You are on page 1of 16

REFERAT

PERAWATAN LUKA

Disusun Oleh:

Disusun Oleh :
Dara Primaditha

(H1A008012)

Sri Mulawardani

(H1A008023)

Pembimbing:
dr. Dedianto Hidajat, Sp.KK

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
2012

BAB I
PENDAHULUAN

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka merupakan
kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lainnya 1.
Menurut sumber lainnya luka adalah rusaknya struktur dan fungsi kulit normal akibat
proses patologis yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai organ
tertentu2.
Dalam manajemen luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu : a) evaluasi
luka yang meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik, b) tindakan antiseptik untuk
mencuci luka, c) penjahitan luka, d) penutupan luka, e) pembalutan, f) pemberian
antibiotik dan pengangkatan jahitan3.
Pembersihan luka (wound cleansing) merupakan salah satu dari manajemen
luka akut. Pembersihan luka bertujuan untuk menghilangkan eksudat, debris dan
bahan-bahan kontaminan yang lain sehingga tercipta kondisi yang optimal untuk
penyembuhan luka dan menghindari terjadinya infeksi. Setiap luka harus dipikirkan
sebagai luka yang terkontaminasi sehingga membersihkan luka merupakan salah satu
cara untuk mencegah infeksi4.
Hampir seluruh penelitian mengenai pembersihan luka membahas mengenai
cara menghilangkan bakteri dari luka. Pada luka kronis, flora normal kulit berkoloni
untuk membunuh bakteri. Untuk luka dengan eksudat, sebaiknya tidak perlu
dilakukan pembersihan luka karena esksudat tersebut sesungguhnya bermanfaat
untuk luka. Eksudat mengandung faktor pertumbuhan dan nutrisi yang membantu
proses penyembuhan luka3.
Ada beberapa kriteria membersihkan luka, antara lain3 :
a. Untuk menghilangkan debris setelah luka sembuh.
b. Untuk menghilangkan eksudat agar pasien lebih nyaman.
c. Untuk menghilangkan bekas-bekas balutan luka.
Irigasi merupakan salah satu pilihan untuk membersihkan luka. Biasanya
irigasi dilakukan dengan cara memasukkan larutan atau cairan ke dalam spuit untuk
1

menghasilkan tekanan sehingga dapat menghilangkan debris. Kassa dan kapas


sebaiknya tidak digunakan untuk membersihkan permukaan luka, tetapi dapat
digunakan untuk menyerap salin atau eksudat di sekitar luka ketika dilakukan irigasi.
Penggunaan kassa atau kapas untuk membersihkan luka akan menyebabkan
kerusakan mekanis pada jaringan dan biasanya kassa dan kapas meninggalkan seratseratnya sehingga proses penyembuhan luka menjadi terhambat 3.
Pemilihan bahan untuk pembersihan luka masih kontroversial terutama
penggunaan antiseptik4. Pada suatu kasus dimana dibutuhkan pembersihan luka,
larutan yang seharusnya digunakan adalah normal saline hangat. Larutan salin hangat
dipilih karena apabila luka dalam kondisi dingin, proses mitosis sel terhambat dan
secara otomatis akan menunda penyembuhan3.
Selain normal salin, ada juga beberapa larutan yang dapat digunakan untuk
membersihkan luka, seperti povidone-iodine, klorheksidin, kalium permanganat dan
hidrogen peroksida (H2O2). Larutan-larutan tersebut sebaiknya tidak digunakan
secara rutin untuk membersihkan luka. Apabila terdapat resiko infeksi maka larutan
tersebut dapat dipakai tapi harus di bawah pengawasan3.
Berdasarkan uraian di atas, maka pembahasan kami lebih ditekankan pada
perawatan luka dengan menggunakan normal salin dibandingkan dengan larutan
povidone-iodine, klorheksidin, kalium permanganat dan hidrogen peroksida (H2O2).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan
dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda
asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses
penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan
perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh,
melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu
untuk meningkatkan penyembuhan jaringan1.

1. Prinsip Penyembuhan Luka


Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut yaitu1 :
a) Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh
luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang,
b) Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga
c) Respon tubuh secara sistemik pada trauma
d) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka
e) Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari mikroorganisme
f) Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh
termasuk bakteri.

2. Fase Penyembuhan Luka


Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga
berhubungan dengan regenerasi jaringan secara umum penyembuyhan luka terdiri
dari empat fase yaitu, koagulasi, inflamasi, proliferasi dan remodeling. Biasanya fase
koagulasi dan inflamasi biasanya berjalan bersamaan. Berikut adalah fase
penyembuhan luka1 :
3

Fase Koagulasi dan Inflamatori

Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 4 hari. Dua proses utama terjadi
pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan)
akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah,
endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah
luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang
menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan
luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah
kontaminasi luka oleh mikroorganisme1.
Di bawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu
sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya
mikroorganisme1.

Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler digunakan
untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang
meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan pada
proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial.
Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24
jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui
proses yang disebut fagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis
(AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah.
Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon
inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan1.

Fase Proliferatif

Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah
pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah
luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen
dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka.
4

Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka.
Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil
kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak
dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran
darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring
perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut
granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah1.

Fase Maturasi

Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan.
Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya , menyatukan dalam
struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan
meninggalkan garis putih1.

Pembersihan luka merupakan salah satu komponen penting dalam manajemen


luka. Walaupun beberapa penelitian lebih terfokus pada pembalutan luka, pemilihan
cairan dan teknik pembersihan luka seharusnya juga diperhatikan5. Penggunaan
cairan yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga
memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemilihan cairan
dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka 3.
Teknik pembersihan luka juga penting dalam proses manajemen luka. Cara
tradisional dengan mengusap luka untuk mneghilangkan eksudat menyebabkan
penundaan dari waktu penyembuhan luka. Irigasi luka merupakan cara yang saat ini
digunakan

secara

luas

untuk

membersihkan

luka

karena

irigasi

mampu

menghilangkan bakteri dan debris tanpa membuat pasien merasa terganggu5.


Berikut ini adalah beberapa contoh bahan yang dapat digunakan untuk
membersihkan luka :
1. NORMAL SALIN (NaCl)

Normal salin/NaCl merupakan larutan isotonik yang mengandung elektrolit


di dalamnya. Kandungan elektrolit dalam NaCl 0,9% antara lain natrium
sebanyak 154 mEq/L, Cl- 154 mEq/ L serta memiliki pH 6,06.
Normal salin tidak mengandung surfaktan seperti pada larutan pembersih
lainnya. Surfaktan berfungsi untuk menghilangkan bakteri dan debris pada luka.
Normal salin juga tidak mengandung antimikroba sehingga tidak dapat mecegah
pertumbuhan mikroba7.
Cairan NaCl 0,9% sangat baik digunakan pada fase inflamatori dalam
proses penyembuhan luka karena pada keadaan lembab, invasi neutrofil yang
diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
Suasana lembab yang diciptakan oleh kompres NaCl 0,9% juga membantu dalam
mempercepat terbentuknya stratum korneum dan angiogenesis untuk proses
penyembuhan luka. Pada fase proliferatif dalam fisiologi penyembuhan luka,
cairan NaCl 0,9% yang digunakan sangat membantu melindungi jaringan
granulasi agar tetap lembab sehingga jaringan granulasi tidak kering dan
mempercepat penyembuhan. Kejadian infeksi pada perawatan luka yang lembab
relatif lebih kecil dibandingkan dengan perawatan kering8.
Indikasi, NaCl digunakan untuk persiapan luka sebelum injeksi, pengencer
cairan

nebuliser,

kekurangan

natrium,

ketidakseimbangan

elektrolit,

membersihkan mata dan daerah mulut. Normal salin tersedia dalam bentuk
larutan misalnya sodium chloride 0,9% 9.
NaCl lebih dipilih sebagai pembersih luka karena merupakan larutan
fisiologis dan hampir selalu aman untuk digunakan walaupun larutan normal
salin tidak dapat membersihkan luka yang kotor dengan baik. Penelitian
menunjukkan bahwa bakteri dapat tumbuh dalam waktu 24 jam setelah
dibersihkan dengan salin7.

2. POVIDONE-IODINE
Iodine/iodium merupakan zat non metalik berwarna ungu gelap memiliki
peranan dalam metabolisme manusia. Iodium berperan dalam pembentukan
6

hormon tiroid. Bentuk iodium adalah berupa ion iodida, biasanya ditemukan
dalam air laut, ikan, rumput laut, dan tiram. Selain itu, iodium dapat ditemukan
dalam sayur-sayuran dan produk peternakan seperti sapi, kerbau, dll. Iodium
merupakan salah satu antiseptik kuat yang tersedia 10.
Efek antimikrobial dari iodium pertama kali ditemukan oleh Davaine pada
tahun 1882. Sejak pertengahan abad ke-19, preparat iodium juga memiliki
peranan penting untuk mencegah infeksi pada area operasi/pembedahan.
Povidone-iodine saat ini digunakan sebagai antiseptik untuk mempersiapkan
kulit pasien sebelum dioperasi, selain itu digunakan sebagai pencuci tangan
sebelum operasi10.
Iodofor mulai berkembang pada tahun 1950 untuk mengatasi efek samping
dari iodium seperti nyeri, iritasi dan noda pada kulit. Ikatan iodium dengan
molekul lain membuat iodium menjadi kurang toksik. Iodofor berikatan dengan
iodium untuk melarutkan molekul iodium. Komplek iodium-iodofor merupakan
kompleks yang larut dalam air sehingga susah dilepaskan ketika kontak dengan
eksudat10.
Iodium digunakan sebagai salah satu bahan penyembuhan luka tetapi
pemakaiannya masih kontroversi karena toksisitasnya, efek sistemik seperti
asidosis metabolik, hipernatremia dan kerusakan fungsi ginjal serta dapat
menunda penyembuhan luka. Iodium diduga memiliki efek negatif pada sel yang
terlibat dalam proses penyembuhan luka. Oleh karena itu, keamanan dari iodium
itu masih dipertanyakan9, 10.
Efek antimikrobial dari iodium belum sepenuhnya dimengerti, tetapi
diduga ada kaitannya dengan kemampuan iodium untuk menembus dinding sel
mikroorganisme secara cepat. Schreier dkk. menemukan bahwa iodium
menyebabkan kerusakan dari struktur dan fungsi sel bakteri dengan cara
menghalangi ikatan hidrogen dan mengubah struktur membran. Aksi ini
mempercepat kematian mikroba dan mencegah adanya resistensi bakteri10.
Povidone-iodine dalam konsentrasi 10% yang biasanya digunakan pada
luka, membran mukosa dan kulit sebelum operasi, dapat membunuh bakteri gram
7

positif dan gram negatif (termasuk organisme yang resisten terhadap antibiotik),
jamur/ragi, virus dan protozoa11.
Indikasi,

iodium

digunakan

untuk

disinfeksi

kulit 9.

Konsensus

internasional mengenai manajemen luka merekomendasikan penggunaan


antiseptik dan pembalutan dengan antiseptik sebagai salah satu bagian dari
seluruh proses manajemen luka. Antiseptik digunakan untuk mencegah infeksi
pada luka dan mencegah infeksi berulang pada pasien dengan resiko tinggi.
Selain itu, antiseptik digunakan untuk mengobati infeksi lokal dan infeksi yang
menyebar10.
Kontraindikasi, iodium harus digunakan di bawah pengawasan10. Pada
umumnya,iodium dapat diterima tubuh dengan baik walaupun kadang-kadang
dapat menimbulkan rangsangan lokal atau reaksi alergi. Pada penggunaan untuk
mukosa dan daerah luka yang cukup luas, povidone-iodine terabsorbsi dan dapat
menimbulkan bahaya efek sistemik (misalnya kerusakan ginjal pada pasien
dengan luka bakar yang hebat)11. Iodium sebaiknya tidak digunakan pada pasien
dengan penyakit tiroid (hipertiroidisme, struma nodusa), pasien yang menerima
terapi litium, pasien dengan hipersensitivitas iodium, kehamilan, menyusui, bayi
baru lahir dan bayi yang kurang dari 6 bulan9, 10, 11.
Iodium tersedia dalam berbagai bentuk antara lain dry powder spray
(betadine@, povidone-iodine 2,5%),

salep (betadine@, povidone-iodine 10%,

dalam water-miscible basis), tingtur (videne@, povidone-iodine 10%) dan larutan


antiseptik (videne@, povidone-iodine 10%)9.

3. KLORHEKSIDIN
Klorheksidin merupakan zat tidak berwana, mudah larut dalam air, tidak
merangsang kulit dan mukosa dan baunya tidak menusuk hidung. Klorheksidin
merupakan antimikroba spektrum luas yang bersifat bakterisidal, berfungsi
sebagai pembunuh bakteri dan virus. Klorhexidin berikatan kuat dengan
permukaan sel bakteri sehingga menimbulkan perubahan dan kerusakan pada
permukaan sel. Kerusakan yang terjadi menyebabkan ketidakseimbangan
8

osmotik sehingga lama-kelamaan sel mikrooranisme tersebut mati. Efek


antimikroba dari klorheksidin bertahan > 12 jam12.
Klorheksidin merupakan bahan antiseptik yang aman dan lebih
menguntungkan daripada antibiotik karena tidak menyebabkan resistensi. Oleh
karena itu, klorheksidin dapat digunakan berulang-ulang dan dalam jangka waktu
yang lama. Klorheksidin merupakan cairan irigasi untuk membersihkan luka 12.
Klorheksidin digunakan untuk membersihkan luka memar, terpotong, lecet,
tergores, khitan, tali pusat, post-operasi serta sebagai antiseptik pencuci tangan13.
Irigasi kandung kemih dan larutan untuk fiksasi kateter9.
Pada penggunaan klorheksidin sebaiknya dihiindari kontak dengan mata,
otak, meninges dan telinga tengah dan tidak digunakan untuk tubuh bagian
dalam. Hindari pada pasien dengan hipersentivitas terhadap penggunaan topikal.
Klorheksidin memiliki efek samping, reaksi iritasi atau alergi9, 13.
Klorheksidine tersedia dalam berbagai bentuk antara lain9 :
o Chlorhexidine 0,05% larutan 2000, pink, Chlorhexidine acetate 0,05%,
digunakan untuk membersihkan dan disinfeksi luka dan luka bakar.
o Cepton lotion, biru, Chlorhexidine 0,1%, untuk disinfeksi kulit pada
jerawat.
o Hibiscrub larutan pembersih, merah, Chlorhexidine gluconate 4%,
parfum, dalam larutan surfaktan, digunakan dalam sabun untuk cuci tangan
pre-operasi dan disinfeksi kulit dan tangan.
o Hibitane obstetric krim, Chlorhexidine gluconate 0,5%, digunakan dalam
bidang obsgyn sebagai antiseptik dan lubrikan.

4. POTASSIUM PERMANGANATE (KALIUM PERMANGANAT / PK)


Kalium permanganat (KMnO4) atau yang biasa disebut serbuk PK
merupakan kristal berwarna ungu kehitaman, tidak berbau dan kelarutannya 7 gr
dalam 100 gr air. PK digunakan dengan cara dilarutkan dalam air sampai
didapatkan konsentrasi yang diinginkan. Kristal kering dan larutan PK dalam
konsentrasi tinggi menyebabkan kemerahan, nyeri, rasa terbakar dan perubahan
9

warna kulit menjadi cokelat. Penggunaan dalam jangka waktu yang lama
menyebabkan iritasi dan dermatitis14.
Kalium permanganat merupakan disinfektan lemah yang bekerja dengan
cara membuat bakteri, virus dan protozoa menjadi tidak aktif14. Larutan PK juga
digunakan untuk membersihkan luka atau reaksi eksematosa yang bernanah.
Untuk kompres basah atau mandi biasanya digunakan larutan 0,01% 9.
Keuntungannya

adalah

pemakaian

dan

penyimpanannya

mudah.

Kekurangannya adalah toksik dan dapat mengiritasi kulit dan mukosa


membran14.

5. HIDROGEN PEROKSIDA (H2O2)


Hidrogen Peroksida dengan rumus kimia H2O2 merupakan bahan
anorganik yang sangat mudah larut dalam air dan memiliki sifat oksidator yang
kuat. Hidrogen Peroksida tidak berwarna dan berbau menyengat. Hidrogen
Peroksida merupakan pengoksidasi yang kuat, mudah terurai membentuk air dan
oksigen. Adanya ion-ion logam dalam sitoplasma sel mikroorganisme dapat
menyababkan terbentuknya radikal superoksida yang akan bereaksi dengan
gugus bermuatan negatif dalam protein dan akan menginaktifkan sistem enzim
sehingga dapat berfungsi sebagai disinfektan15.
Hidrogen Peroksida (H2O2) memiliki efek sitotoksik pada sel yang sehat
dan jaringan granulasi. H2O2 kurang efektif untuk membunuh bakteri7. H2O2
digunakan untuk disinfeksi kulit, membersihkan luka dan ulkus. H2O2 jangan
digunakan pada luka yang dalam dan luas, hindari terkena mata dan kulit yang
sehat9.
Hidrogen Peroksida tersedia dalam berbagai bentuk antara lain9 :
o Crystacide@ krim, hydrogen peroxide 1%, untuk infeksi kulit superfisial
o Hydrogen peroxide solution larutan 6%, untuk disinfeksi kulit terutama
membersihkan dan mengharumkan luka dan ulkus.

10

Dari berbagai macam bahan untuk membersihkan luka seperti telah dijelaskan
di atas, penggunaan normal salin (NaCl 0,9%) lebih disarankan karena aman, serta
lebih baik dalam membantu proses penyembuhan luka. Walaupun tidak memiliki efek
antimikroba seperti bahan lainnya, normal salin tidak memiliki efek samping yang
berarti serta tidak memiliki kontraindikasi dalam penggunaannya. Normal salin juga
mudah didapatkan dengan harga yang cukup terjangkau.
Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi air. Cairan digunakan sebagai
kompres dan antiseptik. Bahan aktif yang dipakai dalam kompres biasanya bersifat
astringen dan antimikroba16,17. Astrigen mengurangi eksudat akibat presipitasi
protein17.
Mekanisme kerja kompres : Pada saat diaplikasikan di permukaan kulit, efek
dominan cairan akan berperan melunakkan karena difusi cairan tersebut ke massa
asing yang terdapat di atas permukaan kulit; sebagian kecil akan mengalami
evaporasi16.
Dikenal 2 cara kompres, yaitu16, 17 :
a. Kompres Terbuka
Dasar, penguapan cairan kompres disusul oleh absorbsi eksudat atau pus17.
Penggunaan kompres terutama kompres terbuka dilakukan pada16, 17 :
Dermatosis madidans
Dermatitis eksudatif ; pada dermatitis akut atau kronik yang mengalami
eksaserbasi.
Infeksi kulit akut dengan eritema yang mencolok. Efek kompres terbuka
ditujukan untuk vasokontriksi yang berarti mengurangi eritema seperti
eritema pada erisipelas.
Ulkus yang kotor : ditujukan untuk mengangkat pus atau krusta sehingga
ulkus menjadi bersih.
Efek pada kulit17:
Kulit yang semula eksudatif menjadi kering
Permukaan kulit menjadi dingin
Vasokonstriksi
11

Eritema berkurang.
Cara kompres, digunakan kain kasa yang bersifat absorben dan non-iritasi serta
tidak terlalu tebal (cukup 3 lapis). Balutan jangan terlalu ketat, tidak perlu steril
dan jangan menggunakan kapas karena lekat dan menghambat penguapan16, 17.
Pembalut atau kain kasa dicelupkan ke dalam cairan kompres, sedikit diperas,
lalu dibalutkan dan didiamkan pada kulit lebih kurang 30 menit 16. Sumber lain
mengatakan, biasanya sehari dua kali selama 3 jam17. Hendaknya jangan sampai
terjadi maserasi. Bila kering dibasahkan lagi. Daerah yang dikompres luasnya
1/3 bagian tubuh agar tidak terjadi pendinginan16, 17.

b. Kompres Tertutup / Kompres Impermeabel


Pada kompres tertutup tidak diharapkan terjadi penguapan, namun cara ini jarang
digunakan karena efeknya memperberat nyeri pada lokasi kompres16.
Dasar : vasodilatasi, bukan untuk penguapan17.
Indikasi : kelainan yang dalam, misalnya limfogranuloma venerium17.
Cara : digunakan pembalut tebal dan ditutup dengan bahan impermeabel,
misalnya selofan atau plastik17.

12

BAB III
PENUTUP

Penyembuhan luka terdiri dari 4 fase, yaitu : fase koagulasi, inflamatori,


proliferasi dan maturasi. Dalam manajemen luka ada beberapa tahap yang dilakukan
yaitu evaluasi luka, tindakan mencuci luka, penjahitan luka, penutupan luka,
pembalutan, pemberian antibiotik dan pengangkatan jahitan. Pembersihan luka
merupakan salah satu bagian penting dari manajemen luka. Pemilihan bahan untuk
membersihkan luka sangat penting, dengan mempertimbangkan efektifitas dan
keamanan luka. Bahan yang biasanya digunakan untuk membersihkan luka adalah
normal salin (NaCl 0,9%), povidone-iodine, klorheksidin, kalium permanganat, dan
hidrogen peroksida. Bahan yang yang direkomendasikan untuk membersihkan luka
adalah normal salin (NaCl 0,9%). Sediaan cairan dipakai untuk kompres pada lesi
basah, mengandung pus, berkrusta dimana dikenal 2 macam kompres, yaitu kompres
terbuka dan kompres tertutup.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Suryanto, L. W, Junaeti E.. Luka dan Perawatannya (Wounds and Its


Management). Blitar : RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. 2011. p. 6.
2. Perry & Potter. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC. 2006. p.
48.
3. Bolton Primary Care NHS Trust & Bolton Hospitals NHS Trust, Wound Care
Guidelines. 2010. pp. 26-27.
4. Khan, MN., Naqvi, AH. Antseptics, Iodine, Povidone Iodine, and Traumatic
Wound Cleansing. Tissue Viability Society. Vol. 16. No 4 November 2006. pp 610.
5. Fernandez, R., R, Griffiths, Wound Cleansing : Which Solution What Tecnique
?. Primary Intention of Wound Management. Vol. 9, No. 2, May 2001. pp. 51-58.
6. Wrobel, M., Marco Werth, Pokok-Pokok Anaestesi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2007. p. 54.
7. Anonim, Wound Cleansing. Tyco Health Care. [Accessed on 31 Desember
2012]. Available at : http://www.tyco_health_care./wound_cleansing.pdf.
8. Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA) & Tim Perawatan
Luka dan Stoma Rumah Sakit Dharmais. Perawatan Luka. Jakarta. 2004. pp.2-4.
9. The Joint Formulary Committee. British National Formularium. 57th edition.
March 2009. pp. 656-658.
10. Sibbald, RG, DJ, Leaper, D, Queen. Iodine Made Easy, Wounds International,
vol. 2, issue 2, Mei 2011. [Accessed on 31 Desember 2012]. Available at :
http://www.wounds.international.com/iodine_made_easy.pdf.
11. Yunanto, Ari, Edi Hartoyo, Lia Yulia Budiarti. Peran Alkohol 70%, PovidonIodine 10% dan Kasa Kering Steril dalam Pencegahan Infeksi pada Perawatan
Tali Pusat. Sari Pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005. [Accessed on 31
Desember 2012]. Available at : http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/7-21.pdf. accessed on 31Desember 2012.

14

12. Kaplowitz, Gary, Cortell, Marilyn, Chlorhexidine : A Multifunctional


Antimicrobial Drug. A Peer-Reviewed Publication. New York : PennWell. 2007.
pp. 1-9.
13. Anonim. ISO Indonesia, vol. 44, Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi Indoneisa.
2009. p. 229.
14. Anonim, Material Safety Data Sheet : Potassium Permanganate. 2008.
[Accessed

on

31

Desember

2012].

Available

at:

http://www.jtbaker.com/msds/englishhtml/p6005.htm.
15. US Departement of Health and Human Service, Public Health Service. Agency
for Toxic Substance and Disease Registry. April 2002, [Accessed on 31
Desember 2012]. Available at : http://www.atsdr.cdc.gov/toxfaq.html.
16. Yanhendri, Satya W. Y., Berbagai Bentuk Sediaan Topikal dalam Dermatologi.
CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012, pp. 423-430
17. Hamzah, Mochtar. Dermatologi, dalam : Atlas Penyakit Kulit dan kelamin,
Surabaya : Airlangga University Press. 2010. Hal 390-391

15

You might also like