Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Rumput laut (seaweed) merupakan salah
satu komoditi laut yang memiliki nilai ekonomis
tinggi, karena pemanfaatannya yang demikian
luas, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun
dalam dunia industri, sehingga memiliki pasar
yang luas di dalam negeri maupun luar negeri
(Anonim, 2008). Dalam kehidupan sehari-hari,
42
karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%), serat kasar
(3%) dan abu (22,25%).
Selain kandungan gizi yang baik, rumput
laut juga mengandung senyawa hidrokoloid,
seperti karagenan, agar dan alginat. Peneliti
sebelumnya melaporkan karagenan dan agar
dihasilkan oleh rumput laut (alga) merah
(Rodhophycae) (Widyastuti, 2008g), sedangkan
alginat
dihasilkan
oleh
alga
coklat
(Phaeophycae) (Widyastuti, 2009c) Ketiga
senyawa hidrokolid tersebut memiliki nilai
ekonomis yang tinggi, mengingat manfaatnya
yang demikian luas sebagai pengemulsi dan
pengental dalam industri makanan, kosmetik,
obat-obatan, tekstil dan lain-lain (Anonim,
2008b). Mengingat potensi ekonominya yang
demikian besar dan ketersediaannya yang
beraneka ragam di perairan laut Indonesia yang
demikian luas (Dahuri, 2003), maka rumput laut
telah ditetapkan sebagai salah satu komoditi
unggulan
program
revitalisasi
kelautan,
disamping udang dan tuna.
Sumber utama karagenan yang dipahami
secara umum saat ini adalah rumput laut genus
Eucheuma. Senyawa hidrokolid tersebut dikenal
luas di masyarakat sebagai getah rumput laut.
Senyawa tersebut dapat diekstraksi dengan
mudah menggunakan air atau larutan alkali
(Winarno, 1996). Di perairan laut Nusa
Tenggara Barat (NTB), spesies yang umum
dibudidayakan oleh petani adalah E cottonii
yang menghasilkan kappa karaginan dan E.
spinosum yang menghasilkan iota karaginan.
Selain kedua spesies tersebut, di beberapa sentra
produksi di NTB, seperti di kabupaten Sumbawa
Barat, pembudidaya rumput laut juga
mengembangkan Estriatum strain Sakul.
Pengembangan ketiga spesies tersebut tentunya
didasarkan pada respon pasar yang cukup baik
terhadap ketiga spesies Eucheuma tersebut
(Sunarto, 2008). Atas dasar kenyataan tersebut,
beberapa daerah lain di Indonesia dan negara
lain seperti Filipina juga mengembangkan
spesies Eucheuma (Winarno, 1996).
Selain jenis karagenan (Istini, 2008), total
karagenan yang dihasilkan juga sangat
dipengaruhi oleh spesies rumput laut
(Widyastuti,
2008d).
Hasil
penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa perairan laut
NTB mengandung 69 spesies rumput laut, yang
dikelompokkan menjadi alga merah, alga coklat
dan alga hijau (Sunarpi dkk., 2006). Berdasarkan
hasil analisis persentase rendemen karagenan
ditemukan bahwa hanya kelompok alga merah
yang potensial sebagai penghasil karagenan
(Widyastuti, 2008d), sedangkan alga coklat
(Widyastuti, 2008f) dan alga hijau (Widyastuti,
2008g) tidak berpotensi sebagai penghasil
Sri Widiayastuti : Sifat Fisik dan Kimiawi ...
43
(Sunarpi dkk., 2007) dan Jelenga kabupaten
Sumbawa Barat (Sunarpi dkk., 2008)
menunjukkan bahwa total karagenan terus
mengalami peningkatan sampai umur melebihi
45 hari. Namun demikian, karakter fisik dan
kimiawi karagenan yang dihasilkan oleh setiap
waktu panen tidak dilaporkan oleh peneliti
tersebut. Artikel ini melaporkan sifat fisik dan
kimiawi karagenan pada beberapa waktu panen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat fisik
dan kimiawi karagenan lebih baik saat dipanen
pada umur 45 hari bila dibandingkan dengan saat
dipanen pada umur 15 dan 30 hari. Fakta ini
dapat dijadikan dasar untuk menentukan waktu
panen rumput laut dalam rangka untuk
menjamin kualitas karagenan rumput laut.
METODE PENELITIAN
Desain, waktu dan lokasi penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif, dengan cara menanam E. cottonii dan
E. spinosum, masing-masing pada tiga rakit
apung berukuran 8 x 8m. Penimbangan berat
basah, berat kering dan analisis rendemen
karagenan dilakukan sejak saat tanam sampai
dengan umur 45 hari setelah tanam (HST)
dengan interval waktu tujuh hari. Sedangkan
analisis sifat fisik dan kimiawi karagenan
dilakukan pada umur 15, 30 dan 45 hari setelah
tanam. Penimbangan berat basah, berat kering,
analisis total, sifat fisik dan sifat kimiawi
karagenan dilakukan dalam tiga ulangan,
sehingga setiap data yang dipresentasikan dalam
artikel ini merupakan nilai rata-rata tiga
ulanganSE. Penelitian berlangsung pada bulan
Juni-Agustus 2008. Penanaman rumput laut E.
cottonii dan E. spinosum dilakukan di Balai
Budidaya Laut (BBL) Stasiun Teluk Gerupuk
Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara
Barat. Penimbangan berat basah, pengeringan
menggunakan oven dan penimbangan berat
kering sampel, dilakukan di laboratorium
Imunobiologi FMIPA. Sedangkan ekstraksi
karagenan dan analisis sifat fisik dan sifat
kimiawi karagenan dilakukan di Laboratorium
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian.
Penanaman rumput laut
Penanaman rumput laut E. cottonii dan E.
spinosum dilakukan dengan metode rakit apung
di BBL Lombok stasiun Teluk Gerupuk Lombok
Tengah. Setiap jenis rumput laut ditanam dalam
tiga unit rakit apung, sehingga ada enam rakit
apung yang digunakan dalam penelitian ini.
Bibit seberat 100 gram diikat pada tali yang
panjangnya 10 meter, dan jarak setiap titik
44
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan rumput laut
Gambar 1. Pertumbuhan Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum yang ditunjukkan oleh
pertambahan berat basah (A) dan berat kering (B) Eucheuma cottonii dan Eucheuma
spinosum selama periode tanam 45 hari.
Rendemen karagenan rumput laut
E.cottonii
30
E.spinosum
20
10
0
0
15
22
30
37
45
um ur tanam an (hari)
Gambar 2.
Rerata pertambahan rendemen karagenan (%) E. cottonii dan E. spinosum selama periode
tanam 45 hari.
45
pada saat tersebut telah mencapai berat 109,6 g.
Dengan demikian, data berat kering yang
ditunjukkan pada Gambar 1B memperkuat
asumsi bahwa E. cottonii tumbuh lebih lambat,
dan membutuhkan waktu >45 hari untuk
mencapai berat maksimum, bila dibandingkan
dengan E. spinosum. Pola pertumbuhan
Eucheuma yang ditunjukkan pada Gambar 1
konsisten dengan yang dilaporkan peneliti
sebelumnya (Sunarpi dkk., 2007, 2008a).
Berbeda
dengan
pola
pertumbuhan,
peningkatan kandungan karagenan E. cottonii
dan E. spinosum relatif sama, kedua spesies
memiliki rendemen karagenan sekitar 50% pada
akhir percobaan (Gambar 2). Selama periode 15
HST, kandungan karagenan meningkat dengan
cepat, dan kedua spesies mencapai nilai sekitar
40% rendemen karagenan dalam kurun waktu
tersebut. Setelah periode tersebut, sampai akhir
percobaan, dalam periode tanam sekitar 30 hari,
kedua spesies hanya menambah sekitar 10%
rendemen karagenan. Hal ini memberikan
indikasi bahwa dalam periode tanam setelah 15
hari, pertambahan kadar karagenan sangat
lambat, sekitar 0,33% per hari. Meskipun
demikian, proses peningkatan kadar kataginan
terus berjalan, tidak stagnan, yang ditunjukkan
oleh adanya peningkatan jumlah rendemen
karagenan. Hal ini terjadi pada spesies alga
dalam rangka untuk memperkuat kekuatan gel
yang dihasilkan sebagai salah satu penentu
kualitas karagenan yang dihasilkan oleh
ganggang tersebut. Berdasarkan kenyataan
tersebut, maka tidak mengherankan beberapa
peneliti
menganjurkan
bahwa
untuk
mendapatkan karagenan dengan kualitas yang
memenuhi standard eksport, maka sebaiknya
Tabel 1. Rerata titik leleh (oC), titik beku (oC), kekuatan gel (gram cm-2) dan viskositas (cpc) karagenan
E. cottonii pada umur panen 15, 30 dan 45 HST.
Umur panen
Sifat Fisik
15HST
30HST
45HST
98,734,21
114,885,11
121,776,12
37,571,88
43,352,12
50,032,11
99,984,64
299,2319,77
483,3324,33
Viskositas (cps)
24,881,77
20,381,11
17,750,88
46
Tabel 2. Rerata titik leleh (oC), titik beku (oC), kekuatan gel (gram cm-3) dan viskositas (cps) karagenan
E. spinosum pada umur panen 15, 30 dan 45 hari setelah tanam.
Sifat Fisik
Umur panen
15HST
30HST
45HST
109,145,21
116,435,44
123,116,23
38,901,99
46,032,34
50,882,54
88,734,52
251,0912,33
401,7720,13
Viskositas (cps)
28,651,44
26,441,31
21,371,12
47
memiliki jenis karagenan yang berbeda, kappa
karagenan untuk E. cottonii dan iota karagenan
untuk E. spinosum (Indriani dan Suminarsih,
1996).
Berbeda dengan titik leleh, titik beku dan
kekuatan gel, viskositas karagenan menurun
sejalan dengan bertambahnya umur rumput laut
E. cottonii (Tabel 1) dan E. spinosum (Tabel 2).
Saat rumput laut berumur 15 HST, viskositas
karagenan E. cottonii dan E. spinosum, masingmasing 24,88 cps dan 28,65 cps. Nilai tersebut
menurun tajam saat tanaman berumur 45 HST,
menjadi sekitar 17,75 cps dan 21,37 cps,
masing-masing untuk E. cottonii dan E.
spinosum. Perbedaan ataupun penurunan nilai
viskositas ini diduga dipengaruhi oleh kadar abu
karaginan. Fenomena tersebut relevan dengan
meningkatnya
rendemen
karagenan
dan
kekuatan gel yang sejalan dengan penambahan
umur panen, yang secara teoritis dipahami
bahwa kedua faktor tersebut dapat menurunkan
viskositas (Winarno, 1996).
Sifat kimiawi karagenan rumput laut
Sifat kimia yang ditunjukkan oleh rendemen
karagenan (%), kadar karbohidrat (%), kadar air
(%) dan kadar abu (%), tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan antara karagenan E.
cottonii dan E. spinosum (Tabel 3 dan Tabel 4).
Perbedaan sifat kimia karagenan terjadi antar
waktu panen, baik pada E. cottonii, maupun
pada E. spinosum. Sebagimana ditunjukkan pada
Gambar 1 dan Tabel 3-4, rendemen karagenan
meningkat sejalan dengan pertambahan umur
panen. Sebagai contoh, saat rumput laut berumur
15 HST, rendemen karagenan sekitar 39,09%
dan 37,78%, masing-masing untuk E. cottonii
dan E. spinosum. Nilai tersebut mengalami
peningkatan bila diamati pada umur 45 HST,
menjadi sekitar 48,72% dan 52,66%, masingmasing untuk E. cottonii dan E. spinosum.
Tabel 3. Rerata persentase rendemen karagenan (%), kadar karbohidrat (%), kadar air (%) dan kadar abu
(%) E. cottonii pada umur panen 15, 30 dan 45 HST.
Umur panen
Sifat kimiawi
15HST
30HST
45HST
39,091,99
46,772,33
48,722,11
29,071,45
32,151,97
37,151,97
13,120,65
12,970,67
11,370,57
27,011,33
28,091,87
29,771,45
Tabel 4. Rerata persentase rendemen karagenan (%), kadar karbohidrat (%), kadar air (%) dan kadar abu
(%) E. spinosum pada umur panen 15, 30 dan 45 hari setelah tanam.
Agroteksos Vol. 20 No.1, April 2010
48
Sifat kimiawi
Umur panen
15HST
30HST
45HST
37,781,87
45,572,14
52,662,53
26,931,32
28,711,43
37,071,87
14,290,65
13,570,70
12,740,76
27,441,21
29,591,55
31,921,74
49
tanggal 16 Desember 2008 pukul 08.02
WITA.
Aprianto, Fardia, Puspitasari, dan Budianto,
1988, Petunjuk Laboratorium Analisis
Pangan, Departemen pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi, IPB, Bogor.
Aslan, L. M., 1996, Seri Budidaya Rumput Laut,
Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Dahuri, R., 2003, Keanekaragaman Hayati Laut:
Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia,
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hurtado A.O., Richter P. and Roxas M.J., 2008.
A review on the seaweed research
development program in the Bimp-Eaga
region. Proceeding of the 1st Indonesia
Seaweed Forum. Makassar Indonesia.
Indriani, dan Suminarsih, 1996, Budidaya
Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut,
Penebar Swadaya, Jakarta.
Istini, S., A. Zatnika, dan Suhaimi, 1985,
Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut,
dalam
http://www.fao.org/docrep/field/003/AB882
E/AB882E14.htm
Pusparanti, 2007, Pengaruh Bahan Penyaring
Dan Teknik Pengendapan Terhadap Sifat
Fisika Dan Kimia Tepung Karaginan Dari
Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii,
Skripsi, Universitas Mataram, Mataram.
Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi 1984,
Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan
dan Pertanian, Liberty, Yogyakarta.
Syamsuar, 2006, karakteristik Karaginan
Rumput laut Eucheuma cottonii Pada
Berbagai Umur Panen, Konsentrasi KOH
dan
Lama
Ekstraksi,
http://www.damandiri.or.id/file/samsuari.pdf
, diakses tanggal 18 September 2008 pukul
10.13 WITA.
Sunarpi, Jupri, Buntaran dan Suastika M., 2007.
Uji kesesuaian lokasi budidaya rumput laut
50
Widyastuti, S., 2009b. Pengolahan pasca panen
alga hijau Strain Lokal Lombok menjadi
agar menggunakan beberapa metode
ekstraksi. ORYZA VOL VII (3):1-12