You are on page 1of 38

PROPOSAL PENELITIAN

I.

II.

Nama Peneliti

: Abdullah Al-Hazmy

NIM/Semester

: G0011002/VI

Judul Penelitian :

Hubungan

Nilai

Diskusi

Tutorial

dengan

Pencapaian Learning Objectives Skenario Blok Imunologi Mahasiswa


Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta
III.

Bidang Ilmu

: Pendidikan Kedokteran (Medical Education)

IV.

Latar Belakang Masalah


Sistem pembelajaran pada hampir semua program studi perguruan
tinggi di Indonesia masih bersifat satu arah, yaitu pemberian materi
oleh dosen. Sistem pembelajaran tersebut dikenal dengan model
Teacher Centereded Learning
mahasiswa

pasif

karena

(TCL), yang ternyata membuat

hanya mendengarkan kuliah sehingga

kreativitas mereka kurang terpupuk atau bahkan cenderung tidak


kreatif (Dirjen Dikti Depdiknas, 2004). Dengan kondisi mahasiswa
yang pasif maka dirasakan sistem ini menjadi kurang efektif, maka
dosen pun menjadi kurang termotivasi untuk mengembangkan bahan
kuliahnya (Hadi, 2007; Burgan, 2006).
Evaluasi sistem TCL banyak sekali ditemukan kelemahan, oleh
karena itu maka Pemerintah memperbarui Sistem Pendidikan Nasional
dengan menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 ayat 1 yang menyatakan
bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan minat

peserta didik. (PP No: 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional


Pendidikan). Sistem pendidikan tersebut adalah sistem Student
Centered Learning (SCL). Sistem ini berfokus pada peserta didik,
mereka diarahkan untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya dan
didorong untuk melakukan diskusi dengan dosen sebagai fasilitator,
bukan pemberi transfer ilmu semata (Blumberg, 2004).
Kreativitas

mahasiswa

akan

terpupuk

melalui

kegiatan

pembelajaran yang aktif. Kondisi tersebut akan mendorong dosen


untuk selalu mengemba ngkan dan menyesuaikan materi kuliahnya
dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi

(ICT)

yang

menyediakan banyak cara untuk mendapatkan informasi sumber


belajar, memberikan

peluang

untuk

mengembangkan

metode-

metode pembelajaran baru secara optimal sehingga mendukung


upaya mewujudkan kompentensi yang diharapkan (Sudjana, 2005)
Dalam dunia pendidikan kedokteran, sistem SCL diterapkan
dengan metode Problem Based Learning (PBL), mahasiswa dibagi
menjadi kelompok-kelompok kecil lalu kelompok tersebut diberi suatu
kasus seputar dunia kedokteran sebagai pemicu untuk mencari
informasi, lalu mereka mendiskusikan pengetahuan dan informasi yang
mereka dapatkan didampingi seorang tutor (Wood, 2003; Radomski,
2010). Dengan

sistem Problem Based Learning (PBL)

atau

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini pemusatan pembelajaran


pada keaktifan mahasiswa telah membuktikan bahwa pemahaman
mahasiswa menjadi lebih baik dan lebih mandiri (Gulo, 2002).
FK UNS menjalankan sistem PBL sejak tahun 2007 dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) yang disesuaikan dengan Standar
Pendidikan Profesi Dokter (Murti, 2011).
Diskusi tutorial merupakan salah satu komponen kurikulum
dalam KBK FK UNS dan sudah berjalan selama hampir 7 tahun ini.
Namun seiring berjalannya sistem ini muncul banyak sekali

pertanyaan, apakah benar dengan sistem diskusi tutorial yang


mengacu pada keaktifan mahasiswa ini memang berpengaruh terhadap
pencapaian learning objectives karena banyak pendapat dari
mahasiswa bahkan dosen pengampu tutorial masih bertanya-tanya
tentang efektifitas program ini. Sampai saat ini baru ada satu
penelitian tentang pengaruh diskusi tutorial terhadap pencapaian
learning objectives yang mencerminkan standar kompetensi dokter di
FK UNS, yakni pada Blok Hematologi (Kharisman, 2013).
Seperti halnya kegiatan belajar mengajar yang lain, penting sekali
untuk menyelaraskan hasil kegiatan belajar mengajar dan tugas-tugas
dengan penilaian pembelajaran. Begitu juga dalam sistem PBL yang
dimanifestasikan dalam diskusi tutorial ini juga harus menggunakan
sistem penilaian. Penilaian dalam pendekatan pembelajaran ini
bertujuan mendorong siswa untuk mencari pengetahuan lebih dalam,
bukan hanya pengetahuan superfisial. Problem based learning ini
adalah salah satu cara penyelarasan sistem pembelajaran, dimana
disini sangat penting ditanamkan bahwa penilaian harus dilakukan
secara

holistik

dengan

mempertimbangkan

kemampuan

dan

pengetahuan siswa dalam mengambil keputusan dan memecahkan


masalah (Biggs, 2003). Pembelajaran berbasis masalah dalam kursus
teknik kimia di McMaster University di Kanada, menyebutkan bahwa
penilaian harus didasarkan pada sejauh mana tujuan telah dicapai
berdasarkan kriteria yang terukur dan dapat dibuktikan (Woods,
2000).
Ada permasalahan lain pula tentang pemberian nilai keaktifan
peserta diskusi yang diisi oleh tutor. Banyak yang menganggap
subyektifitas nilai yang diberikan tutor terkadang tidak sesuai dengan
kondisi lapangan yang menilai tentang tingkat kepahaman mahasiswa
terhadap

learning

objectives

ketika

proses

diskusi

tutorial

berlangsung. Beberapa dosen tutor sering memberikan nilai terlalu


murah yang menyebabkan mahasiswa enggan aktif ketika diskusi

dikarenakan telah mengetahui bahwa nilai yang diperolehnya baik.


Disisi lain ada mahasiswa yang pintar dan paham akan materinya
namun karena ia kurang mampu berbicara atau karena tutor terlalu
pelit memberi nilai sehingga nilai diskusi tutorialnya rendah. Masalah
lain yang paling sering muncul adalah tutor memberikan nilai yang
sama pada seluruh peserta diskusi tutorial tanpa memandang
kemampuan dan keaktifan peserta diskusi yang satu dengan yang
lainnya. Kemudian penulis berencana melakukan penelitian lebih
lanjut tentang pengaruh diskusi tutorial terhadap pencapaian learning
objectives pada Blok Imunologi, kemudian dibandingkan juga dengan
checklist penilaian tutor terhadap mahasiswa. Dalam penelitian ini
penulis mengambil sampel mahasiswa Kedokteran yang sedang
menempuh Blok Imunologi.
Alasan penulis meneliti Blok Imunologi adalah karena banyak
mahasiswa yang menganggap Blok Imunologi termasuk blok yang
sulit dan memiliki tingkat kelulusan fluktuatif. Pada angkatan 2007,
2008, 2009, dan 2011 tingkat kelulusan Blok Imunologi diatas 70%,
dimana prosentasi kelulusan tertinggi pada angkatan 2008 dengan
88,24%. Keadaan yang sangat berbeda terjadi pada angkatan 2010
dengan tingkat kelulusan 14,72% dan angkatan 2012 dengan 30,42%
(Lampiran KBK, 2013)
V.

Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka masalah yang penulis rumuskan
adalah:
1. Bagaimanakah tingkat pencapaian learning objectives skenario
Blok Imunologi pada mahasiswa Program Studi Kedokteran FK
UNS semester dua sebelum dan sesudah pelaksanaan diskusi
tutorial?
2. Adakah perbandingan nilai pretest dan posttest dalam mengukur
pencapaian learning objectives skenario Blok Imunologi dengan

nilai yang diberikan tutor pada diskusi tutorial dan nilai ujian Blok
Imunologi pada mahasiswa Program Studi Kedokteran FK UNS?
VI.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan:
1. Perbedaan tingkat pencapaian learning objectives dan Blok
Imunologi pada mahasiswa Program Studi Kedokteran FK UNS
semester dua sebelum dan sesudah pelaksanaan diskusi tutorial.
2. Nilai pretest dan posttest dalam mengukur pencapaian learning
objectives skenario Blok Imunologi dengan nilai yang diberikan
tutor pada diskusi tutorial dan nilai ujian Blok Imunologi pada
mahasiswa Program Studi Kedokteran FK UNS

VII.

Manfaat Penelitian
A. Manfaat teoritis
Memberi

masukan

bagi

pengembangan

ilmu

pendidikan

kedokteran tentang penerapan Problem Based Learning dalam


pencapaian standar kompetensi dokter.
B. Manfaat praktis
Menganalisis

penerapan

implementasi dari

program

diskusi

tutorial

sebagai

Problem Based Learning di Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

VIII. Tinjauan Pustaka


A. Student Centered Learning (SCL)
1. Definisi
Student Centered Learning atau pembelajaran berpusat
pada siswa mulai banyak dikenal akhir-akhir ini. Istilah
tersebut seringkali dikaitkan dengan istilah-istilah lain serupa
seperti flexible learning, active learning, experiental learning,
collaborative

learning,

constructive

learning,

vicarious

learning, cooperative learning, dan self-directed learning. Oleh


karena itu, maka student centered learning sering memiliki
makna yang berbeda pula (Kurhila, 2004).
Secara operasional, di dalam SCL para peserta didik
memiliki

keleluasaan

untuk

mengembangkan

segenap

potensinya (cipta, karsa, dan rasa), mengeksplorasi bidang/ilmu


yang diminatinya secara bertanggung jawab, membangun
pengetahuan serta kemudian mencapai kompetensinya melalui
proses pembelajaran aktif, interaktif, kolaboratif, kooperatif,
kontekstual dan mandiri. (Priyatmojo, 2010)
Pada model SCL, mahasiswa didorong untuk terlibat
dalam

proses

experimental

learning

dalam

mencapai

kompetensinya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara berdiskusi,


dengan diskusi maka mahasiswa belajar untuk mengemukakan
pendapat dan memecahkan masalah. Di dalam SCL peran
dosen bergeser, dari sumber utama informasi menjadi fasilitator
dan mitra pembelajaran. Peran ini masih perlu ditingkatkan,
dengan cara lebih mendekatkan hubungan batin (dari hati ke
hati) antara dosen dan peserta didik. Sehingga metode ini juga
membuat mahasiswa tidak takut dan lebih dekat dengan dosen
dikarenakan tingginya intensitas komunikasi yang sering
dilakukan saat diskusi. (Hadi, 2007; Priyatmojo, 2010).

2. Model Pembelajaran SCL


Pelaksanaan SCL di institusi pendidikan memiliki
berbagai

macam

perkembangan,

metode

diantaranya

dan
1.)

mengalami
Active

banyak

Learning,

2.)

Collaborative Learning, 3.) Inquiry-based Learning, 3)


Cooperative Learning, 4) Problem-based Learning, 5) Peer
Led Team Learning, 6) Team-based Learning, 7) Peer
Instruction, 8) Inquiry Guided Learning, 9) Just-in-Time
Teaching, 10) Small Group Learning, 11) Project-based
Learning, 12) Question-directed Instruction. Selain model
tersebut, masih banyak model pembelajaran lain, bahkan setiap
pendidik/dosen

dapat

pula

mengembangkan

model

pembelajarannya sendiri (Froyd dan Simpson, 2010).


Wright (2011) menyebutkan ada lima prinsip dasar dalam
proses pembelajaran Student Centered Learning:
a. The Balance of Power (Keseimbangan Kekuasaan)
b. The Function of Content (Fungsi dari Isi Materi)
c. The Role of the Instructor (Fungsi dari Instruktur)
d. The Responsibility for Learning (Kewajiban untuk Belajar)
e. The Process and Purpose of Evaluation (Proses dan Tujuan
dari Evaluasi)
3. Kelebihan dan Kekurangan SCL
Model SCL memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.
Beberapa kelebihan pembelajaran tersebut antara lain: 1.)
Perbedaan-perbedaan yang banyak di antara para peserta didik
dipertimbangkan. 2.) Para peserta didik dapat bekerja sesuai
dengan tahapan mereka dengan waktu yang dapat mereka
sesuaikan. 3.) Gaya-gaya pembelajaran peserta didik yang
berbeda dapat diakomodasikan. 4.) Hemat untuk peserta dalam
jumlah besar. 5.) Para peserta didik dapat lebih terkontrol
mengenai bagaimana dan apa yang mereka pelajari. 6.)

Merupakan proses belajar yang bersifat aktif. Adapun beberapa


kelemahan yang mungkin timbul antara lain: 1.) Diperlukan
waktu cukup banyak untuk persiapan bahan. 2.) Motivasi
peserta mungkin sulit dipertahankan. 3.) Diperlukan perubahan
peran instruktur. (Crockett dan Foster, 2005: Blumberg, 2012)
B. Problem Based Learning sebagai Implementasi dari Student
Centered Learning
1. Definisi Metode Pembelajaran Problem Based Learning
Metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
adalah

metode

pembelajaran

aktif

dalam

grup

kecil

menggunakan kasus atau permasalahan medis yang berfungsi


sebagai pemicu berpikir. Sistem PBL ini sudah mulai digagas
pada tahun 1950 di McMaster Medical School Kanada, dan
mulai dijalankan pada tahun 1969 (Gwee, 2009; Halonen,
2010). Sejak saat itu sistem PBL digunakan di secara signifikan
di banyak Universitas di seluruh dunia (Radomski, 2010;
Ioannou, 2012). Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret menjalankan sistem PBL sejak tahun 2007 dengan
menggunakan

Kurikulum

Berbasis

Kompetensi

yang

disesuaikan dengan Standar Pendidikan Profesi Dokter (Murti,


2011).
PBL memadukan sejumlah teori dan prinsip pendidikan
yang saling melengkapi ke dalam suatu sistem pembelajaran.
Lingkungan pembelajaran berpusat pada mahasiswa atau
pelajar (student centered learning) secara kontekstual, terpadu,
self directed, reflektif, dan kolaboratif. Desainnya berupa
mahasiswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil
untuk membangun untuk membangun pengetahuan dengan
menggunakan kasus atau masalah yang sesuai dengan apa yang
ada di kehidupan nyata untuk memicu pembelajaran (Gwee,
2009).

PBL merupakan salah satu metode yang digunakan dalam


penerapan sistem student centered learning (Froyd dan
Simpson, 2010). Oleh karena itu dalam metode PBL ini yang
menjadi pokok atau fokus utamanya adalah mahasiswa, hal ini
menggeser paradigma pendidikan tradisional yang dulunya
berpusat pada dosen atau pengajar. Dalam menyikapi
pergeseran ini pengajar dan penyelenggara pendidikan yang
akan mengimplementasikan PBL harus memahami prinsip
dasar, pelaksanaan, dan filosofi PBL. Perhatian khusus
diperlukan untuk memilih dan melatih tutor (instruktur) PBL
karena mereka mempunyai peran penting dalam proses PBL
(Murti, 2011). Selain tutor atau dosen, mahasiswa yang akan
mengikuti metode PBL juga harus mendapatkan pelatihan dan
pembekalan (Wright, 2011; Murti, 2011).
Implementasi PBL akan membantu mahasiswa dalam
mengembangkan kebiasaan berfikir, bersikap, dan berperilaku
yang dibutuhkan sebagai tenaga kerja yang profesional yang
kompeten, mampu melayani, dan sesuai dengan etika yang
berlaku di masyarakat (Murti, 2011). Jika dilakukan secara
benar, sistem PBL ini dapat memberikan sumbangan penting
bagi pelayanan kesehatan di suatu negara yang diberikan oleh
tenaga kerja yang profesional (Gwee, 2009)
2. Ciri-Ciri Problem Based Learning
Pada dasarnya, metode PBL ini menggunakan masalahmasalah dalam skenario untuk pemicu dalam menentukan
tujuan pembelajaran (learning objectives). Mahasiswa dibagi
dalam kelompok-kelompok kecil untuk mendiskusikan kasus
tersebut. Kemudian mahasiswa melakukan studi secara mandiri
dan diarahkan oleh mereka sendiri, lalu mereka dikumpulkan
kembali untuk menyempurnakan pengetahuan yang mereka
peroleh (Wood, 2003). Jelas sekali terdapat perbedaan antara

problem based learning dengan pemecahan masalah atau


problem solving. Pemecahan masalah menempatkan masalah
sebagai target untuk dipecahkan, sedangkan pada PBL masalah
yang ada hanya sebagai pemicu mahasiswa untuk belajar dalam
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman. Namun bukan hal
yang mustahil apabila mahasiswa dapat memecahkan masalah
yang ada dalam skenario PBL (Murti, 2011).
Walaupun hanya bersifat memicu mahasiswa untuk
belajar, namum hendaknya kasus yang ada dalam skenario PBL
disesuaikan dengan hal nyata yang benar-benar ada di lapangan
pekerjaan

nyata

(Radomski,

2010).

Untuk

mahasiswa

kedokteran, kasus yang mereka pelajari pada PBL akan


membantu mereka dalam menangani kasus yang sama pada
saat mereka menjadi dokter praktik (Wood, 2003). Pada buku
Standar Kompetensi

Dokter yang diterbitkan oleh Konsil

kedkteran Indonesia menegaskan bahwa yang diharapkan


adalah kompetensi dokter untuk memberikan pelayanan
kesehatan tingkat primer, bukan pelayanan tingkat sekunder
atau spesialistik (KKI, 2012). Disamping itu, masalah yang
dikemukakan dalam PBL sebaiknya tidak bersifat tunggal,
melainkan masalah yang terbuka (open-ended) yang memicu
mahasiswa untuk mengksplorasi pengetahuan yang lebih luas
dan melintasi berbagai bidang disiplin keilmuan (Halonen,
2010). Metode PBL menekankan pengetahuan awal mahasiswa,
dimulai dari hal yang mereka ketahui terlebih dahulu kemudian
mahasiswa aktif mencari dan menyusun informasi dan
pengetahuan yang diharapkan mereka capai yang tertuang
dalam learning objectives (Ioannou, 2012).
3. Dasar Problem Based Learning
Bokonjic et.al. (2007) menjelaskan bahwa PBL adalah
pembelajaran secara kooperatif yang dimulai dengan adanya

suatu masalah (skenario) yang diberikan kepada sekelompok


mahasiswa untuk mereka diskusikan. Tujuan dari PBL ini
adalah untuk mengaktivasikan prior knowledge (pengetahuan
dasar) dari mahasiswa dan membantu mereka untuk memulai
suatu proses pembelajaran dengan cara merekonstruksi
pengetahuan mereka dan mengembangakan pengetahuan
tersebut. Dalam pelaksanaannya terdapat tujuh langkah dasar
yaitu: 1.) Pengklarifikasian istilah, 2.) Pendefinisian masalah,
3.) Curah pendapat, 4.) Penstrukturan dan penegakan hipotesis,
5.) Penetapan tujuan pembelajaran, 6.) pencarian informasi, 7.)
Sintesis.
Pada PBL, mahasiswa harus mampu mengidentifikasi apa
yang telah ia ketahui dalam hubungannya dalam masalah.
Mahasiswa harus paham informasi apa saja yang mereka
butuhkan dan strategi apa yang selanjutnya perlu diambil untuk
menjawab masalah. Namun bukan pemecahan masalah yang
menjadi titik beratnya, melainkan proses pencarian informasi
itulah yang menjadi tujuan dari metode PBL. Mahasiswa bisa
mengajukan saran, solusi, atau hipotesis dan tutor atau
instruktur atau dosen melakukan evaluasi kinerja kelompok.
(Halonen, 2010).
4. Kompetensi yang Dihasilkan
Selain kompetensi dasar dalam pelayanan kesehatan
primer, metode diskusi dalam PBL juga menghasilkan
kemampuan

lain

yang

penting,

misalnya

keterampilan

berkomunikasi, kerjasama tim, pemecahan masalah, tanggung


jawab untuk belajar mandiri, berbagi informasi dan menghargai
orang lain. Dengan demikian PBL dapat dipandang sebagai
sebuah metode belajar kelompok kecil yang memadukan
kemampuan mendapat pengetahuan dan pengembangan aneka

keterampilan dan sikap umum (Tabel 1.) yang diperlukan


dalam pekerjaan mereka kelak (Wood, 2003).
Tabel 1. Keterampilan dan sikap umum yang dihasilkan PBL
- Kerjasama tim

- Mengkaji kritis literatur

- Memimpin kelompok

- Belajar mandiri

- Mendengarkan

- Mencatat

- Menghargai pandangan kolega - Keterampilan presentasi


- Penggunaan sumberdaya informasi
Sumber: Wood, 2003
Menurut Murti (2011) keterampilan yang dapat diperoleh
dari metode PBL tersebut sesuai dengan area kompetensi
dokter yang harus dicapai oleh mahasiswa (Tabel 1.), baik itu
keterampilan memperoleh pengetahuan (area kompetensi 3, 5),
keterampiklan berkomunikasi dan presentasi (area kompetensi
1), kerjasama dalam tim (area kompetensi 7), pengembangan
diri, memimpin kelompok, dan menghargai orang lain (area
kompetensi 6), penggunaan sumber informasi (area kompetensi
5), ataupun kemampuan menelaah literatur secara kritis (area
kompetensi 3, 4). Penyajian materi klinik dalam skenario
sebagai stimulus pembelajaran memungkinkan mahasiswa
memahami relevansi pengetahuan ilmiah yang diperoleh
dengan prinsip praktek klinis (area kompetensi 2, 7).
5. Keuntungan

dan

Kerugian

Metode

Problem

Based

Learning
Proses PBL dapat sangat berguna dalam pendekatan
paedagogik , dengan banyak efek yang menguntungkan untuk
mahasiswa. Seperti yang sudah digarisbawahi sebelumnya,
PBL

yang

merupakan

penyimpangan

dari

sistem

pembelajaran tradisional dengan meninggalkan mental didaktik


yang serba disuapi menjadi mental yang aktif menyebabkan
mahasiswa menjadi seorang praktisi yang lebih baik dalam

bidang mereka (Ioannou, 2012). Salah sautu keuntungan lain


yang telah dilaporkan hubungannya dengan proses PBL adalah
ketika mahasiswa tidak lagi disuapi dengan jawaban secara
langsung melainkan mereka harus mencari sendiri jawaban
tersebut menyebabkan perubahan sikap dan pola pemikiran
mereka untuk menjadi seorang explorer. Sistem ini sangat baik
apabila langsung dikenalkan sejak pertama kali mahasiswa
masuk (Mills, 2008).
Keuntungan-keuntungan lainnya menurut Halonen (2010)
antara lain:
a. Kemampuan retensi dan recall pengetahuan lebih besar
b. Mengembangkan kemampuan interdisipliner:
1.) Mengakses dan menggunakan informasi dari aneka
tempat
2.) Mengintegrasikan oengatahuan dengan baik
3.) Mengintegrasikan belajar di kelas dan lapangan
c. Mengembangkan keterampilan belajar seumur hidup
1.) Cara meneliti
2.) Cara berkomunikasi dalam kelompok
3.) Cara mengatasi masalah
d. Menciptakan lingkungan belajar yang aktif, kooperatif,
penilaian diri dan kelompok (peer assesment), berpusat
pada mahasiswa, dan efektivitasnya tinggi
e. Menciptakan lingkungan belajar yang memberikan:
1.) Umpan balik segera
2.) Kesempatan untuk mempelajari aneka sasaran belajar
yang disukai
3.) Kesempatan untuk belajar pada berbagai tingkat
pembelajaran
f. Menciptakan lingkungan belajar yang dapat meningkatkan
keterampilan berfikir kritis dan memecahkan masalah

g. Meningkatkan motivasi dan kepuasan mahasiswa, interaksi


mahasiswa dengan mahasiswa dan mahasiswa dengan
dosen atau instruktur.
Pendekatan PBL, walaupun banyak keuntungannya namun
ada juga kerugiaannya. Salah satunya yang telah dilaporkan
adalah perubahan besar yang sangat berbeda dibandingkan
sistem pembelajarn sebelumnya dimana

PBL menuntut

mahasiswa untuk aktif menyebabkan mahasiswa menjadi


tertekan dan tidak terarah (Mills, 2008). Halonen (2010)
menjelaskan bahwa beberapa kerugaian dari sistem PBL adalah:
a. Membutuhkan perencanaan dan sumberdaya yang sangat
besar:
1.) Pembuatan skenario yang sesuai
2.) Penyediaan sarana dan prasarana untuk mahasiswa,
misalnya ruang diskusi, literatur, perpustakaan, dosen,
narasumber, dan tenaga profesional di bidangnya
b. Membutuhkan komitmen komitmen untuk menjalankan
PBL, dan kesediaan dosen untuk menghargai pengetahuan,
pengalaman, dan keterampilan yang diperoleh mahasiswa
selama proses pembelajaran
c. Memerlukan perubahan paradigma:
1.) Pergeseran dari teacher centered menjadi student
centered
2.) Perubahan pandangan dosen sebagai pakar yang
berperan sebagai pusat pengetahuan melalui kuliah dan
peragaan di kelas, menjadi dosen sebagai fasilitator atau
tutor pembelajaran.
C. Kurikulum Berbasis Kompetensi di Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Program Studi Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret memiliki visi yang salah satunya adalah menciptakan

dokter yang berorientasi pada kesehatan komunitas (Murti, 2011).


Konsil Kedokteran Indonesia juga mencantumkan pembelajaran yang
berbasis komunitas pada Standar Kompetensi Dokter. Berikut ini
adalah area kompetensi dokter sesuai dengan Standar Kompetensi
Dokter yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI,
2012).
Tabel 2. Area kompetensi dokter
1. Komunikasi efektif
2. Keterampilan klinis
3. Landasan ilmiah ilmu kedokteran
4. Pengelolaan masalah kesehatan
5. Pengelolaan informasi
6. Mawas diri dan pengembangan diri
7. Etika, moral, medikolegal, profesionalisme, dan keselamatan
pasien.
Sumber: KKI, 2012
Harden et.al. dalam Murti (2011) mengidentifikasikan enam
strategi dalam kurikulum kedokteran. Model PBL dibedakan
dengan model konvensional dengan formula SPICES, yang
merupakan singkatan dari student centered, problem based,
integrated, community based, elective, dan systematic. Model
analisis strategi kurikulum SPICES dapat digunakan dalam
perencanaan dan evaluasi kurikulum, mengatasi masalah yang
berkaitan dengan kurikulum, dan memberikan bimbingan berkaitan
dengan pembelajaran dan penilaian.
Tabel 3. Perbedaan model SPICES Harden dan model
Konvensional
Model SPICES

Model konvensional

Student centered

Teacher centered

Problem based

Information gathering

Integrated

Discipline based

Community based

Hospital based

Elective

Uniform

Systematic approach

Apprenticeship
Sumber: Murti 2011

Fakultas Kedokteran UNS mulai mengimplementasikan PBL


sebagai salah satu model SCL pada tahun 2007 dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (Murti, 2011). Berdasarkan Surat Keputusan
Konsil Kedokteran Indonesia no.20/KKI/KEP/IX/2006 tentang
standar Kedokteran di Indonesia, maka sejak tahun 2007, Senat
Fakultas Kedokteran UNS menetapkan bahwa kurikulum di
Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran UNS didasarkan
pada Kurikulum Berbasis Kompetensi dengan pendekatan SPICES
dan model pembelajaran menggunakan Problem Based Learning
(PBL) yang kegiatannya meliputi diskusi tutorial, skills lab, field
lab, kuliah pakar, workshop dan praktikum penunjang (FK UNS,
2012).
Menurut Peraturan Rektor Universitas Sebelas Maret Nomor:
317/UN27/PP/2012 BAB V Pasal 8 maka pokok dasar dari KBK
yang dikembangkan oleh Fakultas Kedokteran UNS meliputi
prinsip-prinsip metode ilmiah, ilmu biomedik, ilmu kedokteran
klinik, ilmu humaniora, ilmu kedokteran komunitas dan ilmu
kedokteran keluarga yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi
Dokter. Adapun Penjabaran dari pokok-pokok dasar tersebut
adalah:
1. Prinsip-prinsip metode ilmiah meliputi metodologi penelitian,
filsafat ilmu, berpikir kritis, biostatistik dan evidence-based
medicine.

2. Ilmu biomedik meliputi anatomi, biokimia, histologi, biologi


sel

dan

molekuler,

fisiologi,

mikrobiologi,

imunologi,

parasitologi, patologi, dan farmakologi. Ilmu-ilmu biomedik


dijadikan dasar ilmu kedokteran klinik sehingga mahasiswa
mempunyai pengetahuan yang cukup untuk memahami konsep
dan praktik kedokteran klinik.
3. Ilmu-ilmu humaniora meliputi ilmu perilaku, psikologi
kedokteran, sosiologi kedokteran, antropologi kedokteran,
agama, etika dan hukum kedokteran, bahasa, Pancasila serta
kewarganegaraan.
4. Ilmu kedokteran klinik meliputi ilmu penyakit dalam beserta
percabangannya, ilmu bedah, ilmu penyakit anak, ilmu
kebidanan dan kandungan, ilmu penyakit syaraf, ilmu
kesehatan jiwa, ilmu kesehatan kulit dan kelamin, ilmu
kesehatan mata, ilmu THT, radiologi, anestesi, ilmu kedokteran
forensik dan medikolegal.
5. Ilmu kedokteran komunitas terdiri dari ilmu kesehatan
masyarakat, ilmu kedokteran pencegahan, epidemiologi, ilmu
kesehatan kerja, ilmu kedokteran keluarga dan pendidikan
kesehatan masyarakat.
6. Komponen penting dari setiap kurikulum adalah tersedianya
kesempatan bagi mahasiswa untuk mengadakan kontak efektif
secara personal dengan pasien seawal mungkin.
7. Selama kontak dimanfaatkan untuk mempelajari interaksi
faktor penyebab, patogenesis, faktor fisik dan psikologis,
keluarga,

komunitas,

sosial

dan

lingkungan

yang

mempengaruhi perjalanan penyakit pasien.


Pendidikan Kedokteran dilaksanakan dengan 2 tahap, tahap
Sarjana Kedokteran dengan beban studi 155 SKS selama 7
semester dan tahap Pendidikan Profesi Dokter selama 3 semester.
Sebelum diterapkan KBK dengan pendekatan PBL, rata-rata masa

studi mahasiswa pada tahap sarjana kedokteran adalah 4 tahun 7


bulan, dan tahap profesi dokter 2 tahun 4 bulan. dengan IPK
(Indeks Prestasi Kumulatif) rata-rata pada tahap sarjana kedokteran
2.92 dan pada tahap profesi dokter rata-rata 3,1. Setelah diterapkan
KBK dengan pendekatan SPICES, rata-rata masa studi kurang dari
4 tahun dan IPK rata-rata tahap sarjana kedokteran > 3,0 (FK UNS,
2012).
Menurut Peraturan Rektor Universitas Sebelas Maret Nomor:
317/UN27/PP/2012 BAB X Pasal 13 tentang dasar penilaian dan
Pasal 16 tentang tata cara penilaian, hasil belajar harus dinilai
berdasarkan pada tujuan pembelajaran dan pencapaian kompetensi
sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter. Penilaian dilakukan
sebagai pembandingan tingkat penguasaan kompetensi antar
mahasiswa, diperlukan tingkatan (grade) dan tingkatan tersebut
merupakan nilai mahasiswa untuk suatu topik blok/ Ketrampilan
Klinik/ Laboratorium Lapangan atau Bagian di tahap profesi
dokter. Ujian Blok, Ketrampilan Klinik dan Laboratorium
Lapangan pada tahap sarjana kedokteran dan ujian Bagian pada
tahap profesi dokter berdasarkan sistem Penilaian Acuan Patokan
(PAP).
Blok sendiri merupakan gabungan dari berbagai komponen,
yaitu: 1.) diskusi tutorial, 2.) praktikum, dan 3.) kuliah yang
terintegrasi dan satu Blok berbobot 4 Satuan Kredit Semester.
Dimana penghitungan nilai akhir blok menggunakan rumus sebagai
berikut:
(6 X Nilai ujian Blok)+(2 X Nilai responsi)+(2 X Nilai tutorial)
10
Nilai diskusi tutorial adalah hasil akumulasi nilai kekatifan
mahasiswa saat diskusi dengan nilai laporan tutorial yang sudah
diserahkan ke pengelola KBK melalui tutor.(FK UNS, 2012).

Nilai suatu topik blok/ Ketrampilan Klinik/ Laboratorium


Lapangan dan Bagian di tahap profesi dokter serta skripsi diperoleh
dari hasil konversi skor dengan ketentuan sebagai berikut :
Tabel 4. Tata cara penilaian di FK UNS
Rentang Nilai (Skala 5)

Rentang Skor
(Skala 100)

Nilai

Bobot

Arti

80-100

Sangat Baik

70-79

Baik

60-69

Cukup

40-59

Kurang

0-39

Gagal

Sumber: Peraturan Rektor UNS Nomor: 317/UN27/PP/2012


Batas

kelulusan

Ujian

Blok,

Keterampilan

Klinis,

Laboratorium Lapangan dan Ujian Bagian pada tahap profesi


dokter sesuai Peraturan Rektor UNS Nomor: 317/UN27/PP/2012
Pasal 15 adalah 70 atau minimal B (baik). Pasal selanjutnya yaitu
Pasal 17 dari Peraturan Rektor UNS Nomor: 317/UN27/PP/2012
mengatur bahwa mahasiswa yang belum lulus wajib diberikan
kesempatan untuk melakukan ujian ulang satu kali. Mahasiswa
yang tidak lulus pada ujian ulang tersebut dapat menempuh
remedial berupa semester padat dan atau semester pendek (FK
UNS, 2012).
D. Diskusi Tutorial sebagai Implementasi dari Problem Based
Learning
Diskusi
menggunakan

tutorial
tujuh

PBL

yang

langkah

dijalankan
(seven

di

FK

jumps)

UNS
yang

dikembangkan di Maastricht University, Belanda (Murti, 2011).


Tabel 5. Seven Jumps Maastricht dalam diskusi tutorial

1. Mengidentifikasi dan mengklarifikasi istilah dan konsep yang


belum diketahui dalam skenario. Notulen membuat daftar
istilah yang masih belum jelas sampai akhir diskusi.
2. Mendefinisikan masalah yang akan dibahas. Jika terdapat
perbedaan pandangan tentang masalah yang perlu dibahas,
maka semua masalah harus dipertimbangkan, atau disamakan
persepsinya. Notulen membuat daftar masalah yang sudah
disepakati untuk dibahas.
3. Sesi brainstorming (curah pendapat) untuk membahas
masalah,

yaitu

memberikan

saran

penjelasan

dan

mengidentifikasi area yang belum diketahui dengan prior


knowledge secara sempurna. Notulen mencatat semua pokok
bahasan diskusi.
4. Kaji ulang langkah 2 dan 3, lalu tata penjelasan-penjelasan
menjadi solusi sementara yang sederhana. Notulen menata
penjelasan-penjelasan yang telah dibuat seluruh peserta
diskusi.
5. Rumuskan

tujuan

pembelajaran

(learning

objective).

Kelompok menyepakati tujuan pembelajaran yang perlu


diketahui. Tutor memastikan bahwa tujuan pembelajaran
terfokus, bisa dicapai, komprehensif, dan tepat sasaran.
6. Belajar

mandiri,

dimana

masing-masing

mahasiwa

mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan tujuan


pembelajaran yang belum terjawab pada sesi pertama.
7. Kelompok

berbagi

hasil

belajar

mandiri

(mahasiswa

mengindetifikasi sumber belajar dan berbagi hasilnya). Tutor


memeriksa

pembelajaran

apakah

sudah

sesuai

tujuan

pembelajaran, dan menilai masing-masing individu.


Sumber: Murti, 2011
Semua yang terlibat dalam diskusi tutorial memiliki peran
masing-masing. Peran Ketua, Notulen, Peserta, dan Fasilitator

(Tutor) kelompok tutorial oleh Wood dalam Murti (2011)


dijabarkan dalam tabel 6, 7, 8, dan 9.
Tabel 6. Peran Ketua dalam diskusi tutorial
1. Memimpin proses diskusi kelompok
2. Mendorong setiap anggota kelompok untuk mengambil bagian
dalam diskusi
3. Memelihara dinamika kelompok
4. Mengatur waktu diskusi
5. Memastikan

kelompok

mencapai

tujuan

pembelaajaran

(learning objective)
6. Memastikan notulen membuat catatan dengan akurat
Sumber: Murti, 2011
Tabel 7. Peran Notulen dalam diskusi tutorial
1. Mencatat inti diskusi yang dikemukan kelompok
2. Membantu kelompok dalam mengurutkan pikiran dan gagasan
3. Berpartisipasi dalam diskusi
4. Mencatat sumber daya yang digunakan oleh kelompok
Sumber: Murti, 2011
Tabel 8. Peran Peserta dalam diskusi tutorial
1. Mengikuti urutan langkah-langkah proses
2. Berpartisipasi dalam diskusi
3. Mendengarkan dan menghargai kontribusi peserta lainnya
4. Mengajukan pertanyaan terbuka
5. Mencapai semua tujuan pembelajaran (learning objective)
6. Berbagai informasi dengaan peserta lainnya
Sumber: Murti, 2011
Tabel 9. Peran Tutor dalam diskusi tutorial

1. Mendorong semua anggota kelompok untuk berpartisipasi


dalam diskusi
2. Membantu ketua untuk memelihara dinamika kelompok dan
mengatur waktu
3. Memastikan bahwa notulen membuat catatan dengan akurat
4. Mencegah disuksi di luar skenario
5. Memastikan kelompok mencapai tujuan kompetensi (learning
objective)
6. Memeriksa pemahaman peserta
7. Menilai kinerja peserta
Sumber: Murti, 2011
E. Ketersesuaian Learning Objectives dalam Diskusi Tutorial Blok
Imunologi dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia
Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian pada diskusi
tutorial pada 3 skenario Blok Imunologi. Adapun skenario dan
learning objectives masing-masing skenario berdasarkan Buku
Pedoman Blok Imunologi (Kusumawati et.al., 2014) adalah:
Skenario 1
MENGAPA ANAKKU PANAS?
Ibu Ani membawa anaknya bernama Ali, berusia 4 bulan ke
puskesmas untuk mendapatkan imunisasi DPT. Sore hari setelah
mendapatkan imunisasi DPT, Ali rewel dan menderita demam. Ibu
Ani memiliki termometer suhu badan yang didapatkannya ketika ia
melahirkan di RS dulu. Ibu Ani memeriksa suhu badan Ali,
didapatkan suhunya 39C. Dokter di puskesmas telah memberikan
6 bungkus puyer penurun panas untuk Ali. Tiga hari kemudian
pada kulit tempat bekas suntikan terlihat bengkak, bernanah, kulit
berwarna kemerahan dan bila ditekan Ali menangis.
Learning Objective Skenario :
1. Menjelaskan komponen-komponen sistem imun

2. Menjelaskan anatomi dan fisiologi sistem imun


3. Menjelaskan mekanisme sistem imun
4. Menjelaskan respon imun (hipersensitivitas, inflamasi, dll)
5. Menjelaskan

sistem

imun

alami

dan

adaptif

serta

keterkaitan antara keduanya


Skenario 2
TOLONG, ISTRI SAYA HARUS DITRANSFUSI....
Sore itu, Pak Eko tergesa-gesa bertamu ke rumah tetangganya
yang bernama Bu Tutik . Dia menyampaikan kabar bahwa, Bu Ani,
istrinya, sedang dirawat di rumah sakit karena gagal ginjal. Karena
kadar hemoglobinnya terus menurun, Bu Ani perlu mendapat
transfusi. Dalam hati Bu Tutik merasa bertanya-tanya. Dia pernah
membaca bahwa beberapa penyakit bisa ditularkan melalui
transfusi, seperti hepatitis dan HIV/AIDS.
Bu Tutik bertanya keapada Pak Eko : Apakah transfusi tidak
berisiko untuk Bu Ani ya? Pak Eko , menjelaskan bahwa
sebenarnya transfusi hanya bersifat sementara. Yang diharapkan
dokter, Bu Ani bisa menjalani operasi cangkok ginjal, akan tetapi
tidak mudah mendapatkan organ donor. Karena kalau tidak cocok,
akan ditolak oleh tubuh Bu Ani.
Pak Eko berharap Bu Tutik mau mendonorkan darahnya.
Tetapi Bu Tutik sendiri masih ragu-ragu karena dulu saudaranya
saat mendapat transfusi tiba-tiba gatal-gatal dan sesak nafas. Selain
itu, Bu Tutik pernah mengalami keguguran , yang menurut
penjelasan dokter penyebab keguguran

karena ketidakcocokan

antara darah Bu Tutik dengan darah janinnya.


Learning Objective Skenario:
1. Menjelaskan prinsip self dan non-self pada respon imun
(self tolerance)
2. Menjelaskan mengenai mekanisme toleransi

3. Menjelaskan mekanisme respon imun pada reaksi rejeksi


jaringan.
4. Menjelaskan mengenai prinsip-prinsip blood-grouping
5. Menjelaskan prinsip dasar keamanan dan reaksi transfusi
6. Menjelaskan definisi istilah-istilah rejeksi jaringan dan
imunohematologi.
7. Menjelaskan sirkulasi ibu dan janin dalam kaitannya
dengan imunohematologi beserta contoh-contoh kondisi
dan/atau penyakit yang terkait.
Skenario 3
APA YANG TERJADI DENGAN BU SUSI?
Ibu Susi, berusia 25 tahun, datang ke poliklinik dengan
keluhan gatal-gatal hebat dan bentol-bentol di seluruh tubuh dan
wajah. Satu hari sebelumnya pasien mengkonsumsi ikan laut dan
udang. Kemudian dokter memberikan injeksi antihistamin kepada
pasien. Beberapa menit setelah disuntik pasien mengeluh pusing,
keringat dingin, sesak nafas. Kemudian pasien mengalami
penurunan kesadaran.
Dokter melakukan pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum: kesadaran sopor, suhu tubuh 36,8oC,
tekanan darah 60 mmHg per-palpasi, laju pernafasan 36x/menit,
frekuensi nadi 120x/menit, regular, auskultasi paru terdengar
wheezing.
Dokter langsung merebahkan pasien dengan posisi kaki lebih
tinggi dari kepala, memeriksa jalan nafas, memberikan bantuan
oksigen dan memberikan injeksi adrenalin 0,3-0,5 mg/kgBB
subkutan.
Learning Objectives Skenario :
1. Menjelaskan definisi hipersensitivitas

2. Menjelaskan

patogenesis,

patologi

dan

patofisiologi

berbagai tipe hipersensitivitas


3. Menjelaskan gambaran klinis, gejala dan tanda berbagai
tipe hipersensitivitas
4. Menjelaskan contoh dan patogenesis penyakit yang terkait
dengan reaksi berbagai tipe hipersensitivitas
5. Menjelaskan cara menegakkan diagnosis

berbagi tipe

hipersensitivitas
Konsil Kedokteran Indonesia (2012) menyebutkan bahwa
terdapat beberapa standar kompetensi yang harus dikuasai dokter
Indonesia dalam penyakit-penyakit di bidang Imunologi. Tabel
berikut ini menunjukkan daftar dari kompetensi tersebut.
NO
1.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
3.
4.

NAMA PENYAKIT
Autoimmune rheumatological and orthopaedic disorder
a. Uncomplicated SLE
Complicated SLE
Scleroderma
Polyarthritis nodosa
Vasculitis lupus
Polymyalgia rheumatica
Rheumatoid arthritis

STANDARD
KOMPETENSI
4
2
2
1
1
3A
3A

Immuneological/allergic reactions
Anaphylactic reaction
3B
Rheumatic fever
3B
Juvenile chronic arthritis
2
Henoch-schoenlein purpura
2
Erythema multiforme
2
Atopy
3A
Steven Johnsons Synsdrome
2
Transplantasi immunology
1
Immunodeficiency HIV
4
Tabel 10. Standar Kompetensi Dokter Indonesia dalam penyakitpenyakit di bidang Imunologi.

IX.

Kerangka Pemikiran

Standar Kompetensi Dokter (SKDI & KKI 2012)

tingkat kerajinan, minat terhadap Blok Imunologi, dan adanya kulia


Kurikulum Berbasis Kompetensi

Student Centered Learning


tingkat Intelegensi, prior knowledge
Problem Based Learning

diskusi tutorial

pemahaman terhadap seven jump diskusi tutorial

Nilai Pretest dan Posttest

pencapaian learning objectives skenario

Keterangan:
Variabel luar yang dapat dikontrol.
Variabel luar yang tidak dapat dikontrol.
Mempengaruhi
X.

Hipotesis
1. Diskusi tutorial dapat meningkatkan tingkat pencapaian Learning
Objevtives skenario Blok Imunologi pada mahasiswa Program Studi
Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
2. Nilai hasil pretest-posttest dalam mengukur pencapaian Learning
Objevtives skenario Blok Imunologi sesuai dengan nilai yang diberikan
tutor ketika diskusi tutorial dan nilai ujian Blok

XI.

Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan
pendekatan studi cross sectional (Alatas et.al., 2008).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
C. Subjek Penelitian
1. Populasi Sumber
Mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran
UNS.
2. Populasi Target
Mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran
UNS semester dua Tahun Ajaran 2013/2014 (Angkatan 2013)
yang sedang menempuh Blok Imunologi.
3. Populasi Studi
Diambil dari populasi target dengan ketentuan kriteria inklusi
dan ekslusi sebagai berikut:
a.

Kriteria Inklusi
Mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran
UNS semester dua dan sedang menempuh Blok Imunologi.
Sebagai syarat sampel adalah mahasiswa yang jumlah
kelulusan blok yang telah ditempuhnya adalah 4 dari semua
blok di semester 1.

b.

Kriteria Eksklusi.
Subjek yang tidak memenuhi ketentuan kriteria inklusi dan
subjek

yang

tidak

mau

mengikuti

mengundurkan diri dari penelitian.


4. Sampel
a. Besar Sampel

penelitian

atau

Karena uji hipotesis ini bersifat analitis numerik


berpasangan

(Dahlan,

2012),

maka

ukuran

sampel

diperoleh dengan menggunakan rumus:


n1=n2=

( Z+ Z ) S
X 1X 2

Keterangan:
Z

1
1
2

= deviat baku alfa

1
1
2

= deviat baku beta

= simpang baku dari selisih nilai


antarkelompok
X 1 X 2

= selisih minimal rerata yang dianggap

bermakna.
(Dahlan, 2010)
Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan kesalahan
tipe I sebesar 5%, hipotesis satu arah, kesalahan tipe II
sebesar 5%, dan selisih rerata minimal yang dianggap
bermakna adalah 20. Karena belum ada kepustakaan
mengenai simpang baku selisih nilai antar kelompok,
maka peneliti menduga bahwa simpang baku adalah dua
kali selisih rerata minimal yang dianggap bermakna yaitu
40. Berikut perhitungan sampelnya:

n1=n2=

1
1
2

+Z

1
1
2

X 1 X 2

( 1,64+1,64 ) 40
20

43,03 (dibulatkan menjadi 43)


Namun untuk mengurangi kemungkinan kesalahan,
maka sampel diperbesar kurang lebih 100 responden.

b. Teknik Sampling
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
cluster

sampling.

Pencuplikan

dilakukan

dengan

memanfaatkan daftar kelompok diskusi tutorial dari Tim


KBK. Kemudian kelompok dipilih dengan menggunakan
tabel nomor secara random. Teknik cluster sampling
dipilih dengan asumsi karakteristik subjek disetiap
kelompok tutorial adalah sama, dan lebih cepat, efektif,
dan representatif. (Dahlan, 2012; Santjaka, 2011).
D. Rancangan Penelitian
Populasi Mahasiswa FK UNS

Populasi Mahasiswa Fakultas kedokteran UNS semester dua (Angkatan 2013)

Kriteria Inklusi dan Ekslusi


Cluster Sampling

Sampel

Prior Knowledge

Pretest

Diskusi tutorial

Data

Analisis Data

Blok Imunologi

Posttest

Dibandingkan dengan nilai tutorial dan nilai ujian Blok


Data

E. Identifikasi Variabel Penelitian


1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pelaksanaan
Diskusi Tutorial Blok Imunologi.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Pencapaian
Learning objectives

Blok Imunologi, dengan indikasi

responden mampu mendapat skor test 70 dan rasio nilai skor


antara hasil test dengan nilai checklist tutor dan nilai ujian
Blok sesuai.
3. Variabel Luar

: Prior knowledge, tingkat intelegensi,

tingkat kerajinan, minat terhadap Blok Imunologi, kuliah


penunjang, dan subyektivitas tutor.
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1.

Variabel bebas: Diskusi tutorial


a.

Definisi : merupakan kegiatan diskusi yang membahas


suatu kasus/masalah yang dikemas dalam suatu
skenario yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa
dengan ketua sebagai moderator dan didampingi oleh
seorang dosen tutor yang bertindak sebagai fasilitator
(Murti, 2011). Dalam penelitian ini, diambil diskusi
tutorial pada Blok Imunologi.

b.

Alat ukur : daftar kehadiran mahasiswa dan dosen tutor


dalam diskusi tutorial.

c.

Skala pengukuran variabel: numerikal.

2. Variabel terikat: Pencapaian learning objectives


a.

Definisi : Mahasiswa mampu memahami dengan baik


minimal 70% dari learning objectives yang ada pada
Blok Imunologi.

b.

Alat ukur : soal pretest dan posttest (masing-masing


berjumlah 15 soal dengan bobot yang sama) yang
disusun sesuai dengan learning objectives pada
skenario Blok Imunologi. Soal-soal yang digunakan
dalam penelitian ini diambil dari Bank Soal yang
dimiliki oleh Tim Pelaksana KBK FK UNS. Soal yang
dijawab dengan benar bernilai 10, sedang soal yang
dijawab dengan salah bernilai 0. Uji validitas yang
digunakan adalah uji validitas muka (face validity) atau
validitas isi (content validity), instrumen penelitian (alat
ukur)

yang

digunakan

dijelaskan

isinya

dan

didiskusikan dengan ahli (Tumbaleka, 2008). Ahli yang


dimaksud dalam penelitian ini adalah dosen penyusun
soal Ujian Blok Imunologi. Alat ukur selanjutnya
adalah checklist penilaian kaktifan peserta diskusi
tutorial yang diisi oleh tutor. Checklist penilaian tutor
ini nantinya dibandingkan dengan skor hasil test yang
dikerjakan peserta diskusi. Alat ukur yang terakhir
adalah nilai ujian Blok Imunologi yang nantinya juga
dibandingkan dengan hasil test.
c.

Skala pengukuran variabel: numerik (nilai pretest


dengan nilai posttest; nilai test dengan nilai checklist
tutor; dan nilai test dengan nilai ujian Blok).

3. Variabel Luar
Merupakan variabel perancu yang terdiri dari variabel luar
yang dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan.
a. Variabel Luar yang Dapat Dikendalikan
1.) Tingkat Intelegensi
a) Definisi

operasional:

tingkat

kecerdasan

mahasiswa yang berbeda-beda mempengaruhi

mudah tidaknya mahasiswa memahami Learning


objectives yang ada.
b) Alat ukur: Syarat ini dapat dilihat dari jumlah
kelulusan blok yang telah ditempuh oleh
mahasiswa tersebut yaitu lulus 4 blok di
semester I dan memiliki IPK >3,0
2.) Pemahaman terhadap Seven Jump Diskusi Tutorial
a) Definisi

operasional:

mempengaruhi

secara

langsung jalannya diskusi tutorial.


b) Alat ukur: responden telah lulus Blok Budaya
Ilmiah, karena dalam Blok Budaya Ilmiah terdapat
materi kuliah Diskusi Tutorial dan diujikan dalam
Ujian Blok Budaya Ilmiah (Subandono et.al.,
2013).
b. Variabel Luar yang Tidak Dapat Dikendalikan
1.) Prior Knowledge
a) Definisi operasional: merupakan pengetahuan
dasar yang dimiliki mahasiswa sebelum mengikuti
diskusi tutorial. Dalam penelitian ini, pengetahuan
dasar yang diperoleh mahasiswa mengenai pokok
bahasan bisa melalui kuliah maupun belajar
mandiri.
2.) Tingkat Kerajinan
a) Definisi operasional: perbedaan usaha mahasiswa
mencari informasi untuk memahami Learning
Objectives, mempengaruhi jumlah informasi yang
didapat oleh mahasiswa selama proses Diskusi
tutorial.
3.) Minat terhadap Blok Imunologi
a) Definisi
mahasiswa

operasional:

tingkat

ketertarikan

terhadap

Blok

Imunologi,

berpengaruh terhadap antusiasme mahasiswa


dalam mengikuti diskusi tutorial.
G. Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1)
Informed consent, 2) Soal pretest dan posttest, 3) Alat tulis, 4)
Checklist penilaian peserta oleh tutor, 5) Nilai ujian Blok
Imunologi dan 6) Tabel.
H. Cara Kerja
Sampel yang terpilih diminta untuk menjalani pretest sebelum
pertemuan pertama diskusi tutorial skenario Blok Imunologi.
Setelah pertemuan kedua pada tiap diskusi tutorial, sampel diminta
kembali untuk melaksanakan posttest, kemudian data nilai pretest
dan post test dibandingkan. Dari hasil test yang telah dilakukan,
kemudian dibandingkan dengan checklist penilaian oleh tutor dan
nilai ujian Blok. Kemudian dilakukan pengolahan data dan analisis
statistik.
I. Teknik Analisis Data
Hipotesis yang pertama dianalisis secara statistik dengan Paired Ttest (uji T berpasangan), menggunakan

program Statistical

Package for Social Sciences 20 (SPSS 20) for Windows Release


dan p <0,05 dipilih sebagai tingkat minimal signifikansinya.
Paired T-test merupakan uji parametrik untuk dua kelompok yang
berpasangan, sehingga asumsi penggunaan uji parametrik harus
dipenuhi yaitu data bersifat numerik terdistribusi normal.
Kemudian hipotesis kedua diuji menggunakan uji korelasi
Pearson, uji korelasi Pearson merupakan uji korelati yang
menggunakan variabel numerik, dengan asumsi penggunanaan uji
parametrik harus memenuhi syarat (Dahlan, 2012).

XII.

Jadwal Penelitian

Minggu
Jenis

ke 5

Kegiatan

Blok
Hematologi

Blok Imunologi

Pasca

Skenario 1

Skenario 2

Skenario 3

Blok

Pertemuan

Pertemuan

Pertemuan

Imunologi

Persiapan
sampel dan
informed
consent
Pretest
Posttest
Pengumpulan
data
Analisis data
Penyusunan
laporan
XIII. Daftar Pustaka
Alatas H, Karyomanggolo WT, Musa DA, Boediarso A, Oesman IN (2008).
Desain penelitian. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar
metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto, pp: 99-100.
Biggs, J. (2003) Teaching for Quality Learning at University. 2nded.
Buckingham: SRHE/Open University Press.
Blumberg P (2004). Beginning journey toward a culture learning of centered
teaching. Journal of Student Centered Learning, 2(1): 68-80.

Blumberg P (2012). Learner-centered teaching. University of the Sciences


Philadelphia. www.usiences.edu/teaching/learner-centered -diakses 8
Maret 2014.
Bokonjic D, Mimica M, Pranjic N, Filipovic V, Cosovic S, Bosse HM,
Huwendiek S, et.al. (2007). Manual of teaching and learning in
medicine. Bosnia and Herzegovina Medical Faculties within the EU
TEMPUS projects DICTUM and INTEL M. http://www.bhmedemanual.org/chapter_7_problem_based_learning

-diakses 25 Maret

2014
Burgan M (2006). In defense of lecturing. Change, 38(6): 30-34.
Crockett , M.,and Foster, J. 2005., Paket Bahan Pelatihan bagi Instruktur,
http://www.ica-sae.org/trainer/indonesian/p14.htm

-diakses

pada

tanggal 25 Maret 2014


Dahlan MS (2010). Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam
penelitian kedokteran dan kesehatan, edisi 3. Jakarta: Salemba
Medika, pp: 9-12.
Dahlan MS (2012). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan: deskriptif,
bivariat, dan multivariat dilengkapi aplikasi dengan menggunakan
spss, edisi 5. Jakarta: Salemba Medika
Dirjen Dikti Depdiknas (2004). Tanya jawab seputar unit dan proses
pembelajaran di perguruan tinggi. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional, pp: 38-40.
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (2012). Buku Pedoman
Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran UNS. Surakarta:
Fakultas Kedokteran UNS, pp: 1-149.
Froyd, Simpson, Jeffrey, Nancy (2010). Student-centerd learning adressing
faculty queations about student-centered learning. Texas A&M

University.

http://ccliconference.org/files/2010/03/Froyd_Stu-

CenteredLearning.pdf - diakses pada 18 Maret 2014.


Gulo,W. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.
Gwee M (2009). Problem-based learning: A strategic learning system design
for the education of healthcare professionals in the 21 st century. The
Kaohsiung Journal of Medical Sciences, 25(5): 231-239.
Hadi R (2007). Dari teacher-centered learning ke student-centered learning:
Perubahan metode pembelajaran di perguruan tinggi. Jurnal Insania,
12(3): 408-419.
Halonen D (2010). Problem based learning: A case study. University of
Manitoba.
http://auspace.athabascau.ca/bitstream/2149/1519/3/Problem
%20Based%20Learning.ppt -diakses 25 Maret 2014
Ioannou C, Solomou E, Pouyioutas (2012). Problem based learning in the
educational

system

of

Cyprus.

University

of

Nicosia.

http://unic.ac.cy/media/Research/Photos/papereuclides.pdf - diakses 25
Maret 2014.
Kharisman, Ibnu. (2013). Hubungan Diskusi Tutorial dengan Pencapaian
Learning Objectives Blok Hematologi Mahasiswa Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta:
FK UNS 2013
Konsil Kedokteran Indonesia (2012). Standar kompetensi dokter. Jakarta:
Konsil Kedokteran Indonesia.
Kurhila J, Miettinen M, Nokelainen P, Tirri H (2004). The role of the learning
platform in student-centered e-learning. Helsinki: Helsinki Institute
for

Information

Technology

HIIT.

http://www.researchgate.net/profile/Jaakko_Kurhila/publication/41049

13_The_role_of_the_learning_platform_in_student-centred_elearning/file/32bfe51005b060645e.pdf -diakses 25 Maret 2014


Kusumawati R, Budiyanti R T, Ardiyanto T D, Prasetyo D H, Prasetyo A A.
(2014). Buku panduan blok Imunologi. Surakarta: UPP Kedokteran
Fakultas Kedokteran UNS.
Mills, D. (2008). Sharing ideas and research in social sciences learning and
teaching. Online paper for Higher Education Academy Sociology,
Anthropology
and
Politics.
http://www.csap.bham.ac.uk/resources/project_reports/ShowOverview
.asp?id=4 -diakses 25 Maret 2014.
Murti, B. (2011). Kurikulum berbasis kompetensi dan problem based learning.
Universitas

Sebelas

Maret

Surakarta.

http://fk.uns.ac.id/index.php/materiblok/data/24/blok-xxv-kedokterankomunitas - diakses 9 Maret 2014.


Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standard Nasional
Pendidikan.
Peraturan Rektor Universitas Sebelas Maret Nomor : 317/UN27/PP/2012.
Priyatmojo, Achmadi et al. (2010). Student Centered Learning (SCL) dan
Student Teacher Aesthethic Role-Sharing (STAR). Yogyakarta: Pusat
Pengembangan Pendidikan UGM
Radomski N (2010). Problem based learning. Monash University. RED
Teaching Resource for Rural Clinical Educators, pp: 1-4.
Santjaka A (2011). Statistik untuk penelitian kesehatan 1. Yogyakarta: Nuha
Medika, pp: 55-56.
Subandono J, et.al. (2013). Buku pedoman mahasiswa blok 1 budaya ilmiah.
Surakarta: UPP Kedokteran Fakultas Kedokteran UNS

Sudjana, D. (2005). Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung:


Falah Production
Tumbaleka AR, Abdoerrachman MH, Latief A, Abdussalam M, Darwis D
(2008). Pengukuran dalam penelitian. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael
S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto, pp:
73-74.
Wood, D F. (2003). ABC of learning and teaching in medicine: Problem based
learning. British Medical Journal, 326 (7384): 328330
Woods, D. (2000). Helping Your Students Gain the Most from PBL, in Oon
Seng Tan et al. Problem-based Learning: Educational Innovation
across Disciplines. Singapore: Temasek Centre for Problem-based
Learning..
Wright

GB

(2011).

Student-centered

learning

in

higher

education.

International Journal of Teaching and Learning in Higher Education,


23 (3): 92-97. http://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ938583.pdf -diakses
26 Februari 2014

You might also like