Professional Documents
Culture Documents
Pada tulisan ini akan dibahas surgical anatomi yang penting dalam bidang bedah toraks.
Toraks adalah daerah pada tubuh manusia (atau hewan) yang berada di antara leher dan perut
(abdomen). Toraks dapat didefinisikan sebagai area yang dibatasi di superior oleh thoracic
inlet dan inferior oleh thoracic outlet; dengan batas luar adalah dinding toraks yang disusun
oleh vertebra torakal, iga-iga, sternum, otot, dan jaringan ikat.
Sedangkan rongga toraks dibatasi oleh diafragma dengan rongga abdomen. Rongga Toraks
dapat dibagi kedalam dua bagian utama, yaitu : paru-paru (kiri dan kanan) dan mediastinum.
Mediastinum dibagi ke dalam 3 bagian: superior, anterior, dan posterior. Mediastinum
terletak diantara paru kiri dan kanan dan merupakan daerah tempat organ-organ penting
toraks selain paru-paru (yaitu: jantung, aorta, arteri pulmonalis, vena cavae, esofagus,
trakhea, dll.).
Thoracic inlet merupakan "pintu masuk" rongga toraks yang disusun oleh: permukaan ventral
vertebra torakal I (posterior), bagian medial dari iga I kiri dan kanan (lateral), serta
manubrium sterni (anterior). Thoracic inlet memiliki sudut deklinasi sehingga bagian anterior
terletak lebih inferior dibanding bagian posterior. Manubrium sterni terletak kira-kira setinggi
vertebra torakal II.
Batas bawah rongga toraks atau thoracic outlet (pintu keluar toraks) adalah area yang dibatasi
oleh sisi ventral vertebra torakal XII, lateral oleh batas bawah iga dan anterior oleh processus
xiphoideus.
Diafragma sebagai pembatas rongga toraks dan rongga abdomen, memiliki bentuk seperti
kubah dengan puncak menjorok ke superior, sehingga sebagian rongga abdomen sebenarnya
terletak di dalam "area" toraks.
SURFACE ANATOMY
Pada garis tengah dibagian anterior terletak sternum yang terdiri dari 3 bagian, manubrium,
korpus, dan prosesus xiphoideus. Titik paling atas sternum dikenal sebagai sternal notch atau
insisura jugularis, yang tampak berupa lekukan antara kedua kaput klavikula. Insisura ini
setinggi batas bawah dari vertebra torakal ke-2.
Angulus ludovici adalah tonjolan yang terjadi oleh karena pertemuan bagian korpus dan
manubrium sterni yang membentuk sudut. Sudut ini tampak nyata pada orang yang kurus.
Angulus ludovici adalah penanda anatomi permukaan oleh karena terletak setinggi iga ke-2
dan vertebra torakal 4-5. Setinggi angulus ini terdapat organ-organ penting: arkus aorta dan
karina.
Bagian terakhir sternum adalah processus xiphoideus yang dapat diraba sebagai ujung bawah
yang lunak dari sternum; kira-kira setinggi vertebra torakal 9.
Lateral terhadap sternal terdapat iga dan sela iga yang dapat dibedakan dan dihitung melalui
palpasi. Hampir seluruh iga tertutup oleh otot, tetapi hanya iga I yang tidak dapat teraba oleh
karena tertutup oleh klavikula.
Batas bawah rongga iga di sebelah anterior dibentuk oleh processus xiphoideus, rawan
kartilago dari iga VII-X, dan ujung kartilago dari iga XI-XII.
Papilla mammae pada pria yang kurus berada di sekitar sela iga V kiri sedikit lateras garis
mid-klavikula.
Triangulus auskultatorius adalah area segitiga yang dibentuk oleh skapula di lateral, superior
oleh batas inferior m.trapezius dan inferior oleh batas superior m. latissimus dorsi yang
terjadi saat skapula tertarik ke lateral-anterior pada posis lengan melipat ke depan dada dan
ke depan. Area ini merupakan petunjuk klinis penting karena sela-sela iga di tempat ini hanya
tertutup oleh jaringan sub-kutan dan merupakan tempat yang baik untuk pemeriksaan
auskultasi toraks.
Klavikula dapat dengan mudah diraba atau dilihat karena hanya ditutupi oleh subkutis dan
kulit.
Skapula dapat diraba dari permukaan dengan margo vertebralis, angulus inferior, dan spina.
Untuk vertebra, sebagai patokan hanya dapat diraba prosesus spinosus vertebra; pada bagian
atas yang terbesar dan paling menonjol adalah vertebra servikalis ke-7 dan dibawahnya
adalah vertebra torakalis pertama.
Garis-garis (imajiner) yang penting adalah linea midsternalis (midline), linea parasternalis,
dan midklavikularis. Di toraks lateral ada garis aksilaris anterior (sesuai sisi lateral
M.pektoralis mayor), linea aksilaris medius (sesuai dengan puncak aksila) dan linea aksilaris
posterior (sesuai dengan M.latissimus dorsi)
Biasanya otot yang diinsisi pada waktu melakukan torakotomi posterolateral hanya otot
latissimus dorsi. Bila diinginkan lebih lebar: ke posterior dapat dipotong muskulus trapezius
dan rhomboideus mayor dan minor; ke anterior dapat dipotong muskulus seratus anterior di
origonya (bagian depan otot) untuk menghidari kerusakan nervus torakalis longus.
Untuk torakotomi anterior dilakukan pemotongan dari M.pektoralis
Area Pre-cordial adalah area proyeksi dari jantung ke dinding dada anterior, yaitu daerah
dengan :
DINDING TORAKS
Costae
Rangka toraks terluas adalah iga-iga (costae) yang merupakan tulang jenis
osseokartilaginosa. Memiliki penampang berbentuk konus, dengan diameter penampang yang
lebih kecil pada iga teratas dan makin melebar di iga sebelah bawah. Di bagian posterior
lebih petak dan makin ke anterior penampang lebih memipih.
Terdapat 12 pasang iga : 7 iga pertama melekat pada vertebra yang bersesuaian, dan di
sebelah anterior ke sternum. Iga VIII-X merupakan iga palsu (false rib) yang melekat di
anterior ke rawan kartilago iga diatasnya, dan 2 iga terakhir merupakan iga yang melayang
karena tidak berartikulasi di sebelah anterior.
Setiap iga terdiri dari caput (head), collum (neck), dan corpus (shaft). Dan memiliki 2 ujung :
permukaan artikulasi vertebral dan sternal.
Bagian posterior iga kasar dan terdapat foramen-foramen kecil. Sedangkan bagian anterior
lebih rata dan halus. Tepi superior iga terdapat krista kasar tempat melekatnya ligamentum
costotransversus anterior, sedangkan tepi inferior lebih bulat dan halus.
Pada daerah pertemuan collum dan corpus di bagian posterior iga terdapat tuberculum.
Tuberculum terbagi menjadi bagian artikulasi dan non artikulasi.
Penampang corpus costae adalah tipis dan rata dengan 2 permukaan (eksternal dan internal),
serta 2 tepi (superior dan inferior). Permukaan eksternal cembung (convex) dan halus;
permukaan internal cekung (concave) dengan sudut mengarah ke superior.
Diantara batas inferior dan permukaan internal terdapat costal groove, tempat berjalannya
arteri-vena-nervus interkostal.
Iga pertama merupakan iga yang penting oleh karena menjadi tempat melintasnya plexus
brachialis, arteri dan vena subklavia. M.scalenus anterior melekat di bagian anterior
permukaan internal iga I (tuberculum scalenus), dan merupakan pemisah antara plexus
brachialis di sebelah lateral dan avn subklavia di sebelah medial dari otot tersebut.
Sela iga ada 11 (sela iga ke 12 tidak ada) dan terisi oleh m. intercostalis externus dan
internus. Lebih dalam dari m. intercostalis internus terdapat fascia transversalis, dan
kemudian pleura parietalis dan rongga pleura. Pembuluh darah dan vena di bagian dorsal
berjalan di tengah sela iga (lokasi untuk melakukan anesteri blok), kemudian ke anterior
makin tertutup oleh iga. Di cekungan iga ini berjalan berurutan dari atas ke bawah vena,
arteri dan syaraf (VAN). Mulai garis aksilaris anterior pembuluh darah dan syaraf bercabang
dua dan berjalan di bawah dan di atas iga. Di anterior garis ini kemungkinan cedera
pembuluh interkostalis meningkat pada tindakan pemasangan WSD.
Vertebra
Untuk bedah toraks sebetulnya tidak banyak yang harus diketahui mengenai vertebra kecuali
bahwa persendiannya dengan kosta. Vertebra torakalis pertama (T 1)mempunyai satu
persendian yang lengkap dengan iga I dan setengah persendian dengan iga II. Selanjutnya T2T8 mempunyai dua persendian, di atas dan di bawah korpus vertebra (untuk iga II sampai
dengan VIII). Sedang dari T9-T12 hanya mempunyai satu persendian dengan iga. Semua ini
penting untuk melepaskan iga dari korpus vertebra pada waktu melakukan torakotomi.
Yang perlu juga diketahui adalah ligamentum longitudinalis anterior; di depan ligamentum ini
terdapat suatu ruangan (space) dengan susunan jaringan ikat yang longgar dan merupakan
"jalan" untuk descending infection dari daerah leher menuju mediastinum.
2. Trauma tumpul
Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries.
Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi pada
tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada
saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera,
dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding
toraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.
bayi menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding bila ditemukan fraktur pada orang
dewasa. Atau tusukan pisau sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang gemuk
atau orang kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara dibanding pria, dsb.
Lokasi
Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita kerusakan,
terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah pre-kordial.
Arah trauma
Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan dalam
memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi.
Perlu diingat adanya efek "ricochet" atau pantulan dari penyebab trauma pada tubuh manusia.
Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat pantulan peluru dapat memiliki arah (lintasan
peluru) yang berbeda dari sumber peluru sehingga kerusakan atau organ apa yang terkena
sulit diperkirakan.
Kondisi Yang Berbahaya
Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang berbahaya dan mematikan
bila tidak dikenali dan di-tatalaksana dengan segera:
1. Obstruksi jalan napas
Tanda: dispnoe, wheezing, batuk darah
PF:stridor, sianosis, hilangnya bunyi nafas
Ro toraks: non-spesifik, hilangnya air-bronchogram, atelektasis
2. Tension pneumotoraks
Tanda : dispnoe, hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks, mediastinal shift
Ro toraks (hanya bila pasien stabil) : pneumotoraks, mediastinal shift
4. Tamponade
Tanda: dispnoe, Trias Beck (hipotensi, distensi vena, suara jantung menjauh), CVP > 15
Ro toraks: pembesaran bayangan jantung, gambaran jantung membulat
5. Ruptur aorta
Tanda: tidak spesifik, syok
Ro toraks: pelebaran mediastinum, penyempitan trakhea, efusi pleura
6. Ruptur trakheobronhial
Tanda: Dispnoe, batuk darah
Ro toraks: tidak spesifik, dapat pneumotoraks, hilangnya air-bronchograms
9. Perforasi esofagus
Tanda: Nyeri, disfagia, demam, pembengkakan daerah servikal
Ro toraks: udara dalam mediastinum, pelebaran retrotracheal-space, pelebaran mediastinum,
efusi pleura, pneumotoraks
Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk
menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau setelah
melakukan prosedur penanganan trauma.
Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah memiliki
sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).
Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing, circulation)
merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap
RS yang memiliki trauma unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.
Primary Survey
Airway
Assessment :
perhatikan patensi airway
dengar suara napas
perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
Management :
inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust, hilangkan
benda yang menghalangi jalan napas
re-posisi kepala, pasang collar-neck
lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)
Breathing
Assesment
Periksa frekwensi napas
Perhatikan gerakan respirasi
Palpasi toraks
Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Management:
Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks, open pneumotoraks,
hemotoraks, flail chest
Circulation
Assesment
Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
Periksa tekanan darah
Pemeriksaan pulse oxymetri
Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Management
Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
Torakotomi emergency bila diperlukan
Operasi Eksplorasi vaskular emergency
Tindakan Bedah Emergency
Krikotiroidotomi
Trakheostomi
Tube Torakostomi
Torakotomi
Eksplorasi vaskular
Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang diakibatkan trauma tumpul pada
dinding dada. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas
permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga.
Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena)
Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen.
Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila terdapat fraktur
pada iga VIII-XII
Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus
brakhialis, a/v subklavia, dsb.), bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula.
Penatalaksanaan
Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)
Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks)
Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks, hematotoraks, atau
kerusakan organ intratoraks lain, adalah:
Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)
Bronchial toilet
Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
Cek Foto Ro berkala
Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai penyulit lain (seperti: pneumotoraks,
hematotoraks dsb.), ditujukan untuk mengatasi kelainan yang mengancam jiwa secara
langsung, diikuti oleh penanganan pasca operasi/tindakan yang adekuat (analgetika, bronchial
toilet, cek lab dan ro berkala), sehingga dapat menghindari morbiditas/komplikasi.
Komplikasi tersering adalah timbulnya atelektasis dan pneumonia, yang umumnya akibat
manajemen analgetik yang tidak adekuat.
FRAKTUR KLAVIKULA
Cukup sering sering ditemukan (isolated, atau disertai trauma toraks, atau disertai trauma
pada sendi bahu ).
Lokasi fraktur klavikula umumnya pada bagian tengah (1/3 tengah)
Deformitas, nyeri pada lokasi taruma.
Foto Rontgen tampak fraktur klavikula
Penatalaksanaan
Konservatif : "Verband figure of eight" sekitar sendi bahu. Pemberian analgetika.
Operatif : fiksasi internal
Komplikasi : timbulnya malunion fracture dapat mengakibatkan penekanan pleksus
brakhialis dan pembuluh darah subklavia.
FRAKTUR STERNUM
Insidens fraktur sternum pada trauma toraks cukup jarang, umumnya terjadi pada pengendara
sepeda motor yang mengalami kecelakaan.
Biasanya diakibatkan trauma langsung dengan gaya trauma yang cukup besar
Lokasi fraktur biasanya pada bagian tengah atas sternum
Sering disertai fraktur Iga.
Adanya fraktur sternum dapat disertai beberapa kelainan yang serius, seperti:
kontusio/laserasi jantung, perlukaan bronkhus atau aorta.
Tanda dan gejala: nyeri terutama di area sternum, krepitasi
Pemeriksaan
Seringkali pada pemeriksaan Ro toraks lateral ditemukan garis fraktur, atau gambaran
sternum yang tumpang tindih.
Pemeriksaan EKG : 61% kasus memperlihatkan adanya perubahan EKG (tanda trauma
jantung).
Penatalaksanaan
Untuk fraktur tanpa dislokasi fragmen fraktur dilakukan pemberian analgetika dan observasi
tanda2 adanya laserasi atau kontusio jantung
Untuk fraktur dengan dislokasi atau fraktur fragmented dilakukan tindakan operatif untuk
stabilisasi dengan menggunakan sternal wire, sekaligus eksplorasi adanya perlukaan pada
organ atau struktur di mediastinum.
DISLOKASI SENDI STERNOKLAVIKULA
Kasus jarang
Dislokasi anterior : nyeri, nyeri tekan, terlihat "bongkol klavikula" (sendi sternoklavikula)
menonjol kedepan
Posterior : sendi tertekan kedalam
Pengobatan : reposisi
FLAIL CHEST
Definisi
Adalah area toraks yang "melayang" (flail) oleh sebab adanya fraktur iga multipel berturutan
= 3 iga , dan memiliki garis fraktur = 2 (segmented) pada tiap iganya.
Akibatnya adalah: terbentuk area "flail" yang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari
gerakan mekanik pernapasan dinding dada. Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi
dan bergerak keluar pada ekspirasi.
Karakteristik
Gerakan "paradoksal" dari (segmen) dinding dada saat inspirasi/ekspirasi; tidak terlihat pada
pasien dalam ventilator
Menunjukkan trauma hebat
Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas)
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air movement, yang
seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest
tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti
melakukan splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan
mekanik pernapasan secara keseluruhan.
Penatalaksanaan
sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-tanda kegagalan pernapasan
atau karena ancaman gagal napas yang biasanya dibuktikan melalui pemeriksaan AGD
berkala dan takipneu
pain control
stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui operasi)
bronchial toilet
fisioterapi agresif
tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet
Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest:
Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth: hematotoraks masif, dsb)
Gagal/sulit weaning ventilator
Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)
Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)
Menghindari cacat permanen
Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area "flail"
TRAUMA PADA PLEURA DAN PARU
PNEUMOTORAKS
Definisi : Adanya udara yang terperangkap di rongga pleura.
Pneumotoraks akan meningkatkan tekanan negatif intrapleura sehingga mengganggu proses
pengembangan paru.
Terjadi karena trauma tumpul atau tembus toraks.
Dapat pula terjadi karena perlukaan pleura viseral (barotrauma), atau perlukaan pleura
mediastinal (trauma trakheobronkhial)
Diklasifikasikan menjadi 3 : simpel, tension, open
Pneumotoraks Simpel
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang progresif.
Ciri:
Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
Tidak ada mediastinal shift
PF: bunyi napas ? , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada ?
Penatalaksanaan: WSD
Pneumotoraks Tension
Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama
semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan mekanisme ventil
(udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar).
Ciri:
Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps total paru,
mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi trakhea ? venous
return ? ? hipotensi & respiratory distress berat.
Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu, hipotensi, JVP ?,
asimetris statis & dinamis
Merupakan keadaan life-threatening ? tdk perlu Ro
Penatalaksanaan:
Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-klavikula)
WSD
Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat keluar dan
masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan
udara luar.
Dikenal juga sebagai sucking-wound
Terjadi kolaps total paru.
Penatalaksanaan:
Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)
Pasang WSD dahulu baru tutup luka
Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.
Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
HEMATOTORAKS (HEMOTORAKS)
Defini: Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau tembus pada
dada.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria interna. Perlu
diingat bahwa rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien
hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang
nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.
Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya perdarahan atau jumlah darah
yang terakumulasi. Perhatikan adanya tanda dan gejala instabilitas hemodinamik dan depresi
pernapasan
Pemeriksaan
Ro toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil)
Terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru
Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraks
Indikasi Operasi
Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD)
Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD < 4 jam setelah kejadian
trauma.
Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut
Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut
Perdarahan > 8cc/kgBB/jam dalam 1 jam
Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila produksi WSD:
= 200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut
= 300 cc/jam dalam 2 jam berturut-turut
= 500 cc dalam = 1 jam
Penatalaksanaan
Tujuan:
Evakuasi darah dan pengembangan paru secepatnya.
Penanganan hemodinamik segera untuk menghindari kegagalan sirkulasi.
Tindakan Bedah : WSD (pada 90% kasus) atau operasi torakotomi cito (eksplorasi) untuk
menghentikan perdarahan
-------------------------------------------------------------------------------KONTUSIO PARU
Adanya luka tembus pada area prekordial merupakan indikasi dilakukannya torakotomi
eksplorasi emergency
Adanya tamponade dengan riwayat trauma toraks merupakan indikasi dilakukannya
torakotomi eksplorasi.
Adanya kecurigaan trauma jantung mengharuskan perawatan dengan observasi ketat untuk
mengetahui adanya tamponade
Komplikasi
Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung adalah terbentuknya aneurisma ventrikel
beberapa bulan/tahun pasca trauma
Hemoptisis
Posted on 23.51 by EIDCP
Etiologi
Penyebab hemoptisis tersering, antara lain:2
Bronkitis
Kanker paru
Tuberkulosis
Bronkiektasis
Pneumonia
Gagal jantung
Patogenesis
Arteri-arteri bronkialis adalah sumber darah utama bagi saluran napas, pleura, jaringan
limfoid intra pulmonar, serta persarafan di daerah hilus. Arteri pulmonalis yang membawa
darah dari vena sistemik, memperdarahi jaringan parenkim paru, termasuk bronkiolus
respiratorius. Anastomosis arteri dan vena bronkopulmonar, yang merupakan hubungan
antara kedua sumber perdarahan di atas, terjadi di dekat persambungan antara bronkiolus
respiratorius dan terminalis. Anastomosis ini memungkinkan kedua sumber darah untuk
saling mengimbangi. Apabila aliran dari salah satu sistem meningkat maka pada sistem yang
lain akan menurun. Studi arteriografi menunjukkan bahwa 92% hemoptisis berasal dari arteriarteri bronkialis. Secara umum bila perdarahan berasal dari lesi endobronkial, maka
perdarahan adalah dari sirkulasi bronkialis, sedangkan bila lesi dari parenkim, maka
perdarahan adalah dari sirkulasi pulmoner. Pada keadaan kronik, dimana terjadi perdarahan
berulang, maka perdarahan seringkali berhubungan dengan peningkatan vaskularitas di lokasi
yang terlibat.1
Pada tuberkulosis, penyebab perdarahan dapat sangat beragam. Pada lesi parenkim akut,
perdarahan dapat disebabkan oleh nekrosis percabangan arteri/vena. Pada lesi kronik, lesi
fibroulseratif parenkim paru dengan kavitas dapat memiliki tonjolan aneurisma arteri ke
rongga kavitas yang mudah berdarah. Pada tuberkulosis endobronkial, hemoptisis disebabkan
oleh ulserasi granulasi dari mukosa bronkus.1
Penatalaksanaan
Bila perdarahan hanya sedikit atau hanya berupa bercak pada dahak, umumnya pertukaran
gas tidak terganggu, dan penegakkan diagnosis penyakit yang mendasari menjadi prioritas.
Namun apabila perdarahan masif, mempertahankan jalan napas dan pertukaran gas harus
menjadi prioritas. Upaya mempertahankan jalan napas termasuk mencegah asfiksia atau
darah masuk dan menyumbat saluran napas yang sehat. Pemberian oksigen dilakukan bila
ada tanda ganguan pertukaran gas. Bila perlu resusitasi cairan dan darah harus diberikan. 1
Mengistirahatkan pasien dapat membantu mengurangi perdarahan. Memiringkan pasien ke
arah sisi paru yang diduga menjadi sumber perdarahan akan membantu menjaga asfiksia sisi
yang sehat. Pada hemoptisis masif, intubasi dan ventilator mekanik mungkin dibutuhkan
untuk menjaga jalan napas dan pertukaran udara. 1
Pengobatan ditujukan untuk mengobati penyakit yang mendasari. Pemberian anti-tusif tidak
disarankan karena dapat menghambat batuk sebagai mekanisme pertahanan tubuh untuk
mengeluarkan darah. Vitamin K dapat diberikan untuk mengkoreksi koagulopati.1,3
Referensi
1. Pitoyo CW. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II, edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2006. hal.220-1.