You are on page 1of 8

proses rontgen photo dalam bidang kedokteran pada umumnya merupakan

sebuah proses pemotretan gambar medikal untuk memperoleh gambaran


tampilan kondisi di dalam/bawah permukaan kulit kita, baik jaringan keras
maupun lunaknya, untuk memperoleh gambaran kondisi terkait, sebagai alat
penunjang penegakan diagnose medis sebuah kondisi anomali tertentu, dengan
menggunakan material penunjang utama berupa zat radioaktif (sinar-X) dosis
tertentu.
Sinar-X (sinar Rontgen) merupakan salah satu bentuk dari radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang berkisar 10nanometer hingga 100
picometer. Merupakan sejenis radiasi ion bertenaga besar yang bila berkontak
dengan sebuah material akan menyebabkan material tersebut kehilangan
elektron, dan terionisasi. Umumnya digunakan dalam diagnosis gambar medikal
dan kristalografi sinar-X.
Lantaran itu, sudah pasti akan berpengaruh secara langsung pada setiap sel
yang terpapar langsung olehnya. Bisa berbahaya. Kecuali pada area yang diberi
pelindung khusus.
Itulah mengapa dosis penyinaran yang dipengaruhi oleh frekuensi, besaran
kapasitas, serta durasi/lama paparan sinar-X seyogyanya diterima serendahrendahnya oleh siapapun, Ibu.. Baik pihakoperator (petugas) maupun penerima
pelayanan (dalam hal ini: pasien).
Ada dosis maksimal per tahun yang musti dipatuhi ketentuannya. Semisal bagi
petugas ditetapkan 50 mSv per seluruh tubuh, per satu tahun. Sementara bagi
pasien: maksimal 5 mSv per seluruh tubuh per tahun, dan dalam penyinaran
lokal pada bagian-bagian khusus dari tubuh, dosis rata-rata dalam tiap organ
ataupun jaringan yang terkena harus tidak lebih dari 50 mSv.
Dosisnya diukur berdasar dosis yang diterima area target paparan sinar maupun
organ lain sekitarnya yakni sum-sum tulang, kelenjar tiroid, dan gonade.
Nah, terkait langsung dengan kondisi kehamilan, telah diketahui bahwa sinar-X
merupakan radiasi berenergi kuat yang tergantung dosisnya dapat mengurangi
proses alamiah pembelahan sel, merusak materi genetik, dan menimbulkan efek
negatif pada janin yang berada dalam kandungan Ibundanya.
Sel-sel yang sedang membelah cepat semisal sel-sel seluruh tubuh janin dalam
rahim ibu mengandung inilah yang paling rentan terhadap pengaruh paparan
sinar-X, Ibu.. Sel-sel sang janin yang sedang berada pada taraf pembelahan
cepatnya untuk dapat berkembang menjadi jaringan serta organ yang berbedabeda dapat terkena imbas langsung secara signifikan. Pada dosis tertentu dapat
menyebabkan keguguran, malformasi, cacat, kelambatan pertumbuhan,
termasuk kemungkinan terjadinyakanker pada usia dewasanya kelak setelah
dilahirkan, serta kelainan penyerta lainnya.
Meski sudah diatur sedemikian rupa agar dosis yang diterima serendah mungkin
dengan target pencapaian hasil pemotretan sejelas mungkin, menghindari
proses pemotretan ini bagi Ibu mengandung merupakan langkah kehati-hatian
yang utama. Kecuali dalam kondisi sangat terpaksa oleh dasar pertimbangan
tertentu, serta menyertakan prosedur perlindungan khusus ketat tertentu.
Sebagai tambahan informasi saja, bahwa bila paparan sinar-X diberikan pada
Ibu di usia kehamilan:

a. 0-1 minggu, dapat berefek kematian embrio.


b. 2-7 minggu, dapat berefek malformasi, pertumbuhan terhambat, serta kanker.
c. 8-40 minggu, dapat berefek malformasi, pertumbuhan terhambat, kanker, serta
gangguan pertumbuhan mental.

Keuntungan penggunaan rontgen / x-ray:


1.

Mendeteksi lubang pada gigi yang tidak dapat terdeteksi hanya melalui
pemeriksaan klinis atau dilihat secara langsung.
2. Dapat memantau perkembangan dan pertumbuhan gigi anak yang belum
tumbuh keluar dan masih terdapat didalam tulang rahang pada pasien
anak-anak.
3.
4.
5.

Mendeteksi adanya kelainan pada tulang rahang dan kelainan di dalam


gusi.
Mendeteksi adanya kelainan berupa tumor.
Mendeteksi gigi yang tidak tumbuh secara sempurna/ gigi impaksi seperti
ditemukan pada banyak kasusgigi graham bungsu.

Sinar x ditemukan oleh Wilhem C Roentgen, seorang professor fisika dari jerman
saat melihat timbulnya fluoresensi yang berasal dari kristal barium platinosianida
yang mendapat hadiah nobel pada tahun 1901. Akhir desember 1895 dan awal
januari 1896 Dr. Otto Walkhoff (dokter gigi) dari jerman adalah orang pertama
yang menggunakan sinar x pada foto gigi (premolar bawah).
Pada tahun 1913 Collige menyampurnakan penemuan Rontgen dengan
memodifikasi tabung yang digunakan. Tabung yang digunakan adalah tabung
vakum yang didalamnya hanya terdapat 2 elktroda yaitu anode dan katode.
Tabung jenis ini kemudian disebut Hot Chatode Tube dan merupakan tabung
yang dipergunakan untuk pesawat Rontgen konvesional yang sekarang.
Setahun setelah Rontgen menemukan sinar-X, maka Henri Becquerel, di
Perancis, pada tahun 1896 menemukan unsur uranium yang mempunyai sifat
yang hampir sama. Penemuannya diumumkan dalam kongres Akademi Ilmu
Pengetahuan Paris pada tahun itu juga
Orang Indonesia yang telah menggunakan sinar Roentgen pada awal abad ini
ialah R.M. Notokworo yang lulus dokter di Universitas Leiden, Belanda, pada
tahun 1912. Beliau mula-mula bekerja di semarang, lalu pada permulaan masa
pendudukan jepang dipindahkan ke surabaya. Pada tahun 1944 ia meninggal
secara misterius, dibunuh oleh tentara Jepang.
Radiologi dan Radiografi
Radiologi adalah cabang ilmu kesehatan mengenai zat radioaktif dan energi
pancarannya yang berhubungan dengan diagnosis dan pengobatan penyakit,
baik dengan cara radiasi ionisasi (seperti sinar-X) maupun nonionisasi (seperti

ultrasonografi). Menurut Kamus Kedokteran Gigi Harty, Radiologi merupakan


ilmu mengenai diagnosis dan perawatan suatu penyakit dengan menggunakan
sinar-X termasuk di dalamnya ilmu mengenai film radiografi dan pemeriksaan
visual atas struktur tubuh pada layar fluorosensi, atau mempertunjukan struktur
tubuh tertentu melalui pemasukan bahan kimia yang radio-opaque sebelum
pemeriksaan radiologis dilakukan
Sedangkan radiografi adalah penggunaan sinar pengion (sinar-X, sinar gamma)
untuk membentuk bayangan benda yang dikaji pada film. Radiografi umumnya
digunakan untuk melihat benda tak tembus pandang, misalnya dalam tubuh
manusia. Gambaran benda yang diambil dengan radiografi disebut radiogaf.
Radiografi lazim digunakan pada berbagai bidang terutama pengobatan dan
industri.
Pelayanan radiologi sebagai bagian yang terintergrasi dari pelayanan kesehatan
secara menyeluruh merupakan bagian dari amanat Undang- Undang Dasar 1945
dimana kesehatan adalah hak fundamental setiap rakyat dan amanat UndangUndang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Bertolak dari hal tersebut
serta makin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan, maka pelayanan radiologi sudah selayaknya memberikan pelayanan
yang berkualitas. Penyelenggaraan pelayanan radiologi umumnya dan radiologi
diagnostik khususnya telah dilaksanakan di berbagai sarana pelayanan
kesehatan, mulai dari sarana pelayanan kesehatan sederhana, seperti
puskesmas dan klinik-klinik swasta, maupun sarana pelayanan kesehatan yang
berskala besar seperti rumah sakit kelas A. Dengan adanya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang terjadi dewasa ini telah memungkinkan
berbagai penyakit dapat dideteksi dengan menggunakan fasilitas radiologi
diagnostik yaitu pelayanan yang menggunakan radiasi pengion dan non pengion.
Dengan berkembangnya waktu, radiologi diagnostik juga telah mengalami
kemajuan yang cukup pesat, baik dari peralatan maupun metodanya.
Secara garis besar foto Rontgen gigi, berdasarkan teknik pemotretan dan
penempatan film, dibagi menjadi dua: foto Rontgen Intra oral dan foto Rontgen
extra oral.
1. Teknik Rontgen Intra oral/Proyeksi Intra Oral
Pemeriksaan intra oral adalah salah satu aplikasi radiologi klinik yang pertama
kali digunakan sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. Secara umum dapat
dikatakan bahwa radiografi intraoral dapat memberikan informasi diagnostik yang
tidak diperoleh dari pemeriksaan sebelumnya. Sampai saat ini radiografi
merupakan metode diagnostik non invasive utama untuk eveluasi perubahan
internal jaringan yang termineralisasi di daerah orofasial. Pemeriksaan ini terdiri
dari 3 macam proyeksi yaitu : periapical, bitewing dan occlusal.
Teknik radiografi intra oral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan sekitar secara
radiografi dan filmnya ditempatkan di dalam mulut pasien. Untuk mendapatkan
gambaran lengkap rongga mulut yang terdiri dari 32 gigi diperlukan kurang lebih

14 sampai 19 foto. Ada tiga pemeriksaan radiografi intra oral yaitu: pemeriksaan
periapikal, interproksimal, dan oklusal.
1)

Teknik Rontgen Periapikal

Teknik ini digunakan untuk melihat keseluruhan mahkota serta akar gigi dan
tulang pendukungnya. Ada dua teknik pemotretan yang digunakan untuk
memperoleh foto periapikal yaitu teknik parallel dan bisektris, yang sering
digunakan di RSGM adalah teknik bisektris.
2)

Teknik Bite Wing

Teknik ini digunakan untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan rahang bawah
daerah anterior dan posterior sehingga dapat digunakan untuk melihat permukan
gigi yang berdekatan dan puncak tulang alveolar. Teknik pemotretannya yaitu
pasien dapat menggigit sayap dari film untuk stabilisasi film di dalam mulut.
3)

Teknik Rontgen Oklusal

Teknik ini digunakan untuk melihat area yang luas baik pada rahang atas
maupun rahang bawah dalam satu film. Film yang digunakan adalah film oklusal.
Teknik pemotretannya yaitu pasien diinstruksikan untuk mengoklusikan atau
menggigit bagian dari film tersebut.
2. Teknik Rontgen Ekstra Oral/Proyeksi Ekstra Oral
Radiografi yang termasuk proyeksi ekstra oral adalah semua proyeksi radiografik
daerah maksilofasial, dengan film diletakan di luar mulut pasien. proyeksi
ekstraoral di bidang kedokteran gigi meliputi proyeksi-proyeksi standar maupun
proyeksi khusus untuk pemeriksaan daerah kepala, sendi temporomandibula,
sinus, tulang nasal, zigomatik dan sebagainya.
Foto Rontgen ekstra oral digunakan untuk melihat area yang luas pada rahang
dan tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut. Foto Rontgen ekstra
oral yang paling umum dan paling sering digunakan adalah foto Rontgen
panoramik, sedangkan contoh foto Rontgen ekstra oral lainnya adalah foto
lateral, foto antero posterior, foto postero anterior, foto cephalometri, proyeksiWaters, proyeksi reverse-Towne, proyeksi Submentovertex
1)

Teknik Rontgen Panoramik

Foto panoramik merupakan foto Rontgen ekstra oral yang menghasilkan


gambaran yang memperlihatkan struktur facial termasuk mandibula dan maksila
beserta struktur pendukungnya. Foto Rontgen ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi
geligi, mendeteksi penyakit dan mengevaluasi trauma.
2)

Teknik Lateral

Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan sekitar lateral tulang muka,
diagnosa fraktur dan keadaan patologis tulang tengkorak dan muka.
3)

Teknik Postero Anterior

Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan penyakit, trauma, atau
kelainan pertumbuhan dan perkembangan tengkorak. Foto Rontgen ini juga
dapat memberikan gambaran struktur wajah, antara lain sinus frontalis dan
ethmoidalis, fossanasalis, dan orbita.

4)

Teknik Antero Posterior

Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat kelainan pada bagian depan maksila
dan mandibula, gambaran sinus frontalis, sinus ethmoidalis, serta tulang hidung.
5)

Teknik Cephalometri

Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat tengkorak tulang wajah akibat trauma
penyakit dan kelainan pertumbuhan perkembangan. Foto ini juga dapat
digunakan untuk melihat jaringan lunak nasofaringeal, sinus paranasal dan
palatum keras.
6)

Proyeksi Waters

Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat sinus maksilaris, sinus ethmoidalis,
sinus frontalis, sinus orbita, sutura zigomatiko frontalis, dan rongga nasal.
7)

Proyeksi Reverse-Towne

Foto Rontgen ini digunakan untuk pasien yang kondilusnya mengalami


perpindahan tempat dan juga dapat digunakan untuk melihat dinding postero
lateral pada maksila.
8)

Proyeksi Submentovertex

Foto ini bisa digunakan untuk melihat dasar tengkorak, posisi kondilus, sinus
sphenoidalis, lengkung mandibula, dinding lateral sinus maksila, dan arcus
zigomatikus.
3. Radiografi Konvensional Dan Modern Radiographic Imaging
Radiografi digital merupakan panduan radiografi diagnostik konvensional,
dengan kemajuan teknologi komputer. Tujuannya adalah untuk menghasilkan
gambaran yang memberikan informasi diagnostik maksimum, dengan radiasi
minimum.
4. Computed Tomographic-Scan (CT-Scan)

Computed Tomographic-scan (CT-scan) adalah sarana pencitraan radiografik


modern dengan paparan radiasi yang jauh lebih besar, dan sistem lebih
kompleks. Sistem ini menghasilkan gambaran radiografik potongan obyek dalam
lapisan-lapisan, tanpa terjadi tumpang tindih satu sama lain.
Gambaran Foto roentgen yang dianggap baik
Struktur anatomis dari regio gigi yang difoto harus jelas, yaitu perbedaan dari
gambaran enamel, dentin, kamar pulpa dan jaringan periapikalnya harus betulbetul tajam dan terlihat jelas.
Gambaran dari puncak-puncak tonjol gigi atau cusp gigi-gigi yang difoto (cusp
bukal dan lingual / palatal) sedapat mungkin bersatu, dimana permukaan oklusal
dari gigi tersebut tidak terlihat sama seekali.
Daerah interdental dibawah titik kontak dua gigi yang bertetangga pada foto,
tidak boleh tumpang tindih / overlapping satu dengan yang lain, sehingga tidak
terlihat.

Efek Radiasi pada Membran Mukosa Mulut


Radiasi pada daerah kepala dan leher khususnya nasofaring akan mengikutsertakan
sebagian besar mukosa mulut. Akibatnya dalam keadaan akut akan terjadi efek samping
pada mukosa mulut berupa mukositis yang dirasa pasien sebagai nyeri pada saat
menelan, mulut kering dan hilangnya cita rasa (taste). Keadaan ini seringkali diperparah
oleh timbulnya infeksi jamur pada mukosa lidah serta palatum.
Efek Radiasi pada Gigi
Gigi yang telah erupsi cenderung mengalami kerukan akibat radiasi daerah rongga mulut,
meskipun kerusakannya baru tampak setelah beberapa tahun setelah radiasi.
Manifestasi kerusakan berupa destruksi substansi gigi yang disebut karies radiasi dan
dimulai pada servikal gigi. Lesi berupa demineralisasi yang lebih daripada karies pada
umumnya, dengan pola melintas gigi dan menyebabkan kerusakan mahkota gigi pada
daerah servikal.
Kerusakan jaringan keras gigi (email, dentin, sementum) mengakibatkan karies gigi.
Secara radiografi daerah karies bersifat radiolusen bila dibandingkan dengan email atau
dentin. Hal ini penting bagi pendiagnosa untuk melihat radiografi dalam situasi
pengamatan yang tepat dengan pandangan yang jelas agar dapat membedakan antara
restorasi dan anatomi gigi yang normal. Pada gigi terjadi dua efek radiasi yaitu efek
radiasi secara langsung dan tidak langsung.
a. Efek Radiasi Langsung
Efek radiasi ini terjadi paling dini dari benih gigi, berupa gangguan kalsifikasi benih gigi,
gangguan perkembangan benih gigi dan gangguan erupsi gigi.
b. Efek Radiasi tidak Langsung
Efek radiasi tidak langsung terjadi setelah pembentukan gigi dan erupsi gigi normal
berada dalam rongga mulut, kemudian terkena radiasi ionosasi, maka akan terlihat
kelainan gigi tersebut misalnya adanya karies radiasi. Biasanya karies radiasi pada
beberapa gigi bahkan seluruh region yang terkena pancaran sinar radiasi, keadaan ini
disebut rampan karies radiasi. Radiasi karies merupakan bentuk rampan dari kerusakan
gigi yang dapat terjadi pada tiap individu yang mendapatkan radioterapi termasuk

penyinaran dari glandula saliva. Lesi karies dihasilkan dari perubahan glandula salivarius.
Penurunan arus, peningkatan pH, penurunan kapasitas buffer karena adanya perubahan
elektrolit dan peningkatan viskositas. Saliva normal dapat menurun dan akumulasi debris
yang cepat karena tidak adanya tindakan pembersihan. Karies sekunder yang
disebabkan radiasi memiliki bentuk jelas yang merata pada cement enamel junction
(CEJ) dari permukaan bukolabial, merupakan lokasi yang biasanya tahan terhadap
karies.
Permukaan bukal dan lingual sering Nampak warna putih atau opak karena terjadi
demineralisasi dari email. Daerah ini terjadi demineralisasi bila saliva menjadi asam dan
kehilangan suplai mineral yang secara normal mengisi ion negative berubah, permukaan
lembut, kehailangan translusensi dan sering fraktur, menyebabkan erosi, membuat dentin
menjadi terbuka.
Efek Radiasi pada Tulang
Perawatan kanker pada daerah mulut sering dialkukan penyinaran termasuk pada
mandibula. Kerusakan primer pada tulang disebabkan oleh penyinaran yan
mengakibatkan rusaknya pembuluh darah periosteum dan tulang kortikal, yang dalam
keadaan normalnya sudah tipis. Radiasi juga dapat merusak osteoblas dan osteoklas.
Jaringan sumsusm tulang menjadi hipovaskular, hipoxik, dan hiposelular.
Sebagai tambahan, endosteum menjadi terjadi atrofi pada endosteum menunjukkan
berkurangnya aktifitas osteoblas dan osteoklas, dan beberapa lacuna pada tulang yang
kompak tampak kosong, hal tersebut merupakan indikasi terjadinya nekrosis. Derajat
mineralisasi menjadi berkurang, memicu terjadinya kerapuhan, aytau perubahandari
tulang yang normal. Jika keadaan ini bertambah parah tulang akan mangalami kematian,
kondisi seperti ini disebut osteoradionecrosis.
Efek Radiasi pada Pulpa
Apoptosis adalah mekanisme biologis yang merupakan jenis kematian sel yang
terprogram, yang dapat terjadi pada kondisi fisiologis maupun patologis. Apoptosis
digunakan oleh organism multi sel untuk membuang sel yang sudah tidak diperlukan oleh
tubuh. Apoptosis umumnya berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi
tubuh.
Apoptosis dapat terjadi selama selama perkembangan, sebagai mekanisme homeostatis
untuk menjaga atau memelihara populasi sel dalam jaringan, sebagai mekanisme
pertahanan jika sel rusak oleh suatu penyakit atau bahan racun pada proses penuaan.
Apoptosis pada jaringan fibroral pulpa dapat terjadi akibat dosis radiasi yang diterima
selama terapi radiasi adalah 200 rad sehingga apoptosis pada sel fibrolas pulpa
meningkat pulpa sehingga selain sel sel fibrolas, sel-sel lain juga turut mati akibat efek
radiasi. Dikarenakan sel fibrolas merupakan sel terbanyak yang ada di pulpa dengan
fungsi sebagai menjaga integritas dan vitalitas pulpa berupa membentuk dan
mempertahankan matriks jaringan pulpa dengan membentuk ground substance dan serat
kolagen sehingga apoptosis pada sel fibrolas pulpa menjadi proses awal terjadinya karies
radiasi.
Selain itu, Interaksi radiasi pengion dengan meteri biologic diawali dengan interaksdi
fisika yaitu, proses ionisasi. Elektron yang dihasilkan dari proses ionisasi akan
berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung bila penyerapan
energi langsung terjadi pada molekul organik dalam sel yang mempunyai arti penting,
seperti DNA. Sedangkan interaksi secara tidak langsung bila terlebih dahulu terjadi
interaksi radiasi dengan molekul air dalam sel yang efeknya kemudian akan mengenai
molekul organik penting. Mengingat sekitar 80% dari tubuh manusia terdiri dari air, maka
sebagian besar interaksi radiasi dalam tubuh terjadi secara tidak langsung.
A. Radiasi dengan Molekul Air (Radiolisis Air)
Penyerapan energi radiasi oleh molekul air dalam proses radiolisis air akan menghasilkan

radikal bebas (H* dan OH*) yang tidak stabil serta sangat reaktif dan toksik terhadap
molekul organik vital tubuh.
B. Radiasi dengan DNA..
Interaksi radiasi dengan DNA dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur molekul
gula atau basa, putusnya ikatan hydrogen antar basa, hilangnya basa dan lainnya.
Kerusakan yang lebih parah adalah putusnya salah satu untai DNA yang disebut single
strand break, atau putusnya kedua untai DNA yang disebut double strand breaks
C. Radiasi dengan Kromosom.
Sebuah kromosom terdiri dari dua lengan yang dihubungkan satu sama lain dengan
suatu penyempitan yang disebut sentromer. Radiasi dapat menyebabkan perubahan baik
pada jumlah maupun struktur kromosom yang disebut aberasi kromosom. Perubahan
jumlah kromosom, misalnya menjadi 47 buah pada sel somatic yang memungkinkan
timbulnya kelainan genetic. Kerusakan struktur kromosom berupa patahnya lengan
kromosom terjadi secara acak dengan peluang yang semakin besar dengan
meningkatnya dosis radiasi.
DOSIS DAN EFEK SOMATIK RADIASI
1. Dosis lemah/rendah: 0 50 rad
a. 0-25 rad
tidak ada efek,mungkin tidak ada delayed effect
b. 25-50 rad
efek tidak ada/sedikit perubahan susunan darah,
mungkin ada delayed effect
2. Dosis sedang
: 50-200 rad
a. 50-100 rad
badan lemas/mual, perpendekan umur, perubahan
susunan darah delayed recovery
b. 100-200 rad
mual dan muntah 24 jam setelah radiasi, nafsu
makan kurang, lemas, suara serak, diare, epilepsi,
kerontokan rambut
3. Dosis semi letal
: 200-400 rad
- mual, mutah dalam 1-2 jam setelah radiasi
- epilepsi
- nafsu makan berkurang
- panas dan lemas
- pada minggu ke-3: radang mulut/tenggorok
- Pada minggu ke-4 : pucat, perdarahan hidung, diar
4. Dosis letal : 400-600 rad
- 1-2 Jam : mual muntah
- akhir minggu ke-1: radang mulut/tenggorokan

You might also like