Professional Documents
Culture Documents
Definisi
Skizofrenia
merupakan
penyakit
kronis
otak
yang
timbul
akibat
ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah
gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons
emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan
delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra)2,3.
1.2. Insidensi
Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American Psychiatric Association
(APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia.
(Wikipedia Indonesia). Menurut DSM-IV-TR insiden pertahun dari skizofernia berkisar
0.5 sampai 5.0 per 10.000 dengan variasi geografis. Ditemukan disemua tempat di dunia,
insiden dan prevalensinya secara kasar sama 4.
Walaupun insidensi pada lelaki dan wanita sama, gejala munculpada lelaki lebih
awal. 75% Penderita skizofrenia lelaki mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun dan
wanita biasanya antara 20 -30 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko
tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat
disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap
penyesuaian diri 3.
1.3. Gejala dan Klinis
Pada masa ini, tidak ada pemeriksaan fisik maupun lab yang bisa mendiagnosa
skizofrenia. Seorang dokter biasanya mencapai diagnosanya berdasarkan gejala-gejala
klinis. Dengan pemeriksaan fisik biasanya kita dapat menyingkirkan penyakit lain yang
mungkin menyebabkan keadaan sakit yang serupa pada pasien (epilepsi, metabolik,
disfungsi tiroid, tumor otak, zat psikoaktif, lain-lain).
Model Diatesis-Stres
Satu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan lingkungan
adalah model diatesis-stres. Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki
suatu kerentanan spesifik (diatesis) yang, jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan
yang menimbulkan stres, memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia. Pada model
diatesis-stres yang paling umum diatesis atau stres dapat biologis atau lingkungan atau
keduanya. Komponen lingkungan dapat biologis (sebagai contoh, infeksi) atau psikologis
(sebagai contoh, situasi keluarga yang penuh ketegangan atau kematian teman dekat).
Dasar biologis untuk suatu diatesis dibentuk lebih lanjut oleh pengaruh epigenetik, seperti
penyalahgunaan zat, stres psikologis, dan trauma.
2.1.1. Faktor Biologis
Penyebab skizofrenia tidak diketahui. Tetapi dalam dekade yang lalu semakin
banyak penelitian telah melibatkan peranan patofisiologis untuk daerah tertentu di otak,
termasuk sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis. Tentu saja ketiga daerah
tersebut adalah saling berhubungan, sehingga disfungsi pada salah satu daerah mungkin
melibatkan patologi primer di daerah lainnya. Dua jenis penelitian telah melibatkan
sistem limbik sebagai suatu tempat potensial untuk patologi primer pada sekurangnya
suatu bagian, kemungkinan bahkan pada sebagian besar, pasien skizofrenik, dua tipe
penelitian adalah pencitraan otak pada orang yang hidup dan pemeriksaan neuropatologi
pada jaringan otak postmortem.
Waktu suatu lesi neuropatologis tampak di otak dan interaksi lesi dengan
lingkungan dan stresor sosial masih merupakan bidang penelitian yang aktif. Dasar untuk
timbulnya abnormalitas mungkin terletak pada perkembangan abnormal (sebagai contoh,
migrasi abnormal neuron di sepanjang glia radial selama perkembangan). Atau dalam
degenerasi neuron setelah perkembangan (sebagai contoh, kematian sel terprogram yang
awal secara abnormal, seperti yang tampak terjadi pada penyakit Huntington). Tetapi ahli
teori masih memegang kenyataan bahwa kembar monozigotik mempunyai angka ketidak
sesuaian 50%, jadi menyatakan bahwa terdapat interaksi yang tidak dimengerti antara
lingkungan dan perkembangan skizofrenia. Suatu penjelasan lain adalah, walaupun
kembar monozigotik mempunyai informasi genetika yang sama, pengaturan ekspresi gen
saat mereka menjalani kehidupan yang terpisah adalah berbeda. Faktor-faktor yang
mengatur ekspresi gen baru saja mulai dimengerti; kemungkinan melalui regulasi gen
yang berbeda, satu kembar monozigotik menderita skizofrenia, sedangkan yang lainnya
tidak.
2.1.2. Prinsip Riset Umum
Suatu rancangan dasar dalam riset biologis pada skizofrenia adalah untuk
mengukur beberapa variabel biologis dalam suatu kelompok pasien skizofrenik dan
dalam kelompok orang sakit bukan psikiatrik atau pasien psikiatrik nonskizofrenik. Ratarata daripada pengukuran tersebut selanjutnya dibandingkan untuk menentukan apakah
kelompok skizofrenik berbeda dari kelompok pembanding. Pendekatan tersebut memiliki
beberapa keberatan. Pertama, sulit untuk menemukan suatu kelompok kontrol yang
benar-benar sesuai dengan kelompok skizofrenik, karena kelompok skizofrenik mungkin
terpengaruhi oleh terapi obat dan situasi psikososial yang paling mengendalikan belum
dialami. Kedua, jika perbedaan ditentukan dengan menggunakan pendekatan tersebut,
sulit untuk mengetahui kepentingan perbedaan. Ditunjukkannya suatu perbedaan antara
kelompok-kelompok tidak menyatakan bahwa pengukuran adalah berhubungan sebab
kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan jangka panjang dengan obat
antipsikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas awal pada pasien skizofrenia
mungkin melibatkan keadaan hipodopaminergik.
Suatu peranan penting bagi dopamin dalam patofisiologi skizofrenia adalah
konsisten dengan penelitian yang telah mengukur konsentrasi plasma metabolit dopamin
utama, yaitu homovanilic acid. Beberapa penelitian sebelumnya telah menyatakan bahwa,
dalam kondisi eksperimental yang terkontrol cermat, konsentrasi homovanilic acid
plasma dapat mencerminkan konsentrasi homovanilic acid di sistem saraf pusat.
Penelitian tersebut telah melaporkan suatu hubungan positif antara konsentrasi
homovanilic acid praterapi yang tinggi dan dua faktor: keparahan gejala psikotik dan
respon terapi terhadap obat antipsikotik. Penelitian homovanilic acid plasma juga telah
melaporkan bahwa, setelah peningkatan sementara konsentrasi homovanilic acid plasma,
konsentrasi menurun secara mantap. Penurunan tersebut dihubungkan dengan perbaikan
gejala pada sekurangnya beberapa pasien.
2.3. Neurotransmitter Lainnya
Walaupun dopamin adalah neurotransmiter yang telah mendapatkan sebagian
besar perhatian dalam penelitian skizofrenia, meningkatnya perhatian juga telah ditujukan
pada
neurotransmiter
lainnya.
Mempertimbangkan
neurotransmiter
lain
adalah
2.4. Serotonin
Serotonin telah mendapatkan banyak perhatian dalam penelitian skizofrenia sejak
pengamatan bahwa antipsikotik atipikal mempunyai aktivitas berhubungan dengan
serotonin yang kuat (sebagai contoh, clozapine, risperidone, ritanserin). Secara spesifik,
antagonisme pada reseptor serotonin (5-hydroxytryptamine) tipe 2 (5-HT 2) telah disadari
penting untuk menurunkan gejala psikotik dan dalam menurunkan perkembangan
gangguan pergerakan berhubungan dengan antagonisme-D2. Seperti yang juga telah
dinyatakan dalam penelitian tentang gangguan mood, aktivitas serotonin telah berperan
dalam perilaku bunuh diri dan impulsif yang jug adapat ditemukan pada pasien
skizofrenik.
2.5. Norepinefrin
Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa pemberian antipsikotik jangka panjang
menurunkan aktivitas neuron noradrenergik di lokus sereleus dan bahwa efek terapetik
dari beberapa antipsikotik mungkin melibatkan aktivitasnya pada reseptor adrenergik-1
dan adrenergik-2. walaupun hubungan antara aktivitas dopaminergik dan noradrenergik
masih belum jelas, semakin banyak data yang menyatakan bahwa sistem noradrenergik
memodulasi sistem dopamminergik dalam cara tertentu sehingga kelainan sistem
noradrenergik mempredisposisikan pasien untuk sering relaps.
2.6. Asam Amino
Neurotransmiter asam amino inhibotro gamma-aminobutyric acid (GABA) juga
telah terlibat dalam patofisiologi skizofrenia. Data yang tersedia adalah konsisten dengan
hipotesis bahwa beberapa pasien dengan skizofrenia mengalami kehilangan neuron
GABA-ergik di dalam hipokempus. Hilangnya neuron inhibitor GABA-ergik secara
teoritis dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron dopaminergik dan noradrenergik.
Neurotransmiter asam amino eksitasi glutamat telah juga dilaporkan terlibat
dalam dasar biologis untuk skizofrenia. Suatu rentang hipotesis telah diajukan untuk
glutamat, termasuk hipotesis hiperaktivitas, hipoaktivitas, dan hipotesis neurotoksisitas
akibat glutamat.
2.7. Neuropatologi
2.7.1. Sistem limbik
Sistem
limbik,
karena
peranannya
dalam mengendalikan
emosi,
telah
termasuk
amigdala,
hipokampus,
dan
girus
parahipokampus.
Temuan
palidus dan substansia nigra. Sebaliknya, banyak penelitian telah menunjukkan suatu
peningkatan jumlah reseptor D2 di dalam kaudatus, putamen, dan nukleus akumbens;
tetapi, pertanyaan adalah apakah peningkatan tersebut sekunder karena pasien telah
mendapatkan medikasi antipsikotik. Beberapa peneliti telah mulai mempelajari sistem
serotonergik dalam ganglia basalis, karena peranan serotonin dalam gangguan psikologis
dinyatakan oleh manfaat klinis obat antipsikotik dengan aktivitas serotonergik (sebagai
contoh, clozapine, risperidone).
2.8. Disfungsi Pergerakan Mata
Ketidakmampuan seseorang untuk secara akurat mengikuti suatu sasaran visual
yang bergerak adalah dasar penentu untuk gangguan pengejaranvisual yang halus dan
disinhibisi gerakan mata saccadic yang ditemukan pada pasien skizofrenik. Disfungsi
pergerakan mata mungkin merupakan petanda sifat (trait marker) untuk skizofrenia,
karena keadaan ini tidak tergantung pada terapi obat dan keadaan klinis, dan juga
ditemukan pada sanak saudara derajat pertama dari kemungkinan skizofrenia. Berbagai
penelitian telah melaporkan gerakan mata yang abnormal pada 50-85% pasien
skizofrenik, dibandingkan dengan kira-kira 25% pada pasien psikiatrik nonskizofrenia
dan kurang dari 10% subjek kontrol dengan penyakit nonpsikiatrik. Karena pergerakan
mata sebagian dikendalikan oleh pusat di lobus frontalis, suatu gangguan pada
pergerakan mata adalah konsisten dengan teori yang melibatkan patologi lobus frontalis
pada skizofrenia.
2.9. Psikoneuroimunologi
Sejumlah kelainan imunologis telah dihubungkan dengan pasien skizofrenik.
Kelainan tersebut adalah penurunan produksi interleukin-2 sel T, penurunan jumlah dan
responsivitas selular dan humoral terhadap neuron, dan adanya antibodi yang diarahkan
ke otak (antibrain antibodies). Data dapat diinterpretasikan secara bervariasi sebagai
mewakili suatu virus neurotoksik atau suatu gangguan autoimun endogen. Penelitian
yang dilakukan dengan sangat cermat yang mencari adanya bukti-bukti infeksi virus
neurotoksik pada skizofrenia telah menghasilkan hasil yang negatif, walaupun data
10
2.12. Genetika
11
Prevalensi (%)
1,0
8,0
12,0
12,0
40,0
47,0
kesesuaian yang tertinggi. Penelitian pada
kembar monozigotik yang diadopsi menunjukkan bahwa kembar yang diasuh oleh orang
tuaangkat mempunyai skizofrenia dengan kemungkinan yang sama besarnya seperti
saudara kembarnya yang dibesarkan oleh orang tua kandungnya. Temuan tersebut
menyatakan bahwa pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan. Untuk mendukung
lebih lanjut dasar genetika adalah pengamatan bahwa semakin parah skizofrenia, semakin
mungkin kembar adalah sama-sama menderita gangguan. Satu penelitian yang
mendukung model diatesis-stres menunjukkan bahwa kembar monozigotik yang diadopsi
yang kemudian menderita skizofrenia kemungkinan telah diadopsi oleh keluarga yang
tidak sesuai secara psikologis.
2.12.1. Petanda kromosom
Pendekatan sekarang ini pada genetika diarahkan pada mengidentifikasi silsilah
besar dari orang yang terkena dan meneliti keluarga untuk RFLP (restriction fragment
lenght polymorphisms) yang memisah dengan fenotipe penyakit. Banyak hubungan
antara tempat kromosom tertentu dan skizofrenia telah dilaporkan di dalam literatur sejak
penerapan luas teknik biologi molekular lebih dari setengah kromosom telah
dihubungkan dengan skizofrenia dalam berbagai laporan tersebut, tetapi lengan panjang
kromosom 5, 11, dan 18; lengan pendek kromosom 9, dan kromosom X adalah yang
paling sering dilaporkan. Pada saat ini, literatur paling baik dianggap sebagai menyatakan
suatu kemungkinan dasar genetik yang heterogen untuk skizofrenia.
2.13. Faktor Psikososial
2.13.1. Teori Tentang Pasien Individual
12
13
awal pasien untuk mencapai perbedaan diri dan objek. Beberapa ahli psikoanalisis
menghipotesiskan bahwa defek dalam fungsi ego yang belum sempurna memungkinkan
permusuhan dan agresi yang hebat sehingga mengganggu hubungan ibu-bayi, yang
menyebabkan suatu organisasi kepribadian yang rentan terhadap stres. Onset gejala
selama masa remaja terjadi pada suatu saat jika orang memerlukan suatu ego yang kuat
untuk berfungsi secara mandiri, untuk berpisah dari orang tua, untuk mengidentifikasi
kewajiban, untuk mengendalikan dorongan internal yang meningkat, dan untuk
mengatasi stimulasi eksternal yang kuat.
Teori psikoanalitik juga mendalilkan bahwa berbagai gejala skizofrenia
mempunyai arti simbolik bagi pasien individual. Sebagai contoh, fantasi tentang dunia
yang akan berakhir mungkin menyetakan suatu perasaan bahwa dunia internal seseorang
telah mengalami kerusakan. Perasaan kebesaran dapat mencerminkan narsisme yang
direaktivasi, dimana orang percaya behwa mereka adalah mahakuasa. Halusinasi
mungkin menggantikan ketidakmampuan pasien untuk menghadapi kenyataan objektif
dan mungkin mencerminkan harapan atau ketakutan dari dalam diri mereka. Waham,
serupa dengan halusinasi, adalah usaha regresif dan pengganti untuk menciptakan suatu
kenyataan baru atau untuk mengekspresikan rasa takut atau dorongan yang tersembunyi.
2.13.3. Teori Psikodinamika
Freud memandang skizofrenia sebagai suatu respon regresif terhadap frustasi dan
konflik yang melanda seseorang di dalam lingkungan. Regresi melibatkan suatu
penarikan penanaman emosional (emotional investment) atau cathexis dari perwakilan
objek internal dan orang sebenarnya di dalam lingkungan, yang menyebabkan kembali ke
suatu stadium autoerotik dari perkembangan. Keadaan cathexis pasien ditanamkan
kembali ke dalam diri, dengan demikian memberikan gambaran penarikan autistik. Freud
selanjutnya menambahkan bahwa, kalau neurosis melibatkan suatu konflik antara ego
dan id, psikosis dapat dipandang sebagai suatu konflik antara ego dan dunia luar dimana
kenyataan diingkari dan selanjutnya dibentuk kembali (remodeled).
Pandangan psikodinamika tentang skizofrenia selanjutnya adalah berbeda dari
model kompleks Freud. Mereka cenderung menganggap hipersensitivitas terhadap
stimuli persepsi yang didasarkan secara konstitusional sebagai suatu defisit. Malahan,
14
suatu penelitian yang baik menyatakan bahwa pasien skizofrenia menemukan adalah sulit
untuk menyaring berbagai stimuli dan untuk memusatkan pada satu data pada suatu
waktu. Defek pada barier stimulus tersebut menciptakan kesulitan pada keseluruhan tiap
fase perkembangan selama masa anak-anak dan menempatkan stres tertentu pada
hubungan interpersonal. Pandangan psikodinamika tentang skizofrenia sering dikelirukan
sebagai menyalahkan orang tua, walaupun sesungguhnya memusatkan pada kesulitan
psikologis dan neurofisiologis yang menciptakan masalah bagi kebanyakan orang di
dalam hubungan yang erat dengan pasien skizofrenik.
Terlepas tentang model teoritis mana yang dipilih, semua pendekatan
psikodinamika bekerja dari dasar pikiran bahwa gejala psikotik mempunyai arti pada
skizofrenia. Sebagai contoh, pasien mungkin menjadi kebesaran (grandiose) setelah
terjadi suatu kerusakan pada harga diri mereka. Demikian juga, semua teori menyadari
bahwa hubungan manusia mungkin menakutkan bagi seseorang yang menderita
skizofrenia. Walaupun penelitian pada manfaat psikoterapi pada skizofrenia menunjukkan
hasil yang bercampur, orang yang prihatin yang menawarkan perasaan kasihan
manusiawi dan perlindungan dari dunia yang membingungkan harus menjadi inti dari
seluruh rencana pengobatan. Penelitian follow-up jangka panjang menemukan bahwa
beberapa pasien yang menutupi episode psikotik mungkin tidak mendapatkan manfaat
dari psikoterapi eksplorasi, tetapi mereka yang mampu mengintegrasikan pengalaman
psikotik kedalam kehidupan mereka mungkin mendapatkan manfaat dari pendekatan
beorientasi tilikan (insight-oriented).
2.13.4. Teori Belajar
Menurut ahli teori belajar (learning theory), anak-anak yang kemudian menderita
skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berpikir yang irasional dengan meniru
orangtuanya yang mungkin memiliki masalah emosionalnya sendiri yang bermakna.
Hubungan interpersonal yang buruk dari orang skizofrenia, menurut teori belajar, juga
berkembang karena dipelajarinya model yang buruk selama anak-anak.
2.13.5. Teori Tentang Keluarga
15
Tidak ada bukti-bukti terkontrol baik yang menyatakan bahwa pola keluarga
spesifik memainkan peranan kausatif dalam perkembangan skizofrenia. Hal tersebut
merupakan titik penting untuk dimengerti oleh klinisi, karena banyak orang tua dari anak
skizofrenik masih memendam kemarahan terhadap psikiatrik komunitas, yang untuk
waktu lama membicarakan hubungan antara keluarga yang disfungsional dengan
perkembangan skizofrenia. Beberapa pasien skizofrenik memang berasal dari keluarga
yang disfungsional, demikian juga banyak orang sakit yang nonpsikiatrik berasal dari
keluarga disfungsional. Tetapi, adalah dari kepentingan klinis untuk mengenali perilaku
keluarga patologis, karena perilaku tersebut dapat secara bermakna meninggalkan stres
emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenik yang rentan.
2.14. Ikatan Ganda
Konsep ikatan ganda (double bind) dirumuskan oleh Gregory Betson untuk
menggambarkan suatu keluarga hipotetik dimana anak-anak mendapatkan pesan yang
bertentangan dari orangtuanya tentang perilaku, sikap, dan perasaan anak. Di dalam
hipotesis tersebut, anak menarik diri ke dalam keadaan psikotik mereka sendiri untuk
meloloskan dari kebingungan ikatan ganda yang tidak dapat dipecahkan. Sayangnya,
penelitian keluarga yang dilakukan untuk membuktikan teori tersebut telah secara serius
mengalami cacat metodologi dan tidak dapat diambil untuk menunjukkan keabsahan teori
tersebut.
2.15. Keretakan dan Kecondongan Keluarga
Theodore Lidz menggambarkan dua pola perilaku yang abnormal. Dalam satu
tipe keluarga, terdapat keretakan yang menonjol antara orang tua, dan satu orang tua
sangat terlalu dekat dengan anak dari jenis kelamin yang berbeda. Pada jenis keluarga
lain, hubungan condong antara satu orang tua melibatkan suatu perjuangan tenaga antara
orang tua dan menyebabkan dominasi salah satu orang tua.
2.16. Keluarga yang Saling Mendukung Secara Semu dan Bermusuhan Semu
16
DIAGNOSA
3.1. Kriteria Diagnosis Skizofernia
Kriteria diagnostik skizofrenia berdasarkan DSM-IV-TR Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders DSM-IV-TR) :
A. Gejala karakteristik : Ditemukannya dua atau lebih gejala berikut :
(1) Waham
(2) Halusinasi
(3) Bicara terdisorganisasi (misalnya, sering menyimpang atau inkoheren)
17
18
Episode tunggal dalam remisi parsial; juga sebutkan jika : dengan gejala
negatif yang menonjol
19
20
21
22
3.6.2. Psikiatrik
Psikosis atipikal
23
Gangguan autistic
Ganguan delusional
Berpura-pura
Gangguan obsesif-kompulsif
Gangguan keperibadian
PENATALAKSANAAN
Terapi somatik
o Anti psikotik
Antipsikotik termasuk tiga kelas obat yang utama: antagonis reseptor
dopamin, risperidone, dan clozapin
o Obat lain (sebagai medikasi tambahan)
Lithium, antikonvulsan (Carbamazepin dan valproate)
o Psikoterapi individual
PROGNOSIS
24
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun
setelah perawatan psikiatrik pertama kali dirumah sakit karena skizofrenia, hanya kirakira 10 sampai 20 persen pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang baik. Lebih dari
50 persen pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di RS
yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat dan usaha bunuh diri.
Walaupun demikian, skizofrenia memang tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang
memburuk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan dengan prognosis yang baik.
25