You are on page 1of 60

SAMPUL MAKALAH MODUL IV

ILMU OROMAKSILOFACIAL
EKSTRAKSI GIGI

KELOMPOK 3

Tesalonika Pratiwi

J111 13 001

Ridha Rachmadana Idris

J111 13 043

Meilisa Yusriyanti

J111 13 002

Sustia Sri Rizki

J111 13 044

St. Nur Walyana Sawal

J111 13 003 Asyraf Afif Alfian

J111 13 309

Fynna Rabbani Ryanda

J111 13 004 Silva Armila

J111 13 310

Mukhlas Ardyansyah

J111 13 016 Irawati Utami Idrus

J111 13 507

Ayu Wahyuni

J111 13 017 Nurul Iffah Auliyah

J111 13 511

Chrysela Olivia Darwin

J111 13 036

Zahrawi Astrie Ahkam

J111 13 037

Sridevianti

BLOK OROMAKSILOFASIAL I
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

J111 13 516

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas ini dapat
diselesaikan dengan tepat waktu. Tugas ini disusun untuk diajukan sebagai tugas
akhir dalam tutorial II modul 4 pada blok Oromaksillofacial dengan judul
Ekstraksi Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Maka, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen pendamping : drg. Abul fausi, M.Kes., Sp.BM yang telah
mendampingi dan memberikan kami pengarahan dalam penyusunan makalah ini.
Sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Begitu juga dengan
teman kelompok 3 yang sudah bekerja sama dan turut andil dalam pembuatan
makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca. Penulis
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
penyusunan makalah ini. Demikianlah tugas ini disusun semoga bermanfaat dan
berguna bagi kehidupan masyarakat.

Makassar,

Mei 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI

SAMPUL MAKALAH MODUL IV ..................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN.................................................................................................. 4
1.1 LATAR BELAKANG .......................................................................................... 4
1.2 RUMUSAN MASALAH ...................................................................................... 4
1.3 TUJUAN MAKALAH ......................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 6


2.1 PENCABUTAN GIGI ............................................................................................ 6
2.2 PERSIAPAN SEBELUM PENCABUTAN GIGI ........................................... 35
2.3 PERBEDAAN SYOCK dan SYNCOPE .......................................................... 45
2.4 INSTRUKSI SETELAH PENCABUTAN GIGI ............................................. 48
2.5 MEDIKASI YANG DIGUNAKAN PASCA EKSTRAKSI GIGI 14 .............. 49
2.7 KEGAGALAN DALAM PROSES PENCABUTAN GIGI ............................ 50
2.8 KOMPLIKASI PENCABUTAN GIGI 15 ......................................................... 52

BAB III SIMPULAN .......................................................................................... 58


DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 59

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ekstraksi gigi adalah cabang dari ilmu kedokteran gigi yang menyangkut
pencabutan gigi dari soketnya pada tulang alveolar, dimana pada gigi tersebut
sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan gigi merupakan salah
satu tindakan medis yang sering dilakukan oleh dokter gigi. Ekstraksi gigi
yang ideal yaitu penghilangan seluruh gigi atau akar gigi dengan minimal
trauma atau nyeri yang seminimal mungkin sehingga jaringan yang terdapat
luka dapat sembuh dengan baik dan masalah prostetik

setelahnya yang

seminimal mungkin. Pencabutan gigi merupakan suatu tindakan pembedahan


yang melibatkan jaringan bergerak dan jaringan lunak dari rongga mulut,
akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi, dan selanjutnya dihubungkan atau
disatukan oleh gerakan lidah dan rahang. Tindakan ekstraksi yang baik
memerlukan pengetahuan dan skill yang baik pula sehingga dapat
meminimalkan komplikasi yang terjadi pada saat tindakan maupun paska
ekstraksi.
Pencabutan gigi merupakan tindakan pembedahan yang tidak boleh
dilakukan secara sembarangan, oleh karena dapat menimbulkan efek samping
atau komplikasi yang tidak diinginkan, misalnya pendarahan, pembengkakan,
trismus, dry socket dan sebagainya. Dokter gigi harus berusaha agar setiap
pencabutan gigi yang dilakukan merupakan suatu tindakan yang ideal, dan
untuk mencapai tujuan tersebut seorang dokter gigi harus menyesuaikan
tekniknya untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dan komplikasi yang
ditimbulkan akibat pencabutan gigi. Untuk itulah pengetahuan yang
mendalam tentang pencabutan gigi mutlak diperlukan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Permasalahan yang dikaji dalam makalah ini dibatasi pada hal-hal berikut ini.
1. Apa yang ditujuan dengan pencabutan gigi ?
2. Apa indikasi dan kontraindikasi dari pencabutan gigi ?
3. Bagaimana teknik pencabutan gigi ?

4. Persiapan apa yang perlu diperhatikan sebelum melakukan tindakan


pencabutan gigi ?
5. Bagaimana posisi operator pada saat dilakukannya pencabutan gigi ?
6. Instruksi apa yang diberikan kepada pasien setelah dilakukan pencabutan
gigi ?
7. Faktor faktor apa yang memengaruhi terjadinya kegagalan dalam
pencabutan gigi ?
8. Komplikasi apa yang dapat ditimbulkan dalam pencabutan gigi ?
9. Bagaimana evaluasi keberhasilan dari pencabutan gigi ?

1.3 TUJUAN MAKALAH


Makalah ini bertujuan untuk mengetahui;
1. Pengertian dari pencabutan gigi.
2. Indikasi dan kontraindikasi dari pencabutan gigi.
3. Teknik pencabutan gigi.
4. Persiapan persiapan sebelum melakukan tindakan pencabutan gigi.
5. Posisi operator pada pencabutan gigi.
6. Instruksi yang diberikan kepada pasien setelah dilakukan pencabutan gigi.
7. Faktor faktor yang memengaruhi terjadinya kegagalan dalam pencabutan
gigi.
8. Komplikasi ditimbulkan dalam pencabutan gigi.
9. Evaluasi keberhasilan dari pencabutan gigi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENCABUTAN GIGI
Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus,
dimana gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan
gigi juga merupakan suatu tindakan pembedahan yang melibatkan jaringan
keras dan jaringan lunak dari rongga mulut. Definisi pencabutan yang ideal
adalah pencabutan gigi secara utuh atau akar gigi dengan trauma seminimal
mungkin terhadap jaringan gigi sehingga bekas pencabutan dapat sembuh
dengan sempurna dan tidak menimbulkan komplikasi.1
Perawatan gigi memiliki tujuan utama mempertahankan keberadaan gigi
selama mungkin di rongga mulut, namun terkadang pencabutan gigi
diindikasikan sebagai tindakan terbaik untuk mencegah keadaan yang lebih
buruk. Adapun Indikasi dan kontraindikasi perlu diketahui sebelum tindakan
pencabutan gigi, yaitu ;
2.1.1

Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi

a. Indikasi Pencabutan
Gigi dicabut karena berbagai alasan, misalnya karena adanya rasa
sakit sakit yang dapat memengaruhi jaringan sekitarnya. Berikut
beberapa indikasi pencabutan gigi :
1) Karies yang parah (Dental Caries. Alasan paling umum dan yang
dapat diterima secara luas untuknpencabutan gigi adalah gigi
mengalami karies yang parah yang tidak dapat diperthankan.
2) Nekrosis pulpa. Gigi yang mengalami nekrosis pulpa atau pulpa
irreversible yang tidak diindikasikan untuk perawatan endodontic
3) Penyakit periodontal parah (Periodontal Disease). Periodontitis
yang parah akan berdampak pada kehilangan tulang yang
berlebihan dna mobilitas gigi yang irreversible. Pada keadaan
seperti ini, gigi yang mengalami mobilitas yang tinggi harus
dicabut.

4) Alasan ortodontik (Orthodontic Reason). Pasien yang akan


menjalani perawatan ortodonsi sering membutuhkan pencabutan
gigi untuk memberikan ruang keselarasan gigi.
5) Gigi yang mengalami malposisi. Gigi yang mengalami malposisi
parah, diindikasikan untuk pencabutan.
6) Gigi yang retak. Gigi yang retak khususnya pada bagian
mesiodistal atau pada cervical line. Gigi yang retak diindikasikan
dengan alasan dapat menyebabkan rasa sakit.1,2
7) Pra prostetik ekstraksi (Prosthetic Reason). Gigi yang menganggu
desain dan penempatan yang tepat dari peralatan prostetik seperti
gigi tiruan penuh, sebagian lepasan atau cekat. Ketika hal ini
terjadi, pencabutan gigi sangat diperlukan.1
8) Gigi impaksi. Jika gigi menganggu oklusi fungsional, maka gigi
impaksi tersebut harus dicabut.1
9) Supernumerary gigi. Gigi supernumerary biasanya mengalami
impaksi, dan dapat mengganggu erupsi gigi serta memiliki potensi
untuk menyebabkan resorpsi gigi tersebut.1
10) Gigi yg terkait dengan lesi patologis (Teeth associated with
pathology).1,3
11) Terapi pra radiasi. Gigi yang berada pada garis fraktur rahang
12) Estetik. Terkadang pasien memerlukan pencabutan gigi untuk
alasan estetik.
13) Ekonomis.

Ketidakmampuan

pasien

membayar

prosedur

perawatan gigi memungkinkan untuk dilakukan pencabutan.1


14) Kemoterapi.1,3

b. Kontraindikasi Pencabutan Gigi


Semua kontraindikasi dalam pencabutan gigi baik yang lokal
maupun sistemik dapat bersifat relative atau absoulute tergantung dari
kondisi umum pasien. Kontraindikasi yang bersifat absolut, ekstraksi
(pencabutan) gigi tidak tidak boleh dilakukan untuk menghindari
resiko terhadap pasien. Sedangkan, kontraindikasi yang bersifat

relative itu adalah kondisi dimana dilakukan pencabutan gigi, namun


sebelum itu pasien harus mendapat perawatan terlebih dahulu sesuai
dengan kondisi yang menjadi kendala untuk dilakukan pencabutan
secara teratur.2
1) Kontraindikasi yang bersifat Relatif 2
(a) Lokal
- Penyakit periapikal yang terlokalisir. Jika pencabutan
dilakukan, hal ini dapat menyebabkan infeksi yang
terdapat pada daerah periapikal menyebar secara merata
pada daerah yang tidak diinginkan. Oleh karena itu,
sebelum dilakukan pencabutan, terlebih dahulu pasien
diberikan antibiotik. 2
- Adanya infeksi seperti Vincents Angina, Herpetic
Gingivostomatitis, harus terlebih dahulu dirawat sebelum
pencabutan. 2
- Acute Pericoronitis. Pericoronitis harus dirawat terlebih
dahulu sebelum dilakukan pencabutan pada gigi yang
telibat,

jika

tidak

dilakukan

perawatan

terhadap

pericoronitis, maka infeksi bakteri dapat menyebar (turun)


ke daerah bawah kepala dan regio leher. 2
- Malignant disease, seperti adanya gigi yang terletak di
daerah tumor, jika dihilangkan dapat menyebarkan sel-sel
dan dengan demikian memperceat metastatic process. 2
- Pencabutan gigi pada rahang yang sebelumnya pernah
terkena radiasi, dimana hal ini dapat menyebabkan
terjadinya osteoradionecrosis. Oleh karena itu sebelum
dilakukan

pencabutan,

harus

dilakukan

tindakan

pencegahan dengan sungguh-sungguh.2


- radang

akut,

seperti

infeksi

fusospirochetal

atau

streptokokal infeksi perikoronal akut, seperti yang sering


didapati di sekeliling molar tiga yang erupsi sebagian.

Infeksi ini harus dirawat dan jaringan harus kembali


normal sebelum pencabutan. 2
(b) Sistemik
- Diabetes yang tidak terkontrol. Pasien diabetes sangat
rentan terhadap infeksi dan untuk penyembuhan lukanya
sangat lambat. Pencabutan dapat dilakukan setalah pasien
melakukan tindakan pencegahan secara tepat.
- Cardiac disease seperi hypertensi, (Congestive cardiac
failure), myocardial infarction, dan coronary artery
disease. 2
- Blood Dyscrasias : Anemia, hemofilia dan pasien dengan
bleeding disorder harus ditangani dengan sangat hati-hati
untuk mencegah pendarahan yang berlebihan pasca
operasi. 2
- Medically

Compromised

Patient.

Pasien

dengan

debilitating disease atau yang biasa dikenal dengan


sebutan T.B.

dan riwayat kesehatan yang buruk harus

diberikan perawatan yang tepat dan harus evaluasi setelah


operasi terhadap kondisi umum pasien merupakan suatu
keharusan. 2
- Addisons disease dan pasien terapi steroid jangka
panjang. Krisis Hypoadrenal dapat terjadi pada pasien
karena peningkatkan strees selama prosedur dental. Untuk
mencegah 100 mg hydrocortisone, hal yang harus
dilakukan adalah menentukan resep terlebih dahulu. 2
- Demam yang tidak diketahui penyebab awalnya. Paling
banyak

penyebab

demam

yang

tidak

diketahui

penyababnya merupakan bagian dari subacute bakteri


endocarditis dan pencabutan yang dilakukan pada kondisi
ini dapat menybabkan bacteremia. Oleh larena itu,
perawatan

yang

pencabutan. 2

tepat

sangat

diperlukan

sebelum

- Nephritis. Pencabutan pada infeksi kronis gigi sering


menimbulkan suatu nefritis acute. Oleh karena itu,
sebelum dilakukannya prosedur dental perlu dilakukan
pemeriksaan dengan seksama. 2
- Selama siklus menstruasi. Selama siklus menstruasi dapat
menyebabkan terjadinya pendarahan, mental pasien dan
ketakutan pasien dalam kondisi yang tidak stabil. 2
- Psychosis. Tindakan pencegahan

yang tepat harus

diberikan pada pasien neurotic dan psychotic. 2


2) Kontraindikasi yang bersifat Absolut
(a) Lokal
- Gigi yang terlibat dalam kondisi malformasi anteriovenous.
- Jika pencabutan dilaukan, kemudian dapat menimbulkan
resiko kematian pada pasien. 2
(b) Sistemik
- Leukimia
- Renal failure
- Cirrhosis of liver
- Cardiac failure 2
2.1.2

Armamentarium Ektraksi Gigi


Alat yang digunakan dalam eksodonsia disesuaikan dengan tujuan
dan tujuan pencabutan yang akan dilakukan, yaitu ; 4
a. Armamentarium pada Simple Technique
-

Syringe anastesi lokal, needle, dan ampule

Sterile gauze

Periapical currete

Suction tip

Desmotome (Freer elevator)


Desmotome digunakan untuk memisahkan perlekatan
jaringan lunak.

10

Retractor (mirror). Retractor digunakan untuk meretraksi pipi


dan mucoperiosteal flap selama procedur perawatan.

Tang Ektraksi (Extraction Forcep). Terdapat tiga komponen


utama pada Extraction Forcep yaitu ; handle,hinge, dan beaks.
Anatomi gigi bervariasi maka Extraction Forcep memiliki
desain khusus pada beaksnya, oleh karena itu Extraction
Forcep

digunakan

pada gigi

gigi

tertentu.

penggunaannya, Extraction Forcep terbagi atas ;


-

Dalam

Maxillary Extraction Forceps for the Six Anterior Teeth of


the Maxilla ; Untuk mencabut enam gigi anterior.

Maxillary Universal Forceps or No. 150 Forceps ; untuk


mencabut gigi premolar

Maxillary Molar Forceps, for the First and Second Molar ;


digunakan untuk mencabut gigi molar pertama dan kedua
rahang atas.

Maxillary Third Molar Forceps ; untuk mencabut molar


ketiga regio kanan dan kiri pada rahang atas.

Maxillary Cowhorn Molar Forceps ; digunakan untuk


mencabut gigi dengan kerusakan pada mahkota.

Maxillary

Root

Tip

Forceps

digunakan

untuk

menhilangkan ujung akar.


-

Mandibular Forceps for Anterior Teeth and Premolars or


Mandibular Universal Forceps or No. 151

Forceps.

Digunakan untuk mencabut 6 gigi anterior dan 4 gigi


posterior (premolar) pada rahang bawah
-

Mandibular Molar Forceps ; digunakan untuk mencabut


gigi molar rahang bawah.

Mandibular Third Molar Forceps ; untuk mencabut gigi


molar ketiga rahang bawah.

Mandibular Cowhorn Molar Forceps ; untuk mencabut gigi


molar rahang bawah
mengalami kerusakan.

11

dengan mahkota

yang telah

Mandibular Root Tip Forceps

Tang bedah atau anatomi (Surgical / anatomic forceps)

Elevator
Elevator merupakan instrument yang memiliki peranan
pernting dalam pencabutan gigi. Elevator terdiri atas tiga
bagian, yaitu ; handle, shank, dan blade. Bentuk blade-nya
berbeda beda masing masing tipe elevator. Elevator terdiri
atas ;
-

Straight elevator ; digunakan untuk mengilangkan gigi dan


akar baik pada gigi rahang atas maupun rahang bawah

The pair of elevators with T-shaped or crossbar handles ;


alat ini hanya digunakan pada rahang bawah untuk
mengilangkan akar pada gigi molar, setelah akar akar
yanglainnya telah dihilangkan dengan straight elevator.

Pair of Double-Angled Elevators ; untuk menghilangkan


ujung akar pada kedua rahang.

Gambar 1.1 Instrument yang digunakan dalam Simple


Technique
-

Towel clamp
Towel clamp digunakan untuk mengikatkan handul dan
kain pada kepala pasien dan dada , untuk sebagai pengaman
suction tube dan suction yang dihubungkan dengan handpiece,
dengan kain steril menutupi dada pasien.

12

Needle Holder
Needle holder digunakan untuk menjahit benang. Needle
holder terdiri atas Mayo-Hega Needle holder dan Mathiedu
needle holder.4

b. Armamentarium untuk Surgical technique

Gambar 1.2 Armamentarium untuk Surgical technique


1) Local anesthesia syringe, needle, and ampule.
2) Scalpel and blade. Scalpel yang paling banyak digunakan pada
oral surgery yaitu Bard-Parker no.13. sedangkan, blade yang
biasanyanya digunakan adalah blade no. 11,12, 15. Namun
yang paling sering digunakan adalah no.15, yang berfungsi
untuk flaps dan pembedahan pada edentolous pada daerah
tulang alveolar.

Sedangkan no. 12 digunakan untuk

pembedahan pada daerah sulcus gingiva dan pembedahan untuk


gigi porterior, khususnya daerah tuberositas maxilla. Blade
no.11 digunakan untuk pembedahan yang kecil, seperti untuk
pembedahan absess.
3) Periosteal elevators. Digunakan untuk mengangkat papilla
interdental pada gingiva.
4) Elevatorr.
Elevator merupakan instrument yang memiliki peranan
pernting dalam pencabutan gigi. Elevator terdiri atas tiga
bagian, yaitu ; handle, shank, dan blade. Bentuk blade-nya

13

berbeda beda masing masing tipe elevator. Elevator terdiri


atas ;
-

Straight elevator ; digunakan untuk mengilangkan gigi dan


akar baik pada gigi rahang atas maupun rahang bawah

The pair of elevators with T-shaped or crossbar handles ;


alat ini hanya digunakan pada rahang bawah untuk
mengilangkan akar pada gigi molar, setelah akar akar
yanglainnya telah dihilangkan dengan straight elevator.

Pair of Double-Angled Elevators ; untuk menghilangkan


ujung akar pada kedua rahang.

5) Rongeur forceps. Alat ini digunakan selama pembedahan


intraoral, setelah penghilangan tulang spicula yang tajam.
6) Bone file. Digunakan untuk menghaluskan tulang dan tidak
menghilangkan bagian dari tulang.
7) Periapical curette.
8) Bone burs. Diigunakan untuk menghilangkan tulang dengan
menggunakan round bur dan fissure bur.
9) Bone chisel.
10) Mallet.
11) Hemostat. Digunakan dalam oral surgery dan yang paling
sering digunakan adalag curved mosquito atau micro-Haslsted
hemostat, yang relative kecil dan dengan paruh yang sempit.
12) Retractors. Retractor digunakan untuk meretarksi pipi dan
mucoperiosteal flap selama procedur perawatan.
13) Needle holder. Needle holder digunakan untuk menjahit
benang. Needle holder terdiri atas Mayo-Hega Needle holder
dan Mathiedu needle holder.4
14) Surgical forceps and anatomic forceps.
15) Scissors. Digunakan untuk memotong jahitan yang memiliki
ujung potongan yang tajam. Umumnya yang paling sering
digunakan adalah Goldman Fox, Lagrange ini digunakan

14

untuk menghilangkan kelebihan dari jaringan gingiva., dan


Metzenbaum yang digunakan untuk jaringan lunak.
16) Towel clamps. Towel clamp digunakan untuk mengikatkan
handul dan kain pada kepala pasien dan dada , untuk sebagai
pengaman suction tube dan suction yang dihubungkan dengan
handpiece, dengan kain steril menutupi dada pasien.
17) Bowl for saline solution. Mangkok yang digunakan untuk
penyimpanan larutan garam (saline solution)
18) Disposable plastic syringe.
19) Suction tip.
20) Straight handpiece.
21) Sutures.
22) Sterile gauze.4

2.1.3

Posisi Operator
Untuk memastikan adekuatnya visualisais dan kenyamana selama
pencabutan, maka hal yang perlu diperhatikan adalah posisi dental
chair.

Gambar 1.1 Posisi Dental Chair (a) untuk gigi maksilla, (b) untuk
gigi mandibula
Untuk pencabutan gigi rahang atas, mulut pasien harus sama tinggi
dengan pundak dokter gigi dan sudut antara dental chair dan lantai
kira-kira 120o. Juga permukaan oklusal gigi rahang tasa harus 45o
dibandingkan dengan permukaan horizontal (lantai) ketika mulut

15

dibuka. Sedangkan, selama pencabutan untuk gigi mandibula, posisi


dental chair itu harus lebih rendah, jadi sudut antara kursi dan dan
lantai sekitar 110o. Selanjutnya, untuk permukaan occlusal pada gigi
mandibula harus parallel terhadapt permukaan horizontal ketika mulut
pasien dibuka.4
Dokter gigi sebaiknya berdiri setegak mungkin dengan distribusi
berat yang sama untuk setiap kaki. Posisi yang lain akhirnya
mengakibatkan bengkoknya tulang belakang dan ketegangan disertai
ketidaknyamanan. Posisi dokter gigi yang right-handed selama
melakukan pencabutan berdada di depan kanan pasien ; untuk yang
left-handed dokter gigi harus berada di depan kiri pasien. Untuk
pencabutan gigi rahang bawah , dokter gigi yang right handed harus
berada di depan, dibelakang sebelah kanan pasiem ; untuk yang lefthanded, dokter gigi berada di depan, dibelakang kiri pasien.4

Gambar 1.2 Posisi Operator4

1. Pencabutan gigi rahang atas


Untuk semua prosedur gigi rahang atas , dokter berdiri di
sisi kanan depan pasien. Pada saat pencabutan gigi maksila anterior
dan gigi maksila kiri, ibu jari dibagian palatum dan jari telunjuk

16

dibagian bukal atau labial sekitar gigi yang dicabut. Pada saat
pencabutan gigi maksila regio kanan, operator menempatkan ibu
jari disisi bukal dan jari telunjuk dipalatum. Operator dapat
menggunakan tiga jari lainnya untuk menfiksasi kepala pasien
selama pencabutan.

2. Pencabutan gigi rahang bawah


Saat mengerjakan gigi mandibula, dokter juga berdiri di sisi
kanan tetapi apakah di depan atau dibelakang pasien tergantung
pada gigi yang dicabut dan jenis tang yang digunakan. Posisi
dibelakang pasien lebih disukai untuk pencabutan gigi mandibula
anterior dengan tang tipe Amerika dan untuk gigi mandibula kanan
posterior dengan tang tipe Inggris.
Pada saat pencabutan gigi mandibula depan, operator
dibelakang pasien dengan ibu jari disisi lingual dan jari telunjuk di
labial. Mandibula ditahan oleh tiga jari lainnya. Pada kasus,
operator lebih suka berdiri didepan pasien, jari tengah dilingual,
jari telunjuk di labial dan ibu jari menyokong mandibula.Pada
waktu melakukan pencabutan gigi pada mandibula kiri atau kanan,
operator sebaiknya meletakkan tangan kirinya dalam posisi paling
tepat tergantung dimana operator lebih suka berdiri didepan atau
dibelakang pasien.

17

2.1.4

Teknik Pencabutan Gigi


Ekstraksi gigi menggunakan 2 teknik utama, open technique dan
closed technique. Closed technique juga dikenal sebagai pencabutan
intra-alveolar, simple technique atau forceps technique. Sedangkan,
Open technique disebut juga sebagai pencabutan transalveolar,
surgical extraction, flap extraction. Closed Technique merupakan
teknik pencabutan gigi yang paling sering digunakan. Berbeda dengan
open

technique

hanya

digunakan

pada

kasus-kasus

dimana

pencabutan gigi atau akar tidak memungkinkan untuk dilakukan


pencabutan dengan close technique. Teknik yang benar untuk setiap
situasi harus mengarah pada ekstraksi atraumatic; teknik yang salah
dapat mengakibatkan traumatic .1,4,5
Apapun teknik yang dipilih, tiga persyaratan mendasar untuk
ekstraksi yang baik tetap sama, yaitu : (1) akses yang memadai dan
visualisasi bidang operasi, (2) daerah yang luas dalam pencabutan gigi
(3) penggunaan kekuatan terkontrol dalam pencabutan gigi. Untuk
mencabut gigi dari soket tulang, biasanya memerlukan perluasan
dinding tulang alveolar untuk memungkinkan jalur akar gigi tanpa
hambatan, dan perlu untuk merobek serat ligamen periodontal yang
memegang gigi di soket tulang.5
a.

Close Technique (pencabutan intra-alveolar, simple technique


atau forceps technique )

18

Teknik

ini

merupakan

teknik

pencabutan

dengan

menggunakan tang, yang terdiri atas pencabutan gigi atau akar


gigi dengan menggunakan tang atal elevator (bein) atau
keduanya. Terdapat lima langkah umum prosedur ekstraksi
dengan close technique :
1. Langkah pertama :
Renggangkan attachment jaringan lunak dari servikal gigi.
Langkah pertama dalam mencabut gigi dengan teknik close
technique untuk melonggarkan jaringan lunak dari sekitar gigi
dengan alat yang tajam, seperti scalpel blade atau sharp end
of the No. 9 periosteal Elevator. Selain kedua alat tersebut,
terdapat dua instrument yang digunakan untuk melepas
perlekatan

jaringan

lunak

yaitu

straight

dan

curved

desmotomes. Straight desmotomes biasanya digunakan untuk


enam gigi anterior, sedangkan curved desmotomes digunakan
gigi rahang atas

selain dari gigi anterior dan semua gigi

rahang bawah. 4,5

Gambar 1.3 straight dan curved desmotomes4


2. Langkah kedua
Luksasi gigi dengan dental elevator, biasanya straight
elevator. Perluasan dan pelebaran tulang alveolar dan
robeknya ligamen periodontal, luksasi dengan beberapa cara.
straight elevator langsung dimasukkan tegak lurus gigi ke
ruang interdental. Ketika melakukan pembukaan perlekatan
jaringan lunak, jari telunjuk dan ibu jari berada pada posisi
buccal/labial dan palatal atau jari telunjuk dan jari tengah di

19

tempatkan di daerah buccal dan lingual, untuk menjaga


jaringan lunak dari trauma (lidah, leher, dan palatum).4,5

Gambar 1.1 Pembukaan Perlekatan pada gigi posterior


rahang atas.4
3. Langkah ketiga
Lakukan adaptasi forsep pada gigi. Tang yang digunakan
sesuai dengan indikasi pemakaian gigi yang akan diekstraksi.
beak forsep harus beradaptasi dengan anatomis gigi, beak
forceps diposisikan pada garis servical gigi, parallel dengan
long axis gigi, 4,5
4. Langkah keempat
Luksasi gigi dengan tang. Dilakukan tekanan atau
pergerakan

ke

arah

bukal

dan

lingual/palatal

untuk

memperluas soket alveolar. Pergerakan gigi harus dilakukan


harus dilakukan secara bertahap dan tekanan ke daerah buccal
itu harus lebih besar dibandingkan dengan tekanan pada
daerah palatal atau lingual, hal ini disebabkan karena tulang
pada bagian buccal dan labial lebih tipis dan sangat elastic
dibandingkan dengan daerah palatal. Jika anatomi giginya
terdiri atas satu (single atau conical) dibutuhkan gerakan
rotasi pada daerah buccopalatal dan buccolingual yang
digunakan untuk membantu memperluas tulang alveolar
dannjuga memutus semua serat jaringan periodontal.4,5

20

5. Langkah kelima
Pencabutan gigi dari soket tersebut. Setelah perlekatan
longgar dan gigi telah luxated.5
Ekstraksi Gigi Permanen dengan Closed technique :4
1. Gigi Rahang atas
a) Ektraksi gigi Incisivus centralis
Ibu jari ditempatkan pada bagian labial dan ibu jari
ditempatkan pada daerah palatal.

Beaks forceps

diadaptasikan pada gigi. Beaks harus paralel dengan long


axis gigi. Kemudian lakukan pergerakan awal dengan
perlahan ke arah labial dan kemudian ke palatal.
Kemudian gerakan menjadi lebih besar namun pergerakan
ini dilakukan secara bertahap dan akhir dari gaya
pencabutan diaplikasikan pada daerah labial. Karena akar
gigi pada gigi incisivus central berbentuk conus, maka
gerakan yang digunakan adalah gerakan rotasi.4

Gambar 1.5 Pergerakan Pencabutan gigi Anterior

b) Gigi Incisivus Lateral


Posisi ibu jari dan jari telunjuk pada pencabutan gigi
incisivus lateral sama dengan posisi pada pencabutan gigi
incisivus centralis. Pergerakan ekstraksi pada gigi
incisivus lateral yaitu ke arah labial dan palatal. Karena

21

incisivus lateral memiliki sebuah akar yang tipis dan


biasanya terdapat curvatura pada ujuang akar bagian
distal. Gerakan rotasi tidak dilakukan. Gerakan rotasi
sedikit hanya dilakukan pada langkah akhir dengan tarikan
yang serentak pada gigi dari soket gigi. 4
c) Gigi Caninus
Gigi caninus rahang atas umumnya memiliki
kesulitan dalam pencabutan, hal ini dapat disebakan
karena ;
- Gigi caninus itu memiliki anchorage yang kuat pada
tulang alveolar,
- Memiliki akar yang panjang dan adanya curvatura pada
unjung akar gigi. Selain itu, permukaan labial akar gigi
ini ditutupi oleh tualng alveolar yang tipis.
Adapun tekhnik pencabutannya yaitu ; posisi ibu jari
pada regio kanan ditempatkan pada daerah labial,
sedangkan jari telunjuk ditempatkan di daerah palatal.
Sedangkan pada regio kiri,

Ibu jari ditempatkan pada

bagian palatal dan jari telunjuk ditempatkan pada daerah


labial. Pergerakan pencabutan dilakukan ke arah labial
dan palatal, yang secara bertahap intesitas pergeraknnya
semakin meningkat. Karena gigi caninus memiliki akar
yang rata dan ujung akar biasanya membengkok ke arah
distal, maka gerakan rotasi oyi tidak diperbolehkan, atau
jika digunakan, pergerakan yang dilakukan itu harus
perlahan dan dengan tekananan buccopalatal bergantiganti. Langkah akhir pencabutan itu dilakukan dengan
pergerakan ke arah labial. 4
d) Ekstraksi Gigi Premolar
Untuk operator yang right handed, posisi jari
telunjuk berada pada bagian palatal dan untuk jari telunjuk
berada pada bagian buccal. Sedangkan untuk operator

22

yang left handed, posisi jari telunjuk berada pada bagian


buccal dan untuk jari telunjuk berada pada bagian palatal.

Gambar 1.6 Teknik Fiksasi pada gigi premolar


rahang atas4
Pergerakan pencabutan pada gigi premolar pertama,
karena gigi premolar pertama memiliki 2 akar, tekanan
buccak dan palatal harus dilakukan penenkanan secara
perlahan dan sedikit demi sedikit. Jika pergerakan yang
dilakukan

terlalu

bersemangat

dan

tiba-tiba,

akan

menyebabkan risiko terjadinya fraktur pada ujuang akar.


Sedangkan untuk pencabutan gigi premolar kedua lebih
mudah, karena gigi premolar tersebut hanya memiliki satu
akar. Peregerakan nya sama dengan pergerakan untuk gigi
premolar pertama. Akhir dari pergerakan keduanya ke
arah buccal. 4

Gambar 1.7 Pergerakan pencabutan gigi premolar 4

23

e) Ekstraksi Gigi Pertama dan Kedua Molar


Gigi molar pertama rahang atas memiliki tiga akar
yang divergen, yaitu bagian palatal yang merupakan akar
terbesar dan lebar, dan dua akar pada bagian buccal yang
sering membengkok ke arah distal. Gigi tersebut sangat
kuat menjangkar pada tulang alveolar dan permukaan
buccalnya diperkuat oleh adanya perluasan pada processus
zygomatic. Pergerakan awal pada pencabutan gigi ini
harus dilakukan dengan perlahan, dengan tekanan
buccopalatal

dan

meningkatkan

pergerakan

secara

perlahan, khususnya bagian buccal dimana resistensinya


sangat kurang. Akhir dari pergerakan pencabutan adalah
pada bagian buccal. Karena ujung akar biasanya berada di
sekitar sinus maxillary, maka pencabutan membutuhkan
kehati-hatian, karena dapat menimbulkan risiko oroantral
communication. 4
Pencabutan untuk gigi molar kedua lebih mudah
dibandingkan dengan pencabutan gigi molar pertama, hal
ini disebabkan karena adanya resistensi yang kurang dari
processus alveolar pada bagian buccal.4
f) Ekstraksi gigi molar ketiga
Gigi

molar

ketiga

rahang

atas

lebih

kecil

dibandingkan dengan semua gigi molar dan sangat


bervariasi dari segi ukuran, jumlah akar, morfologi akar.
Pada gigi molar ketiga memiliki tiga sama delapan akar.
Tapi, paling banyak, gigi molar tiga memiliki 3 akar
dengan ukuran yang kecil dan convergen. Biasanya,
akarnya mengalami fusi (penyatuan) dalam bentuk yang
konus, dan pembengkokan ke arah distal.
Untuk pergerakan pencabutannya di lakukan dengan
mengaplikasikan tekanan buccal dan tekanan palatal
secara perlahan. Akhir dari pergerakan pencabutan ini

24

harus selalu ke arah buccal. Untuk memudahkan dalam


pencabutan gigi molar ketiga, dapat digunakan straight
elevator. Elevator diletakkan pada gigi yang akan
diluksasi sesuai dengan arah pada akarnya. 4
2. Ekstraksi Gigi Rahang Bawah
a) Gigi anterior
Gigi anterior rahang bawah memiliki akar yang
lurus dan sempit, dimana akar ini tidak kuat menjangkar
pada tulang alveolar. Gigi ini hanya memiliki satu akar
dan ujungnya akarnya membengkok, khususnya gigi
incisivus lateral. Pencabutan pada gigi ini sangat mudah,
karena morfologinya dan tulang alveolar bagian labialnya
tipis di daerah sekitar akar. Tekanan pencabutan yang
diaplikasikan adalah tekanan labial dan lingual, intensitas
pergerakannya meningkat secara bertahap. Karena tulang
yang rata pada gigi dan dibuthkan hanya sedikit gerakan
rotasi. 4

Gambar 1.8 Pergerakan pencabutan gigi anterior bawah


Untuk gigi caninus rahang bawah yang memiliki
satu akar. 70 % gigi ini memiliki akar yang lurus,
sedangkan 20 % akar giginya mengalami pembengkokan
ke arah distal. Dibandingkan dengan gigi incisivus,
caninus lebih sulit untuk dilakukan pencabutan. Teknik

25

pencabutannya sama dengan pencabutan gigi incisivus


central dan lateral. Akhir dari pergerakan pada semua gigi
anterior adalah pergerakan ke arah labial. 4
b) Ekstraksi gigi Premolar
Pada pencabutan gigi premolar, operator harus
berada di depan kanan (atau depan kiri pasien bagi
operator yang left-handed). Untuk gigi premolar rahang
bawah sebelah kiri, mandibula itu di stabilkan oleh 4 jari
pada daerah submandibular dan ibu jari pada permukaan
gigi incisivus, sedangkan untuk regio kanan, yang berbeda
hanya posisi dari ibu jarinya, dimana ibu jari diletakkan
pada permukaan gigi premolar pada sisi yang sama. 4
Gigi
dikelilingi

premolar
oleh

rahang

tulang

bawah

yang

keras

secara

umum

dan

padat,

pencabutannya dianggap sangat mudah karena akarnya


lurus dan berbentuk konikal, meskipun terkadang akarnya
tipis dan ujung akarnya yang besar. Gaya buccolingual
diaplikasikan untuk pencabutan gigi ini. Gerakan rotasi
dilakukan secara perlahan, gerakan ini juga dapat
diaplikasikan pada pencabutan gigi premolar kedua. Akhir
dari pergerakan pencabutan digerakkan ke atas dan ke
bawah. 4

Gambar 1.9 Pergerakan Pencabutan gigi premolar

26

c) Ekstraksi gigi molar


Pada pencabutan gigi premolar, operator harus berada
di depan kanan (atau depan kiri pasien bagi operator yang
left-handed). Untuk gigi premolar rahang bawah sebelah
kiri, mandibula itu di stabilkan oleh 4 jari pada daerah
submandibular dan ibu jari pada permukaan gigi incisivus,
sedangkan untuk regio kanan, yang berbeda hanya posisi
dari ibu jarinya, dimana ibu jari diletakkan pada
permukaan gigi premolar pada sisi yang sama. 4
Gigi molar bawah memiliki dua akar, satunya mesial
dan distal. Akar mesialnya besar dan lebih ramping
dibandingkan akar pada bagian distal dan biasanya ujung
akarnya membengkok ke distal. Akar bagian distal lebih
lurus dan sempit dari apada akar mesial dan lebih bulat.
Untuk gigi molar kedua rahang bawah memiliki
morfologi yang sama dengan gigi molar pertama. Gigi indi
dikelilingi oleh tulang yang padat, jadi pencabutannya
lebih mudah dibandingakan gigi molar petama, karena
akarnya sama dan kurang divergen, dan terkadang akarnya
mengami fusi atau menyatu. 4

Gambar 2.1 Posisi tangan operator untuk


pencabutan gigi molar rahang bawah

Teknik pencabutan yang dibutuhkan sama dengan


pencabutan molar satu. Lebih spesifiknya, gaya
diadaptasikan pada daerah apikal, di bawah garis
27

servikal pada gigi. Dengan beaks paralel pada long


axis pada gigi. Pergerakan awal secara perlahan
dengan tekanan buccal dan lingual. Setelah gigi
mobile sedikit demi sedikit, gaya yang diaplikasikan
meningkat secara perlahan dan akhir dari pergerakan
pencabutan adalah pada daerah buccal, hati hati
untuk tidak menimbulkan kerusakan pada gigi rahang
atas dengan gaya yang diberikan.4
Untuk gigi molar ketiga, pergerakan pencabutan
dilakukan dengan memberikan tekanan buccolingual
dan tingkat gaya yang dieberikan tergantung pada
morfologi tulang alveolar pada bagian buccal dan
lingual. Tulang alveolar pada bagian lingual sangat
tipis dibandingkan dengan tulang alveolar bagian
buccal, yang menyebabkan gigi tidak dapat mundur ke
daerah molar ketiga. Oleh karena itu, gaya untuk
mengerahkan gigi dilakukan pada pada daerah lingual.
Setelah itu, tekanan harus diaplikasikan dengan sangat
hati-hati, untuk mencegah terjadinya fraktur pada gigi,
karena adanya gerakan yang berlebih yang diberikan
pada daerah buccal dan dasar tulang pada bagian
lingual. 4
Ekstraksi pada Gigi Decidui
Teknik pencabutan pada gigi decidui sama dengan
teknik yang digunakan pada gigi permanen. Seorang dokter
gigi harus memerhatikan dengan seksama ketika akan
melakukan pencabutan gigi molar decidui karena resiko
pencabutan pada puncak perbatasan gigi permanen. Lebih
spesifiknya, karena mahkota pada gigi molar decidui
pendek, beak tang dapat mengangkat puncak mahkota gigi
permanen. Oleh karena itu, beak dari tang diposisikan pada

28

daerah mesial dan distal gigi bukan pada daerah bifurcasio


akar, di bawah gigi permanen. 4

Gambar 2.2 Ekstraksi gigi molar decidui dengan tang.


Ketika akar gigi decidui merengkuh mahkota premolar,
gigi decidui haru dicabut dengan cara surgical extraction.
Jika akar gigi decidui patag selama procedur pencabutan,
maka sisa akar tersebut dihilangkan dengan menggunankan
narrow elevator, dilakukan denga hati-hati untuk mencegah
adanya kontak dengan gigi permanen. 4
b.

Open Technique (pencabutan transalveolar, surgical extraction,


flap extraction )
Open Technique merupakan suatu metode dalam pencabutan
gigi, dimana gigi di hilangkang dari soktenya, setelah dibentuk
sebuah flap dan menghilangkan bagian pada tulang yang berada
di sekeliling gigi. Selain itu, metode ini juga merupaj
pembedahan atau pemisahan gigi atau akar gigi dari perlekatan
tulang

alveolar.

Pembedahan

dilakukan

pemisahan

atau

membuang sebagian tulang yang menutupi akar gigi, kemudian


dilakukan pencabutan dengan menggunakan bein dan tang, teknik
ini disebut pencabutan trans alveolar. Adapun indikasi dari open
technique ini adalah ;
1. Gigi rahang atas dan rahang bawah yang menunjukkan

adanya morfologi akar berlebihan. 4

29

Gambar 2.2

2. Gigi dengan akar yang mengalami hypercementosis dan

ujung akar yang menunjukkan bulbous yang besar. 4

Gambar 2.3
3. Gigi dengan akar yang mengalami dilaserasi pada ujung akar.
4

Gambar 2.4
4. Gigi dengan akar yang ankylosis atau dengan kondisi yang

abnormal, seperti ; dens in dente. 4

30

Gambar 2.5
5. Gigi yang impaksi atau semi-impaksi. Pencabutan gigi pada

teknik ini dilakukan dengan surgical technique, tergantung


dari tipe dan lokasi gigi yang impaksi ataupun semi
impaksi. 4

Gambar 2.6.
6. Gigi yang menyatu dengan gigi tetangganya atau gigi yang

menyatu dengan gigi tentangganya pada daerah apical. Jika


dilakukan pencabutan dengan teknik simple technique pada
kasus ini, hal ini dapat menyebabkan farkturnya processus
alveolaris atau pencabutan bersama dengan gigi. 4

31

Gambar 2.7
7. Ujung akar yang patah yang tetrtinggal di dalam tulang

alveolar dan menyebabkan timbulnya osteolytic lesions.

Gambar 2.8
8. Gigi posterior rahang atas, dimana akarnya mencakup daerah

sinus maxillary. Ketika sinus maxillary meluas sejauh daerah


alveolar. Tulang yang ada pada daerah posterior rahang atas
akan melemah. Hal ini meningkatkan risiko fraktur pada
tuberositas maxilla jika pencabutan melibatkan penjangkaran
gigi dengan kekuatan yang sangat kuat(molar). 4

Gambar 2.9

32

9. Akar gigi yang ditemukan dibawah gumline. 4

Gambar 3.1
10. Adanya lesi periapikal pada daerah akal. 4

Gambar 3.2
11. Gigi molar decidui dimana akarnya memluk mahkota gigi

premolar yang aka erupsi. Jika dilakukan pencabutan dengan


simple technique maka hal ini akan menyebabkan timbulnya
resiko besar yang terjadi bersamaan pada saat dilakykannya
luxasi.4

Gambar 3.3

33

12. Gigi posterior yang supraeruption. Diketahui bahwa, ketika

gigi antagonis telah hilang. Gigi antagonis yang satunya akan


mengalami supraeruption hingga tingkat yang besar, yang
diikuti dengan menurunnya tulang proscessus alveolar ke
arah bawah.4
Adapun kontraindikasi untuk surgical extraction atau open
technique, yaitu ;
1. Fraktur akar gigi yang bersifat asymtomatic, dimana pulpa
dalam keadaan vital, ditemukan di dalam soket. Pencabutan
pada ujung akar seperti ini tidak dipertimbagkan, terutama
pada pasien yang sudah tua, ketika ;
-

Adanya resiko komplikasi lokal yang serius, seperti


masuknya ujung akar ke dalam sinus maxillary atau
trauma pada nervus alveolaris inferior, nervus mentalis,
atau nervus lingualis.

Bagian terbest dari tulang processus alveolar butuh untuk


dihilangkan.

Adanya masalah kesehatan yang serius.

Jika pasien

dalam kondisi yang sehat dan membutuhkan surgical


extraction , tentunya pasien tersebut akan akan
menunjukkan sikap kooperatif pada saat dilakukan
perawatan.4
Open technique atau surgical extraction untuk akar tungga
atau akar jamak memiliki teknik yang sama. Adapun langkah
langkah pada open technique atau surgical extraction, yaitu :
1.

Pembuatan flap

2.

Penghilangann tulang dan pembukaan pada bagian akar


yang adekuat.

3.

Ekstraksi pada gigi atau akar dengan elevator atau tang.4

34

Jenis jenis Open technique atau

surgical extraction

terbagi atas beberapa , yaitu ;


1. Surgical Extraction pada gigi dengan mahkota gigi yang
lengkap
-

Ekstraksi pada gigi dengan akar yang jamak.

Ekstraksi pada gigi dengan mahkota yang utuh


dengan ujung akar yang mengalami hypercementosis.

Ekstraksi pada gigi decidui yang merengkuh mahkota


gigi premolar permanenn.

Ektraksi pada gigi yang ankylosis.4

2. Surgical Extraction pada akar gigi


-

Ektraksi akar setelah penghilangan tulang bagian


buccal.

Ekstraksi akar setelah akses ke tulang bagian buccal


terbentuk.

Membentuk groove pada permukaan akar, setelah


penghilangan sedikit jumlah tulang pada bagian
buccal.

Pembentukan groove diantara akar dan tilang yang


memberikan akses terhadap posisi elevator. 4

3. Surgical Extraction pada ujung akar. 4

2.2 PERSIAPAN SEBELUM PENCABUTAN GIGI


Persiapan Pasien
Pada persiapan pasien, seorang dokter gigi harus mendapat riwayat
kesehatan dan kesehatan gigi dengan teliti sebelum melakukan perawatan.
Pemeriksaan rongga mulut paling tidak mencakup jaringan lunak, gigi,
oklusi, dan malposisi gigi, serta jaringan pendukung dan struktur gigi.
Sebuah tinjauan menyeluruh riwayat medis pasien, sejarah sosial, obat
obatan, dan alergi merupakan prosedur wajib sebelum dilakukan prosedur
bedah. Dokter gigi harus melakukan evaluasi klinis dan radiografi pra
operasi secara menyeluruh gigi yang akan diekstraksi. Sebuah evaluasi

35

pra-operasi memungkinkan dokter gigi untuk memprediksi kesulitan


ekstraksi dan meminimalkan timbulnya komplikasi. Baik evaluasi klinis
dan radiografi akan memungkinkan dokter gigi untuk mengantisipasi
setiap potensi masalah dan memodifikasi pendekatan bedah sesuai untuk
hasil yang lebih menguntungkan. 3
Salah satu kontra indikasi dari pencabutan gigi adalah adanya riawayat
hipertensi. Dimana Kecemasan, emosi, rasa takut, stres fisik dan rasa sakit
dapat meningkatkan tekanan darah oleh karena stimulasi sistem saraf
simpatis yang meningkatkan curah jantung dan vasokonstriksi arteriol,
sehingga meningkatkan hasil tekanan darah. Faktor yang mempengaruhi
perubahan tekanan darah diantaranya adalah:
1. Jenis kelamin.
Wanita umumnya memiliki tekanan darah lebih rendah daripada
pria yang berusia sama, hal ini lebih cenderung akibat variasi hormon.
Setelah menopasuse, wanita umumnya memiliki tekanan darah yang
lebih tinggi dari sebelumnya. Selain itu, ditinjau dari segi kecemasan
pasien, berdasarkan hasil penelitian pada subjek yang menderita
kecemasan baik ringan atau sedang, diketahui subjek yang berjenis
kelamin perempuan lebih banyak menderita kecemasan dibandingkan
dengan subjek dengan jenis kelamin laki-laki. Namun perbedaan
tingkat kecemasan antara perempuan dan laki-laki hanya memiliki
selisih yang sedikit yaitu 4,1%. Hal ini dapat dilihat dengan persentase
yang menunjukan subjek laki-laki yang mengalami kecemasan
berjumlah 9 orang (40,9%) dari total 22 orang, sedangkan pada subjek
perempuan dari total 40 orang yang mengalami kecemasan ringan
maupun sedang berjumlah 18 orang (45%). 6
Selain itu, angka prevalensi untuk gangguan cemas menyeluruh 38% dan rasio antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Berdasarkan
pengamatan, hal ini disebabkan karena perempuan cenderung lebih
sensitif perasaannya dibanding dengan laki-laki yang memiliki jiwa
pemberani. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi fisik perempuan lebih
lemah dibandingkan dengan laki-laki. Sifat tersebut membuat

36

perempuan memberikan respons lebih terhadap sesuatu hal yang


dianggap bahaya.7,6
2. Usia.
Perbedaan usia mempengaruhi tekanan darah. Bayi baru lahir
memiliki tekanan sistolik rata-rata 73 mmHg. Tekanan sistolik dan
diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia hingga dewasa. Setiap
kenaikan umur 1 tahun maka tekanan darah sistolik akan meningkat
sebesar 0,369 dan sebesar 0,283 untuk tekanan darah diastolik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin tua seseorang maka semakin
tinggi tekanan darahnya. Pada lansia, arterinya lebih keras dan kurang
fleksibel terhadap tekanan darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan
tekanan sistolik. Tekanan diastolik juga meningkat karena dinding
pembuluh darah tidak lagi retraksi secara fleksibel pada penurunan
tekanan darah.8
Dilihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai
gambaran tingkat kecemasan pasien usia dewasa pra pencabutan gigi,
kategori usia dan jenis kelamin seseorang turut mempengaruhi tingkat
kecemasan dalam menghadapi ekstraksi gigi. Golongan usia dewasa
muda dan perempuan merupakan pasien yang memiliki tingkat
kecemasan tinggi.8
Dari data yang diperoleh disimpulkan bahwa subjek dengan
rentang usia 18-40 tahun merupakan subjek yang mengalami
kecemasan ringan maupun sedang terbanyak. Pada usia 41-60 tahun
subjek yang mengalami kecemasan tergolong ringan sedangkan sudah
tidak ada subjek yang mengalami kecemasan sedang. Pasien dengan
usia 60 tahun ke atas sudah tidak ditemukannya gejala kecemasan.
Pada pasien dengan golongan usia 60 tahun ke atas mengaku sering
datang ke klinik atau poli gigi dan mulut sehingga sudah mengetahui
kinerja dari dokter gigi maupun perawat gigi. Pengalaman dental yang
baik dapat mengurangi rasa cemas yang dialami pasien. Hal ini
berkaitan dengan pengakuan pasien yang tergolong pada usia 18-40

37

tahun, sebagian besar masih jarang atau belum pernah dilakukan


pencabutan gigi oleh dokter ataupun perawat. 9
3. Berat Badan
Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan jumlah kalori yang
masuk lewat makanan dan minuman lebih besar dari pada jumlah
kalori yang dikeluarkan untuk tumbuh kembang, metabolisme maupun
beraktifitas, ketidakseimbangan itu dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain faktor perilaku. 6
Obesitas baik pada masa anak-anak maupun dewasa merupakan
faktor predisposisi hipertensi. Obesitas adalah massa tubuh (body
mass) yang meningkat disebabkan jaringan lemak yang jumlahnya
berlebihan, jaringan ini meningkatkan kebutuhan metabolik dan
konsumsi oksigen secara menyeluruh sehingga curah jantung
bertambah untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang lebih tinggi,
berat badan yang semakin tinggi akan mempunyai kecenderungan
tekanan darahnya semakin tinggi juga.8
Saat akan melakukan prosedur perawatan, baiknya seorang dokter gigi
menmberikan penjelasan kepada pasien, yaitu :
1. Jelaskan pada pasien bahwa akan dilakukan tindakan pencabutan.
2. Jelaskan bahwa akan dilakukan tindakan anestesi sebelum pencabutan
dan penderita akan merasa dingin (bila menggunakan Chlor Ethyl) atau
merasa tebal (bila menggunakan lidocain)
3. Minta ijin kepada pasien untuk dilakukan tindakan

Persiapan Operator
1.

Posisi Operator
Agar operator dalam bekerja merasa nyaman dan tidak mudah
Ielah, maka diperlukan posisi yang menganut prinsip ergonomis,
biasanya posisi operator berdiri setegak mungkin sehingga berat
badannya dapat dipikul oleh masing-masing kaki sama beratnya.

38

2. Posisi Pasien
Setelah penderita duduk, sandaran punggung dan kepala kursi
diatur sedemikian rupa sehingga pen&rita duduk dengan enak.
Sementara itu bila mulut penderita dibuka untuk disuntik dan akan
dioperasi di bagian mandibula maka bidang oklusal gigi sejajar atau
membuat sudut 10 derajat terhadap lantai. Bila berdiri di belakang
penderita maka posisi

penderita diatur sedemikian sehingga

pembentukan sudut antara bidang okiusal gigi mandibula dengan


lantai diperbesar lagi sampai gigi atau gigi-gigi dapat dipegang
dengan tidak menempatkan lengan operator pada posisi yang sulit.
Bila melakukan penyuntikan atau operasi di daerah maksila,
tempatkan penderita sedemikian sehingga bidang okiusal membentuk
sudut terhadap lantai antara 45 dan 90 derajat. 10
3. Penerangan Rongga Mulut
Posisi penderita harus diatur sehingga operator dapat secara jelas
melihat keadaan di dalam rongga mulut tanpa badannya harus
membungkuk; meringkuk, membengkok atau memilin. Untuk
iluminasi rongga mulut yang memadai dibutuhkan overhead light
(lampu kepala) yang penyesuaiarinya adalah sangat penting, Agar
konsentrasi operator tertuju pada satu fokus yaitu daerah operasi maka
penerangan lampu hanya dipusatkan pada daerah operasi dan nampan
alat-alat tetapi untuk ruangan operasi penerangan sedikit redup atau
gelap. Untuk menerangi lapangan operasi di dalam rongga mulut
digunakan lampu reflektor. 10
4. Seleksi Bahan Anestetikum atau Teknik
Masalah yang dialami dalam eksodonsia adalah kontraindikasi
eksodonsia yang telah dibicarakan di muka, selain itu masih ada
masalah lain yaitu seleksi bahan anestetikum dan teknik anestesi.
Pemilihan bahan anestikum menurut Archer (1975) ditentukan oleh
faktor-faktor seperti berikut:
-

Pilihan penderita

Kondisi fisik penderita

39

Umur penderita

Tipe atau perluasan operasi

Kondisi daerah operasi-apakah terdapat infeksi lokak yang dapat


menghambat anestesi lokal?-tempat operasi misalnya di ruang
praktek, atau di ruang operasi rumah sakit.

Temperamen penderita. 10
Pasien yang datang ke dokter gigi

tentunya tidak lepas dari

kecemasan yang dialami oleh pasien. Penelitian yang dilakukan oleh


Wardle menunjukkan bahwa tindakan ekstraksi gigi merupakan
pencetus pertama kecemasan seseorang. 7
Kecemasan pada tindakan ekstraksi gigi sering disebabkan oleh
penggunaan benda-benda tajam seperti jarum, elevator (bein) dan
tang, yang dimasukkan secara berurutan maupun bergantian dalam
mulut. Selain itu kecemasan pasien biasanya berasal dari ketakutan
terhadap rasa sakit. Adapun kecemasan dikarenakan mereka ragu
terhadap apa yang akan mereka alami dan ada juga yang bersifat
menurun dalam keluarga. Dilihat dari hasil penelitian yang telah
dilakukan mengenai gambaran tingkat kecemasan pasien usia dewasa
pra pencabutan gigi, kategori usia dan jenis kelamin seseorang turut
mempengaruhi tingkat kecemasan dalam menghadapi ekstraksi gigi. 7
Pertimbangan

perawatan

seperti

pendekatan

farmakoterapi

dengan menggunakan sedasi intravena, sedasi inhalasi N2O-O2, dan


anestesi umum, menjadi pilihan dalam mengatasi akan permasalahan
ini. 11
SEDASI INHALASI
Sedasi inhalasi dengan N20-02 adalah keadaan sedasi
disertai analgesi pada penderita yang tetap sadar dengan
menghirup campuran gas nitrogen oksida (N20) dengan oksigen.
Sedasi inhalasi merupakan cara pemberian anasetetikum yang
diberikan dalam bentuk gas atau uap,yang kemudian masuk
dalam paru-paru melalui saluran pernafasan,kemudian diabsorbsi
oleh darah dari alveoli paru-paru dan masuk kedalam peredaran

40

darah. Melalui peredaran darah anastetikum akan sampai jaringan


otak.11
Tujuan Sedasi inhalasi untuk membantu dokter gigi dalam
menenangkan kecemasan pasien sehingga akan memudahkan
proses perawatan. fungsi Sedasi inhalasi adalah untuk mencegah
anoksia difusi yang disebabkan oleh pembuangan N20 yang
terlalu cepat dari darah ke alveoli paru-paru dan mempercepat
pemulihan. 11
Teknik sedasi inhalasi adalah suatu teknik penanganan yang
dalam proses perkembangan dalam teknik manapun upaya
penggunaanya dibidang perawatan gigi dan rongga mulut pasien
berdasarkan indikasi kontraindikasinya.11
1.

Indikasi dan kontarindikasi 12


a) Indikasi

Untuk pasien yang cemas atau takut

Pasien yang phobia dengan needle

Refleks muntah yang meningkat

Meningkatnya sensitivitas gigi (contoh hipolasia)

Pengobatan jangka panjang (seperti tindakan bedah)

Untuk kebutuhan khusus / kondisi medis pasien


dengan

tingkat

intelektual

dan

yang

cukup

komunikasi,

pada kemampuan
sebagai

alternatif

pengobatan di bawah anestesi umum.

Gangguan

kardiovaskular

(karena

kecemasan,

mengangkat

ambang

mengurangi
nyeri

dan

memberikan peningkatan kadar oksigen)

Pada penderita penyakit ginjal / hati (karena tidak


mengalami biotransformasi dalam tubuh).

Asma berat (seperti tingkat tinggi oksigen disediakan


seluruh pengobatan).12

b) Kontraindikasi
Ketidakmampuan untuk berklomunikasi

41

Pasien yang sangat muda, ana-anak pre-kooperatif


Tidak dapat bernafas melalui hidung, karena adanya
kerusakan pada nasal airway.
Penyakit saluran napas obstruktif kronis (misalnya
emfisema, bronkitis kronis) karena tingkat oksigen
darah menurunkan adalah stimulus untuk bernapas
gangguan kejiwaan berat. 12
5. Premedikasi
Menurut Bennet (1974) yang ditujuan dengan premedikasi
adalah setiap obat atau obat-obat yang diberikan kepada penderita
sebelum anestesi dan operasi untuk memudahkan prosedur bagi
penderita dan operator dan juga bagi ahli anestesi bila dilakukan
dengan anestesi umum. Tujuan premedikasi pra-anestesi lokal ialah
untuk
-

Menenangkan ketakutan dan kecemasan

Menaikan ambang sakit

Mengurangi toksisitas anestesi lokal


Biasanya harus ditentukan apakah premedikasi itu digunakan

untuk menenangkan rasa takut atau tujuan utamanya akan digunakan


untuk menaikan ambang sakit atau mengurangi reaksi sakit. Ada kasus
yang membutuhkan kedua tujuan itu terpenuhi. Bila tujuan utama
adalah untuk menenangkan rasa takut maka yang dibutuhkan adalah
golongan hipnotik terutama barbiturat aksi-cepat (short acting) atau
kombinasi barbiturat dan obat ataraktik. 10
Bila tujuan utama untuk menaikan ambang sakit maka dipilih
obat analgesik atau narkotik. Bila diperlukan kenaikan ambang sakit
begitu tinggi maka pilihan utama obat adalah dan golongan narkotik.
Obat-obat barbiturat atau kombinasi barbiturat dan ataraktik dan
narkotik ini dalam dosis yang cukup dapat menimbulkan euphoria
(keadaan yang berlebihan) yang dapat dikontrol. 10

42

4. Persiapan Alat
Alat yang digunakan dalam eksodonsia disesuaikan dengan
tujuan dan tujuan eksodonsia yang akan dilakukan. Kebanyakan alat
eksodonsia dibuat dari bahan logam yang tahan karat. Meskipun
demikian bila alat eksodonsia disimpan dalan keadaan basah atau
lembab maka akhirnya akan berkarat dan menjadi rusak. Penyimpanan
alat eksodonsia setelah selesai dipakai sebaiknya dalam keadaan steni
dan kering dengan cara dalam keadaan panas alat dikeringkan dengan
handuk kemudian masuk dalam tempat penyimpanan. Alat eksodonsia
dibagi dalam 2 kelompok yaitu:
1.

Alat untuk Jaringan Lunak


Alat berikut ini adalah alat yang ada hubungannya dengan
penggunaan di jaringan lunak, yaitu
-

Periosteal Elevators, Raspatories adalah alat pembuka lapisan


(flap) mukoperiostum. Haernostatic Forceps (MosquitoForceps), adalah alat penghenti perdarahan dengan cara
menjempit vasa darah

Skin Hooks dan Skin Retractor adalah alat penarik jaringan


kulit.

Cheek Retractor adalah alat penarik pipi, Cheek Retractor dan


Lip Retractor adalah alat penarik pipi dan bibir disebut juga
sebagai Spatula..

Curette, Excavator adalah alat penyendok jaringan patologis.

Mouth Gags adalah alat pembuka atau pelebar mulut.

Doyen-Collin; Molt (alat ini khusus untuk pembuka mulut


anak-anak; Ferguson-Ackland, Denhart, dan Roser-Konig.

Tongue Forceps adalah alat pemegang lidah, misalnya buatan


CoIlin, dan Young.

Scalpel adalah alat untuk insisi jaringan, misalnya insisi abses,


melepas perlekatan gingiva dengan gigi.

Gum Scissors adalah alat penggunting jaringan.

43

Dissecting Scissors untuk melakukan diseksi jaringan dan


melepas kulit.Non-traumatic Dissecting Forceps adalah alat
pemegang vasa darah, ligatur.

Dressing Forceps adalah alat pemegang perban (dressing).


Disebut juga sebagai pinset anatom.

Tissue Forceps, Grasping Forceps adalah alat pemegang


jaringan.

Towel Holding Forceps adalah alat pemegang kain penutup


operasi.

Retractors adalah alat pembuka luka insisi.

Needle Holders adalah alat pemegang jarum bedah.

Surgical Needles adalah jarum bedah dengan berbagai ukuran


dan bentuk. 10

2. Alat Untuk Jaringan Keras


-

Bone Rasps adalah alat pemarut tulang. Pengambilan sebagian


tulang rahang akan meninggalkan bagian yang runcing, dan
untuk menghaluskan bagian ini digunakan alat ini.

Curettes. Alat ini berujung seperti sendok yang tajam dan


berguna untuk mengambil jaringan patologis.

Bone Holding Forceps adalah alat pemegang tulang. Pada saat


mengurangi/memotong tulang kadang-kadang serpihan tulang
jatuh di antara jaringan lunak yang harus diambil dengan alat
ini.

Bone Cutting Forceps adalah alat pemotong tulang, ada yang


berujung lurus dan bersudut, mulut forsep berbibir tajam.

Bone Rongeurs adalah alat pemotong tulang, umumnya mulut


forsep mempunyai lengkung dan bibir forsep mempunyai
cekungan. Kerja dan mulut forsep berbeda

Ligature Forceps adalah alat pemegang kawat ligature.

Ligature Needles adalah jarum berukuran besar pembawa


kawat ligatur.

Mallet adalah alat pemukul chisel (tatah).

44

Chisel dan Gouges adalah tatah dan pahat digunakan untuk


menatah tulang dengan cara memotong (mata chisel datar) dan
menyesek (mata chisel cekung).

Elevators adalah alat ekstraksi gigi, juga dapat digunakan


untuk separasi jaringan gingiva, akar gigi, menatah tulang
sesuai dengan bentuk disainnya.

Tooth Forceps adalah alat pencabut gigi atau akar gigi. 10

2.3 PERBEDAAN SHOCK dan SYNCOPE 12,13


Shock atau renjatan dapat diartikan sebagai keadaan terdapatya
pengurangan yang sangat besar dan tersebar luas pada kemampuan
pengangkutan oksigen serta unsur- unsure gizi lainnya secara efektif ke
berbagai jaringan sehingga timbul cidera seluler yang mula-mula bersifat
reversible dan kemudian bila keadaan Shock berlangsung lama menjadi
irreversible.
1.

Klasifikasi Shock
a. Klasifikasi Shock yang dibuat berdasarkan penyebabnya.
1) Shock Hipovolemik atau oligemik
Perdarahan dan kehilangan cairan yang banyak akibat dari
muntah, diare, luka bakar, atau dehidrasi yang menyebabkan
pengisian ventrikel tidak adekuat, seperti direfleksikan pada
penurunan volume, dan tekanan akhir diastolic ventrikel kanan
dan kiri. Perubahan ini yang menyebabkan Shock dengan
menimbulkan stroke volume dan curah jantung yang tidak
adekuat.
2) Shock Kardiogenik
Shock kardiogenik ini akibat depresi berat kerja jantung
sistolik.Tekanan arteri sistolik< 80 mmHg, indeks jantung
berkurang di bawah 1,8 L/menit/ m2, dan tekanan pengisian
ventrikel kiri meningkat. Pasien sering tampak tidak berdaya,
Pengeluaran urin kurang dari 20 ml/ jam, ekstremitas dingin dan
sianotik. Penyebab paling sering adalah 40% lebih karena

45

miokardiak ventrikel kiri, yang menyebabkan penurunan


kontraktilitas ventrikel kiri yang berat, dan kegagalan pompa
ventrikel kiri. Penyebab lainnya miokarditis akut dan depresi
kontraktilitas miokard setelah henti jantung dan pembedahan
jantung yang lama.
Bentuk lain bias karena gangguan mekanis ventrikel.
Regurgitasi aorta atau mitral akut, biasanya disebabkan oleh
infarkmiokard akut, dapat menyebabkan penurunan yang berat
pada curah jantung forward (aliran darah
Keluar melalui katub aorta ke dalam sirkulasi arteri sistemik) dan
karenanya menyebabkan Shock kardiogenik.

3) Shock Obstruktif Ekstra Kardiak


Shock ini merupakan ketidakmampuan ventrikel untuk
mengisi selama diastole, sehingga secara nyata menurunkan
Stroke Volume dan berakhirnya curah jantung. Penyebab lain
bias karena emboli parumasif.
4) Shock Distributif
Bentuknya dapat berupa Shock septic, Shock neurogenik,
Shock anafilaktik yang menyebabkan penurunan yang drastis
pada resistensi vaskuler perifer. Patogenesis Shock septic
merupakan gangguan kedua system vaskuler perifer dan jantung.
2. Derajat Shock
1) Shock Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non-vital
seperti kulit,lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relative
dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya
perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak
terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit menurun,
asidosis metabolic tidak ada atau ringan.

46

2) Shock Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun
(hati, usus, ginjal,dan lainnya). Organ- organ ini tidak dapat
mentoleransi hipoperfusi lebih lama, seperti lemak, kulit, dan
otot. Oligouria bias terjadi dan asidosis metabolic. Akan tetapi,
kesadaran relative masih baik.
3) Shock
Berat Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat .
Mekanisme kompensasi Shock beraksi untuk menyediakan aliran
darah ke dua organ vital. Pada Shock lanjut terjadi vasokonstriksi
di semuapembuluh darah lain. Terjadi oligouria dan asidosis
berat, ganguan kesadaran dan tanda- tanda hipoksia jantung.
3. Manifestasi Klinis
1) Shock Hipovolemik
Manifestasi klinik dari Shock adalah hipotensi, pucat,
berkeringat dingin, sianosis,

kencing berkurang, oligouria,

gangguan kesadaran, sesak nafas.


2) Shock Septik/ Shock Bakteremik
(a) Fase Hiperdinamik/ Shockpanas (warm shock):
-

Hiperventilasi

Tekanan vena sentral meninggi

Indeks jantung naik

Alkalosis, Oligouria, Hipotensi

Tekanan perifer rendah

(b) Fase Hipodinamik:


-

Tekanan vena sentral menurun

Hipotensi

Curah jantungberkurang

Vasokonstriksi perifer

Asam laktat meninggi

Keluanya urin berkurang

3) Shock Neurogenik

47

Tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat,


bradikardi, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi
bertambah cepat. Pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler,
dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna
kemerahan.
4) Shock Kardiogenik
Pasien tidak sadar atau hilangnya kesadaran secara tibatiba. Sianosis akibat dari aliran perifer berhenti, badan pasien
terasa dingin.

2.4 INSTRUKSI SETELAH PENCABUTAN GIGI


Setelah dilakukan pencabutan, instruksi secara oral dan tertulis diberikan
kepada pasien ,terkait hal-hal yang harus dilakukan selama beberap hari ke
depan. Instruksi umum yang dapat diberikan dan diinstruksikan untuk :
1) Istirahat
Pasien membutuhkan istirhat terutama pasien yang pasca tindakan
operasi membutuhkan istirahat selama 1-2 hari serta tidak bekerja,
tergantung sejauh mana luka yang ditimbulkan pasca operasi dan status
psikologisnya.
2) Analgesik
Pasien diberikan obat penghilang rasa sakit (tetapi bukan salislat,
aspirin karena dapat meningkatkan pendarahan) setiap 4 jam selama rasa
sakit berlanjut
3) Edema
Pada pasca bedah pada ekstraoral dapat dilakukan kompres (es
dibungkus dengan handuk) di daerah bedah direkomendasikan.dapat
dilakukan selama 10-15 menit dengan selang waktu

per 30 menit

setidaknya 4-6 jam.


4) Pendarahan.
Pasien mengigit keras tampon (kapas yang dibungkus kasa) yang
ditempatkan diatas luka selama 30-45 menit.
5) Antibiotik

48

Pasien dapat diberikan paa pasien dengan kondisi tertentu dan


adaanya peradangan.
6) Oral Hygiene.
Pasien diinstruksikan untuk tidak berkumur selama 24 jam pertama.
Setelah ini mulut dpat berkumur menggunakan chamomile 3 kali sehari
selama 3-4 hari. Gigi harus disikat dengan sikat gigi dan benang tetapi
dengan menghindrai daerah pasca pencabutan ataupun operasi.
7) Pada pasien yang pasca bedah maka pengambilan atau pelepasan jahitan
dilakukan satu minggu setelah dilakukan bedah
8) Hindari untuk mengkonsumsi makanan atau minuman yang panas dan
mengunyah. Untuk mencegah adanya rasa terbakar pada bibir atau
mukosa.konsumsi makanan yang bergizi dan vitamin.
9) Hindari mengisap daerah luka, menyentuh dengan jari ataupun lidah.
10) Hindari merokok.4
2.5 MEDIKASI YANG DIGUNAKAN PASCA EKSTRAKSI GIGI 14
1. Berdasarkan jenisnya :
a. Jenis antibiotika mempunyai spektrum luas dan terutama berkhasiat
terhadap jenis-jenis kuman penyebab peradangan mulut. Berkhasiat
terapi pada cara pemberian yang praktis. Pemberian obat dua ka1i
sehari, yaitu pagi dan sore (bukan 4x sehari atau 3x sehari).
b. Ampisilin dapat diajukan sebagai antibiotika. Antibiotika tersebut
adalah cukup aman dan dapat dikombinasi dengan Danzen sebagai
obat anti inflamasi akan mempercepat proses reda radang. Dalam
kasus pada mana kuman anaerob diperkirakan berperan dapat
ditambahkan metronidazol. Karena obat analgetika mempunyai efek
samping dalam persentase yang cukup tinggi, seyogianya obat
tersebut diberikan kalu perlu saja. Dalam suasana yang kurang
menguntungkan dosis harian dapat di berikan dalam dua bagian
dengan waktu interval 12 jam, memakai dosis tiap kalinya bagi
infeksi yang tidak berat 500 mg. Dari pemberian pagi dan sore
tersebut dapat diharapkan suatu hasil yang cukup memuaskan.14

49

2. Berdasarkan penggunaanya :
a. Penggunaan antibiotik
Penggunaan antibiotik dapat mencegah luka pencabutan gigi
terinfeksi dan terkontaminasi baik yang ada di rongga mulut maupun
dari alat-alat yang digunakan. Dengan menggunakan antibiotik
efektif untuk mencegah dry socket. Biasanya dengan menggunakan
bubuk, suspensi, atau dengan diletakan di kasa.
b. Penggunaan klorheksidin
Penggunaan klorheksidin baik dengan obat kumur atau irigasi
efektif mengurangi soket yang kering. Dengan menggunakan
klorheksidin 0,2% dapat mencegah gangguan bakteri dari membran
sel serta efektif melawan berbagai bakteri gram (-) dan gram (+)
yang dapat mengakibatkan terjadinya dry socket.
c. Penggunaan saline isotonik (NaCl 0,9%)
Dengan menggunakan saline isotonik (NaCl 0,9%) pada
pencabutan

gigi

dapat

membebaskan

rongga

mulut

secara

menyeluruh dari bakteri yang merupakan faktor terjadinya dry


socket. Larutan saline isotonik ini tidak menghambat penyembuhan,
dan tidak menyebabkan alergi pada soket pencabutan.14

2.7 KEGAGALAN DALAM PROSES PENCABUTAN GIGI


Stabilitas gigi di dalam lengkung gigi tergantung pada keutuhan
processus alveolaris, ligamen periodontal, dan perlekatan gingiva. Oleh
karena itu, keberhasilan pencabutan dengan tang tergantung pula pada
bagaimana operator dalam melonggarkan alveolus, memutus serabut
ligamentum periodontal, dan memisahkan perlekatan gingiva. Jadi, keadaan
jaringan pendukung gigi dapat mengubah sifat yang dibutuhkan untuk
proses pencabutan. Proses alveolaruis yang dalam, padat, dan sangat
termineralisasi dengan ruang ligamen periodontal yang sempit tentunya
akan membutuhkan tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan alveolus
yang dangkal denganruang periodontal yang cukup besar.

Kesulitan

kesulitan dalam pencabutan dapat mengakibatkan terjadinya kegagalan

50

dalam pencabutan. Adapun faktor yang menunjang terjadinya kesulitan


kesulitan selama pencabutan dapat diamati melalui dua pemeriksaan, yaitu :
12

1. Pada pemeriksaan klinis


Ukuran mahkota yang besar menunjukkan ukuran akar yang besar
pula. Secara umum, mahkota yang masih utuh akan memungkinkan
adaptasi yang baik dari tang yang akan digunakan, sedangkan mahkota
yang rusak akan menambah kesulitan selama pencabutan.
-

Karena karies maupun trauma, mempersulit penempatan dan


adaptasi tang.

Adanya mahkota yang terlalu pendek atau gigi yang erupsi


sebagian sehingga mengahalangi adaptasi tang.

Adany restorasi yang luas atau mahkota protesa yang mudah


fraktur atau bergeser pada waktu pencabutan.

Gigi yang berjejal menyebabkan sulitnya gigi untuk beradapatasi


pada daerah gigi yang akan dicabut. 15

2. Pemeriksaan radiografis
Pemeriksaan radiologi sangat mendukung dalam menilai sifat dari
akar dan jauh dekatnya dengan strultur di dekatnya misalnya sinus
maksillaris atau kanalis mandibularis.
-

Akar yang panjang, kecil, bengkok, atau resorbsi cenderung mudah


fraktur.

Gigi yang dirawat endodontik biasanya getas dan mudah farktur.

Tulang yang padat, sangat termineralisasi dan celah ligament


periodontal yang sempit atau tidak ada.

Akar bulbous, hipersementosis apikal, atau ankilosis merupakan


kontraindikasi pencabutan dengan tang.

Akar yang dilaserasi di dekat struktur vita; memerlukan tidakan


pembedahan. 15
Selain faktor penyulit yang dapat menyebabkan kegagalan dalam

pencabutan, terdapat beberapa fakotor yang sangat menunjang terjadinya


kegagalan, yaitu ;

51

1. Operator yang terlalu terburu-buru dan ceroboh dalam pencabutan.


16

2. Durasi anastesi yang tidak sesuai dengan durasi kerja.


3. Menggunakan kekuatan yang tidak terkontrol dalam pencabutan.
4. Akses ke daerah gigi yang akan di ekstraksi terbatas. Biasanya
disebabkan, karena adanya :
c. Trismus.
d. Kurangnya celah ke dalam mulut. Contohnya adanya
microstomia.
e. Crowded atau letak salah gigi.17
5. Pengetahuan operator yang kurang terhadap teknik pencabutan
gigi, contohnya posisi operator yang salah, teknik memegang
instrumet yang kurang tepat.
o

Karena adanya kesalahan dalam pencabutan dengan tang.


Kegagalan memegang akar gigi secara kuat selama pencabutan
adalah kesalahan yang sering terjadi. Pegangan akar gigi
tergantung pada kekuatan genggaman tangan pada tangkai
tang. Kegagalan memegang akar gigi bisa mengakibatkan
hilangnya tenaga dengan percuma dan menyebabkan terjadinya
fraktur pada gigi . 16

Kesalahan lain yang sering terjadi adalah memegang mahkota


dengan bilah tang, bukan akar gigi atau massa akar gigi hal ini
sering menyebabkan

gigi

mengalami

fraktur mahkota,

khususnya gigi yang mengalami karies atau mempunyai


restorasi yang besar. Ketidaktepatan meletakkan bilah tang
sepanjang sumbu axis gigi adalah kesalahan yang sering
terjadi.16
2.8 KOMPLIKASI PENCABUTAN GIGI 15
Respon pasien tertentu dianggap sebagai kelanjutan yang normal dari
pembedahan, yaitu pendarahan, rasa sakit dan edema. Tetapi, apabila
berlebihan, perlu dipikirkan lagi apakah termasuk morbiditas yang biasa atau

52

komplikasi. Komplikasi digolongkan menjadi komplikasi intraoperatif,


segeera sesudah operasi dan jauh sesudah operasi. Adapun komplikasi yang
dapat terjadi yaitu ;
d. Komplikasi Intraoperatif
1) Perdarahan
Pasien yang berisiko mengalami perdarahan adalah pasien dengan
penyakit hati (misalnya ; alkoholik yang menderita sirosis), pasien
yang menerima terapi antikoagulan, atau pasien yang minum aspirin
dosis tinggi atau agen anti-radang yang lain yang nonsteroid.
Mengetahui

anatomi

merupakan

jaminan

terbaik

untuk

menghadapi kejadian yang tidakdiharapkan yakni perdarahan arteri


atau vena. Regio-regio yang berisiko tinggi adalah palatum dengan a.
palatine mayor, vestibulum bukal molar bawah dengan s. fasialis,
margo anterior ramus mandibulae yang merupakan jalur perjalanan
dari a. Buccalis dan region apical molar ketiga yang terletak dekat
dengan a. alveolaris inferior.
Penanganan awal bila terjadi perdarahan adalah dengan penekanan,
baik langsung dengan jari atau dengan kasa. Jika keluarnya darah
sangat deras misalnya terpotongnya arteri, maka diklem dengan
hemostat. Cara lainnya adalah dengan melakukan pengikatan (ligasi),
elektro koagulasi, atau dengan menggunakan klip hemostatik.
2) Fraktur
Semua fraktur memiliki etiologi yang sama yakni tekanan yang
berlebihan, atau tekanan yang tidak terkontrol, atauk eduanya.
-

Ujung akar dan Fragmen


Ujung akar dan fragmen adalah sisa-sisa dari struktur yang
normalnya berada di dalam prosessus alveolaris, karenanya bias
ditolerir dan jarang mengakibatkan adanya reaksi asing atau
infeksi. Keputusan untuk mengeluarkannya, didasarkan pada
perkiraan tidak akan terjadi cedera setelahnya, karena itu untuk
melakukannya harus dipertimbangkan dengan baik mengenai
untung-ruginya. Misalnya, pengeluaran fragmen akar merugikan

53

apabila terdapat risiko terdorongnya gigi ke dalam sinus


maksilaris, fossa intratemporalis, canalis alveolaris inferior atau
ke ruang submandibular.
-

Gigi Tetangga dan Antagonis


Suatu elevator yang tertumpu pada gigi atau restorasi di
dekatnya bias menggoyahkan gigi tersebut atau restorasi bias lepas.
Cedera gigi antagonis biasanya akibat dari pencabutan eksplosif,
yaitu gigi terungkit dengan tidak memperkirakannya dari alveolus
akibat

tekanan

berlebihan

ke

arah

oklusal

atau

sejajar.

Pencegahannya adalah dengan memakai teknik pich grasp atau


sling grasp dan tekanan terkontrol.
-

ProsessusAlveolaris
Fraktur Minor: fraktur prosessus alveolaris yang ringan adalah
terikutnya bagian bukal / fasial maksila bersama akar pada
waktu pencabutan dengan tang, karena tekanan pada prosessus
alveolaris yang getas dan tipis.
Fraktur Mayor: yakni terangkatnya prosessus alveolaris atau
tuberositas pada saat pencabutan.

Mandibula
Fraktur mandibula paling sering terjadi pada pencabutan
molar ketiga. Mandibula cukup lemah di sini karena merupakan
pertemuan badan dan prosessus alveolar yang berat dengan ramus
yang tipis. Kesalahan biasanya karena menggunakan elevator
dengan kekuatan yang berlebihan. Elevator yang diinsersikan pada
bagian mesial molar ketiga baik yang erupsi atau impaksi, dan
ditekan dengan kekuatan yang besar kearah distal atau distooklusal menjadikan mandibula terancam fraktur.

3) Pergeseran
Seluruh gigi atau fragmen bias masuk ke dalam antrum. Pada
maksila antrum yang sering terlibat adalah sinus maksilaris, fossa
infra temporalis, dan hidung. Pada mandibula adalah ruang
submandibula, canalis alveolaris inferior. Biasanya dikarenakan

54

usaha untuk mengambil fragmen / ujung akar gigi molar atau


premolar kedua atas melalui alveolus dengan tekanan elevator yang
berlebihan ke arah superior.
4) Cedera Jaringan Lunak
Lecet (lukasobek) sering diakibatkan oleh retraksi berlebihan dari
flap yang kurang besar. Bisa dicegah dengan membuat flap yang
lebih besar dan menggunakan retraksi yang ringan saja. Luka bakar /
abrasi sering dikarenakan tertekannya bibir yang dalam keadaan
teranastesi oleh pegangan hanpieces
5) Cedera Saraf
-

Neuropraksia : berkurangnya fungsi serabut-serabut saraf perifer


dalam waktu singkat akibat penekanan, obat, atau rangsang dingin
dan menyebabkan paralisis sementara pada serabut motorik atau
sensorik.

Aksonotmesis : kerusakan cukup berat atau cedera regangan yang


menyebabkan terputusnya kontinuitas akson tetapi jaringan ikat
pendukungnya tetap utuh.

Neurotmesis : suatu cedera yang parah yaitu putusnya batanng


saraf.15

Saraf-saraf yang riskan terhadap bedah, yakni:


-

N. alveolaris inferior, sangat dekat dengan region apical gigi molar


ketiga dan kadang-kadang molar kedua. Sering pada pengeluaran
molar tiga yang erupsi atau impaksi, ujung akar dan fragmen akar
atau keduanya.

N. lingualis ,menempel pada aspek mesial mandibula pada region


molar. Paling sering cedera pada pencabutan molar ketiga bawah
yang impaksi. Hal ini karena penyingkapan flap lingual, fraktur
dataran lingual.

N. Mentalis, paling sering cedera pada pembuatan flap bukal di


region premolar bawah.

55

e. Komplikasi Pasca Bedah


1. Perdarahan
Perdarahan ringan dari alveolar adalah normal apabila terjadi pada
12-24 jam pertama setelah pencabutan atau pembedahan gigi.
Penekanan oklusal dengan menggunakan kasa adalah jalan terbaik
untuk mengontrolnya dan dapat merangsang pembentukan bekuan
darah yang stabil. Apabila perdarahan cukup banyak, lebih dari 1 unit
(450 ml) pada 24 jam pertama pada pasien dewasa, maka harus
dilakukan tindakan sesegera mungkin untuk mengontrol perdarahan. 12
2. Rasa sakit
Rasa sakit pasca bedah yang disebabkan oleh trauma pada jaringan
keras mungkin berasal dari tulang yang terluka selama instrumentasi
atau bur yang terlalu panas selama pengambilan tulang. Pengontrolan
rasa sakit sangat tergantung pada dosis dan cara pemberian obat /
kerjasama pasien.
3. Edema
Edema merupakan kelanjutan normal dari setiap pencabutan dan
pembedahan gigi, serta merupakan reaksi normal dari jaringan
terhadap cedera. Usaha untuk mengonrol edema antara lain termal
(dingin), fisik (penekanan), dan mencakup obat-obatan.
4. Reaksi terhadap Obat
-

Emesis/ siklus perdarahan


Reaksi akibat obat - obatan yang relative sering terjadi
dengan segera sesudah operasi karena menelan analgesic narkotik
atau non-narkotik. Reaksi ini dapat mengakibatkan terjadinya
siklus emesis atau perdarahan. Muntah mengungkit keluar bekuan
darah dan perdarahan akan timbul waktu pasien menelan darah,
yang

akan

mengakibatkan

emesis.

Cara

terbaik

untuk

mengatasinya adalah dengan menginstruksikan kepada pasien agar


meminum obat-obatan narkotik sebelum makan. 15

56

Alergi tehadap obat


Yang umum terjadi adalah alergi aspirin yang termanifestasi
sebagai ruam kulit (urtikaria), angio derma, atau asma. Reaksi
alergi yang akut terhadap antibiotic dapat mematikan. Pencegahan
terbaik adalah dengan memeriksa riwayat pasien secara lengkap.

f. Komplikasi Beberapa Saat Setelah Operasi


1. Alveolitis/ Dry Socket/ Osteitis Alveolar
Merupakan komplikasi yang paling sering, paling menakutkan,
dan paling sakit setelah pencabutan gigi. Biasanya dimulai pada hari
ke 3-5 sesudah operasi. Pada pemeriksaan terlihat alveolus yang
terbuka, terselimut kotoran dan dikelilingi berbagai tingkatan
peradangan gingiva. Oral hygiene buruk. Alveolus molar bawah
adalah yang paling sering terkena, penyebabnya adalah hilangnya
bekuan darah akibat lisis, mengelupas, atau keduanya.
2. Infeksi
Infeksi biasanya diikuti oleh peningkatan rasa sakit, lemas, dan
demam. Studi diagnosis sangat membantu dalam menentukan
diagnosis, dimana jumlah leukosit melebihi 10.000 dan meningkatnya
laju sedimentasi eritrosit (ESR). 15

57

BAB III
SIMPULAN

Pencabutan gigi merupakan salah satu tindakan medis yang sering


dilakukan oleh dokter gigi. Tindakan ini tentunya membutuhkan dasar
pengetahuan yang cukup tentang indikasi, kontra indikasi, tehnik, komplikasi
setalah pencabutan dan tindakan setelah pencabutan. Tindakan extraksi yang baik
memerlukan pengetahuan dan skill yang baik pula sehingga dapat meminimalkan
komplikasi yang terjadi pada saat tindakan maupun paska extraksi.

58

DAFTAR PUSTAKA

1.

Chandha MH. Buku petunjuk praktis pencabutan gigi. Sagung seto


: Jakarta ; 2014. P.9-12

2.

Sanghai S, Chatterjee P. A Concise Textbook of Oral and


Maxillofacial Surgery. Ed. 1st. Jaypee : New Delhi : 2009. P.91-92.

3.

Koerner, KR. Manual of minor oral surgery for the general dentist.
Blackwell Munksgaard : Germany ; 2006. P 20-25

4.

Fragiskor F D. Oral Surgery. Springer : Germany : 2007. P. 43-67,


74-81, 96-115.

5.

Peterson LJ, Ellis E, Hupp JR, Tucker MR,. Contemporary

Oral

and Maxillofacial Surgery. 5th Ed. Mosby : 2003. P. 122.


6.

Lumoindong A., Umboh A., Masloman N. Hubungan obesitas


dengan profil tekanan darah pada anak usia 10-12 tahun di kota
manado. Jurnal e-Biomedik (eBM), Vol 1(1), Maret 2013. P. 147153

7.

Pontoh I,B. Pangemanan C,H,D. Mariati N. Hubungan tingkat


kecemasan dengan perubahan denyut nadi pada pasien ekstraksi
gigi di puskesmas tuiminiting manado. Jurnal e-GIGI(eG). JanuariJuni 2015 ; 3( 1),. p.2-3

8.

Widyaningsih NN, Latifah M. Pengaruh keadaan sosial ekonomi,


gaya hidup, status gizi, dan tingkat stress terhadap tekanan darah.
Jurnal Gizi dan Pangan. Maret 2008 ; 3 (1). P. 1-6.

9.

Tangkere H, Opod H, Supit A. Gambaran kecemasan pasien saat


menjalani prosedur ekstraksi gigi sambil mendengarkan musik
mozart di puskesmas. Jurnal e-GiGi (eG). Maret 2013 ; 1( 1). P.
69-78.

10.

Pierce G A, Neil B R. At a glance ilmu bedah. Ed.3rd . Erlangga :


Jakarta ; 2006. P. 69.

11.

Papanica S. Protocol for inhalation sedation clinic in calderdale


and kirklees community dental care. Primary Care test. P. 4-5.

59

12.

Fitria C N. Shock dan Penangananya. Jurnal Ilmu Kesehatan


(Gaster) Agustus 2010 ; 7 (2).p 593 603.

13.

Purwanto. Anestesi Lokal. EGC: Jakarta ; 2013.p.

14.

Djais S, Mangundjaja S. Ampisilin pada pencabutan gigi di


Lampung.

Bagian

Mikrobiologi

Fakultas

Kedokteran

Gigi

Universitas. 1978. P. 1-11.


15.

Pedersen, G W. Buku ajar praktis bedah mulut (Oral Surgery).


EGC : Jakarta ; 1996. p. 1-2, 29-31, 83-100.

16.

Howe G L, Pencabutan gigi geligi. 5th. EGC : Jakarta : 1999. P. 3233.

17.

More U J. Principles of oral and maxillofacial surgery. Ed. 5th.


Blackwell Science : England ; 2001. P.123-124

60

You might also like