Professional Documents
Culture Documents
Sudut rahang bawah lebih besar, letak larynx lebih tinggi serta epiglottis
yang lebih besar dan berbentuk U.
Cricoid adalah bagian tersempit dari larynx yang menentukan ukuran ETT.
Pada orang dewasa, bagian tersempit adalah pita suara.
Panjang trakea bayi aterm adalah 4 cm dan diameter ETT yang sesuai
adalah 2,5 3 mm (panjang trakea dewasa sekitar 12 cm).
Pada anak usia kurang dari 10 tahun, jangan menggunakan ETT dengan cuff
(balon) untuk menghindari pembengkakan subglottis dan ulserasi. Pada bayi dan
anak, intubasi oral lebih mudah dibandingkan intubasi nasal .
Syok pada anak :
Perabaan denyut nadi anak mudah dilakukan pada daerah pelipatan paha (groin)
untuk arteria femoralis dan pada daerah fossa antecubiti untuk arteria brachialis.
Jika denyut nadi tidak teraba maka resusitasi harus segera dimulai.
Tanda-tanda syok pada anak :
Takhikardiaa.
Takhipnea.
Gelisah
Kesadaran menurun
Hipotensi sering merupakan tanda klinis yang terlambat, ketika syok sudah berat.
Akses vaskuler dilakukan dengan kateter I.V. ukuran besar di dua vena yang
terpisah (v. saphena longus dan v. femoralis). Gunakan vena perifer lebih dahulu,
hindari vena
sentral
Akses intraoseus adalah aman dan cukup efektif. Bila tidak tersedia jarum khusus
intraoseus, dapat digunakan jarum spinal ukuran besar. Tempat pemasangan
adalah daerah antero medial tibia dibawah tuberositas tibia. Hindari menusuk
daerah epiphyseal growth plate.
Pemberian cairan ditujukan agar diuresis mencapai 1-2 ml/kg BB pada bayi dan
0,5 1 ml/kg BB pada anak/ remaja.
Dimulai dengan bolus NaCl 0,9% 20 ml/kg BB..Bila tidak ada respons, berikan
bolus kedua dengan jumlah yang sama. Bila tetap tidak ada respons, berikan darah
dari golongan yang sama atau PRC golongan O sebanyak 10 ml/kg BB.(sebaiknya
Rh (-))
Hipothermi adalah masalah yang besar bagi anak. Kehilangan panas melalui
daerah kepala cukup besar jumlahnya. Luas permukaan tubuh yang relatif lebih
besar, meningkatkan risiko hipotermi. Segera setelah memeriksa sekujur tubuh
pasien pasangkan selimut kembali. Infusi cairan harus dihan
Nilai-nilai Fisiologis pada anak
Usia
Denyut Jantung
0 1 tahun
100-160
1 tahun
100-170
70-90
2 tahun
90-150
80-100
6 tahun
70-120
85-110
10 tahun
70-110
90-110
14 tahun
60-100
90-110
Dewasa
60-100
90-120
bibir (cm)
ETT
pada
hidung(cm
)
Neonatus
1.0-3.0
40-50
3.0
5.5-8.5
7-10.5
Neonatus
3.5
40-50
3.5
11
3 Bulan
6.0
30-50
3.5
10
12
1 Tahun
10
20-30
4.0
11
14
2 tahun
3 tahun
4 tahun
6 tahun
8 tahun
10 tahun
12 tahun
12
14
16
20
24
30
38
20-30
20-30
15-25
15-25
10-20
10-20
10-20
4,5
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
12
13
14
15
16
17
18
15
16
17
19
20
21
22
Nilai normal
36,5-37,5
Keterangan
Dapat di ukur melalui oral,
aksila, dan rectal. Untuk
mengukur suhu inti
menggunakan kateter arteri
pulmonal, kateter urin,
60-100x/menit
Respirasi
12-20x/menit
dan kesamaan.
Evaluasi dari repirasi
meliputi frekuensi, auskultasi
suara nafas, dan inspeksi dari
usaha bernafas. Tada dari
peningkatan usah abernafas
adalah adanya pernafasan
cuping hidung, retraksi
interkostal, tidak mampu
mengucapkan 1 kalimat
Saturasi oksigen
>95%
penuh.
Saturasi oksigen di monitor
melalui oksimetri nadi, dan
hal ini penting bagi pasien
dengan gangguan respirasi,
penurunan kesadaran,
penyakit serius dan tanda
vital yang abnormal.
Pengukurna dapat dilakukan
Tekanan darah
120/80mmHg
Berat badan
atau tidak,ukuran
serta bagaimana
nyeri,
gatal-gatal,
ptosis,
exophthalmos,
membrane
timpani
atau
adanya
hemotimpanum
4) Rahang atas
periksa
stabilitas
rahang atas
5) Rahang bawah
mucosa
dan
Auskultasi
e. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya
pada keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra
dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala
defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian
depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya
perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet, memar,
ruam, massa, denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan
stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan,
nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan
atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas
yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra
abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal
lavage, ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen
misalnya usus halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera
terbuak), pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi
distal dari fraktur pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas
fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam
ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah), mungkin
luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau
kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya kemerahan,
edema, ruam, lesi, gerakan, dan sensasi harus diperhatikan, paralisis,
atropi/hipertropi otot, kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya
clubbing finger serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik
kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular.
Perlukaan
berat
pada
ekstremitas
dapat
terjadi
tanpa
disertai
hanya
dapat
didiagnosa
dengan
foto
rongent.
Pemeriksaan
saat ini dapat dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010).
Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi,
dan edema serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra periksa adanya
deformitas.
i. Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik.
Peubahan dalam status neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS.
Adanya paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis
atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan short atau long spine
board, kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak
ada fraktur servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk
melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga
penderita masih dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah
bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma
kepala, diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau tingkat kesadaran
penderita, karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial. Bila terjadi
penurunan kesadaran akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang
perfusi oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada
perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah
syaraf (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching,
parese, hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia
( kesukaran dalam mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji
pula adanya vertigo dan respon sensori