat
sasaran. Berbagai tinjauan yang dipaparkan dalam naskah Akademik, baik tinjauan
filosofis, yuridis, maupun sosiologi, dan politis, akan memudahkan untuk melihat
tingkat kebutuhan tersebut.
Kelima, dengan adanya Naskah Akadenik, maka pembahasan Raperda Bangunan
Gedung menjadi lebih cepat dan mudah, karena didalamnya sudah dikaji mengenai
gambaran umum materi dan ruang lingkup Perda yang akan dibuat.
Keenam, melalui Naskah Akademik yang proses pembuatannya dilakukan secara
rasional, obyektif, dan ilmiah, maka kebutuhan dan harapan masyarakat akan
menjiwai perda tersebut.
Dalam Naskah bagian naskah akademik diatas sudah sesuai dengan ketentuan
acuan dalam pembuatan naskah akademik ,khususnya dalam bagian latar belakang
diman latar belakang tersebut diatas telah memuat pemikiran dan alasan-alasan
perlunya penyusunan Naskah Akademik sebagai acuan pembentukan Rancangan
Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah tertentu.
B. Identifikasi Masalah
Dalam Identifikasi masalah sendiri dalam naskah akademik memuat rumusan
mengenai masalah apa yang akan ditemukan dan diuraikan dalam Naskah Akademik
tersebut. Pada dasarnya identifikasi masalah dalam suatu Naskah Akademik
mencakup 4 (empat) pokok masalah, dalam naskah akademik berikut juga terdapat
masalah masalah pokoknya sebagai berikut :
1. Masalaha pokok 1 di mana masalah pokok ini berhubungan dalam hubungannya
dengan kehidupan bernegara dan juga cara mengatasinya ,dalam naskah akademik ini
bagian Pencapaian kesejahteraan manusia mempersyaratkan terpenuhinya kebutuhan
manusia baik kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier. Secara umum, dapat
dikatakanbahwa kebutuhan manusia yang bersifat primer meliputi kebutuhan akan
pangan, papan, dan sandang. Kebutuhan akan ketiga hal ini merupakan kebutuhan
yang bersifat mendasar, sehingga harus dipenuhi agar manusia dapat hidup dan
mempertahankan kehidupannya secara beradab dan bermartabat.
Tempat tinggal
(papan), sebagai salah satu kebutuhan manusia yang bersifat mendasar, dalam
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terrumuskan sebagai
hak yang tertuang dalam Pasal 40, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.
Pemenuhan kebutuhan
tersebut dalam konteks penyelenggaraan negara adalah melalui apa yang disebut
dengan pembangunan nasional. Secara konseptual, pembangunan nasional pada
hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan,
kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu masyarakat Indonesia yang
maju dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila sudah terdapat permasalahan yang
berhubungan dengan kehidupan bernegara berbangsa serta cara mengatasi melalui
metode yang mereka kembangkan sendiri.
3
keberadaan/lokasi
menunjukkan
bangunan
gedung,
yang
dalam
banyak
kejadian
ditetapkan. Karena itu, maka tidak heran ketika kasus-kasus pembongkaran dan/atau
penggusuran marak di mana-mana, terutama di daerah perkotaan. Persoalan lain
terkait dengan bangunan gedung berkaitan dengan kualitas dan standar keamanan
bangunan gedung. Banyak sekali bangunan gedung yang didirikan tanpa
memperhatikan kualitas dan standar keamanan.Kasus-kasus ambruknya bangunan
gedung, roboh dan rusaknya bangunan gedung akibat bencana alam, baik berupa
gempa maupun banjir, seringkali terjadi. Salah satu aspek yang menjadi sumber
berbagai persoalan tersebut antara lain karena persoalan legalitas bangunan gedung
yang terkait dengan perizinan pendidirannya. Sebagaimana diketahui, untuk pendirian
serta kepastian
di
2)
3)
4)
Perda
tentang
Pekalongan.
Juga telah memenuhi unsur sebagai acuan atau referensi penyusunan dan
pembahasan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah.
D. Metode Penelitian
Dalam metode penyusunan naskah akademik sendiri metode metode yang
digunakan adalah metode Yuridis Empiris dan Metode Yuridis Normatif .Dimana
metode Yuridis Empiris dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama)
data sekunder yang berupa Peraturan Perundang-undangan, putusan pengadilan,
perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta hasil penelitian, hasil
pengkajian, dan referensi lainnya.
Data yang terkait dengan peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan
didapatkan melalui studi pustaka terhadap :
a. peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah di
bidang kewenangan pemerintahan daerah, kelembagaan perangkat daerah, penataan
ruang, hak asasi manusia, lingkungan hidup dan penyelenggaraan bangunan gedung,
serta peraturan perundang-undangan yang relevan lainnya;
b. kebijakan yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung, baik yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah Kabupaten Pekalongan
dan juga ;
c. Studi pustaka terhadap berbagai hasil penelitian yang relevan
literatur-literatur lainnya yang terkait dengan
dan berbagai
statute approach
terhadap peraturan-peraturan
hukum positif dan dokumen-dokumen hukum yang terkait lainnya. Sementara itu,
pengkajian terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat akan peraturan terkait dengan
bangunan gedung dilakukan melalui analisis sosial terhadap pandangan, persepsi,
keinginan, dan harapan masyarakat yang terekam dari hasil-hasil penelitian dan hasilhasil FGD yang telah dilakukan
Sedangkan metode Yuridis Normatifnya dapat ditemukan dalam kalimat Focus
group discussion yang melibatkan berbagai stakeholder, baik yang berasal dari unsur
pemerintahan, dunia usaha, akademisi, LSM, pers, maupun tokoh masyarakat dan
masyarakat pada umumnya. Melalui FGD ini diharapkan ditemukan kecenderungan-
kecenderungan dan pola atas suatu isu secara kolektif yang terkait dengan pengaturan
tentang
bangunan gedung
BAB II
KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. Kajian Teoritik
Undang undang no.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang
undangan menyaratkan untuk adanya kajian teoritik yang menjadi dasar
dibentuknya perundang undangan dan berhubungan pula terhadap materi itu. Dalam
kajian teoritik Naskah Akademik ini, dititikberatkan pada hubungan antara bangunan
gedung dengan Hak Asasi Manusia.
Abraham Maslow dalam karyanya yang berjudul, Theory Of Human
Motivation yang menghasilkan konsep, Piramid Kebutuhan Maslow. Konsep ini
menjelaskan bahwa kebutuhan manusia bertingkat yang dimulai dari bagian dasar
yang harus dipenuhi dan berlanjut ke tingkat atas setelah kebutuhan dibawahnya
terpenuhi. Mulai dari kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan
keamanan, kebutuhan dicintai, kebutuhan percaya diri, kebutuhan aktualisasi diri.
Bangunan dan gedung dalam konsep ini merupakan kebutuhan fisiologis, yaitu
kebutuhan yang paling mendasar dan utama untuk segera dilaksanakan.
Di dunia Internasional, konsep tentang bangunan dan gedung sebagai
pemenuhan dalam HAM diatur dalam International Covenant on civil and Political
Rights (ICCPR),dan International Covenant on Economic , Social, and Cultural
Rights (ICESCR) pada tahun 1966. Kemudian melalui Resolusi Majelis Umum PBB
No. 41/128 tanggal 4 Desember 1986 di sepakati Declaration on The Rights to
Development. Ketiga peraturan Internasional tersebut memiliki konsep secara vertical
Pembentukannya
10
11
kewenangan
Pemerintah
Daerah
dalam
hampir
semua
tahapan
12
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN
TERKAIT
13
No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, PP No. 16 Tahun
2004 tentang Penatagunaan Tanah, dan sebagainya.
Terkait dengan persyaratan Izin Mendirikan Bangunan, berarti pengaturan mengenai
bangunan gedung dalam sebuah perda juga harus memperhatikan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan
Bangunan dan juga perda lain yang mengatur tentang Izin Mendirikan Bangunan.
Menurut Permendagri tersebut IMB merupakan instrumen yang dapat dimanfaatkan
untuk:
a. pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan;
b. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan yang menjamin keandalan
bangunan dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan;
c. mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan tata bangunan dan
serasi dengan lingkungannya; dan
d. syarat penerbitan sertifikasi laik fungsi bangunan.
Berdasarkan Pasal 4 Permendagri tersebut, pemberian IMB didasarkan pada peraturan
daerah tentang izin mendirikan bangunan dan RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK.
Dengan demikian, maka Perda Bangunan Gedung juga akan berkaitan dengan Perda
lain yang mengatur tentang Izin Mendirikan Bangunan.
Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan
persyaratan keandalan bangunan gedung. Persyaratan tata bangunan menurut UU
Bangunan Gedung meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan
gedung,arsitektur
persyaratan
pengendalian
dampak
lingkungan. Ketentuan lebih lanjut tentang persyaratan teknis bangunan gedung diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung jo. Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 29/Prt/M/2006 Tentang Pedoman Persyaratan
Teknis Bangunan Gedung.
Perda Bangunan Gedung juga harus memperhatikan secara khusus terhadap bangunan
gedung eksisting yang ditetapkan sebagai cagar budaya.Hal ini karena menurut Pasal
38 (1) UU Bangunan Gedung, bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan
14
sebagai cagar budaya dilindungi dan dilestarikan. Terkait dengan apa yang dimaksud
dengan cagar budaya, maka perlu dirujuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010
Tentang Cagar Budaya (UU Cagar Budaya). Menurut Pasal 5 UU Cagar Budaya,
benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan; dan
d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Penetapan bangunan gedung dan lingkungannya yang dilindungi dan dilestarikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan olehPemerintah Daerah dan/atau
Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan.
Ketika bangunan gedung didirikan dalam rangka penciptaan bangunan dengan fungsi
hunian, maka pembangunan bangunan gedung harus memperhatikan norma-norma
yang ditetapkan bagi keberadaan sebuah perumahan dan kawasan permukiman. Pasal
3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan
Permukiman secara tegas menentukan bahwa perumahan dan kawasan permukiman
diselenggarakan untuk:
a. memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman;
b. mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk
yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan
permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan
kepentingan, terutama bagi MBR;
c. meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan
perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di
kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan;
15
d. memberdayakan
para
pemangku
kepentingan
bidang
pembangunan
16
17
18
19
alam, dan bencana sosial. Menurut Pasal 4, penanggulangan bencana antara lain
bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana
dan juga menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu,
terkoordinasi,
dan
menyeluruh.
Sehubungan
dengan
itu,
maka
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
Dalam bab IV pada naskah akademik, sesuai dengan lampiran satu mengenai
teknik penyusunan naskah akademik rancangan peraturan daerah provinsi, atau
peraturan daerah kabupaten/kota dalam UU No. 12 tahun 2011 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan, yang akan dimuat dalam bab IV ini adalah landasan
20
filosofis, landasan sosiologis dan landasan yuridis. Pada naskah akademik raperda
kabupaten pekalobgan tentang bangunan gedung secara format penyusunan naskah
akademik telah sesuai dengan panduan atau teknik penyusunan yang ada pada UU
No. 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksudkan dengan landasan filosofis adalah pertimbangan atau
alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan
pandangan hidup, kesadaran dalam cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta
falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari pancasila dan pembukaan Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam naskah akademik
raperda kabupaten pekalongan ini yang dimuat sebagai landasan filosofis adalah
"Bahwa bangunan gedung sebagai wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi merupakan
kebutuhan yang mendasar bagi manusia karena berfungsi sebagai tempat manusia
melakuk kegiatannya." Secara pandangan hidup dan, maksud dari hendak
dibentuknya perda kabupaten pekalongan tentang bangunan gedung ini adalah
memenuhi salah satu kesejahteraan sebagaimana yang dikenal dalam konsep negara
kesejahteraan (wellfare state) yaitu pemenuhan kesejahteraan bagi warganya. Konsep
ini juga tertuang dalam alenia empat pembukaan UUD Negara Republik Indonesia
tahun 1945, yaitu "memajukan kesejahteraan Umum." Jadi jika mengacu pada
pengertian yang tertera pada UU No.12 tahun 2011 tersebut mengenai apa yang
dimaksud dengan landasan filosofis maka tidaklah bertentangan landasan filosofia
atau pertimbangan filosifis yang diangkat dalam raperda bangunan gedung ini, karena
disebutkan bahwa bangunan gedung merupakan kebutuhan mendasar manusia, hal ini
merupakan penggambaran maksud yang jelas dari pemerintah kabupaten pekalongan
yang secara serius ingin meningkatkan kesejahteraan warganya dalam aspek
penyelenggaraan bangunan gedung yang kemudian akan menunjukkan bahwa
pemerintah pekalongan berusaha menjamin kesejahteraan warganya sesuai dengan
amalan sila kelima pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Landasan sosiologis menurut lampiran UU no 12 tahun 2011 yaitu
pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis
sesungguhnya menyangkut fakta empirik mengenai perkembangan masalah dan
kebutuhan masyarakat dan negara.
adalah "bahwa bangunan gedung baik konstruksi maupun tata letaknya harus dapat
memberikan kenyamanan bagi kehidupan masyarakat". Disebutkan dalam naskah
akademik ini pada bagian identifikasi masalah pada bab pendahulan bahwa bangunan
gedung mempunyai peran dalam pembentukan watak dan merupakan perwujudan
produktifitas dan jati diri manusia. Strategisnya peranan bangunan gedung secara
sosiologis ternyata tidak sejalan dengan realitas empirik yang ada baik dari aspek
tempat keberadaan maupun kualitas bangunan gedung masih banyak menunjukkan
permasalahan, oleh karena itu melalui raperda bangunan gedung ini, pemerintah
kabupaten pekalongan berusaha untuk mengikis permasalahan-permasalahan yang
ada mengenai bangunan (baik tata letak maupun konstruksinya) pada kabupaten
pekalongan. Permasalahan itu diantaranya
dengan rencana tata ruang yang ditetapkan, namun dalam aspek ini apakah akan
dijamin kepastian hukum mengenai hak-hak oleh pemilik bangunan yang ternyata
tidak sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan? Menurut kami, salah satu
kegunaan dari raperda ini adalah menjamin kepastian hak-hak tersebut, raperda ini
kemudian diarahkan sebagai perda yang mempunyai fungsi penetapan yang
diharapkan bisa menjamin kepastian hukum bagi masyarakat serta keamanan dan
kenyamanan masyarakat banyak, perda ini merupakan perwujudan upaya pemerintah
kabupaten pekalongan untuk mengatur hal-hal teknis segala aktifitas penyelenggaraan
bangunan gedung termasuk juga didalamnya pembongkaran/penggusuran yang marak
terjadi di banyak daerah khususnya daerah pekalongan.
Yang kemudian menunjang landasan sosiologis ini adalah landasan ekologis
yang juga disebutkan dalam naskah akademik raperda ini yang secara utuh
menyebutkan bahwa penataan bangunan gedung perlu dilakukan sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah dan disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungan. Bahwa dalam upaya pengadaan kenyamanan bagi masyarakat perlu
diperhatikan juga aspek ekologis yakni mengenai daya dukung dan daya tampung
lingkungan.
Setelah itu yang terakhir akan dibahas dalam bab IV naskah akademik ini
adalah landasan yuridis, landasan yuridis adalah pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengisi kekosongan hukum
dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah atau yang akan
dicabut guna menjamin kepastian hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi
22
kepemilikan dan kualitas. Tetapi dalam praktik, hal pendahuluan dalam IMB tersebut
terbukti tidak efektif karena tidak sedikit dijumpai bangunan-bangunan yang berdiri
tanpa memiliki IMB. Sehingga menurut kami, pertimbangan pengisian kekosongan
hukum ini telah tepat. Selain itu dalam pengisian kekosongan hukum diperlukan juga
memperrtimbangkan aturan lain yang telah ada, dalam naskah akademik ini
pertimbangan itu telah terpenuhi dengan mempertimbangkan peraturan mengenai
IMB tadi, serta secara ruang lingkup, juga disebutkan pertimbangan atas UU No. 26
tahun 2007 tentang penataan ruang. Pembangunan gedung merupakan salah satu
tahapan aktifitas pemanfaatan ruang.
Dengan demikian, kesimpulan dari kami mengenai landasan-landasan yang
dikemukakan dalam bab empat naskah akademik ini, kesemuanya telah memenuhi
syarat dan sesuai karena telah didahului oleh pertimbangan-pertimbangan sesuai dari
aspek yang dijadikan acuan sebagaimana yang telah disebutkan dalam UU Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu Landasan
Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis.
BAB V
23
24
diperlukan
pengecualian
apabila
secara
keseluruhan
ada
aktifitas
4. Ketentuan Peralihan
Bagian ini menjelaskan tentang peralihan Perda yang berlaku sebelumnya ke
Perda yang baru akan diberlakukan. Sesuai yang disebutkan dalam Naskah Akademik
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), salah satu yang diatur yaitu Permohonan
IMB yang telah masuk/terdaftar sebelum berlakunya peraturan daerah ini, tetap
diproses sesuai peraturan daerah sebelumnya. Dalam ketentuan peralihan juga
menjelaskan tentang peralihan fungsi bangunan gedung, pemilik bangunan yang
belum memiliki IMB, bangunan gedung yang sudah memiliki IMB tetapi tidak
memiliki SLF secara bertahap perlu mengajukan permohonan SLF. Penjelasan
lengkap mengenai ketentuan peralihan telah dijelaskan di Naskah Akademik
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) sesuai dengan UU No.12 tahun 2011.
BAB VI
PENUTUP
Dalam Bab ini terdapat penutup yang memuat Simpulan ,Saran dan Juga
daftar pustaka dari Naskah Akademik yang ada ,dimana Simpulan yang seharusnya
termuat dalam Naskah akademik harus memuat Simpulan merupakan rangkuman
pokok pikiran yang berkaitan dengan praktik penyelenggaraan, pokok elaborasi teori
dan asas yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya.Dalam Simpulan Naskah
akademik ini telah memenuhi unsur unsur yang ada dalam pembuatan Simpulan itu
sendiri.
Sedangkan untuk Saran walaupun telah ada patokan yang jelas, yakni saran
merupakan uraian yang memuat :
1. perlunya pemilahan substansi Naskah Akademik dalam suatu peraturan perundangundangan atau peraturan perundang-undangan di bawahnya;
2. rekomendasi tentang skala prioritas penyusunan Rancangan Undang-Undang
dalam Program Legislasi Nasional atau Rancangan Peraturan Daerah dalam Program
Legislasi Daerah; dan
27
28