You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)

merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun, apabila


ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai
ketuban pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature Rupture of
Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga berkaitan dengan
perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler
amnion, korion dan apoptosis membran janin.1
Etiologi pada sebagian besar kasus dari KPD hingga saat ini masih belum
diketahui. KPD pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada
kehamilan preterm, melemahnya membran merupakan proses yang patologis. KPD
sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan
substrat, seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian
terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik
yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2
Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 20022003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau
setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Salah
satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam
100.000 kelahiran hidup dan KPD merupakan penyebab paling sering menimbulkan
infeksi pada saat mendekati persalinan.3 Prevalensi KPD berkisar antara 3-18 %
dari seluruh kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-10 % wanita mengalami KPD dan
30-40 % dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari
seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini
juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu maupun janin.1

Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki pengetahuan
yang baik mengenai anatomi dan struktur membran fetal, serta memahami
patogenesis terjadinya ketuban pecah dini, sehingga mampu menegakkan diagnosis
ketuban pecah dini secara tepat dan memberikan terapi secara akurat untuk
memperbaiki luaran / outcome dan prognosis pasien ketuban pecah dini dan
bayinya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pecahnya ketuban sebelum atau saat inpartu, yaitu bila pembukaan pada
primi kurang dari 3 cm (saat fase laten atau sebelum fase aktif).3
2.2 Etiologi
Masih belum jelas tetapi diduga berhubungan dengan :3
1.
Infeksi genitalia yang dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan
2.

3.

membran.
Meningkatnya tekanan intra uteri, misalnya trauma hidramnion
dan gemeli.
Berkurangnya kekuatan dari leher rahim atau panggul ibu sehingga
menyebabkan selaput ketuban mudah robek.

2.3 Faktor Resiko


Sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang
disebutkan memiliki kaitan dengan KPSW yaitu riwayat kelahiran prematur,

merokok, dan perdarahan selama kehamilan. Beberapa faktor resiko dari KPSW
adalah:3
1.

Infeksi

2.

Inkompetensi serviks

3.

Polihidramnion

4.

Riwayat KPD sebelumnya

5.

Kelainan atau kerusakan selaput ketuban, servik yang pendek (< 25 mm)
pada usia kehamilan 23 minggu

6.

Kehamilan kembar

7.

Trauma

8.

Malposisi

9.

Multi gravida, merokok, perdarahan ante partum

10.

Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat

Sampai saat ini penyebab KPSW belum diketahui secara pasti, tetapi berbagai
penulis menyebutkan beberapa faktor predisposisi, antara lain:4
1. Faktor selaput ketuban
2. Faktor infeksi
3. Faktor perubahan intrauterine yang mendadak
4. Faktor yang berhubungan dengan kebidanan dan ginekologi seperti:
multigravida, pernah KPD pada kehamilan yang lalu, hamil ganda,
hidramnion,

perdarahan

antepartum,

malposisi,

disproporsi

sefalopelvik, umur lebih dari 35 tahun, trauma vagina, dll


5. Faktor sosio ekonomi yang rendah seperti: defisiensi gizi, vit C
6. Faktor antagonis golongan darah A, B, O
7. Faktor merokok
8. Faktor keturunan

2.4.Patogenesis KPSW
TAYLOR dkk telah menyelidiki hal ini, ternyata ada hubungannya
dengan hal-hal berikut :3
1. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum
ketuban pecah. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis,
sevisitis dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotalitas
rahim ini.
2. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban).
3. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).
4. Multipara, malposisi, disproporsi, cervix incompetent, dan lain-lain.
5. Ketuban pecah dini artifisial (amniotomi), dimana ketuban
dipecahkan terlalu dini.
Mekanisme Ketuban Pecah Dini1
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada
daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban
bagian inferior rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenerasi
ektraseluler matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan
aktifitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Faktor
risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah:
a. Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen
b. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakhibat pertumbuhan
struktur abnormal karena antaralain merokok.

Degenerasi kolagen dimediasi oleh matriks Metaloproteinase (MMP)


yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor proteinase.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degenerasi proteolitik dari matriks ektraseluller dari membran
janin. Aktfitas degenerasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda.pada trimester ke
tiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim dan gerakan janin.
Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.
Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal yang fisiologis.
Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktorfaktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina.1
2.5.Tanda dan Gejala1
1. Pasien mengeluh keluar cairan dari vagina sedikit-sedikit atau
sekaligus banyak.
2. Pada pemeriksaan inspekulo terlihat cairan keluar dari ostium uteri
externum.
3. Adanya cairan yang berisi mekoneum, verniks kaseosa, rambut
lanugo, atau bila telah terinfeksi berbau.

2.6.Pemeriksaan Penunjang12
1. Test Nitrazine
Jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya
cairan ketuban (alkalis), PH normal vagina yaitu 4,5-5,3 tidak terjadi
perubahan warna (kuning) dan apabila terdapat cairan ketuban, maka

PH menjadi 7,0-7,5 (Practical Guide to High Risk Pregnancy and


Delivery). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan hasil test
yang positif basa.
2. Test Ferning / Test Pakis
Dengan meneteskan cairan ketuban pada kertas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan menunjukkan kristal cairan amnion dan
gambaran daun pakis. Diagnosis ketuban pecah dini dapat 100%
diakui apabila tes cairan vagina memberikan hasil test positif untuk
Test Nitrazin dan Test Ferning (Practical Guide to High Risk
Pregnancy and Delivery)
3. USG
Ini tidak digunakan sebagai cara yang utama untuk menentukan
KPD. Dari USG ini hanya dilihat volume dari cairan ketuban
tersebut apakah berkurang atau tidak dan juga untuk menentukan
usia kehamilannya.
4. Test penguapan
Dengan mengambil sample cairan endoservikal yang kemudian
dipanaskan sampai airnya menguap. Dilihat apabila sisa putih yang
tertinggal, maka itu sudah berarti ketuban pecah, tetapi apabila sisa
berwarna coklat tua maka ketuban masih utuh.
5. Beberapa pemeriksaan lain, namun sangat jarang dilakukan seperti:
Intra-amniotic Flourecein, Amnioscopy, Tes Oksidasi Diamen Fetal
Fibronecitin, Tes Alfa-Fetoprotein, dan High Leaks.
2.7.Komplikasi1,6
Terhadap janin:

1. Infeksi intrauterine, walaupun ibu belum menunjukkan tandatanda infeksi


2. Sindrom Distress Pernapasan yang terjadi pada 10-40 % bayi
baru lahir atau pada janin yang dikarenakan hipoksia pada
prolaps tali pusat.
3. Hiploplasia pulmonary, karena oligohidramnion sebagai akibat
dari KPD yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 26
minggu (100%) dan lagi periode yang lebih dari 5 minggu
4. Malpresentasi janin berhubungan dengan prematuritas
5. Kerusakan

membrane

hyaline

berhubungan

dengan

usia

kehamilan
Terhadap ibu:
1. Infeksi intrapartal, apalagi bila sering dilakukan pemeriksaan
dalam. Semua ibu hamil dengann KPD prematur sebaiknya
dievaluasi untuk kemungkinan terjadi korioamnionitis. Infeksi
perpuralis, peritonitis, dan septikomia.
2. Masalah psikologi karena terlalu lama dirawat
3. Merasa lelah karena berbaring terus ditempat tidur.
Terhadap kehamilan dan persalinan
1. Dapat terjadi persalinan kapan saja, terjadi kelahiran preterm.
2. Abruption placenta, karena adanya penurunan yang progresif
pada permukaan intra uterin.
3. Prolaps tali pusat dapat terjadi (sering terjadi pada presentasi
letak bokong atau letak lintang).
4. Oligohydramnion, dry labor.
5. Partus lama.

6. Perdarahan pada`saat persalinan.

2.8.Penatalaksanaan2,3
Menurut protap obgyn Universitas Sriwijaya :
1. Konservatif
a. Bila tidak didapatkan komplikasi.
Komplikasi : - Suhu >38C
-Leukosit >15000/mm3
-Air ketuban berbau, kental, dan hijau kuning.
b. Usia gestasi > 28 minggu sampai <37 minggu
Diberikan obat-obatan :
1. Tokolitik
2. Kortikosteroid (pematangan paru)
3. Vitamin C dosis tinggi
4. Antibiotika

Tabel Penatalaksanaan ketuban pecah dini.5

Bila air ketuban tidak keluar, pulang dengan nasihat :


1. Tidak melakukan hubungan suami istri
2. Tidak irigasi vagina

c. Rawat di rumah sakit :


- Berikan antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
ampisilin dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari)
- Jika usia kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.
- Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negatif, beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan janin.
- Jika usia kehamilan 32-37 minggu, inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.

10

- Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksin, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin)
- Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu.
- Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

2.Aktif
a. Indikasi penatalaksaan aktif bila :
1. Didapatkan komplikasi
2. Usia gestasi >37 minggu atau < 28 minggu
3. Janin mati
4. Indeks tokolitik >8
b.Berikan antibiotik
c.Terminasi
1. Perabdominam bila :
- Kontra indikasi tetes pitosin
- Letak lintang

11

-Presentasi lain yang tidak mungkin pervaginam


2. Pervaginam bila :
- Usia gestasi <28 minggu
- Janin mati
d. Induksi dengan oksitosin
- Pada kehamilan >37 minggu.
- Dapat pula diberikan misoprostol 25 g 50 g intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
-Bila gagal lakukan seksio sesarea
-Bila skor pelvik <5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
-Bila skor pelvik >5, induksi persalinan.
Menurut Manuaba tahun 1998, secara umum untuk penanganan ketuban
pecah dini dapat dijabarkan sebagai berikut 3

Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya maturitas paru


sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat

Mencegah terjadinya infeksi

Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan


berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid sehingga
kematangan paru janin dapat terjamin.

12

Pada umur kehamilan 24 sampai 32 minggu perlu dipertimbangkan untuk


melakukan induksi persalinan dengan kemungkinan janin tidak dapat
diselamatkan.

Menghadapi ketuban pecah dini diperlukan konseling terhadap ibu dan


keluarga sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin
dilakukan dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin
harus mengorbankan janinnya.

Pemeriksaan yang penting adalah USG untuk mengukur distansia biparietal


dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan pemeriksaan
kematangan paru.

Waktu terminasi pada hamil preterm dapat disarankan selang waktu 8 jam
sampai 24 jam bila tidak terjadi his spontan.

Dan menurut buku pedoman diagnosis dan terapi obsetri dan ginekologi
RSHS tahun 2005, pengelolaan untuk KPSW ini dibagi dua yaitu:
1. Konservatif
Pengelolaan konservatif dilakukan apabila tidak ada penyulit (baik pada ibu
maupun janin) pada usia kehamilan 28-36 minggu dirawat selama 2 hari.
Selama perawatan dilakukan:

Observasi kemungkinan adanya amnionitis/tanda-tanda infeksi


o Ibu : suhu > 38C, takikardi ibu, lekositosis, tanda-tanda infeksi intra
uterine, rasa nyeri pada rahim, secret vagina purulen.
o Janin : takikardi janin

13

Pengawasan timbulnya tanda persalinan

Pemberian antibiotika (ampicillin 4x500 mg atau eritromisin 4x500 mg


dan metrodinazole 2x500 mg) selama 3-5 hari

USG untuk menilai kesejahteraan janin

Bila ada indikasi untuk melahirkan, dilakukan pematangan paru janin


(deksametason 5 mg tiap 12 jam IM sampai 4 dosis atau betametason
12 mg IM sampai 2 dosis dengan interval 24 jam)

2. Aktif
a.
Pengelolaan aktif pada KPSW dengan umur kehamilan 20-28 minggu
dan 37 minggu dilakukan terminasi kehamilan.
Terminasi kehamilan > 20-28 minggu
o Misoprostol 100 g intravaginal, yang dapat diulangi 1x6 jam
sesudah pemberian pertama
o Pemasangan batang laminaria selama 12 jam
o Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dektrose 5% mulai 20
tetes/menit sampai 60 tetes/menit
o Kombinasi 1 dan 3 untuk janin hidup maupun janin mati
o Kombinasi 2 dan 3 untuk janin mati
Catatan:

dilakukan

histerektomi

bila

upaya

melahirkan

pervaginam di anggap tidak berhasil atau atas indikasi ibu


dengan sepengetahuan konsulen

14

Terminasi kehamilan > 28 minggu


o Misoprostol 100 g intravaginal, yang dapat diulangi 1x6 jam
sesudah pemberian pertama
o Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dektrose 5% mulai 20
tetes/menit sampai maksimal 60 tetes/menit untuk primi dan
multigravida, 40 tetes/menit untuk grande multigravida sebanyak 2
labu.

o Kombinasi 2 cara tersebut


Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak
berhasil atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk
menyelesaikan persalinan.
Menurut Sujiyatini, penanganan ketuban pecah sebelum waktunya dibagi
menjadi 2, yaitu:
1. Kehamilan aterm (> 37 minggu)
KPD aterm biasanya akan melahirkan dalam waktu 24 jam, bila masih
belum ada tanda persalinan maka di induksi (bishops score > 8), dan bila
gagal lakukan SC. Pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan untuk
mencegah infeksi.
2. Kehamilan preterm (< 37 minggu)
Bila tidak ada tanda infeksi pengelolaannya bersifat konservatif disertai
antibiotik yang adekuat. Pasien perlu di rawat di RS, ditidurkan dalam posisi
trendelenberg, tidak perlu dilakuka periksa dalam. Diusahakan kehamilan

15

bisa mencapai 37 minggu, diberikan uteronelaksen atau tokolitik agent.


Pemberian kortikosteroid dapat menurunkan angka RDS, sediannya terdiri
dari betametason 2 dosis masing-masing 12 mg IM tiap 24 jam atau
deksametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam. Jika muncul tandatanda infeksi lakukan induksi.
Menurut POGI tahun 2006 penatalaksanaan dibagi menjadi 3 masa
kehamilan,yaitu:
1. KPSW pada kehamilan > 35 minggu

Prinsipnya lahirkan janin

Beri antibiotika profilaksis

2. KPSW pada kehamilan 32 35 minggu

Terapi antibiotik

Pematangan paru beta/dexa metasone 12 mg IV

Tokolisis: mimetic, Ca channel blocker

Jika terdapat kompresi tali pusat atau plasenta akibat air ketuban sangat
sedikit amnio infusi

Ekspektatif bila paru telah matang

3. KPSW pada kehamilan < 32 minggu

Terapi antibiotik

Induksi pematangan paru beta/dexa metasone 12 mg IV bila kehamilan >


28 minggu

Tokolisis: mimetic, Ca channel blocker

Jika terdapat kompresi tali pusat atau plasenta akibat air ketuban sangat
sedikit amnio infusi

Sedapat mungkin dipertahankan sampai 33 35 minggu, jika tidak ada


infeksi

16

BAB III
LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 7 Maret 2015
pukul 16.30 WIB di ruang VVIP 2 RSUD Palembang BARI.
I. IDENTIFIKASI
Identitas Pasien
Nama

: Ny. Y

Usia

: 21 tahun.

Alamat

: Jl. Arjuna Blok C6 No.02 RT 11 RW 26 Kelurahan Sako

Palembang
Pekerjaan

: Ibu rumah tangga (IRT).

Pendidikan

: Sekolah Menengah Atas (SMA)

Suku

: Palembang

Agama

: Islam

17

MRS tanggal : 3 Maret 2015


No. Med Rec : 12 31 84
Nama suami : Tn. A
Usia

: 29 tahun

Alamat

: Jl. Arjuna Blok C6 No.02 RT 11 RW 26 Kelurahan Sako

Palembang
Pekerjaan

: Swasta

Pendidikan

: SMA

II. ANAMNESA
Keluhan Utama
Keluar air-air dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluar air-air dari jalan lahir sejak 3 Hari SMRS. Air-air tersebut jernih
dan berbau amis. Selain itu, pasien juga mengakui keluar lendir darah dari jalan
lahir (-), perut kencang dialami pasien yang dirasakan semakin hari semakin sering.
Pasien rutin periksa kehamilan tiap bulan di poliklinik rs setempat.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun asma sebelum
masa kehamilan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Diabetes Melitus

: Ada, dari Ayah dan Nenek os.

18

Riwayat Menstruasi

Menarche
Siklus haid
Lama haid
Jumlah darah haid
Hari pertama haid terakhir
Taksiran persalinan

: 13 tahun.
: 30 hari / teratur.
: 6 hari.
: 2 kali ganti pembalut.
: 20- 06- 2014.
: 27- 03- 2015.

Riwayat Pernikahan
Untuk pertama kali, pasien menikah pada usia 19 tahun dengan lama
pernikahan kurang lebih1 tahun 4 bulan.
Riwayat Obstetrik
No

Tahun Tempat

partus Partus

1.

Umur

Jenis

Penolong

kehamila

Persalina

Persalina

Jenis

Keadaan

Penyuli

Kelamin

anak

Berat Sekaran

Badan

Hamil
ini

Antenatal Care (ANC)


ANC dilakukan setiap bulan di Praktek dokter atau poliklinik di RS setempat
Kontrasepsi
Tidak menggunakan KB sebelumnya
III. PEMERIKSAAN FISIK
Antropometri

: Berat badan (BB) : 60 kg, Tinggi badan (TB) : 155 cm.

Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

19

Tanda vital

Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
Suhu

: 120/80 mmHg
: 80 kali/menit
: 20 kali/menit
: 36,7 C

Status Generalisata

Kepala
: normocephal
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Telinga
: tidak ditemukan kelainan
Hidung
: tidak ditemukan kelainan
Tenggorokkan
: tidak ditemukan kelainan
Leher
: pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
tiroid (-)
Thoraks
Jantung
Paru-paru
Abdomen:
Inspeksi
Auskultasi
Ekstremitas:
Superior
Inferior

:
: S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)
: suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
: cembung, linea (-), striae (-)
: bising usus (+) normal
: edema (-/-), akral hangat
: edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)

Status Obstetrik dan Ginekologi

Inspeksi
: membesar arah memanjang, striae (+), linea (+).
Palpasi
: Tinggi fundus uteri : 32 cm.
Leopold I
: teraba bokong.
Leopold II
: punggung janin terletak di kanan ibu.
Leopold III : teraba kepala.
Leopold IV : belum masuk pintu atas panggul.
Taksiran Berat Janin (Johnson)
: (32-12) x 155 gram : 3100 gram.
His
:Auskultasi
: Denyut jantung janin : 150kali /menit

20

Vaginal toucher

: vulvavagina normal, portio tebal lunak, Pembukaan

1 cm, ketuban (-), kepala di Hodge 1, bagian terbawah janin kepala, blood
slym (+)

IV. Pemeriksaan Penunjang


Darah Rutin

Leukosit
: 11.100 /mm3
Hemoglobin : 10,5 gr%
Hematokrit : 30 %
Trombosit
: 132.000 /mm3
Bleeding Time: 3 menit
Clotting Time : 8 menit

V. DIAGNOSA
G1P0A0 hamil36- 37 mingguinpartu kala 1 fase laten JTH presentasi kepala dengan
KPSW
LAPORAN OPERASI
Tanggal 6 Maret 2015 Pukul 09.15 WIB Operasi mulai
Penderita Terlentang dalam keadaan anastesi spinal. Dilakukan tindakan aseptik dan
antiseptik pada daerah operasi dan sekitarnya. Lapangan Operasi dipersempit
dengan doek steril. Dilakukan insisi pfannensteil sepanjang 10 cm, dua jari diatas
simfisis. Kemudian insisi diperdalam secara tajam dan tumpul. Setelah peritoneum
dibuka, tampak uterus sebesar kehamilan aterm. Diputuskan untuk melakukan
SSTP dengan cara sebagai berikut :

21

Insisi segmen bawah rahim linear sepanjang 3 cm kemudian bagian tengah


ditembus dengan jari lalu kavum uteri diperlebar

ke lateral. Tangan

menembus plasenta ketuban hijau, bau (-).

Janin dilahirkan dengan cara meluksir bokong.

Pukul 09.30 WIB lahir hidup neonatus laki-laki dengan BB 3050 g, PB 47 cm,
Apgar score 8/9. Ke dalam cairan infus dimasukkan oksitosin 20 IU. Plasenta
dilahirkan dengan peregangan tali pusat terkendali.
Pukul 09.40 WIB Plasenta lahir lengkap dengan BP 500 g, PTP 50 cm, 17x18
cm. Dilakukan pembersihan kavum uteri dengan kassa. Dilanjutkan dengan
penjahitan pada uterus sebagai berikut:

Lapisan SBR dijahit satu lapis secara jelujur feston dengan benang vicryl
no.1

Dilakukan retroperitonealisasi dengan plain catgut no.2.

Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya

Dilanjutkan dengan pencucian cavum abdomen dengan NaCl 0.9%

Setelah diyakini tidak ada perdarahan, dilanjutkan penutupan dinding abdomen


lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut :

Peritoneum dijhit secara jelujur dengan plain catgut no.2.0

Otot dijahit secara jelujur dengan plain catgut no.2.0

Fascia dijahit secara jelujur dengan vicryl no.1

Subkutis dijahit secara terputus dengan plain catgut no.2.0

Kutis dijahit secara jelujur subkutikuler dengan vicryl no.3.0

Luka operasi ditutup dengan sofratulle dan opsite

22

Diagnosis pra bedah

: G1P0A0 hamil 36-37 minggu inpartu kala 1 fase laten


janin tunggal hidup presentasi kepala dengan KPSW
3 hari

Diagnosis pasca bedah

: P1A0 Post SSTP atas indikasi partus kering

Tindakan

: Seksio Sesaria Transperitonealis Profunda

FOLLOW UP
Hari pertama post Op (6 Maret 2015 )
S : Nyeri luka post op (+)
O : KU : Baik
Vital sign : TD 110/70 mmHg, N 80x/m, RR 20x/m, Temp 26,6oC
Periksa luar :
TFU 2 jari bawah pusat, nyeri tekan (+), cairan bebas (-), kontraksi uterus (+) baik,
lochea rubra (+).
A : P1A0 Post SSTP atas indikasi partus kering
P:
- IVFD RL gtt 20x/mnt + drip oxytosin 2 amp
- Inj. Metronidazole 3x1 fls
- Inj. Cefotaxime 2x1 vial
- Inj. Asam tranexamat 3x1 amp

23

- Inj. Ketorolac 3x1 amp


- Kateter menetap 24 jam
- Evaluasi KU pasien
- Imobilisasi 24 jam
- Diit tinggi kalori tinggi protein

Hari kedua post op ( 7 Maret 2015 )


S : nyeri luka post op berkurang
O : KU : Baik
Vital sign : TD 120/80 mmHg, N 82x/m, RR 20x/m, Temp 36,4oC
Periksa luar :
TFU 2 jari bawah pusat, nyeri tekan (+), cairan bebas (-), kontraksi uterus (+) baik,
lochea rubra (+), bising usus (+).
A : P1A0 Post SSTP atas indikasi partus kering

P:
- IVFD RL gtt 20x/mnt

24

- Inj. Metronidazole 3x1 fls


- Inj. Cefotaxime 2x1 vial
- Inj. Asam tranexamat 3x1 amp
- Inj. Ketorolac 3x1 amp
- kateter aff
- imobilisasi 24 jam

Hari ketiga post op ( 8 Maret 2015)


S : nyeri luka post op berkurang
O : KU : Baik
Vital sign : TD 120/80 mmHg, N 80x/m, RR 20x/m, Temp 36,6OC
Periksa luar :
TFU 2 jari bawah pusat, nyeri tekan (-), cairan bebas (-), kontraksi uterus (+) baik,
lochea rubra (+), bising usus (+).
A : P1A0 Post SSTP atas indikasi partus kering.
P:
- IVFD RL gtt 20x/mnt Aff

25

- Asam Mefenamat 3x500 mg


- Metronidazole 3x500 mg
- Ciprofloxasin 3x500 mg
- Bcomp C 3x1 tab
- rencana besok boleh pulang

BAB IV
PEMBAHASAN
Ny. Y usia 21 tahun datang ke Ponek RSUD Palembang BARI karena keluar
air-air dari jalan lahir sejak 3 Hari SMRS. Air-air tersebut jernih dan berbau amis.
Selain itu, keluar lendir darah dari jalan lahir (-), perut kencang dialami pasien (+)
menjalar sampai ke pinggang yang dirasakan semakin hari semakin sering.
Berdasarkan teori, diagnosis KPSW dapat ditegakkan melalui anamnesis.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluarkan cairan yang banyak secara tibatiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas dan perlu juga diperhatikan warna
keluarnya cairan tersebut. His belum teratur atau belum ada serta belum ada
pengeluaran lendir darah.

Teori
Pasien merasa basah pada vagina.

Mengeluarkan cairan banyak tibatiba dari jalan lahir.


Warna cairan diperhatikan.

Kasus
Pasien datang dengan keluhan keluar airair dari jalan lahir
Riwayat keluar air ketuban dari jalan

26

Belum ada pengeluaran lendir darah

lahir sejak 3 hari sebelum masuk rumah

dan berbau khas


His belum teratur atau belum ada.

sakit.
Cairan yang keluar jernih dan berbau

amis. Keluar lendir darah (-)


Perut kencang-kencang makin lama
makin sering.

Pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, baik pemeriksaan tanda
vital, maupun status generalisata dari pasien. Pada pasien tidak didapatkan adanya
tanda-tanda infeksi. Suhu pasien normal yaitu 37,4o C. Denyut nadinya juga dalam
batas normal, yaitu 80 kali per menit.
Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada kasus KPSW ini penting untuk
menentukan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Hal ini terkait dengan
penatalaksanaan KPSW selanjutnya dimana risiko infeksi ibu dan janin meningkat
pada KPSW. Umumnya dapat terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.
Selain itu juga didapatkan adanya nadi yang cepat.
Teori
Tanda-tanda infeksi:
Suhu ibu >38o C
Nadi cepat

Kasus
Tidak ada tanda-tanda infeksi:
Suhu ibu 37,4o C
Nadi 80 kali /menit

Pada pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan dalam pada saat pertama kali
datang untuk menentukan ada tidaknya pembukaan. Pada saat di lakukan
pemeriksaan dalam pada pasien ini belum dapat mengevaluasi ketuban karena
pembukaan portio masih 1 cm, dengan konsistensi tebal lunak, ketuban (-), blood
slym (-)
Pemeriksaan dalam vagina dibatasi seminimal mungkin dan hanya
dilakukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi
persalinan dan pada pasien dengan KPD akan ditemukan selaput ketubannya

27

negatif. Pemeriksaan dalam pada saat pasien datang pertama kali adalah penting
untuk menilai apakah sudah ada pembukaan sehingga pasien berada dalam kondisi
inpartu.

Teori
Pemeriksaan dalam dilakukan:
Seminimal mungkin untuk

infeksi.
KPD sudah dalam persalinan.
KPD yang dilakukan induksi persalinan.
Selaput ketuban negatif.

mencegah

Kasus
Pemeriksaan dalam dilakukan:
Saat pertama kali datang.
Untuk
memantau
kemajuan
persalinan.
Selaput ketuban

tidak

dievaluasi

Berdasarkan pemeriksaan tersebut dan penunjang, yaitu : laboratorium


bahwa leukosit pasien dalam batas normal (11.000 / mm 3) dan kesimpulannya
bahwa air ketuban tidak menunjukkan adanya proses infeksi.
Penatalaksanaan pada kasus ini, awal masuk ponek pasien diberi antibiotik
berupa injeksi cefotaxime 3x1 gr, pemberian injeksi dexametasone 3x2 amp untuk
pematangan paru janin dan pemberian cairan berupa D5 % + MgSO 4 40% gtt
20x/menit.
Faktor- faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau
tindakan terhadap pasien KPSW, yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tandatanda infeksi pada ibu. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi
pada ibu. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis
KPD ditegakkan. Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan)
segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan pasien akan menjadi
inpartu dengan sendirinya. Induksi dilakukan dengan memperhatikan Bishop score,
jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya jika < 5, dilakukan pematangan
serviks, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis G1P0A0 hamil 36-37 minggu

28

dapat

inpartu kala 1 fase laten janin tunggal hidup presentasi kepala dengan KPSW 3 hari.
Kasus yang ditemukan sudah sesuai dengan teori yang ada. Penatalaksanaan KPSW
pada pasien ini pada umumnya tepat

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Ny. Y yang berusia 21 tahun datang ke ponek RSUD Palembang BARI
dengan keluhan keluar air- air dari jalan lahir kurang lebih 3 hari SMRS. Setelah
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka
didapatkan G1P0A0 hamil 36-37 minggu inpartu kala 1 fase laten janin tunggal
hidup presentasi kepala dengan KPSW 3 hari. Pada pasien dilakukan partus
perabdominal, section sesarea.
Diagnosis akhir pada pasien ini adalah PIA0 post SSTP atas indikasi partus
kering. Secara umum penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien
ini sudah tepat dan sesuai dengan teori.

29

30

You might also like