You are on page 1of 5

LAPORAN PENDAHULUAN

MULTIPLE MYELOMA
A. DEFINISI
Multiple myeloma dikenal juga dengan istilah Plasma cell myeloma, Plasma cell
dyscrasia, Plasmacytoma, Plasmacytoma of bone, Plasma cell neoplasm, Extraosseous
plasmacytoma.
Multiple myeloma merupakan penyakit neoplasma primer sistem skeletal yang paling sering
ditemui dan merupakan keganasan hematologi sel plasma yang ditandai dengan proliferasi sel
plasma yang berasal dari sel B limfosit, serta diikuti dengan peningkatan kadar immunoglobulin
monoklonal Ig A dan Ig G secara berlebihan yang dikenal dengan istilah M-protein.
B. ETIOLOGI
Penyebab pasti MM tidak diketahui secara pasti tetapi ada beberapa faktor risiko yang
dapat menyebabkan timbulnya MM. Para ahli tidak dapat memastikan bahwa DNA dalam sel
plasma yang mengalami mutasi yang menyebabkan terjadinya kanker. Mereka mengemukakan
beberapa faktor risiko terjadinya MM yaitu:
1. usia, 96% kasus MM didiagnosis pada usia diatas 45 tahun dan 75% pada usia diatas 70
tahun.
2. genetika, orang yang mempunyai hubungan erat dengan penderita MM mempunyai risiko
yang lebih tinggi untuk terkena MM
3. obesitas
4. diet, beberapa penelitian mengindikasikan bahwa diet rendah ikan atau sayuran hijau
mempunyai risiko lebih tinggi untuk terkena MM
5. HIV/AIDS
6. pekerjaan tertentu misalnya orang yang bekerja dibidang agrikultural, industri kulit,
kosmetologi, dan penambang minyak
7. paparan bahan kimia dan produknya misalnya logam berat, pewarna rambut, plastik,
bermacam debu misalnya debu kayu, asbestos, herbisida, insektisida, produk minyak bumi
8. paparan radiasi, orang-orang yang survive dari bom atom Hiroshima dan Nagasaki secara
bermakna mempunyai risiko yang lebih tinggi menderita MM
9. beberapa penyakit autoimun misalnya rheumatoid arthritis
C. PATOFISIOLOGI
Sel-sel darah dibentuk dari sel-sel di sumsum tulang yang disebut stem cells. Stem cells
yang matang berubah menjadi sel darah yang mempunyai perannya masing-masing. Sel darah
putih membantu mengatasi infeksi. Ada beberapa tipe sel darah putih.Sel plasma adalah sel darah
putih yang membentuk antibodi. Antibodi adalah bagian dari sistem imun yang bekerja bersama
system imunitas lainnya membantu melindungi tubuh dari kuman dan substansi yang merugikan.
Masing-masing sel plasma membentuk antibodi yang berbeda. Normalnya tubuh membentuk
lima tipe imunoglobulin yang berbeda yaitu IgG, IgM, IgA, IgE dan IgD yang masing-masing
mempunyai fungsi yang berbeda terhadap sistem imun. Masing-masing tipe imunoglobulin

terdiri atas empat rantai protein, 2 rantai berat (panjang) dan 2 rantai ringan (lebih pendek).
Rantai berat terdiri dari satu dari lima tipe yang cocok dengan tipe produk imunoglobulin yaitu:
gamma (IgG), mu (IgM), alpha (IgA), epsilon (IgE) dan delta (IgG). Rantai ringan terdiri dari
satu dari dua tipe yaitu kappa dan lambda. Dengan sel plasma, dua rantai berat dari satu tipe dan
dua rantai ringan dari satu tipe akan bersatu

membentuk satu imunoglobulin utuh. Masing-

masing partikel sel plasma hanya akan menghasilkan satu tipe imunoglobulin.
Pada pasien MM, sel plasma hanya memproduksi satu tipe imunoglobulin utuh dalam
jumlah yang banyak atau memproduksi secara berlebihan hanya satu tipe rantai ringan, jarang
dari rantai berat, imunoglobulin ini disebut protein monoklonal atau protein M. Protein M yang
dihasilkan ini selanjutnya disebut rantai ringan bebas atau protein Bence Jones. Kelebihan
protein Bence Jones ini dilepas ke dalam aliran darah karena merupakan molekul yang relatif
kecil, protein ini disaring oleh ginjal dan diekskresikan ke dalam urin sehingga protein Bence
Jones dapat dideteksi dalam darah dan urin. Sel-sel plasma yang abnormal disebut sel myeloma.
Sel-sel myeloma ini terkumpul di sumsum tulang, menyebabkan kerusakan pada tulang.Sel
plasma yang terkumpul di beberapa tulang disebut multiple myeloma, bila hanya pada satu
tulang disebut plasmacytoma soliter
Tipe myeloma pada seorang pasien sering mengarah pada tipe protein yang dihasilkan,
apakah imunoglobulin utuh atau rantai ringan. Pasien dengan myeloma IgG dan IgA yang paling
sering ditemui, tipe IgG sekitar 60-70% myeloma dan tipe IgA sekitar 20% myeloma. Kasus
dengan myeloma IgE dan IgD jarang dilaporkan. Beberapa pasien mungkin mempunyai
hubungan dengan IgM namun kondisi ini mungkin berhubungan dengan makroglobulinemia
Waldenstrom.
D. GEJALA KLINIS
Gejala MM sangat bervariasi tergantung stadium dan keadaan umum pasien. Banyak
pasien MM tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Pada stadium awal biasanya tanpa
gejala sehingga sering ditemukan secara tidak sengaja pada saat pemeriksaan laboratorium darah
atau urin. Biasanya ditemukannya anemia atau protein abnormal yang disebut protein
monoklonal atau protein M dalam darah atau urin. Gejala klinis yang tersering adalah kelemahan
dan nyeri tulang terutama tulang belakang, pelvis, costa dan cranium yaitusekitar 70% dengan
atau tanpa fraktur patologis atau infeksi. Peningkatan kadar kalsium dalam darah (hiperkalsemia)
ditemukan pada sekitar 15-30% pasien dengan renal insufisiensi yang disebabkan oleh presipitasi
monoklonal rantai ringan pada tubulus kolektivus. Protein Bence Jones yang mengendap di
ginjal dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang permanen. Gejala akibat hiperkalsemia antara
lain rasa haus, sering BAK, confusion, konstipasi, hilang nafsu makan, mual, muntah dan nyeri
abdomen. Pada 10-20% pasien dapat ditemukan gejala klinis lainnya termasuk sindrom
viscositas, kompresi spinal cord, nyeri radikuler, deposit soft tissue atau perdarahan. Kompresi
spinal cord bahkan kerusakan spinal dapat menekan nervus yang berjalan sepanjang kolumna
spinalis. Gejala kompresi spinal cord antara lain: kesemutan, anestasi dan kelemahan pada kaki
dan jari-jari, inkontinensia urin danfeses, masalah BAB dan BAK. Kelainan imunitas humoral

dan leukopenia memudahkan terjadinya infeksi. Gejala neurologic sebagai komplikasi MM juga
dapat dijumpai misalnya Carpal tunnel syndrome, meningitis (khususnya yang disebabkan oleh
infeksi pneumococcal atau meningococcal) dan neuropatiperifer. Amyloidosis ditemukan pada
sekitar 8-15% pasien MM yang memberikan kontribusi terhadap disfungsi parenkim ginjal. Batu
saluran kemih kadang ditemukan sebagai akibat peningkatan kadar asam urat dan kalsium.
Faktor-faktor ini pada akhirnya dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal dan kematian.
E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Ada beberapa variasi gambaran radiologi pada MM yaitu: 1. Osteoporosis difus, 2.
Myeloma soliter (plasmacytoma), 3. Keterlibatan tulang yang difus (myelomatosis) dan 4.
Myeloma sklerosis. Gambaran osteoporosis difus dominan ditemukan pada vertebra dengan
fraktur kompresi multiple. Gambaran plasmacytoma biasanya ditemukan pada costa atau pelvis,
kadang-kadang pada tulang panjang dengan lesi litik tanpa sklerosis namun kadang-kadang
ditemukan gambaran moth-eaten atau pola permeatif. Pada myielomatosis dengan keterlibatan
tulang yang difus biasanya melibatkan tulang vertebra dan cranium dengan lesi osteolitik
multiple pada medula dengan endosteal scalloping. Myeloma sklerosis jarang, frekuensinya
sekitar 1% dan biasanya dengan lesi osteolitik atau campuran blastik dan litik dengan sklerosis
yang reaktif.
Lesi fokal biasanya bermula di cavum medula kemudian ke tulang cancellous dan
akhirnya menyebabkan kerusakan tulang kortikal.Pada stadium awal gambaran radiologisnya
dapat normal. Selanjutnya pada foto polos atau bone survey dapat ditemukan gambaran densitas
tulang yang berkurang (osteopeni) dengan banyak lesi punched out yaitu lesi litik bentuk bulat
atau oval, batas tegas, multiple, ukuran hampir sama (uniform size) sekitar 20 mm tanpa
sklerosis atau lingkaran putih di sekelilingnya dan tanpa reaksi periosteal. Sering pula ditemukan
osteopenia yang difus pada vertebra yang dapat menimbulkan fraktur kompresi multiple. Adanya
fraktur patologis dapat dijumpai pada sekitar 50% kasus. Lokasi MM yang sering adalah
vertebra, cranium, pelvis, femur, humerus, costa dan sternum. Pada tulang pipih misalnya pelvis,
costa dan sternum, plasmacytoma dapat membentuk gambaran soap bubble like yaitu lesi lusen
yang dikelilingi oleh lapisan tipis tulang kompak.
Selain pemeriksaan bone survey, pemeriksaan radiologi untuk MM adalah pemeriksaan
CT Scan, MRI dan radionuklir. Pada CT, seperti juga pada foto polos dapat dijumpai lesi litik
punched out, osteopenia yang difus, fraktur dan kadang-kadang osteosklerosis. MRI dianjurkan
sebagai tambahan pemeriksan pada pasien-pasien myeloma. MRI mempunyai keuntungan dalam
sensitifitas tapi tidak spesifik. Beberapa laporan menyarankan bahwa pemeriksaan MRI pada
vertebra dapat memberikan nilai tambah dalam menentukan staging karena lesi yang tidak
ditemukan secara radiografi tapi ditemukan pada MRI dapat mengubah terapi.Temuan pada MRI
bisa normal (pada sekitar 20% kasus) sampai lesi yang fokal maupun difus. Pada T1 weighted
spin echo dapat ditemui gambaran lesi hipointens yang menyangat setelah pemberian bahan
kontras. Sedangkan pada radio nuklir dapat ditemui gambaran peningkatan uptake pada tulang

yang dikenai. Dibanding pemeriksaan dengan radiografi, pemeriksaan multiple myeloma dengan
radionuklir kurang sensitif dan kurang spesifik.
F. DIAGNOSIS
Pada beberapa literatur disebutkan bahwa dasar penegakkan diagnosis MM adalah bila
ditemukaan 3 kriteria berikut yaitu: 1. Pada aspirasi sumsum tulang ditemukan sel plasma
minimal 10-15%, 2. Bone survey memperlihatkan adanya lesi litik dan 3. Ditemukannya
imunoglobulin monoklonal (protein Bence Jones) dalam darah atau urin. Diperlukan
pemeriksaan aspirasi sumsum tulang, darah dan atau urin dan radiologi. Pengambilan sampel
sumsum tulang biasanya diambil didaerah hip joint.
Pasien-pasien yang dicurigai MM berdasarkan aspirasi sumsum tulang atau
hipergammaglobulinemia harus dilakukan bone survey. Secara konvensional, bone survey terdiri
dari foto kepala viewAP dan lateral, vertebra view AP dan lateral, pelvis,costa, femur dan humeri
view AP. Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan diagnosis dan staging namun teknik
diagnosis dan staging dengan bone survey ini memiliki keterbatasan. Sangat banyak pasien yang
didiagnosis myeloma yang asymptomatis mempunyai deposit myeloma pada radiografinya.
Dibutuhkan setidaknya 30% kehilangan tulang kortikal untuk memvisualisasikan adanya proses
destruktif pada radiografi. Lagipula, myeloma adalah pasien pada usia tua dengan demineralisasi
difus yang sulit dibedakan dengan pola yang ditemukan pada pasien dengan osteoporosis
Pada tahun 1975 untuk pertama kalinya Durie dan Salmon mengemukakan tentang sistem
staging secara klinik untuk MM. Pengukuran sel myeloma berhubungan dengan 5 gambaran
klinis berikut : 1. Kadar hemoglobin, 2. Kadar kalsium serum, 3. Jumlah lesi tulang pada bone
survey, 4. Kadar imunoglobulin, dan 5. Kadar creatinin serum. Namun pada literatur lain
disebutkan hanya ada 4 faktor dalam sistem staging Durie dan Salmon yaitu kadar hemoglobin,
kadar kalsium serum, jumlah lesi tulang pada bone survey dan kadar imunoglobulin.
Selain sistem Durie dan Salmon dalam menegakkan staging MM juga digunakan
International Staging System. Sistem staging internasional ini menggunakan data S2M dan
serum Albumin. Klasifikasinya bisa dilihat pada tabel berikut :
Temuan laboratorium untuk diagnostik myeloma adalah hipergammmaglobulinemia,
yang terbanyak adalah IgG diikuti oleh IgA. Temuan laboratorium lainnya adalah hiperklasemia
(sebagai hasil dari destruksi tulang), hiperurisemia (sebagai hasil dari peningkatan sel tumor),
peningkatan angka sedimentasi eritrosit (ESR) dan peningkatan kadar alkalin fosfatase.
G. KOMPLIKASI DAN PENATALAKSANAAN
Komplikasi MM yang tersering adalah fraktur patologis terutama jika lesi ada di tulang
panjang, costa, sternum dan vertebra. Komplikasi amiloidosis juga pernah dilaporkan sekitar 15
% kasus. Komplikasi lainnya adalah infeksi, anemiadan perdarahan.
Tujuan terapi adalah untuk menghilangkan nyeri dan keluhan lainnya, untuk
memperlambat progresifitas penyakit, dan mendeteksi dan meminimalkan komplikasi. Pasien
MM disarankan untuk tetap melakukan aktifitas yang memungkinkan untuk membantu

memelihara kadar kalsium dalam tulang dan minum yang banyak untuk membantu menjaga
fungsi ginjal. Terapi MM adalah radioterapi dan kemoterapi sistemik dengan obat standarnya
adalah mephalan dan prednison, bisa dalam bentuk oral maupun intravena. Pemberian
kortikosteroid diharapkan dapat mendorong sistem imun untuk menghentikan pertumbuhan selsel kanker yang baru pada sumsum tulang namun bagaimana mekanisme kortikosteroid ini
bekerja belum diketahui. Radioterapi dimaksudkan untuk memperkecil ukuran lesi pada tulang,
sedangkan kemoterapi untuk membunuh sel-sel myeloma. MM non operabel namun pada kasus
dengan fraktur patologis atau untuk mengurangi nyeri dan mempertahankan fungsi tulang
tindakan operatif dapat dilakukan. Selain kemoterapi, radioterapi dan pembedahan bila
diperlukan, terapi suportif/pendukung juga penting. Terapi ini diharapkan dapat memberikan rasa
nyaman, mengurangi nyeri dan memelihara fungsi anggota tubuh melalui pemberian obat-obat
tertentu untuk menangani kelainan tulang, anemia, infeksi, gagal ginjal dan yang berhubungan
dengan nyeri.
H. PROGNOSIS
Prognosis sangat bervariasi tergantung keadaan klinis dan stadium saat ditemukan, dari
hanya beberapa bulan sampai lebih dari 10 tahun. Pada tahun-tahun terakhir, dengan pemberian
dosis tinggi kemoterapi secara umum meningkatkan angka harapan hidup. Dalam perkembangan
sistem staging Durie dan Salmon, peneliti menemukan bahwa pada stage I rata-rata angka
harapan hidup pasien adalah 191 bulan, stage II 11-54 bulan dan pada stage III 5-34 bulan.Sistem
staging internasional juga dapat memberikan informasi mengenai prognosis dengan melihat
kadar 2-M. Kadar 2-M yang tinggi mengindikasikan banyaknya jumlah sel myeloma dan
besarnya kerusakan ginjal yang terjadi, semakin tinggi kadar 2-M maka semakin berat pula
kondisi pasien. Serum albumin yang rendah, tingginya kadar enzim laktase dehidrogenase dalam
darah mengindikasikan prognosis buruk.

You might also like