You are on page 1of 21

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanaman kakao merupakan jenis tanaman perkebunan yang sering
dibudidayakan masyarakat sebagai komoditas ekspor. Bagian tanaman yang
diekspor biasanya berupa biji kakao mentah yang selanjutnya difermentasi
menjadi biji coklat untuk pembuatan produk olahan berbahan dasar coklat.
Indonesia merupakan negara terbesar ketiga mengisi pasokan kakao dunia yang
diperkirakan mencapai 20% bersama Negara Asia lainnya seperti Malaysia,
Filipina, dan Papua New Guinea. Tanaman kakao menjadi komoditas unggulan
nasional selain karet, kelapa sawit, kopi, dan teh. Produksi yang rendah nyatanya
dibarengi dengan mutu yang rendah dan pengolahan pasca panen yang kurang
beragam.
Penggunaan pestisida sebagai pengendali hama maupun penyakit,
merupakan langkah terakhir sebagai pengendalian OPT tesebut. Mengingat
bahayanya yang baru tampak setelah 10 tahun baik pada lingkungan pertanaman
maupun pada petani (manusia). Hal ini yang menjadikan adanya upanya
penekanan penggunaan pestisida sintetik pada suatu pertanaman. Pada dasarnya
teknik pengendalian yang aman bagi tanaman yang dibudidayakan, lingkungan
sekitar tanaman adalah dengan memadukan beberapa metode yang dianggap

aman. Salah satu teknik pengendalian yang dapat diupayakan adalah dengan
menerapkan komponen PHT.
Penerapan PHPT pada tanaman kakao memungkinkan petani memilih
strategi pengelolaan yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Penggunaan
sistem pengelolaan terpadu mengurangi tingkat serangan hama dan penyakit pada
tanaman kakao, mengurangi penggunaan bahan kimia yang tidak perlu,
menyediakan alternatif pengelolaan hama dan penyakit dan memperbaiki hasil
serta kualitas kakao, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan
pendapatan petani. Hasil yang lebih tinggi inilah yang menjadi efek dari
penerapan komponen PHT yang meliputi:
1. Perbaikan bahan tanam dari CCI dengan potensi hasil lebih tinggi, tahan
penyakit, dan mempunyai karakteristik unggul
2. Rehabilitasi yang efektif pada tanaman yang sudah ada akan memperbaiki
tanaman kakao waktu untuk memperbaiki banyaknya sinar yang masuk
dan aliran udara serta merangsang pertumbuhan
3. Penerapan sanitasi untuk mengurangi inokulum hama dan penyakit
4. Penghambatan daur hama dan penyakit serta gerakan vector
5. Pengendalian gulma
6. Penggunaan pupuk kandang atau pupuk anorganik untuk
memperbaiki nutrisi kakao.
Keenam cara tersebut merupakan upaya peningkatan hasil produksi dari
pertanaman kakao, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan

pendapatan petani, dan pendapatan Negara. Komponen PHT yang diterapkan


petani pada tanaman perkebunan umumnya masih rendah, karena pola pikir petani
yang umumnya menggunakan bahan kimia sebagai pengendali OPT maupun
upaya peningkatan hasil kakao. Sehingga diperlukan pemahaman dan kesadaran
mengenai kestabilan ekosistem pada pertanaman kakao.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis hama dan penyakit pada tanaman kakao
2. Untuk menerapkan beberapa komponen PHT pada tanaman kakao
3. Untuk mengetahui keuntungan penerapan masing-masing komponen PHT
pada tanaman kakao.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan satu-satunya spesies diantara 22


jenis dalam genus Theobroma yang diusahakan secara komersial. Tanaman ini
diperkirakan berasal dari lembah Amazon di Benua Amerika yang mempunyai
iklim tropis. Colombus dalam pengembaraan dan petualangannya di benua
menemukan dan membawanya ke Spanyol. Sistematika tanaman kakao secara
lengkap adalah sebagai berikut.
Divisi

: Spermatophyta

Anak divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Malvales

Famili

: Sterculiaceae

Genus

: Theobroma

Spesies

: Theobroma cacao, L.
(Poedjiwidodo, 1996)

Kakao berbunga sepanjang tahun dan bunganya tumbuh secara


berkelompok pada bantalan bunga yang menempel pada batang, cabang atau
ranting. Bunga kakao tergolong bunga sempurna, terdiri dari daun kelopak

sebanyak 5 helai dan benang sari sebanyak 10 helai. Jumlahnya dapat mencapai
5.00012.000 bunga per pohon per tahun, tetapi jumlah buah matang yang
dihasilkan hanya berkisar satu persen. Dalam setiap buah terdapat 30-50 biji,
tergantung pada jenis kakao. Variasi produksi buah antara pohon dipengaruhi
banyak faktor, antara lain jumlah bunga yang dihasilkan, sifat compatible dan
incompatible dari masing-masing klon, pengaruh layu buah muda, dan tingkat
serangan hama dan penyakit sejak pertumbuhan hingga panen (Sulistyowati
1993).
Kakao dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu tipe Criollo, Forastero dan
Trinitario. Tipe Criollo memiliki karakter dengan ciri permukaan kulit buah kasar,
alur dalam, kulit buah tebal dan lunak, tipe Forastero memiliki permukaan kulit
buah kasar, alur dalam, kulit buah tipis dan keras sementara tipe Trinitario
memiliki karakter permukaan kulit buah halus, alur dangkal, kulit buah tipis dan
keras
Menurut Suryana (2004), agribisnis perkebunan masih harus lebih
ditingkatkan antara lain karena produktivitas komoditas dan lahan perkebunan
belum

sepenuhnya

menerapkan

teknologi

rekomendasi

seperti

varietas,

pemeliharaan berupa pemupukan dan penerapan pengendalian hama terpadu


(PHT), cara panen, sistem dan pola penguasaan perkebunan secara efektif.
Penggunaan pestisida ataupun bahan kimia lainnya dalam kegiatan budidaya
masih tinggi, karena pandangan petani yang menganggap hasil yang diperoleh
dari perlakuan tersebut lebih cepat dibandingkan dengan bahan alami. Menyadari

akan manfaat dan kelemahan pengendalian hama penyakit menggunakan


pestisida, maka perlu upaya pengendalian yang efektif dan efisien. Sehubungan
dengan hal itu, sejak tahun 1997/1998 pemerintah mengintroduksikan program
PHT pada tanaman perkebunan rakyat. Pengembangan PHT telah dilakukan pada
beberapa komoditas perkebunan rakyat seperti: kakao, lada, teh, kapas, jambu
mete, dan kopi. Tujuan penerapan PHT di subsektor perkebunan rakyat adalah
untuk mendorong pendekatan pengendalian OPT yang dinamis dan aman terhadap
lingkungan oleh petani perkebunan rakyat melalui pemberdayaan perangkat
pemerintah yang terkait dan kelompok tani. Program ini diharapkan berpengaruh
terhadap meningkatnya hasil dan mutu produk serta pendapatan petani,
berkurangnya penggunaan pestisida karena diterapkannya PHT, meningkatnya
mutu dan bebas residu pestisida pada produk ekspor komoditi seperti lada, kopi,
kakao dan teh, serta mempertahankan dan melindungi kelestarian lingkungan
(Agustian, 2009).

Salah satu hama utama yang menyerang tanaman kakao adalah hama
Penggerek Buah Kakao (PBK) yang disebabkan oleh(Conopomorpha cramerella.
Gejala serangan dan kerusakannya menyerang buah-buah kakao mulai dari yang
masih muda (panjang 8 cm) sampai buah menjelang masak. Stadium yang
menimbulkan kerusakan pada tanaman kakao adalah stadium larva. Larva PBK
cenderung memakan daging buah dan saluran makanan yang menuju biji,
walaupun tidak sampai menyerang biji. Serangan ditandai dengan memudarnya

warna kulit buah, munculnya belang berwarna hijau kuning atau merah jingga,
dan bila buah dikocok tidak berbunyi. Gejala serangan akan terlihat saat buah
dibelah, yakni ditandai dengan daging buah yang tampak berwarna hitam dengan
bijibiji melekat satu sama lain, keriput dan bobotnya sangat ringan (Wahyudi,
2008).
Selain PBK, hama yang sering dijumpai pada pertanaman kakao adalah
Helopeltis spp. (Famili Miridae: Ordo Hemiptera). Pada tanaman kakao diketahui
ada lebih dari satu spesies Helopeltis, yaitu H. antonii, H. theivora dan H.
claviver (Karmawati dkk, 2010).
Stadium yang merusak dari hama ini adalah nimfa (serangga muda) dan
imagonya yang menyerang buah muda dengan cara menusukkan alat mulutnya.
Sambil mengisap cairan, kepik tersebut juga mengeluarkan cairan yang bersifat
racun yang dapat mematikan sel-sel jaringan yang ada di sekitar tusukan. Selain
buah, hama ini juga menyerang pucuk dan daun muda. Hama ini dapat
menyebakan penurunan hasil 50-60%. Penyakit busuk buah disebabkan oleh
cendawan Phytophthora palmivora merupakan penyakit penting kakao di dunia
terutama terjadi di daerah beriklim tropis dan sedang. Penyebaran penyakit ini
dapat terjadi melalui percikan air hujan, persinggungan bagian sakit dengan
bagian sehat, atau melalui agensia perantara seperti tikus, tupai atau binatang
lainnya. Patogen ini menyerang daun, batang, pucuk, bantalan bunga dan terutama
buah pada berbagai tingkatan umur. Buah-buah yang belum matang adalah yang

paling peka terhadap serangan patogen ini. Kerusakan paling besar terjadi pada
umur 2 bulan sebelum buah matang (Ramlan, 2010).
Cara mengatasi permasalahan tersebut yang paling tepat adalah dengan
menerapkan konsep PHT yang menurut untung (2002) lebih bersifat
komperehensif dan mencakup aspek teknis, ekologis, ekonomis-bisnis, socialbudaya, serta politis. Penerapan PHT sangat sesuai dalam strategi menghadapi
persaingan bebas, karena sejalan dengan tuntutan konsumen dunia terhadap
produk yang aman, yaitu yang diproduksi melalui proses yang ramah
lingkungan.
Komponen PHT yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan serasah berupa
guguran daun pertanaman kakao, ataupun tanaman yang lain yaitu digunakan sisa
jerami padi, sisa batang jagung atau daun pisang kering. Pemberian serasah ini
tidak

saja

meningkatkan

kesuburan

tanah,

tetapi

juga

meningkatkan

keanekaragaman arthropoda tanah seperti kolembola, yang pada giliran berikutnya


dapat meningkatkan populasi predator di pertanaman kakao. Pemberian serasah
pada tanah juga pernah dilaporkan dapat meningkatkan efisiensi pengendalian
hama (Mathews et al., 2002;Mathews et al., 2004; Afun et al., 1999).

III.

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Alat- alat yang digunakan pada praktikum acara 9 yaitu kantong plastik,
karet, kertas label, ATK, gergaji, bambu dan gunting pangkas. Adapun bahan yang
dibutuhkan berupa pertanaman perkebunan yaitu perkebunan kakao yang berbuah
muda, air dan gula merah.
B. Prosedur Kerja
1. Alat dan bahan disiapkan, kemudian beberapa komponen PHT diterapkan
berupa sanitasi, pemangkasan, penyelubungan dan cara hayati
2. Kegiatan sanitasi dilakukan dengan mengumpulkan daun kering (seresah)
yang berada dibawah pohon kakao, selanjutnya dimasukkan kedalam
kantong

plastik

dan ditambahkan

gula merah. Kantong plastik

digantungkan pada pohon untuk memancing kedatangan semut hitam


sebagai predator. Kegiatan pemangkasan dilakukan dengan menggergaji
tunas air pada tanaman kakao
3. Kegiatan penyelubungan (kondomisasi) dilakukan pada buah kakao yang
masih muda selanjutnya disiapkan plastik pada ujung bambu dengan karet.
Penyelubungan dilakukan dengan bantuan tongkat atau pengait

4. Hasil pengamatan ditulis pada kertas, yang meliputi kegiatan yang


dilakukan sebagai komponen PHT
5. Selanjutnya hasil praktikum dipresentasikan.

IV.

A. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan
Smith (1978) menyatakan PHT adalah pendekatan ekologi yang bersifat
multi displin untuk pengelolaan populasi hama dengan memanfaatkan beraneka
ragam teknik pengendalian secara kompatibel dalam suatu kesatuan kordinasi
pengelolaan. Salah satu cara pengendalian hama yang ramah lingkungan adalah
dengan

menggunakan

cendawan

entomopatogen

Beauveria

bassiana.

Pemanfaatan B. bassiana sebagai bioinsektisida untuk pengendalian hama buah


kakao dapat dilakukan oleh petani, karena cendawan ini sudah ada secara alami di
alam, mudah diperbanyak pada media buatan dengan biaya yang tergolong murah
serta mudah dalam penggunaannya di lapangan. Akan tetapi cendawan ini belum
dimanfaatkan secara maksimal oleh petani kakao. Peluang keberhasilan
pengendalian hama menggunakan cendawan entomopatogen pada pertanaman
kakao cukup besar.
Terdapat beberapa komponen pengendalian hama terpadu menurut
Winarno (1987) yaitu pengendalian hama dengan kultur teknis, pengendalian
hayati,

pengendalian

secara

fisik-mekanis,

penggunaan

pestisida,

dan

pengendalian hama dengan peraturan-peraturan. Pengendalian dengan kultur


teknis adalah langkahlangkah yang dilakukan berkaitan dengan produksi yang
menyebabkan lingkungan yang terjadi itu tidak atau kurang cocok untuk
kehidupan pertumbuhan dan perkembangan serangga hama. Pengendalian hayati
adalah pengendalian serangga hama dengan menggunakan musuh-musuh alami

seperti parasit, predator dan patogen. Pengendalian secara fisis dan mekanis
adalah pengendalian hama yang dilakukan secara langsung membinasakan
serangga hama dengan alat-alat tertentu. Penggunaan pestisida khususnya
insektisida, yakni penggunaan senyawa kimia yang dapat mematikan serangga
hama. Namun, dalam pengendalian hama terpadu penggunaan insektisida
merupakan alternatif yang terakhir. Pengendalian hama dengan peraturanperaturan bertujuan untuk meningkatkan pelaksanaan pengendalian hama terpadu.
Misalnya praturan mengenai sistem bertanam serempak, pola tanam, pergiliran
varietas unggul dan lain-lain.
Strategi pengendalian hama terpadu (PHT), pemanfaatan potensi musuh
alami mempunyai peranan penting dalam menekan kelimpahan populasi hama.
Diantara musuh alami yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama pada
tanaman kakao adalah semut hitam (Dolichoderus, sp.). Siklus hidup semut hitam
terbagi dalam empat fase, yaitu fase telur, larva, pupa, dan dewasa. Lama
perkembangan dari telur hingga dewasa rata-rata 30 40 hari (Bolton 1997). Pada
tanaman kakao, semut hitam mencari makan (foraging) di sekitar pertanaman
kakao dengan daya jelajah 10-15 m setiap hari/koloni. Sarang semut hitam
terdapat pada rongga di dalam kayu lapuk, celah di bawah batuan atau kayu, di
antara kulit batang pohon, di antara serasah, rongga di dalam ranting dan liang
bekas sarang rayap atau kumbang (Ho 1994). Sumber makanan dapat diperoleh
dari telur serangga lain yang terdapat di pohon kakao dan embun madu yang
dihasilkan oleh kutu putih C. hispidus (Hemiptera; Pseudococcidae). Pemanfataan

semut hitam sebagai agensia hayati di Malaysia telah dimulai sejak tahun 1996.
Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa seekor semut hitam dapat
memangsa telur C. cramerella sebanyak 5 butir / hari dan kasta pekerja semut
hitam di lapangan memiliki perilaku membawa telur hama PBK ke sarangnya
untuk dijadikan sebagai sumber makanan (Ho & Khoo 1997). Keberadaan semut
hitam yang berkeliaran pada tanaman kakao juga dapat mengganggu imago hama
PBK yang beristirahat pada siang hari (Sulistyowati & Mufrihati 1993) dan
mengganggunya pada saat meletakkan telur (Suparno 1990).
Di samping sebagai musuh alami hama PBK, semut hitam dapat berfungsi
sebagai pembawa Trichoderma sp. yang berperan sebagai agensia hayati terhadap
penyakit busuk buah kakao yang disebabkan oleh Phythophthora palmivora (See
& Khoo 1996). Dengan demikian semut hitam berperan ganda selain sebagai
predator juga sebagai pembawa agensia hayati. Potensi inilah yang menjadikan
semut hitam dapat dijadikan sebagai agen pengendali hayati pada tanaman kakao.
Pemanfaatan semut hitam untuk mengendalikan hama Helopelthis antonii
pada tanaman kakao di Indonesia telah dilakukan pada masa penjajahan Belanda
pada tahun 1930-1940. Pada masa itu semut hitam telah dikomersilkan kepada
petani (Rauf 2007). Petani kakao di Kecamatan Labuhan Ratu Lampung Timur
telah memasang daun kelapa atau daun kakao kering yang diikatkan pada bagian
batang. Kemudian, pada daun kering tersebut diletakkan sarang semut. Pada
pohon kakao yang terdapat sarang semut serangan hama PBK lebih rendah dan

petani dapat menghemat biaya pembelian bahan kimia sebesar Rp 500 ribu/ha
dalam satu tahun (Radar Lampung 2004).
Pengendalian secara fisik-mekanik antara lain sanitasi lingkungan,
pemupukan dan pemangkasan. Sanitasi kebun adalah kegiatan pembersihan kebun
berupa pengumpulan serasah / daun tanaman kakao yang berguguran serta buah
kakao yang gugur akibat terinfeksi oleh hama dan penyakit tanaman kakao.
Menurut Djafruddin (2000), sanitasi termasuk semua tindakan yang ditujukan
untuk mengeliminir atau meniadakan serta mengurangi jumlah patogen
(populasinya) yang ada dalam suatu lahan pertanaman. Jadi berupa tindakan
pembuangan atau pengamanan cabang-cabang tanaman yang terserang maupun
sisa-sisa yang mengandung patogen, serta dapat mengurangi penyebaran patogen
yang akan timbul berikutnya. Pada tingkat petani kakao, upaya sanitasi
lingkungan dilakukan dengan cara yang beragam. Pemupukan pada program
Gernas Kakao tahun 2009 berupa kegiatan intensifikasi. Pengaplikasian pupuk
dilakukan secara melingkar dari ujung daun terluar dengan dosis 200 gram/Ha.
Pemangkasan merupakan perlakuan yang sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan dan produksi kakao. Pemangkasan tanaman kakao adalah tindakan
pembuangan atau pengurangan sebagian dari organ tanaman yang berupa
cabang,ranting,

dan

daun.

Jenis

pemangkasan

meliputi

pemangkasan

pemeliharaan, pemangkasan produksi serta kombinasi keduanya (pemangkasan


pemeliharaan dan produksi). Pemangkasan dimaksudkan untuk membentuk pohon
yang baik dengan percabangan yang seimbang, sehingga penyebaran daun merata

dan penerimaan sinar matahari menjadi merata yang berimbas pada kelembaban
di lahan, serta membuang sisa cabang yang tidak diinginkan. Selain itu untuk
perbaikan aerasi di dalam kebun dan untuk meningkatkan produksi. Pemangkasan
ini dilakukan pada tanaman yang belum menghasilkan (umur 8-24 bulan).
Pada saat praktikum penerapan komponen PHT terhadap pertanaman
kakao, selain sanitasi kebun, pemangkasan tunas air, pengadaan agen hayati
berupa semut hitam, dan kondomisasi buah muda. Kondomisasi dilakukan untuk
menurunkan

resiko

serangan

hama

maupun

penyakit.

Sebagai

contoh

menghalangi serangan hama PBK dalam meletakkan telurnya pada buah dan
kepik Helopeltis sp. dalam menghisap jaringan buah, mengurangi resiko busuk
buah dan serangan jamur upas sehingga buah dapat tumbuh sempurna hingga saat
panen. Kondomisasi dilakukan pada buah kakao muda yang panjangnya kurang
dari 8 cm.
Hama-hama utama pada pertanaman kakao adalah hama penggerek buah
(Conomorpha cramella), kepik penghisap buah kakao (Helopeltis sp.), tupai dan
tikus. Sedangkan penyakit yang sering dijumpai pada pertanaman kakao adalah
penyakit busuk buah (Phytophtora palmivora),
Berdasarkan UU no. 12 tahun 1992 dan PP no. 6 tahun 1995, kegiatan
penanganan OPT dilaksanakan dengan menerapkan sistem Pengendalian Hama
Terpadu dan pelaksanaannya merupakan tanggung jawab pemerintah dan
masyarakat. Dalam budidaya kakao, upaya Pengendalian OPT juga dianjurkan

untuk dilakukan secara terpadu. Komponen teknologi PHT yang diperlukan


meliputi:
a. Penggunaan varietas tahan
b. Teknik Pemangkasan yang tepat pada tanaman kakao dan penaung
c. Sanitasi lingkungan
d. Konservasi dan Pemanfaatan musuh alami
e. Aplikasi pestisida biologi/hayati dan atau
f.

Aplikasi pestisida kimia secara tepat dan bijaksana

V.

PENUTUP

A. Simpulan
1.

Hama-hama utama pada pertanaman kakao meliputi hama penggerek


buah (Conomorpha cramella), kepik penghisap buah kakao (Helopeltis
sp.), tupai dan tikus. Sedangkan penyakit yang sering dijumpai pada
pertanaman kakao adalah penyakit busuk buah disebabkan oleh jamur
patogen Phytophtora palmivora, jamur upas, antraknosa dan VSD.

2. Komponen PHT yang dapat diterapkan yaitu sanitasi lingkungan,


pemangkasan tunas air, penyelubungan/ kondomisasi, pemupukan,
penggunaan agensi hayati, menggunakan klon toleran dan melakukan
panen lebih cepat dari serangan hama maupun penyakit.
3. Keuntungan penerapan komponen PHT adalah untuk mencegah serangan
OPT sehingga produktivitas tanaman terjaga dan hasil produksi kakao
meningkat

B. Saran
Praktikan lebih menguasai komponen PHT sehingga ketika dilaksanakan
praktikum, praktikan lebih tanggap dan teliti. Selain itu praktikan lebih serius dan
disiplin dalam melakukan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, A. dan Benny Rachman. 2009. Penerapan Teknologi Pengendalian


Hama Terpadu Pada Komoditas Perkebunan Rakyat. Perspektif.
8(1): 30 41
Djafaruddin., 2000. Dasar-dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Penerbit
Bumi Aksara, Jakarta. Hal. 118-120.
Ho, C.T. and K.C. Khoo. 1997. Partners in Biological Control of Cocoa Pests:
Mutualism between Dolichoderus thoracicus (Hymenoptera:
Formicidae) and Cataenococus hispidus (Hemiptera: Pseudococcidae).
Bulletin of Entomological Research. 87: 461-470.
Karmawati, E dkk. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perkebunan, Jakarta

Mathews, C.R., Bottrell, D.G. dan Brown, M.W. 2002. A Comparison Of


Conventional And Alternative Understory Management Practices
For Apple Production : Multi Trophic Effects. Applied Soil Ecology.
21(3): 221 231.

Poedjiwidodo, M. 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya, Jakarta

Ramlan, 2010. Pengelolaan Penyakit Busuk Buah Kakao. Prosiding Seminar


Ilmiah PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei
2010. Pp. 380-387.

Rauf.A., Shepord BM, Johnson MW. 2000. Leafminers In Vegetales, Ornamental


Plants and Weeds In Indonesia: Survey Of Host Crops, Species
Composition and Parasitoid. Int. J Pest Manage. 46(4): 257-266
Smith and Reynold. 1978. Principles, definitions and Scope of Integrated Pest

Control. Proc. FAO Symposium on Integrated Pest Control

Sulistyowati & E. Sulistyowati (1993). Pengaruh


serangan Hama Penggerek Buah Kakao
(PBK) terhadap mutu biji kakao. Warta
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 15,
293

Suparno, T. 1990. Konsepsi penanggulangan


penggerek buah kakao di Provinsi Beng-kulu. Seminar Penanggulangan OPT
Penggerek Buah
Kakao di Provinsi Bengkulu Tanggal 1 Agustus 1999.
Disbun Dati I Bengkulu. 9 hal.

Supriyadi Tirtosuprobo dan Suko Adi Wahyuni. 2006. Penerapan Teknologi


Pengendalian Hama Terpadu untuk Meningkatkan Produksi dan
Pendapatan Usahatani Kapas Di Sulawesi Selatan. Perspektif. 5(1):
36 45.
Suryana, 2004. Dukungan IPTEK dalam Pengembangan Industri Perkebunan.
Prosiding Simposium IV Hasil Penelitian Tanaman Perkebunan,
Bogor 28-30 September 2004, Buku I. Puslitbang Perkebunan, Badan
Litbang Pertanian. Hlm 21-29.

Untung, K., 2006. Pengantar Pengelolaan Hama terpadu. Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta.
Wahyudi. 2003. Metode Pengamatan Penggerek Buah Coklat. Prosiding
Lakakarya Hama Penggerek Buah Coklat. Tanjung Morawa.

You might also like