Professional Documents
Culture Documents
PERAWATAN LUKA
Disusun Oleh:
Disusun Oleh :
Dara Primaditha
(H1A008012)
Sri Mulawardani
(H1A008023)
Pembimbing:
dr. Dedianto Hidajat, Sp.KK
BAB I
PENDAHULUAN
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka merupakan
kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lainnya 1.
Menurut sumber lainnya luka adalah rusaknya struktur dan fungsi kulit normal akibat
proses patologis yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai organ
tertentu2.
Dalam manajemen luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu : a) evaluasi
luka yang meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik, b) tindakan antiseptik untuk
mencuci luka, c) penjahitan luka, d) penutupan luka, e) pembalutan, f) pemberian
antibiotik dan pengangkatan jahitan3.
Pembersihan luka (wound cleansing) merupakan salah satu dari manajemen
luka akut. Pembersihan luka bertujuan untuk menghilangkan eksudat, debris dan
bahan-bahan kontaminan yang lain sehingga tercipta kondisi yang optimal untuk
penyembuhan luka dan menghindari terjadinya infeksi. Setiap luka harus dipikirkan
sebagai luka yang terkontaminasi sehingga membersihkan luka merupakan salah satu
cara untuk mencegah infeksi4.
Hampir seluruh penelitian mengenai pembersihan luka membahas mengenai
cara menghilangkan bakteri dari luka. Pada luka kronis, flora normal kulit berkoloni
untuk membunuh bakteri. Untuk luka dengan eksudat, sebaiknya tidak perlu
dilakukan pembersihan luka karena esksudat tersebut sesungguhnya bermanfaat
untuk luka. Eksudat mengandung faktor pertumbuhan dan nutrisi yang membantu
proses penyembuhan luka3.
Ada beberapa kriteria membersihkan luka, antara lain3 :
a. Untuk menghilangkan debris setelah luka sembuh.
b. Untuk menghilangkan eksudat agar pasien lebih nyaman.
c. Untuk menghilangkan bekas-bekas balutan luka.
Irigasi merupakan salah satu pilihan untuk membersihkan luka. Biasanya
irigasi dilakukan dengan cara memasukkan larutan atau cairan ke dalam spuit untuk
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan
dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda
asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses
penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan
perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh,
melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu
untuk meningkatkan penyembuhan jaringan1.
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 4 hari. Dua proses utama terjadi
pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan)
akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah,
endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah
luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang
menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan
luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah
kontaminasi luka oleh mikroorganisme1.
Di bawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu
sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya
mikroorganisme1.
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler digunakan
untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang
meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan pada
proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial.
Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24
jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui
proses yang disebut fagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis
(AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah.
Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon
inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan1.
Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah
pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah
luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen
dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka.
4
Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka.
Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil
kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak
dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran
darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring
perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut
granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah1.
Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan.
Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya , menyatukan dalam
struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan
meninggalkan garis putih1.
secara
luas
untuk
membersihkan
luka
karena
irigasi
mampu
nebuliser,
kekurangan
natrium,
ketidakseimbangan
elektrolit,
membersihkan mata dan daerah mulut. Normal salin tersedia dalam bentuk
larutan misalnya sodium chloride 0,9% 9.
NaCl lebih dipilih sebagai pembersih luka karena merupakan larutan
fisiologis dan hampir selalu aman untuk digunakan walaupun larutan normal
salin tidak dapat membersihkan luka yang kotor dengan baik. Penelitian
menunjukkan bahwa bakteri dapat tumbuh dalam waktu 24 jam setelah
dibersihkan dengan salin7.
2. POVIDONE-IODINE
Iodine/iodium merupakan zat non metalik berwarna ungu gelap memiliki
peranan dalam metabolisme manusia. Iodium berperan dalam pembentukan
6
hormon tiroid. Bentuk iodium adalah berupa ion iodida, biasanya ditemukan
dalam air laut, ikan, rumput laut, dan tiram. Selain itu, iodium dapat ditemukan
dalam sayur-sayuran dan produk peternakan seperti sapi, kerbau, dll. Iodium
merupakan salah satu antiseptik kuat yang tersedia 10.
Efek antimikrobial dari iodium pertama kali ditemukan oleh Davaine pada
tahun 1882. Sejak pertengahan abad ke-19, preparat iodium juga memiliki
peranan penting untuk mencegah infeksi pada area operasi/pembedahan.
Povidone-iodine saat ini digunakan sebagai antiseptik untuk mempersiapkan
kulit pasien sebelum dioperasi, selain itu digunakan sebagai pencuci tangan
sebelum operasi10.
Iodofor mulai berkembang pada tahun 1950 untuk mengatasi efek samping
dari iodium seperti nyeri, iritasi dan noda pada kulit. Ikatan iodium dengan
molekul lain membuat iodium menjadi kurang toksik. Iodofor berikatan dengan
iodium untuk melarutkan molekul iodium. Komplek iodium-iodofor merupakan
kompleks yang larut dalam air sehingga susah dilepaskan ketika kontak dengan
eksudat10.
Iodium digunakan sebagai salah satu bahan penyembuhan luka tetapi
pemakaiannya masih kontroversi karena toksisitasnya, efek sistemik seperti
asidosis metabolik, hipernatremia dan kerusakan fungsi ginjal serta dapat
menunda penyembuhan luka. Iodium diduga memiliki efek negatif pada sel yang
terlibat dalam proses penyembuhan luka. Oleh karena itu, keamanan dari iodium
itu masih dipertanyakan9, 10.
Efek antimikrobial dari iodium belum sepenuhnya dimengerti, tetapi
diduga ada kaitannya dengan kemampuan iodium untuk menembus dinding sel
mikroorganisme secara cepat. Schreier dkk. menemukan bahwa iodium
menyebabkan kerusakan dari struktur dan fungsi sel bakteri dengan cara
menghalangi ikatan hidrogen dan mengubah struktur membran. Aksi ini
mempercepat kematian mikroba dan mencegah adanya resistensi bakteri10.
Povidone-iodine dalam konsentrasi 10% yang biasanya digunakan pada
luka, membran mukosa dan kulit sebelum operasi, dapat membunuh bakteri gram
7
positif dan gram negatif (termasuk organisme yang resisten terhadap antibiotik),
jamur/ragi, virus dan protozoa11.
Indikasi,
iodium
digunakan
untuk
disinfeksi
kulit 9.
Konsensus
3. KLORHEKSIDIN
Klorheksidin merupakan zat tidak berwana, mudah larut dalam air, tidak
merangsang kulit dan mukosa dan baunya tidak menusuk hidung. Klorheksidin
merupakan antimikroba spektrum luas yang bersifat bakterisidal, berfungsi
sebagai pembunuh bakteri dan virus. Klorhexidin berikatan kuat dengan
permukaan sel bakteri sehingga menimbulkan perubahan dan kerusakan pada
permukaan sel. Kerusakan yang terjadi menyebabkan ketidakseimbangan
8
warna kulit menjadi cokelat. Penggunaan dalam jangka waktu yang lama
menyebabkan iritasi dan dermatitis14.
Kalium permanganat merupakan disinfektan lemah yang bekerja dengan
cara membuat bakteri, virus dan protozoa menjadi tidak aktif14. Larutan PK juga
digunakan untuk membersihkan luka atau reaksi eksematosa yang bernanah.
Untuk kompres basah atau mandi biasanya digunakan larutan 0,01% 9.
Keuntungannya
adalah
pemakaian
dan
penyimpanannya
mudah.
10
Dari berbagai macam bahan untuk membersihkan luka seperti telah dijelaskan
di atas, penggunaan normal salin (NaCl 0,9%) lebih disarankan karena aman, serta
lebih baik dalam membantu proses penyembuhan luka. Walaupun tidak memiliki efek
antimikroba seperti bahan lainnya, normal salin tidak memiliki efek samping yang
berarti serta tidak memiliki kontraindikasi dalam penggunaannya. Normal salin juga
mudah didapatkan dengan harga yang cukup terjangkau.
Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi air. Cairan digunakan sebagai
kompres dan antiseptik. Bahan aktif yang dipakai dalam kompres biasanya bersifat
astringen dan antimikroba16,17. Astrigen mengurangi eksudat akibat presipitasi
protein17.
Mekanisme kerja kompres : Pada saat diaplikasikan di permukaan kulit, efek
dominan cairan akan berperan melunakkan karena difusi cairan tersebut ke massa
asing yang terdapat di atas permukaan kulit; sebagian kecil akan mengalami
evaporasi16.
Dikenal 2 cara kompres, yaitu16, 17 :
a. Kompres Terbuka
Dasar, penguapan cairan kompres disusul oleh absorbsi eksudat atau pus17.
Penggunaan kompres terutama kompres terbuka dilakukan pada16, 17 :
Dermatosis madidans
Dermatitis eksudatif ; pada dermatitis akut atau kronik yang mengalami
eksaserbasi.
Infeksi kulit akut dengan eritema yang mencolok. Efek kompres terbuka
ditujukan untuk vasokontriksi yang berarti mengurangi eritema seperti
eritema pada erisipelas.
Ulkus yang kotor : ditujukan untuk mengangkat pus atau krusta sehingga
ulkus menjadi bersih.
Efek pada kulit17:
Kulit yang semula eksudatif menjadi kering
Permukaan kulit menjadi dingin
Vasokonstriksi
11
Eritema berkurang.
Cara kompres, digunakan kain kasa yang bersifat absorben dan non-iritasi serta
tidak terlalu tebal (cukup 3 lapis). Balutan jangan terlalu ketat, tidak perlu steril
dan jangan menggunakan kapas karena lekat dan menghambat penguapan16, 17.
Pembalut atau kain kasa dicelupkan ke dalam cairan kompres, sedikit diperas,
lalu dibalutkan dan didiamkan pada kulit lebih kurang 30 menit 16. Sumber lain
mengatakan, biasanya sehari dua kali selama 3 jam17. Hendaknya jangan sampai
terjadi maserasi. Bila kering dibasahkan lagi. Daerah yang dikompres luasnya
1/3 bagian tubuh agar tidak terjadi pendinginan16, 17.
12
BAB III
PENUTUP
13
DAFTAR PUSTAKA
14
on
31
Desember
2012].
Available
at:
http://www.jtbaker.com/msds/englishhtml/p6005.htm.
15. US Departement of Health and Human Service, Public Health Service. Agency
for Toxic Substance and Disease Registry. April 2002, [Accessed on 31
Desember 2012]. Available at : http://www.atsdr.cdc.gov/toxfaq.html.
16. Yanhendri, Satya W. Y., Berbagai Bentuk Sediaan Topikal dalam Dermatologi.
CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012, pp. 423-430
17. Hamzah, Mochtar. Dermatologi, dalam : Atlas Penyakit Kulit dan kelamin,
Surabaya : Airlangga University Press. 2010. Hal 390-391
15