You are on page 1of 9

Keteguhan Ibrahim alaihissallam Dalam Mendakwahkan Tauhid Kepada Ayahnya

Unsur terpenting dalam proses penyucian jiwa ialah dengan menegakkan tauhidullah,
menjadikannya sebagai pilar utama sehingga mempengaruhi unsur-unsur lain dalam jiwa.
Apabila tauhid seseorang baik, maka baik pula unsur lainnya. Demikian sebaliknya, apabila
tauhid seseorang buruk, hal itupun akan sangat berpengaruh dalam setiap gerak langkah
kehidupannya. Dan kita berharap semoga AllahSubhanahu wa Taala selalu memberikan
taufik dan petunjuk-Nya.
Dalam mempelajari perjalanan hidup Nabi Ibrahim alaihissallam, kita akan mendapatkan diri
beliau sebagai insan yang sangat teguh dan gigih dalam menegakkan hak Allah Subhanahu
wa Taala yang agung, yakni tauhid. Hal ini dapat terlihat dalam beberapa moment, di
antaranya:
1. Dakwah Tuhid Kepada Ayah Beliau Alaihissallan Dengan Sabar Dan Penuh Santun.
Al-Hafihz Ibnu Katsiir rahimahullah berkata, Penduduk negeri Harran adalah kaum musyrikin
penyembah bintang dan berhala. Seluruh penduduk bumi adalah orang-orang kafir kecuali
Ibrahim alaihissallam, isterinya, dan kemenakannya, yaitu Nabi Luth alaihissallam.
Ibrahim alaihissallam terpilih menjadi hamba Allah Subhanahu wa Taala yang menghapus
kesyirikan tersebut dan menghilangkan kebatilan-kabatilan yang sesat. Allah Subhanahu wa
Taala telah menganugerahkan kepadanya kegigihan sejak masa kecilnya. Beliau diangkat
menjadi Rasul, dan Allah Subhanahu wa Taala memilihnya sebagai kekasih Allah Subhanahu
wa Taala pada masa berikutnya.
Awal dakwah tauhid yang beliau alaihissallam tegakkan, ialah diarahkan kepada ayahnya,
karena ia seorang penyembah berhala dan yang paling berhak untuk diberi nasihat (AlBidayah wan-Nihayah, juz 1, hal: 326).
Syaikh as-Sa`di rahimahullah berkata,Ibrahim alaihissallam adalah sebaik-baik para nabi
setelah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, yang telah Allah Subhanahu wa
Taala jadikan kenabian pada anak keturunnya. Dan kepada mereka diturunkan kitab-kitab
suci. Dia telah mengajak manusia menuju Allah Subhanahu wa Taala, bersabar terhadap
siksa yang ia dapatkan (dalam perjalanan dakwahnya), ia mengajak orang-orang yang dekat
(dengannya) dan orang-orang yang jauh, ia bersungguh-sungguh dalam berdakwah terhadap
ayahnya bagaimanapun caranya (Tafsir as-Sa`di, hal: 443.)
Allah Subhanahu wa Taala berfirman,



Ingatlah ketika ia berkata kepada ayahnya; Wahai Ayahku, mengapa engkau menyembah
sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong engkau sedikitpun?.
(QS. Maryam:42).
Lihatlah, bagaimana Nabi Ibrahim alaihissallam mendakwahkan tauhid kepada ayahnya
dengan ungkapan sangat lembut dan ucapan yang baik untuk menjelaskan kebatilan dalam
perbuatan syirik yang dilakukannya?! (Tafsir as-Sa`di, hal: 444). Penolakan ayahnya
terhadap dakwah itu tidak menyurutkan semangat serta sikap sayang terhadap ayahnya
dengan tetap akan memintakan ampunan, sekalipun permohonan ampun itu tidak dibenarkan
oleh Allah Subhanahu wa Taala. Disebutkan dalam firman-Nya,






Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk ayahnya tidak lain hanyalah
karena suatu janji yang telah diikrarkan kepada ayahnya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim
bahwa ayahnya adalah musuh Allah Subhanahu wa Taala , maka Ibrahim berlepas diri
darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.
(QS. At-Taubah: 114).
Dalam usaha yang lain, Ibrahim berdialog dengan ayahnya:




Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar. Layakkah engkau
menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan
kaummu dalam kekeliruan yang nyata. (QS. Al-Anam: 74).
Syaikh as-Sadi berkata,Dan ingatlah (terhadap) kisah Ibrahim alaihissallam manakala
Allah Subhanahu wa Taala memuji dan memuliakannya saat ia berdakwah mengajak kepada
tauhid dan melarang dari berbuat syirik. (Tafsir as-Sa`di, hal: 224).
Demikian, perjuangan dakwah tauhid yang disampaikan Nabi Ibrahim alaihissallam kepada
kaumnya. Allah Subhanahu wa Taala menjadikannya sebagai bagian dari ayat-ayat Alquran
yang akan selalu dibaca dan dipelajari secara seksama.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman,



Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: Sembahlah Allah dan
bertakwalah kepada-Nya, yang demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. (QS.
Al-Ankabut: 16).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam menafsirkan ayat ini: Allah Subhanahu wa
Taala mengkabarkan tentang hamba-Nya, Rasul dan kekasih-Nya, yaitu
Ibrahim alaihissallam sang imam para hunafa`, bahwa ia alaihissallam berdakwah mengajak
kaumnya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Taalasemata dan tidak ada sekutu
bagi-Nya, mengikhlaskan-Nya dalam ketakwaan, memohon rezeki hanya kepada-Nya, dan
mengesakan-Nya dalam bersyukur. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 3, hal: 536).
Keteguhan dakwah tauhid yang diperjuangkan Nabi Ibrahim alaihissallam juga termaktub
dalam firman Allah Subhanahu wa Taala surat al-Anbiya` ayat 51-56. Dan dalam beberapa
ayat disebutkan, bahwa dakwah tauhid kepada ayah dan kaumnya dilakukan secara
bersamaan, seperti tersebut dalam surat asy-Syu`ara ayat 69, dan ash-Shaffat ayat 84.
2. Nabi Ibrahim alaihissallam Tegar Dan Tabah Menghadapi Ujian Dan Siksaan.
Sikap ini tercermin dalam kisah beliau alaihissallam saat berdakwah mengajak manusia
untuk bertauhid dan mengesakan Allah Subhanahu wa Taala, namun kebanyakan
menolaknya dengan penuh kenistaan. Ketabahan Nabi Ibrahim alaihissallam ini menjadi
teladan bagi setiap dai dalam mengajak manusia menuju jalan yang diridhai Allah Subhanahu
wa Taala. Kisah ketabahan Nabi Ibrahim alaihissallamdiabadikan dalam Alquran melalui
firman-firman-Nya. Meskipun kaumnya dengan kuatnya untuk membakar dirinya, namun
Nabi Ibrahim alaihissallam tetap tabah dan menyerahkan segala perkara kepada
Allah Subhanahu wa Taala. Sebagaimana firman Allah Taala,

.
.
.

Ibrahim berkata: Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? Padahal
Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu. Mereka berkata:
Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim;lalu lemparkanlah dia ke dalam api
yang menyala-nyala itu. Mereka hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, maka Kami
jadikan mereka orang-orang yang hina. (QS. Ash-Shaffat: 95-98).
As-Suddi rahimahullah berkata: Mereka menahannya dalam sebuah rumah. Mereka
mengumpulkan kayu bakar, bahkan hingga seorang wanita yang sedang sakit bernadzar

dengan mengatakan sungguh jika Allah Subhanahu wa Taala telah memberikan bagiku
kesembuhan, maka aku akan mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Ibrahim. Setelah
kayu bakar terkumpul menjulang tinggi, mereka mulai membakar setiap ujung tepian dari
tumpukkan itu, sehingga apabila ada seekor burung yang terbang di atasnya niscaya ia akan
hangus terbakar. Mereka mendatangi Nabi Ibrahim alaihissallam kemudian mengusungnya
sampai di puncak tumpukan tinggi kayu bakar tersebut. Riwayat lain menyebutkan, ia
diletakkan dalam ujung manjaniq.
Nabi Ibrahim alaihissallam mengangkat kepalanya menghadap langit, maka langit, bumi,
gunung-gunung dan para malaikat berkata: Wahai, Rabb! Sesungguhnya Ibrahim akan
dibakar karena (memperjuangkan hak-Mu)
Nabi Ibrahim berkata, Ya, Allah, Engkau Maha Esa di atas langit, dan aku sendiri di bumi ini.
Tiada seorang pun yang menyembah-Mu di atas muka bumi ini selainku. Cukuplah bagiku
Engkau sebaik-baik Penolong. (Fathul-Bari, Juz 6, hal: 483).
Mereka lantas melemparkan Nabi Ibrahim alaihissallam ke dalam tumpukan kayu bakar yang
tinggi, kemudian diserukanlah (oleh Allah Subhanahu wa Taala): Wahai api, jadilah dingin
dan selamat bagi Ibrahim. (Tafsir ath-Thabari, Juz 9, hal: 43).
Ibnu Abbas dan Abu al-Aliyah, keduanya berkata: Jika Allah Subhanahu wa Taala tidak
mengatakan dan selamat bagi Ibrahim, niscaya api itu akan membinasakan
Ibrahim alaihissallam dengan dinginnya. (Tafsir ath-Thabari, Juz 9, hal: 43).
3. Yakin Terhadap Kebesaran Allah Azza wa Jalla
Pada saat Nabi Ibrahim diletakkan di ujung manjaniq, ia dalam keadaan terbelenggu dengan
tangan di belakang. Kemudian kaumnya melemparkan Nabi Ibrahim alaihissallam ke dalam
api, dan ia pun berkata: Cukuplah Allah Azza wa Jalla bagi kami, dan Dia sebaik-baik
Penolong.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu
anhuma, ia berkata:



(cukuplah Allah Azza wa Jalla bagi kami dan Dia sebaik-baik penolong) telah diucapkan Nabi
Ibrahimalaihissallam tatkala ia dilemparkan ke dalam api (Shahih Bukhari dan Fathul-Bari,
Juz 8, hal: 288, no. 4563).

Demikianlah, Nabi Ibrahim alaihissallam sangat yakin dengan kebesaran, pertolongan dan
perlindungan Allah Azza wa Jalla , karena beliau sedang memperjuangkan hak Allah Azza wa
Jalla yang terbesar, yakni tauhid dalam beribadah kepada-Nya Subhanahu wa Taala.
Perintah Allah Subhanahu wa Taala Berada Di Atas Segalanya
1. Kisah dalam hijrah bersama Hajar dan Ismail (Shahih Bukhari dan Fathul-Bari, Juz 6, hal:
478, no. 3364).
Ketika Ismail baru saja dilahirkan dan dalam penyusuan ibunya (Hajar), Nabi
Ibrahim alaihissallammembawa keduanya menuju Baitullah pada dauhah (sebuah pohon
rindang) di atas zam-zam. Saat itu, tidak ada seorangpun di Makkah, dan juga tidak ada
sumber air.
Nabi Ibrahim alaihissallam meninggalkan jirab, yaitu kantung yang biasa dipakai untuk
menyimpan makanan. Kantung itu berisi kurma untuk keduanya. Juga meninggalkan siqa`
(wadah air) yang berisi air minum. Kemudian Nabi Ibrahim alaihissallam berpaling dan pergi.
Hajar mengikutinya sembari berkata: Wahai, Ibrahim! Kemana engkau akan pergi
meninggalkan kami di lembah yang sunyi dan tak berpenghuni ini? Hajar mengulangi
pertanyaan itu berkali-kali, namun Ibrahim tidak menoleh, tak pula menghiraukannya.
Kemudian Hajar pun bertanya: Apakah Allah Subhanahu wa Taala yang telah
memerintahkan engkau dengan ini?
Ibrahim menjawab,Ya.
Mendengar jawaban itu, maka Hajar berkata: Jika demikian, Allah Subhanahu wa
Taala tidak akan meninggalkan kami. Lantas Hajar kembali menuju tempatnya semula.
Adapun Ibrahim, ia terus berjalan meninggalkan mereka, sehingga sampai di sebuah tempat
yang ia tak dapat lagi melihat isteri dan anaknya. Ibrahim pun menghadapkan wajah ke arah
Baitullah seraya menengadahkan tangan dan berdoa: Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah
menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di
dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb kami (yang demikian itu) agar
mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada
mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.
[QS. Ibrahim ayat 37).
2. Kisah Penyembelihan Ismail.
Nabi Ibrahim alaihissallam berdoa: Wahai Rabb-ku, karuniakanlah untukku anak yang
shalih, maka Allah Subhanahu wa Taala memberikan kabar gembira kepadanya dengan
kehadiran seorang anak yang mulia lagi penyabar. Dan tatkala anak itu saat mulai beranjak
dewasa berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata kepadanya: Wahai anakku,

sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa
pendapatmu?
Ismail menjawab: Wahai Ayahandaku, lakukanlah apa yang diperintahkan oleh
Allah Subhanahu wa Taala kepadamu; insya Allah engkau akan mendapati diriku termasuk
orang-orang yang sabar.
Saat keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipis(nya),
(nyatalah kesabaran keduanya). Setelah itu Allah Subhanahu wa Taala memanggilnya:
Wahai Ibrahim, sungguh kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya, demikianlah
Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benarbenar suatu ujian yang nyata. Dan kami menebus anak itu dengan seekor sembelihan yang
besar. Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang
kemudian. (Yaitu) Kesejahteraan yang dilimpahkan kepada Ibrahim. Demikianlah
Allah Subhanahu wa Taala memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ia termasuk hamba Allah Subhanahu wa Taala yang mukminin. Kisah ini
dijelaskan di dalam Alquran dalam surat ash-Shaffat ayat 99-111.
Dalam Tafsir al-Qurthubi, Juz 18, hal: 69 dan Tafsir al-Baghawi, Juz 4, hal: 33, Ibnu Abbas
berkata:
Ibrahim dan Ismail keduanya taat, tunduk patuh terhadap perintah Allah Subhanahu wa
Taala. Ingatlah, renungkanlah kisah itu ketika keduanya akan melaksanakan perintah
Allah Subhanahu wa Taala, dengan tulus dan tabah sang anak berkata:



. .
Wahai Ayahku, kencangkanlah ikatanku agar aku tak lagi bergerak.





. .
Wahai Ayahku, singsingkanlah baju engkau agar darahku tidak mengotori bajumu, maka
akan berkurang pahalaku, dan (jika nanti) ibu melihat bercak darah itu niscaya beliau akan
bersedih.


. .

Dan tajamkanlah pisau Ayah serta percepatlah gerakan pisau itu di leherku agar terasa lebih
ringan bagiku karena sungguh kematian itu amat dahsyat.



. .
. .
Wahai Ayah, apabila engkau telah kembali maka sampaikan salam (kasih)ku kepada ibunda,
dan apabila bajuku ini Ayah pandang baik untuk dibawa pulang maka lakukanlah.

. .
:
(Saat itu, dengan penuh haru) Ibrahim berkata: Wahai anakku, sungguh engkau adalah
anak yang sangat membantu dalam menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Taala .
Dalam Shahih Qashashil-Anbiya Ibnu Katsir rahimahullah berkata, Ini adalah ujian
Allah Subhanahu wa Taala atas kekasih-Nya (yakni Ibrahim alaihissallam) untuk
menyembelih putranya yang mulia dan baru terlahir setelah beliau berumur senja. (Ujian ini
terjadi) setelah Allah memerintahkannya untuk meninggalkan Hajar saat Ismail masih
menyusui di tempat yang gersang, sunyi tanpa tumbuhan (yang dimakan buahnya), tanpa air
dan tanpa penghuni. Ia taati perintah Allah Subhanahu wa Taala itu, meninggalkan isteri dan
putranya yang masih kecil dengan keyakinan yang tinggi dan tawakal kepada
Allah Subhanahu wa Taala . Maka Allah Subhanahu wa Taala memberikan kepada mereka
kemudahan, jalan keluar, serta limpahan rezeki dari arah yang tiada disangka. Setelah semua
ujian itu terlampaui, Allah menguji lagi dengan perintah-Nya untuk menyembelih putranya
sendiri, yaitu Ismail alaihissallam. Dan tanpa ragu, Ibrahim menyambut perintah
Allah Subhanahu wa Taala itu dan segera mentaatinya. Beliau alaihissallam menyampaikan
terlebih dahulu ujian Allah Subhanahu wa Taala tersebut kepada putranya, agar hati Ismail
menjadi lapang serta dapat menerimanya, sehingga ujian itu tidak harus dijalankan dengan
cara paksa dan menyakitkan. Subhanallah
3. Perintah Allah Subhanahu wa Taala kepada Ibrahim untuk Berkhitan.
Pada saat Ibrahim alaihissallam telah mencapai umur senja (delapan puluh tahun), ia diuji
oleh AllahSubhanahu wa Taala dengan beberapa perintah, di antaranya agar beliau
berkhitan. Sebagaimana hadits Abi Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata:
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Ibrahim alaihissallam berkhitan di usia beliau delapan puluh tahun. (Shahih Bukhari dan
Fathul-Bari (Juz 6, hal: 468, no. 3356)).
Beliau alaihissallam berkhitan dengan pisau besar (semisal kampak). Meskipun terasa sangat
berat bagi diri beliau alaihissallam, namun hal itu tidak pernah membuatnya merasa ragu
terhadap segala kebaikan perintah Allah Subhanahu wa Taala. Bahkan dalam sebuah
riwayat, Ali bin Rabah radhiyallahu anhumenyebutkan bahwa : Beliau
(Ibrahim alaihissallam) diperintah untuk berkhitan, kemudian beliau melakukannya dengan
qadum. Maka Allah Subhanahu wa Taala mewahyukan Engkau terburu-buru sebelum Kami
tentukan alatnya. Beliau mengatakan: Wahai Rabb, sungguh aku tidak suka jika harus
menunda perintah-Mu. (Shahih Bukhari dan Fathul-Bari, Juz 6, hal: 472)
4. Perintah Allah Subhanahu wa Taala Untuk Membangun Ka`bah.




Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah
(dengan mengatakan): Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan
sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan
orang-orang yang ruku dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji,
niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang
kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, (QS. Al-Hajj: 26-27).
Dalam Shahih Bukhari disebutkan, bahwasanya Ibrahim alaihissallam berkata: Wahai
anakku, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Taala memerintahkan aku sesuatu.
Ismail alaihissallam menjawab: Lakukanlah perintah Allah Subhanahu wa Taala kepada
engkau.
Ibrahim alaihissallam bertanya: Apakah engkau (akan) membantuku?
Ismail alaihissallam menjawab: Ya, aku akan membantu engkau.
Ibrahim alaihissallam berkata lagi: Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Taala telah
memerintahkan aku untuk membangun disini sebuah rumah. (Nabi
Ibrahim alaihissallam mengisyaratkan tanah yang sedikit tinggi dibandingkan dengan yang
ada di sekelilingnya). Saat itulah keduanya membangun pondasi-pondasi. Dan
Ismail alaihissallam membawa kepada ayahnya batu-batu dan

Ibrahimalaihissallammenyusunnya. Sehingga, ketika telah mulai tinggi, ia mengambil batu


dan diletakkan agar Ibrahim alaihissallamdapat naik di atasnya. Demikian, dilakukan oleh
keduanya, dan mereka berkata:


Ya Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 127).
Dari pemaparan kisah-kisah di atas, banyak pelajaran penting dan berharga yang dapat
dipetik, di antaranya:
1. Nabi Ibrahim alaihissallam adalah hamba Allah Subhanahu wa Taala dan RasulNya Subhanahu wa Taala yang amat taat kepada-Nya Subhanahu wa Taala,
sehingga Allah Subhanahu wa Taalamenjadikannya sebagai hamba yang sangat
disayangi.
2. Pilar utama upaya tazkiyyatun-nufus adalah dalam hal tauhid. Dan berdakwah
menyeru kepada tauhid merupakan amanat yang dipikul para nabi, dan sekaligus
menjadi panutan bagi setiap dai.
3. Kesabaran dalam mendakwahkan tauhid dan ketabahan dalam menghadapi ujian di
jalan itu, harus dilakukan sesuai dengan cara yang dicontohkan oleh para
rasul alaihissallam.
4. Yakin terhadap Allah Subhanahu wa Taala merupakan salah satu kunci keberhasilan
dalam mengarungi kehidupan.
5. Perintah Allah Subhanahu wa Taala merupakan hal terpenting di atas segalanya.
Ketulusan hati dalam melaksanakan segala perintah Allah Subhanahu wa
Taala adalah kebahagiaan. Maka selayaknya kita berupaya secara maksimal untuk
melaksanakannya diiringi doa memohon taufik serta kemudahan dari
Allah Subhanahu wa Taala.
6. Segala contoh kebaikan telah ada pada diri para Rasul alaihissallam yang harus selalu
menjadi suri tauladan bagi kita dalam setiap hal. Wallahul Musta`an..

You might also like