You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada kasus dibidang forensik Visum et Repertum merupakan awal dari
pengidentifikasian jenazah yang memiliki identitas maupun tidak memiliki
identitas. Dalam Lembar Negara tahun 1973 No. 350 pasal 1 dan pasal 2 yang
menyatakan bahwa Visum et Repertum adalah suatu keterangan tertulis yang
dibuat oleh dokter atas sumpah atau janji tentang apa yang dilihat pada benda
yang diperiksanya yang mempunyai daya bukti dalam perkara-perkara pidana.
Isi-isi yang dimuat dalam VetR merupakan hasil yang didapat dalam
pemeriksaan jenazah. Salah satu fungsi dari pemeriksaan luar yaitu untuk melihat
luka-luka yang didapat pada kasus. Luka tersebut dapat berasal dari trauma fisik,
mekanik, kimiawi, dan psikis.
Pada kasus ini luka yang ada disebabkan oleh trauma mekanik. Salah
satunya adalah luka memar, luka robek, luka tusuk dan patah tulang. Berdasarkan
aspek medikolegal luka yang disebabkan oleh trauma mekanik termasuk pada
Pasal 90 KUHP tentang luka yang termasuk dalam pengertian luka berat.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahi cara kematian
2. Mengetahui sebab kematian
3. Mengetahui lama kematian
4. Menganalisis luka-luka pada jenazah
5. Mengetahui Medikolegal aspek hukum

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Hukum dari Visum et Repertum


Baik di dalam Kitab Hukun Acara Pidana yang lama, yaitu RIB maupun
Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak ada satu pasalpun yang memuat
perkataan VetR. Hanya di dalam Lembar Negara tahun 1973 No. 350 pasal 1 dan
pasal 2 yang menyatakan bahwa Visum et Repertum adalah suatu keterangan
tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah atau janji tentang apa yang dilihat
pada benda yang diperiksanya yang mempunyai daya bukti dalam perkara-perkara
pidana.
Di dalam KUHAP terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan kewajiban
dokter, untuk membantu peradilan diatur oleh KUHAP pasal 187 butir c:
a. Keterangan ahli
b. Pendapat orang ahli
c. Ahli kedokteran kehakiman
d. Dokter
e. Surat keterangan dari ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
Maka VetR dapat diartikan sebagai keterangan ahli maupun sebagai surat.
B. Identifikasi
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta
hubungannya dengan berbagai kekerasaan, sedangkan yang dimaksudkan dengan
luka adalah suatu keadaa ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan.
Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas
kekerasan yang bersifat:
a. Mekanik: kekerasan oleh benda tajam, kekerasan oleh benda tumpul, dan
tembakan senjata api.
b. Fisika: suhu, listrik dan petir, perubahan tekanan udara, akustik, dan radiasi.
c. Kimia: asam dan basa kuat.
LUKA AKIBAT KEKERASAN BENDA TUMPUL

Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini
adalah benda yang memiliki permukaan tumpul. Luka yaang terjadi dapat berupa
memar (kontusio, hematom), luka lecet (ekskoriasi, abrasi) dan luka terbuka atau
robek (vulnus laseratum).
Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit akibat pecahnya
kapiler dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Luka memar
kadangkala memberi petunjuk tentang bentuk benda penyebabnya, misalnya jejas
ban yang sebenarnya adalah suatu perdarahan tepi (marginal haemorraghage).
Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan
benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing, misalnya pada kejadian
kecelakaan lalu lintas, tubuh terbentur aspal jalan, atau sebaliknya benda tersebut
yang bergerak dan bersentuhan dengan kulit. Luka lecet gores diakibatkab oleh
benda runcing yang menggeser lapisan permukaan kulit di depannya dan
menyebabkan lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah
kekerasan yang terjadi. Luka lecet serut adalah variasi dari luka lecet gores yang
daerah persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar, arah kekerasan
ditentukan dengan melihat letak tumpukan epitel.
Luka robek merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul, yang
menyebabkan kulit teregang ke satu arah dan bila batang elastisitas kulit
terlampaui, maka akan terjadi robekan pada kulit. Luka ini memounyai ciri bentuk
luka yang umumnya tidak beraturan tepi atau dinding tidak rata, tampak jembatan
jaringan antara kedua tepi luka, bentuk dasar luka tidak beraturan, sering tampak
luka lecet atau luka memar di sisi luka.
LUKA AKIBAT KEKERASAN BENDA TAJAM
Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini
adalah benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang
bervariasi dari alat-alat seperti pisau, golok, dan sebagainya hingga keping kaca,
gelas, logam, sembilu, bahkan tepi kertas atau rumput.
Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepi dan dinding luka
yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka
berbentuk garis atau titik.

Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris atau sayat, luka
tusuk, dan luka bacok.
Selain gambaran umum luka tersebut diatas, luka iris atau sayat dan luka
bacok mempunyai kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang
luka. Sudut luka yang lancip dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan
akibat pergeseran senjata sewaktu ditarik atau akibat bergeraknya korban. Bila
dibaringi gerak memutas, dapat menghasilkan luka yang tidak selalu berupa garis.
Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda
penyebabnya, apakah berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila satu sudut
luka lancip dan yang lain tumpul, berarti benda penyebabnya adalah benda tajam
bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip, luka tersebut dapat diakibatkan oleh
benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu dapat menimbulkan luka
tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung benda saja yang
menyentuh kulit, sehingga sudut luka dibentuk oleh ujung dan sisi tajamnya.
Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak
menunjukkan adanya luka lecet atau luka memar, kecuali bila bagian gagang turut
membentur kulit. Pada luka tusuk, panjang luka biasannya tidak mencerminkan
lebar benda tajam penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya
tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut. Hal ini disebabkan oleh faktor
elastisitas jaringan dan gerakan korban.
Umumnya luka akibat kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan,
bunuh diri atau kecelakaan memiliki ciri-ciri berikut:
Pembunuhan
Lokasi luka
Jumlah luka
Pakaian
Luka tangkis
Luka percobaan
Cedera sekunder

Bunuh Diri

Sembarang
Banyak
Terkena
Ada
Tidak ada
Mungkin ada

Terpilih
Banyak
Tidak terkena
Tidak ada
Ada
Tidak ada

Kecelakaan
Terpapar
Tunggal/Banyak
Terkena
Tidak ada
Tidak ada
Mungkin ada

C. Aspek Medikolegal Luka dan Kekerasan


Didalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat
kekerasan, pada hakikatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan
dari permasalahan sebagai berikut:
a. Jenis luka apa yang terjadi ?
b. Jenis kekerasaan atau senjata apakah yang menyebabkan luka ?
c. Bagaimanakah kualifikasi luka itu ?
Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian ilmu kedokteraan
forensik, yang hanya baru dipahami setelah mempelajari pasal-pasal dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, yang bersangkutan dengan Bab XX (Tentang
Penganiayaan), terutama pasal 351 dan pasal 352; dan Bab IX (Tentang Arti
Beberapa Istilah Yang Dipakai Dalam Kitab Undang-undang), yaitu pasal 90.
PASAL 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah;
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan
pidana penjara paling lama lima tahun;
(3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun;
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan;
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana
PASAL 90
Luka berat berarti:
-

Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbuklkan bahaya maut;

Tidak mamputerus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan


pencaharian;

Kehilangan salah satu panca indera;

Menderita sakit lumpuh (Verminking);

Menderita sakit lumpuh

Tergangunya daya pikir selama empat minggu lebih;

Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan

Dari pasal-pasal tersebut dapat dibedakan empat jenis tindak pidana; yaitu :
1. Penganiayaan ringan;
2. Penganiayaan;
3. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat;
4. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian.
Oleh karena istilah penganiayaan merupakan istilah hukum, yaitu:
dengan sengaja melukai atau menimbulkan perasaan nyeri pada seseorang maka
di dalam Visum et Repertum yang dibuat dokter tidak boleh mencantumkan istilah
penganiayan, oleh karena dengan sengaja atau tidak itu merupakan urusan Hakim.
Demikan pula dengan menimbulkan perasaan nyeri yang sukar sekali untuk dapat
dipastikan secara obyektif, maka kewajiban dokter di dalam membuat Visum et
Repertum hanyalah mementukan secara obyektif adanya luka, dan bila ada luka,
dokter harus menentukan derajatnya.
Derajat luka tersebut harus dissesuaikan dengan salah satu dari ketiga jenis
tidak pidana yang telah disebutkan tadi Tindak pidana ke-4, yaitu penganiayaan
yang mengakibatkan kematian, dibahas secara terpisah), yaitu:
1. Penganiayaan ringan;
2. Penganiayaan;
3. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.
Penganiayaan ringan, yaitu penganiayaan yang tidak menimbukan penyakit
atau halanagan untuk menjalankan pekerjaan didalam kedokteraan forensik
pengertian disimpulkan luka derajat pertama.
Bila sebagai akibat penganiaayan seseorang mendat luka atau menimbulkan
penyakit hanya untuk sementara waktu saja, maka luka ini dinamakan luka
derajat kedua.

Apabila penganiayaan tersebut mengakibatkan luka berat seperti yang


dimaksudkan pasal 90 KUHP, luka tersebutdinamakan luka derajat ketiga,
dengan demikian didalam penulisaan kesimpulan Visum et Repertum kasus-kasus
perlukaan, penulisaan kualifikasi luka adalah sebagai berikut:
a. Luka yang tidak mengakibatkan poenyakit atau halangan dalam
menjalanakan pekerjaan atau jabatan;
b. Luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam menjalankan
pekerjaan atau jabatan untu sementara waktu;
c. Luka yang termasuk dalam pengertian luka berat (Pasal 90 KUHP)
Kekerasaan yang menyebakan luka dibagi atas 3 golongan, yaitu: luka
karena kekesrasaan mekanaik (benda tajama, tumpul dan senjata api), luka karena
kekerasaan fisik luka karena arus listrik, petir, suhu tinggi maupun rendah), dan
luka karena kekerasaan kimiawi (asam organik, asam anorganik, kaustik alkali
dan logam berat)

BAB III
LAPORAN KASUS

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


DAERAH SUMATERA SELATAN
BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

VISUM ET REPERTUM
NOMOR :
/VRJ/V/2015/DOKKES
PRO JUSTISIA
Pada hari ini, sabtu, tanggal sembilan Mei tahun dua ribu lima belas pukul satu
lebih tiga puluh menit Waktu Indonesia Barat, bertempat di Rumah Sakit Tingkat
Bhayangkara Palembang, melalui permintaan Visum et Repertum Kepolisian
Negara Republik Indonesia Daerah Sumatera Selatan dengan nomor
R/33/V/2015/Reskrim, yang di tanda tangani oleh, pangkat Ajun Komisaris Polisi,
NRP 77050098, telah dilakukan Pemeriksaan luar oleh dr. Indra Syakti Nasution,
Sp.F dokter forensik pada Rumah Sakit Tingkat III Bhayangkara Palembang,
dengan keterangan Visum et Repertum tertera sebagai berikut:
Nama

: M. ROBI Bin AR. RUSLI

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 32 Tahun

Kewarganegaraan : Indonesia
Agama

: Islam

Pekerjaan

:-

Alamat

: Jln. Maju Bersama RT.034/RW.013, Kel. Talang Kelapa, Kec.

Alang-Alang Lebar Palembang

PEMERIKSAAN

Label Mayat : Tidak Ada


Pembungkus Mayat : Sprei berwarna biru muda
Penutup Mayat : Satu lapis kain motif batik berwarna coklat panjang dua ratus
tiga puluh sentimeter dengan lebar seratus dua puluh sentimeter.
Pakaian Mayat : Jaket: jaket berwarna krem, ukuran tidak diketahui, merek LDR
LIDRA.CO, dasar kain dengan resleting. Baju: baju berwarna abu-abu, ukuran
tidak ada, tidak bermerek, dasar kaos dengan lengan panjang tanpa kancing.
Celana: celana panjang berwarna hitam, ukuran 27, merek Original
BLACKBAONK Quality, dasar jeans dengan resleting, terdapat dua kantong pada
sisi kanan dan kiri celana dan satu pada bagian belakang, isi kantong tidak ada.
Tidak menggunakan celana dalam.
Perhiasan : Ikat pinggang berwarna hitam berbahan kulit kepala ikat pinggang
berbahan metal, merek ITALY dengan panjang seratus tujuh sentimeter dan lebar
empat sentimeter.
Benda samping korban : Tidak ada.
Tanda-Tanda Kematian : Lebam mayat pada punggung, tidak hilang dengan
penekanan. Kaku mayat pada rahang, leher, tangan dan kaki sulit dilawan.
Pembusukan tidak ada.
Identifikasi umum : Sesosok mayat laki-laki dewasa dikenal, perawakan ideal,
berjenis kelamin laki-laki, berusia 32 tahun, dengan tinggi badan seratus tujuh
puluh sentimeter, berkulit putih, warna pelangi mata coklat, serta keadaan gizi
kurang.

Identifikasi sekunder : Tato ada

a. Lengan kiri sepanjang dua puluh delapan sentimeter dan luas delapan
sentimeter, gambar abstrak, jarak dari pergelangan tangan lima belas
sentimeter.
b. Lengan kiri bawah, terdapat tato tulisan Robby, ukuran panjang lima
sentimeter dan lebar satu koma lima sentimeter, jarak dari pergelangan
tangan lima sentimeter.
c. Lengan kanan, gambar abstrak, ukuran panjang enam puluh sentimeter dan
lebar dua puluh sentimeter, jarak dari pergelangan tangan dua sentimeter.
d. Perut kanan bawah dengan gambar naga, ukuran panjang delapan sentimeter
dan lebar empat sentimeter.
e. Dada kanan, gambar bunga mawar, ukuran panjang dua sentimeter dan lebar
tiga sentimeter, jarak dari garis tengah dada delapan sentimeter.
f. Dada kiri, gambar bunga mawar, ukuran panjang dua sentimeter dan lebar
tiga sentimeter, jarak dari garis tengah dada delapan sentimeter.
g. Paha kiri, gambar abstrak, ukuran panjang lima sentimeter dan lebar empat
sentimeter.
h. Punggung, gambar abstrak, ukuran panjang dua puluh koma lima sentimeter
dan lebar dua puluh sentimeter, melintang garis tengah tubuh.
PEMERIKSAAN LUAR
Kepala : Bentuk oval, terdapat empat luka lecet dengan dasar warna merah dan
disekitarnya kehitaman. Luka pertama pada pelipis kanan ukuran tujuh sentimeter
dan satu sentimeter, jarak dua sentimeter di atas alis mata kanan. Luka kedua di
samping mata kanan ukuran panjang empat sentimeter dan lebar tiga sentimeter,
jarak dua sentimeter dari ujung mata kanan.
Mata : Bentuk simetris, terdapat bintik pendarahan pada kedua mata. Pada
perabaan tidak ditemukan tanda-tanda patah tulang.
Hidung : Bentuk simetris. Terdapat dua luka lecet. Luka pertama pada batang
hidung ukuran panjang satu sentimeter dan lebar satu sentimeter. Luka kedua

10

dibawah hidung ukuran panjang satu koma lima sentimeter dan lebar satu
sentimeter. Pada perabaan tidak didapatkan tanda-tanda patah tulang.
Telinga : Bentuk simetris. Pada perabaan tidak didapatkan tanda-tanda patah
tulang.
Mulut : Bentuk simetris, tampak bibir berwarna kebiruan. Gigi geligi: dua gigi
seri bagian atas hilang (hilang lama).
Leher : Bentuk simetris. Terdapat luka tusuk, lokalisasi diatas selangka
(clavicula) kiri, bentuk elips, tepi rata, sudut lancip, luka bersih ukuran panjang
tujuh sentimeter dan lebar dua sentimeter dengan kedalaman tujuh sentimeter.
Dada : Bentuk simetris. Tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan, pada perabaan
tidak didapatkan tanda-tanda patah tulang.
Perut : Bentuk simetris, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.
Alat Kelamin : Laki-laki. Sudah disunat. Tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.
Punggung : Bentuk simetris. Tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan, pada
perabaan tidak ditemukan tanda-tanda patah tulang.
Pinggul : luka tusuk di atas selangkangan, ukuran panjang nol koma lima
sentimeter dan lebar dua sentimeter dengan kedalaman satu sentimeter, jarak lima
koma lima sentimeter dari tulang selangkangan.
Bokong : Bentuk simetris. Tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan
Dubur : Tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan ataupun luka, tidak keluar tinja
ataupun bagian usus dari dubur.

11

Anggota Gerak Atas : Bentuk simetris

Lengan kiri : terdapat luka robek di atas pergelangan tangan kiri bagian luar
ukuran dua sentimeter dan lebar satu sentimeter dengan kedalaman dua
sentimeter, jarak satu sentimeter dari pergelangan tangan kiri. Terdapat luka
iris lengan bawah ukuran panjang lima sentimeter dan lebar satu sentimeter.
Terdapat luka lama di lengan bawah kiri ukuran panjang empat sentimeter
dan tiga sentimeter, jarak lima sentimeter dari pergelangan tangan. Tampak
ujung jari di bawah kuku berwarna pucat kebiruan, pada perabaan tidak
ditemukan tanda-tanda patah tulang.

Lengan kanan : terdapat luka iris lengan bawah bagian luar ukuran empat
sentimeter dan satu koma lima sentimeter, jarak dari pergelangan tangan
tujuh sentimeter. Tampak ujung jari di bawah kuku berwarna pucat
kebiruan, pada perabaan tidak ditemuka tanda-tanda patah tulang.

Anggota Gerak Bawah : Bentuk simetris, terdapat luka robek dibelakang paha
kanan ukuran panjang lima sentimeter dan lebar satu sentimeter dengan kedalam
dua sentimeter, jarak dari bokong tiga belas sentimeter, tidak ditemukan tandatanda kekerasan, tampak ujung jari di bawah kuku berwarna pucat kebiruan, pada
perabaan tidak ditemuka tanda-tanda patah tulang.

12

KESIMPULAN
Sesosok mayat laki-laki dewasa dikenal, perawakan ideal, berjenis kelamin lakilaki, berusia tiga puluh dua tahun, bernama M. Robi bin AR . Rusli dengan tinggi
badan seratus tujuh puluh sentimeter, berkulit putih, warna pelangi mata coklat,
serta keadaan gizi kurang. Berdasarkan hasil pemeriksaan luar ditemukan luka
tusuk, lokalisasi diatas selangka (klavikula) kiri, bentuk elips, tepi rata, sudut
lancip, luka bersih ukuran panjang tujuh sentimeter dan lebar dua sentimeter
dengan kedalaman tujuh sentimeter. Penyebab kematian kemungkinan
dikarenakan perdarahan dari luka tusuk.
PENUTUP
Demikianlah Visum et Repertum ini dibuat dengan sejujur-jujurnya berdasarkan
sumpah jabatan sesuai dengan Lembar Negara tahun seribu sembilan ratus tiga
puluh tujuh nomor tiga ratus lima puluh untuk digunakan bilamana perlu.

Palembang, 11 Mei 2015


Dokter Pemeriksa

dr.INDRA SYAKTI NASUTION, Sp.F


NIP 197102252002121004

13

BAB IV
PEMBAHASAN
I. PROSEDUR MEDIKOLEGAL
Visum et repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter atas
permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik
terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari
tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk
kepentingan peradilan. Kewajiban dokter untuk membuat keterangan ahli telah
diatur dalam pasal 133 KUHAP. Pengertian keterangan ahli dipaparkan pada pasal
1 butir 28 KUHAP: Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh
seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik
pembantu, sebagaimana disebutkan pada pasal 6 dan 7 KUHAP. Sedangkan yang
berwenang memberikan keterangan ahli diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (1),
yaitu: Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Permintaan keterangan ahli harus dilakukan secara tertulis sebagaimana
diatur oleh pasal 133 ayat (2) KUHAP, yang berbunyi Permintaan ahli
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam
surat ittu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
bedah mayat.
Penanganan mayat sebagai barang bukti diatur dalam pasal 133 ayat (3)
KUHAP, yang berbunyi demikian Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan
penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat
identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari
kaki atau bagian lain badan mayat.
Dokter yang dimintai pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman wajib
untuk memberikan keterangan untuk kepentingan peradilan dengan sebaikbaiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
14

Terdapat sangsi pidana kepada dokter yang menolak ataupun menghalang-halangi


melaksanakan kewajibannya membantu peradilan. Sangsi tersebut sesuai dengan
yang telah disebutkan pada pasal 216, 222, 224, dan 522 KUHP.
II. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENENTUAN PENYEBAB KEMATIAN
Pemeriksaan forensik terhadap korban mati bertujuan untuk
mengidentifikasi korban, menyimpulkan sebab kematian korban, memperkirakan
saat kematian, membuat laporan tertulis dalam bentuk visum et repertum, dan
melindungi orang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan identitas serta
penuntutan terhadap orang yang bersalah.
Pada pemeriksaan luar ditemukan lebam mayat punggung. Lebam mayat
biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya
bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Menetapnya
lebam mayat disebabkan bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak
sehingga sulit berpindah lagi, di samping kekakuan otot-otot dinding pembuluh
darah yang mempersulit perpindahan tersebut.
Pada pemeriksaan luar ditemukan kaku mayat. Kaku mayat mayat mulai
tampak kira-kira 2 jam pasca mati klinis, dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai
dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan tungkai. Setelah mati klinis 12
jam, kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian
menghilang dalam urutan yang sama.
Luka yang didapat dikarenakan kekerasan mekanik, disebabkan oleh benda
tumpul yaitu luka lecet dan luka robek, benda tajam yaitu luka tusuk dan luka iris.
Pada mayat ditemukan banyak luka lecet pada bagian muka. Terdapat luka
robek pada bagian pergelangan tangan. Terdapat luka iris pada lengan bawah kiri
dan kanan. Terdapat luka tusuk di atas tulang selangka.
Dalam KUHP pasal kejahatan terhadap tubuh dan jiwa manusia dapat
dikelompokkan dalam dua bagian besar, yaitu usaha pembunuhan atau
penganiayaan.
Penganiayaan yang mengakibatkan kematian diatur dalam KUHP pasal 351
(3), 353 (3), 354 (2), dan 355 (2). Luka-luka korban sendiri tergolong dalam luka
berat sesuai dengan pasal 90 KUHP, yaitu

15

Luka berat berarti:

Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh

sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;


Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan

pencarian;
Kehilangan salah satu pancaindra;
Mendapat cacat berat;
Menderita sakit lumpuh;
Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Berdasarkan aspek medikolegal dapat disimpulkan bahwa kasus

penganiayaan yang menimbulkan luka berat termasuk dalam derajat ketiga


dimana sesuai dengan pasal 90 KUHP.
Oleh karena itu yang lebih sesuai adalah pasal 354 (2) dan 355 (2) KUHP
yang mengatur tentang penganiayaan berat. Pasal 354 (2) KUHP berbunyi: Jika
perbuatan (dengan sengaja melukai berat orang lain) mengakibatkan mati, yang
bersalah dikenakan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.
Penganiayaan berat yang terencana diatur dalam pasal 355 (2) KUHP, yang
berbunyi: Jika perbuatan (penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana
lebih dahulu) mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.

DAFTAR PUSTAKA
Idries, A.M., 1989. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Bab I
Visum et Repertum dan Bab II Identifikasi. PT Binarupa Aksara. Jakarta.
Indonesia.
16

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan Perundang-undangan Bidang


Kedokteran. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FKUI, Cetakan II, 1994.
Budianto A. et. al. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik,
FKUI. Ed.I, Cetakan II, Jakarta 1997.
Staf Pengajar FKUI. Teknik Autopsi Forensik. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
FKUI, Ed.I, Cetakan III, Jakarta 2000.

17

You might also like