Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
NOVITA SARI
NIM: 1404077
I. JUDUL
Test keperawanan pada calon polwan
II. KEBIJAKAN KESEHATAN
Tes keperawanan sebagai syarat menjadi polwan yang ternyata sudah
dipraktekkan sejak lama oleh Polri mencoreng kredibilitas Polri sebagai
satuan penegak hukum karena praktek tersebut jelas-jelas melanggar hukum.
Walau praktek tersebut didasarkan pada Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun
2009 pasal 36, namun pasal tersebut sebenarnya tidak secara eksplisit
mengharuskan adanya tes keperawanan, melainkan hanya pemeriksaan
III.
Watch menegaskan tes itu memang masih dilakukan hingga kini. Tes
keperawanan yang dilakukan Kepolisian Indonesia merupakan praktek
diskriminasi dan penghinaan terhadap perempuan, kata Nisha Varia,
direktur Human Rights Watch bidang hak perempuan. Markas Besar
Kepolisian di Jakarta harus segera hapus tes ini, dan memastikan seluruh
jajaran kepolisian menghentikannya."
Tes tersebut bertentangan dengan Peraturan Kepala Kepolisian
Republik Indonesia soal seleksi calon polisi harus non-diskriminasi dan
humanis, serta melanggar hak asasi internasional tentang kesetaraan, nondiskriminasi dan pribadi. Pemaksaan terhadap tes ini merupakan suatu
kekejaman, tak manusiawi, serta merendahkan martabat perempuan di
mata hukum internasional.
Antara
Mei
hingga
Oktober
2014,
Human
Rights
Watch
melakukan tes tidak ilmiah dan merendahkan ini tanpa mau tahu bahwa
pengalaman seks seorang perempuan sama sekali tak berhubungan dengan
apakah ia layak diterima buat suatu pekerjaan atau memastikan apakah dia
pernah diperkosa.
Apa yang disebut tes keperawanan ini merupakan diskriminasi serta
kekerasan berdasarkan genderbukan ukuran seorang perempuan bisa
bekerja sebagai polisi, kata Varia. "Praktek buruk ini bukan saja membuat
perempuan tangguh menjauh dari kepolisian, namun ia juga membuat
warga Indonesia tak mendapatkan sebuah kepolisian dengan anggotaanggota yang paling kompeten di bidangnya.
Demikian ada pula pengakuan dari berbagai calon polwan setelah
dilakukan wawancara oleh Human Rights Watch :
Kelompok saya giliran terakhir saat itu. Pegawai medis mungkin sudah
capek .... Kami diminta duduk di meja khusus perempuan melahirkan.
Dokter perempuan melakukan tes keperawanan dengan tes dua jari.
Saya tidak gugup karena yakin masih perawan. Setelah selesai, kami
diminta pakai baju kembali.
Saya tidak mau ingat lagi pengalaman buruk itu. Memalukan.
Mengapa kita harus buka baju di depan orang yang tidak dikenal? Ya
(penguji keperawanan) memang perempuan, tapi kami tidak saling kenal.
Itu diskriminasi. Saya rasa itu tidak perlu.
D. Struktur Birokrasi
Di Indonesia, kepolisian memasukkan tes keperawanan sebagai
bagian dari seleksi kesehatan calon polwan walau beberapa polwan senior
menyatakan keberatan dan tuntut agar tes tersebut dihapus. Wacana
memperkenalkan tes keperawanan bagi anak perempuan usia sekolah di
Indonesia juga telah berulang kali disuarakan.
Tes keperawanan telah diakui secara internasional sebagai
pelanggaran hak asasi manusia, khususnya larangan kejam, tidak
manusiawi atau merendahkan martabat berdasarkan pasal 7dari Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan pasal 16 pada
Konvensi Menentang Penyiksaan, keduanya sudah diratifikasi banyak
negara termasuk Indonesia.
terhadap
perempuan.
Tes
keperawanan
merupakan
kebijakan
yang
Keperawanan-yang-Bikin-Polwan-Pingsan
http://debbiers.blogspot.com/2015/01/analisis-kasus-diskriminasi.html
UUD 1945 pasal 28c Ayat (1)