Professional Documents
Culture Documents
I.
TUJUAN PERCOBAAN
Untuk mempelajari absorpsi obat secara perkutan secara in vitro.
II.
PRINSIP
Adsorbsi perkutan dapat didefinisikan sebagai adsorbsi obat ke dalam
2.
Rute transfolikuler, yaitu difusi obat melewati pori kelenjar keringat dan
selum.
Sebelum obat dapat memberikan efek, obat perlu dilepaskan dari basisnya
setelah obat kontak dengan stratum korneum maka obat akan menembus
epidermis dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik secra difusi pasif. Laju
absorbs melintasi kulit tidak segera tunak tetapi selalu teramati adanya waktu
laten. Waktu laten mencerminkan penundaan penembusan senyawa kebagian
dalam struktur tanduk dan pencapaian gradien difusi (Syukri, 2002).
Hambatan utama dari sistem penghantaran obat transdermal adalah sifat
halangan intrinsic dari kulit. Halangan ini dapat secara kimiawi dimodifikasi
dengan tujuan menurunkan resistensi difusi menggunakan peningkat penetrasi.
Strategi penggunaan peningkat penetrasi memungkinkan lebih banyak obat
TEORI
sebagai
peningkat
penetrasi
pada
konsentrasi
1-10%
Dapat diterima oleh tubuh dan dengan segera dapat mengembalikan fungsi
kulit ketika dihilangkan dari sediaan
Tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau dan relatif murah
Uji difusi in-vitro
Suatu uji perlu dilakukan untuk memperkirakan jumlah obat yang mampu
berdifusi
menembus
kulit.
Uji
tersebut
dilakukan
secara
in-vitro
menggunakan bahan dan alat yang mewakili proses difusi obat melewati
stratum korneum. Salah satu metode yang digunakan dalam uji difusi adalah
metode flow through. Adapun prinsip kerjanya yaitu pompa peristaltik
menghisap cairan reseptor dari gelas kimia kemudian dipompa ke sel difusi
melewati penghilang gelembung sehingga aliran terjadi secara hidrodinamis,
kemudian cairan dialirkan kembali ke reseptor. Cuplikan diambil dari cairan
reseptor dalam gelas kimia dengan rentang waktu tertentu dan diencerkan
dengan pelarut campur. Kemudian diukur absorbannya dan konsentrasinya
pada panjang gelombang maksimum, sehingga laju difusi dapat dihitung
berdasarkan hukum Fick di atas. Membrane difusi dapat menggunakan
membran sintesis yang menyerupai stuktur stratum korneum ataupun bisa
menggunakan bagian kulit dari hewan uji (membran stratum korneum ular)
(Gummer, 1989).
Absorpsi perkutan
Penggunaam obat dengan mengaplikasikannya pada kulit disebut dengan
pemberian obat secara perkutan. Absorpsi perkutan adalah masuknya molekul
obat dari kulit ke dalam jaringan di bawah kulit, kemudian masuk kedalam
sirkulasi darah dengan mekanisme difusi pasif. Mengacu pada Rothaman,
penyerapan perkutan merupakan gabungan fenomena penembusan senyawa
dari lingkungan luar ke bagian dalam kulit dalam peredaran darah dan
kelenjar getah bening. Istilah perkutan menunjukan bahwa penembusan
terjadi pada lapisan epidermis dan penyerapan dapat terjadi pada lapisan
epidermis yang berbeda. Absorbsi perkutan suatu obat pada umumnya
disebabkan oleh penetrasi obat melalui stratum korneum yang terdiri dari
kurang lebih 40% protein (pada umumnya keratin) dan 40% air dengan lemak
berupa trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol dan fosfat lemak.
Stratum korneum adalah lapisan terluar dari kulit yang terpapar ke
permukaan yang masuk ke dalam bagian epidermis kulit. Stratum komeum
sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran buatan yang semi
permeabel, dan molekul obat mempenetrasi dengan cara difusi pasif, jadi
jumlah obat yang pindah menyebrangi lapisan kulit tergantung pada
konsentrasi obat.
Asam salisilat
Asam salisilat diabsorpsi melalui kulit dan didistribusikan dalam ruang
ekstraseluler dan kadar plasma maksimum tercapai 6-12 jam setelah
pemakaian. Karena 50-80% dari salisilat terikat pada abumin, maka
peningkatan kadar serum salisilat bebas ditemukan pada pasien dengan
hipoalbuminemia. Metabolit dalam urine dari asam salisilat yang diberikan
secara topikal meliputi salicyluric acid dan glukuronida-glukoronida phenolic
dan acyl dari asam salisilat; dan hanya 6% dari keseluruhan dari asam salisilat
yang diekskresi dalam bentuk tidak berubah. Kira-kira 95% dari dosis tunggal
salisilat diekskresi di dalam urine dalam waktu 24 jam setelah diabsoprsi.
Mekanisme yang menyebabkan asam salisilat menghasilkan efek-efek
keratolitik dan efek-efek terapeutik lainnya belum banyak diketahui. Obatobat ini mungkin melarutkan protein-protein permukaan permukaan sel,
menjaga agar stratum korneum tetap utuh, sehingga menghasilkan
deskuamasi pada sisa-sisa keratotik. Asam salisilat bersifat keratolitik pada
konsentrasi 3-6%. Sementara itu, pada konsentrasi yang melebihi 6%, asam
salisilat dapat bersifat destruktif terhadap jaringan-jaringan tubuh
IV. METODE PERCOBAAN
Alat dan Bahan
Alat:
-
Bahan :
-
Asam salisilat
V.
PROSEDUR
Disiapkan membrane lipid buatan sebagai membrane difusi, membrane
flux
*luas
membrane*
waktu,
digunakan
parameter
VI.
DATA PENGAMATAN
VI.
Data Pengamatan
1.
Kurva Baku
a. Konsentrasi Larutan Baku asam salisilat yang dibuat = 50 mg/100
mL= 500 ppm
b. Data Kurva Baku asam salisilat
Conc
15
20
25
30
35
Abs
0.278
0.432
0.555
0.685
0.766
t
( meni
t)
10
20
30
40
50
Conc
( ppm )
27.060
20.095
23.444
21.553
17.095
Abs
0.594
0.423
0.505
0.458
0.349
Conc
Terukur
27.131
20.166
23.515
21.624
17.166
Conc
608.318
452.152
527.242
484.843
384.888
mg
Fak.
mg
terdisolusi Koreksi
terkoreksi
1.217
0.904
1.054
0.970
0.770
1.217
0.916
1.064
0.980
0.780
0.012
0.009
0.011
0.010
60
70
16.484
12.839
0.334
0.244
16.555
12.910
371.188 0.742
289.462 0.579
0.008
0.008
0.750
0.586
Fak.
mg
b. Membran kasar
t
( meni
t)
10
20
30
40
50
60
70
Conc
( ppm )
43.407
73.857
46.036
37.127
25.479
17.514
14.045
Conc
Abs
Terukur
0.996
1.744
1.060
0.841
0.555
0.359
0.274
43.478
73.928
46.107
37.198
25.550
17.585
14.116
Conc
974.843
1657.578
1033.789
834.036
572.870
394.283
316.502
mg
terkoreksi terkoreksi
membran
membran
halus
1.217
0.916
1.064
0.980
0.780
0.750
0.586
kasar
1.950
3.335
2.101
1.689
1.163
0.800
0.641
d. Kurva mg terkoreksi
rata2
1.583
2.126
1.582
1.335
0.971
0.775
0.614
mg
terdisolusi Koreksi
terkoreksi
1.950
3.315
2.068
1.668
1.146
0.789
0.633
1.950
3.335
2.101
1.689
1.163
0.800
0.641
0.019
0.033
0.021
0.017
0.012
0.008
e. Perhitungan membran
Diameter dalam
: 1.20
diameter
: 0,60
Luas lingkaran
: . r2
= 22/7 . 0,602
= 1.1304 cm2
Persamaan linear
: y = 0,0011x + 1,1516
Flux
VII.
= 0.00097
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini di ujikan absorpsi obat secara perkutan dengan
Pada praktikum ini dilakukan analisis dengan metode lag time difusi. Pada
metode ini diambil sebagian data yang diasumsikan bahwa transpor sudah
mencapai kondisi tunak (steady state). Pada kondisi tunak, didapatkan hubungan
yang linear antara waktu transpor dengan jumlah obat yang tertranspor kumulatif.
Hubungan yang linear tersebut ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi
(r) yang lebih besar dari pada r tabel. Pada penelitian ini dipakai 4 data terakhir.
Harga r tabel untuk derajat bebas 2 dan taraf kepercayaan 95% adalah 0.95 (Muth
1999).
Kenaikan parameter kelarutan (polaritas) stratum korneum dan penurunan
fraksi ion asam salisilat oleh penghantaran arus listrik yang diharapkan dapat
menaikkan fluks transpor tidak terjadi.
Pada praktikum ini diperoleh hasil mg terdisolusi untuk membran sintetis
kasar lebih banyak karena memiliki pori-pori yang besar di bandingkan dengan
membran sintetis yang halus sehingga mg terkoreksinya lebih banyak yang kasar
yaitu sebesar 0.641 pada menit ke 70. Besarnya mg terkoreksi yang lebih besar
dapat menyebabkan hasil fluks asam salisilat dari donor menembus kulit menuju
plasma kurang maksimal.
VII.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah diakukan dapat disimpulkan
DAFTAR PUSTAKA
Junqueira, L.C., and J. Cameiro. 1981. Basic Histology, 3rd edition. Lange
Medical Publication, Drawer Los Altos, California.
Medidata Indonesia. 2011. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 11
2011/2012. Penerbit BIP Kelompok Gramedia, Jakarta.