You are on page 1of 30

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
hipoglikemia pada bayi dan anak ini dapat terselesaikan sebagai salah satu syarat
menyelesaikan kepanitraan klinik ilmu penyakit anak RSUD Koja Jakarta.
Banyak terima kasih penulis sampaikan kepada pembimbing penulis, dr.
Bambang H.S, Sp.A, atas segenap waktu, tenaga, dan pikiran telah diberikan selama
proses pembuatan referat ini. Juga kepada dr. Dewi Iriani, Sp.A., dr. Riza M., Sp.A.,
dan dr. Yahya, Sp.A., atas bimbingan yang telah diberikan selama kepaniteraan klinik
ini berlangsung.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh rekan-rekan
kepaniteraan klinik ilmu penyakit anak RSUD Koja periode 20 Oktober-27
November 2010 atas kebersamaan dan kerja sama yang telah terjalin selama ini.
Seiring dengan perkembangan jaman, banyak sekali perubahan di bidang
pengetahuan medis yang mengarah kepada kemajuan dan perbaikan kualitas
kesehatan, banyak data, dan fakta yang signifikan perlu diketahui oleh tenaga medis
untuk menegakkan diagnosa dengan baik. Sebagai tenaga medis yang berkualitas,
diperlukan pengetahuan yang cukup agar dapat memberikan penanganan yang tepat.
Untuk itu melalui referat ini penulis mencoba untuk sedikit menjabarkan mengenai
hipoglikemia pada bayi dan anak yang secara umum sering terjadi dan dapat
mimbulkan gangguan yang fatal. Akhir kata, penulis menyadari bahwa referat ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun
akan sangat diharapkan demi penyempurnaannya.
Semoga referat ini dapat memberi informasi yang berguna bagi para pembaca.
Jakarta, januari 2010
Penulis
1

DAFTAR ISI
Kata pengantar

Daftar isi

Lembar pengesahan

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

2.1
2.2

Definisi
Sejarah

2.3

Insiden

2.4

Mortalitas dan morbiditas

2.5

Patofisiologi

2.5.1

metabolisme glukosa pada janin

2.5.2

sistem endokrin

11

2.5.3

kompensasi terhadap keadaan hipoglikemia

15

2.5.4

perbedaan metabolisme glukosa neonatus dan dewasa

16

2.6

Etiologi

16

2.7

Gejala hipoglikemia

18

2.8

Pemeriksaan laboratorium

19

2.9

Diagnosis

21

2.10

Pengobatan

23

2.11

Konsultasi

27

2.12

Prognosis

28

BAB III KESIMPULAN

29

Daftar pustaka

30
2

Referat yang berjudul :

HIPOGLIKEMI PADA BAYI DAN ANAK


telah diterima dan disetujui
pada tanggal

januari 2010

oleh pembimbing sebagai salah satu syarat menyelesaikan


kepaniteraan klinik ilmu Kesehatan Anak di RSUD Koja
Jakarta,

oktober 2010

Dr. Bambang H. Sigit, Sp.A

BAB I

PENDAHULUAN
Hipoglikemia merupakan salah satu gangguan metabolik yang sering terjadi
pada pada bayi dan anak, namun dalam kepustakaan tentang hipoglikemia pada bayi
dan anak terutama mengenai diagnosis dalam keadaan kegawatan dan pengobatannya
tetap

masih

kontroversi.

Hipoglikemia

pada

anak

terjadi

apabila

terjadi

ketidakseimbangan antara produksi glukosa dan penggunaan. Penyebab hipoglikemia


seringkali sangat kompleks, bermacam-macam dan unik sehingga evaluasi dan
pengelolaannya membutuhkan pengetahuan yang memadai tentang mekanisme
fisiologik yang mempertahankan keadaan euglikemia. Abnormalitas sekresi hormon,
gangguan substrat interkonversi, dan gangguan mobilisasi bahan metabolit lain turut
menyebabkan ketidakseimbangan produksi dan penggunaan glukosa atau kombinasi
keduanya. Pengertian mengenai fisiologi normal metabolisme glukosa pada bayi dan
anak harus dimengerti sehingga patofisiologi hipoglikemia dapat diketahui, diagnosis
tegak dan ditangani dengan tepat. (1)

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

DEFINISI
Hipoglikemia adalah suatu sindrom klinik dengan penyebab yang sangat luas,

sebagai akibat dari rendahnya kadar glukosa plasma.

(4)

Definisi hipoglikemia pada

masih tidak ada kesesuaian, baik dalam buku teks maupun dalam journal, sehingga
definisinya dibuat dari berbagai sudut pandang. Pertama, hasil tergantung pada asal
sampel darah, metoda pemeriksaan, dan sampel diambil dari plasma atau perifer.
Kedua, Dalam penelitiannya Sexson (1984) mendapatkan jadwal early feeding
sangat berpengaruh pada kadar gula darah, dan ini sangat bervariasi dari rumah sakit
satu kerumah sakit yang lain, dan jumlah ASI yang diberikan juga sangat bervariasi .(8)
Ketiga, Hawdon, dkk (1992) dalam salah satu penelitiannya menyebutkan, bahwa
menentukan bayi sehat sangat sulit, karena dalam penelitian tersebut mendapatkan
72% bayi baru lahir mempunyai satu atau lebih resiko terjadi hipoglikemia .

(8)

Keempat, diperlukan penelitian untuk menentukan rentang normal kadar gula darah
pada bayi sehat.
Deskripsi mengenai hipoglikemia dilakukan dengan berbagai pendekatan.
Pertama,

berdasarkan

manifestasi

klinis.

Kedua,

berdasarkan

pendekatan

epidemiologis, Ketiga berdasarkan perubahan akut pada respon sistem metabolik dan
endokrin serta fungsi neurologik. Keempat berdasarkan manifestasi neurologik
jangka panjang. Namun semuanya tidak ada yang memuaskan, dan semuanya sering
menimbulkan interpretasi yang salah. Pendekatan berdasar gejala klinis tidak tepat
karena banyak manifestasi klinis yang sama dengan problem neonatus yang lain.
Cornblath & Reisner (1965) pertama kali yang mempublikasikan kadar gula
darah pada bayi normal, mereka mendapatkan pada 95% bayi cukup bulan, kadar
5

gula darah >30 mg/dl dan 98.4% bayi prematur >20 mg/dl. Mereka mendefinisikan
hipoglikemia untuk bayi cukup bulan, bila kadar gula darahnya kurang dari 30 mg/dl
dalam 48 jam pertama dan 40-50 mg/dl setelah usia 48 jam setelah lahir. Bayi SGA
(Small for Gestation Age) tidak termasuk dalam kelompok ini. Untuk bayi berat
badan lahir rendah, didefinisikan hipoglikemia, bila kadar gula darah <20 mg/dl.
Nilai inilah yang mendominasi pendapat untuk pengelolaan hipoglikemia neonatal
sampai bertahun-tahun. (9-10)
Penelitian lain, menunjukkan bahwa kecuali pada jam pertama kehidupan,
baik pada bayi prematur maupun cukup bulan yang diberikan minum susu seawal
mungkin sangat jarang kadar gula darahnya kurang dari 40 mg/dl.(11)
Definisi hipoglikemia bervariasi tergantung dari beberapa faktor yaitu umur
pasien dan kondisi pengambilan sampel darah.(1) Banyak penulis menganjurkan
criteria hipoglikemia untuk bayi dan anak bila kadar gula darah kurang dari 40
mg/dL, beberapa penulis dengan kriteria lebih tinggi, 47 mg/dL (2.6 mmol/L).
Sehingga pendekatan yang aman pada bayi dan anak dengan kadar glukosa kurang
dari 50 mg/dL harus dipantau dengan baik, bila kadar gula darah kurang dari 40
mg/dL, maka harus dimulai tindakan untuk menegakkan diagnosis dan mulai
diberikan terapi. Bila pengukuran kadar glukosa digunakan glukometer, maka harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan yang lebih akurat, karena kadar glukosa pada
whole blood lebih rendah 15% bila dibanding kadar dalam serum atau plasma.(14)
Dengan memperhatikan pertanyaan kapan disebut hipoglikemia?, kadar
glukosa plasma pada bayi, anak dan dewasa kadar normalnya 70100 mg/dL;
ditemukan tanda hipoglikemia neurofisiologik pada kadar 5070 mg/dL; definisi
hipoglikemia berat bila kurang dari 40 mg/dL, dan terapi berhasil bila kadar glukosa
lebih dari 60 mg/dL.

(15)

Anak menunjukkan gejala hipoglikemia bila kadar glukosa

plasma menurun hingga di bawah 40 mg/dl. Anak maupun balita yang berada dalam
keadaan puasa, bila kadar glukosa plasma 50 mg/dl, harus diobservasi ketat.
Sedangkan definisi hipoglikemia untuk neonatus masih merupakan kontroversi,
apalagi pada beberapa jam pertama kehidupan. Keadaan fisiologis glukosa plasma
6

turun dalam 3 hingga 6 jam pertama, namun bila mencapai di bawah 35 mg/dl, harus
diawasi, karena meskipun dapat ditoleransi, bila keadaan ini berlanjut hingga 8
sampai 10 jam, dapat membahayakan.(1)
2.2

SEJARAH
Tahun 1920 Dubreuil dan Anderodias di Prancis, pertama kali secara formal

melaporkan adanya perubahan pankreas bayi yang lahir dari ibu diabetes. Dilaporkan
bayi wanita berat badan 5 kg, meninggal tidak lama setelah lahir, pada pemeriksaan
post mortem ditemukan hepar sangat membesar dan volume sel pankreas mencapai 8
kali normal. Mereka berpostulasi bahwa hiperglikemia maternal menyebabkan
hiperplasia sel islet bayi, hal ini dihubungkan dengan kematian bayi tersebut.
Pada tahun 1926, Gray dan Feemster dari Universitas Washington melaporkan
bayi wanita dari ibu berumur 44 tahun penderita diabetes tergantung insulin, kontrol
sangat buruk dalam 15 tahun terakhir, menderita nefritis dan toksemia gravidarum
berat, meninggal 5 hari setelah melahirkan bayi berbobot 3,300 kg pada kehamilan 36
minggu. Pemeriksaan fisik bayi saat lahir normal, pada hari ke 3 bayi mulai muntah
dan berat badan menurun drastis, hari ke 4, bayi menjadi pucat lalu meninggal. Pada
pemeriksaan postmortem, ditemukan hipertrofi dan hiperplasia pulau Langerhans
pankreas, juga ditemukan hipertrofi sel medula adrenal. Diperkirakan volume
jaringan pankreas 24 kali normal. Sebagai tambahan bayi tersebut mempunyai ureter
dan pelvis ganda bilateral, temuan ini banyak pada bayi dari ibu diabetes. Mereka
berpostulasi, bahwa hiperglikemia maternal mungkin sebagai etiologi hipertrofi dan
hiperplasia sel islet bayi. Dengan menggunakan metoda pada jaman itu, mereka
melaporkan batas bawah glukosa darah normal bayi baru lahir adalah 90 mg/dL, dan
dilaporkan bayi tersebut glukosa darahnya 67 mg/dL sehari sebelum meninggal.
Pada tahun 1937, Hartmann dan Jaudon berpostulasi bahwa manifestasi
klinis hipoglikemia adalah akibat kekurangan dekstrosa pada sistem saraf pusat.
Pada pertengahan tahun 1950an, penelitian perintis oleh Cornblath, Lubchenko,
McQuarrie dkk memperluas pemahaman kita tentang hubungan antara hipoglikemia
7

pada bayi baru lahir dan mortalitas yang menyertainya. McQuarrie (1954)
melaporkan sindroma bayi hipoglikemia idiopatik. Ia menguraikan konsep umpan
balik hormon, yaitu kortisol, hormon pertumbuhan, glukagon, epinefrin dan mungkin
tiroksin dan steroid gonad bekerja melawan insulin, dan sekresi insulin yang
berlebihan atau defisiensi hormon yang melawan insulin dapat berakibat
hipoglikemia. Insufisiensi adrenal, hipopituitarisme, penyakit Glycogen storage,
hipotiroidisme, tumor sel pankreas, galaktosemia dan bayi lahir dari ibu diabetes
merupakan etiologi 15 dari 40 anak di RS Universitas Minnesota tahun 1942-1954.
Duapuluh lima kasus dilaporkan sebagai hipoglikemia spontan dan persisten, dengan
penyebab yang tidak diketahui.(3)
Pemahaman kita tentang etiologi hipoglikemia sekarang telah maju karena
teknik mengukur hormon dan metabolitnya lebih baik, demikian juga fisiologi
homeostasis glukosa, sehingga dapat mengarah pada klasifikasi penyebab
hipoglikemia yang lebih lengkap, diharapkan pengelolaannya lebih spesifik.
2.3

INSIDENS
Di Indonesia masih belum ada data, secara umum insidens hipoglikemia pada

bayi baru lahir berkisar antara 1 5 /1000 kelahiran hidup.

(9,16)

Pada bayi yang lahir

dari ibu diabetes 8% - 25%, pada bayi preterm 15%, secara umum pada bayi risiko
tinggi 30% terjadi hipoglikemia. Data pada anak yang lebih besar tidak ada, namun
diperkirakan 2-3/1000 yang dirawat di rumah sakit.

2.4

MORTALITAS DAN MORBIDITAS


Hipoglikemia, merupakan suatu keadaan kegawatan pada anak, walaupun

banyak studi menunjukkan jaringan otak dapat melepaskan substrat selain glukosa,
khususnya pada periode baru lahir dan pada saat puasa, namun tidak ada satupun
substrat yang berhasil memperbaiki sekuele neurofisiologik akibat kurangnya glukosa
pada sistem syaraf pusat. Efek neurologik ini menetap dan berhubungan dengan
8

lamanya jaringan otak kekurangan glukosa, sehingga diagnosis dan pengobatan dini
sangat penting.(19)
Temuan hipoglikemia neonatal merupakan penyebab potensial kerusakan otak
dan kematian telah dikonfirmasi oleh banyak peneliti. Dilaporkan dalam penelitian
jangka panjang 35% hipoglikemia simptomatik dan 20% hipoglikemia asimptomatik
pada bayi baru lahir meninggalkan gejala sisa, Singh, dkk (1991) dalam penelitiannya
pada

107 bayi,

menekankan

bahwa hipoglikemia

simptomatik

cenderung

meninggalkan gejala sisa dibanding asimptomatik. (8)


Penelitian Caraballo RH, dkk (2004) selama 13 tahun, mendapatkan 15 pasien
hipoglikemi neonatal, 12 pasien (80%) didapatkan kejang fokal dan kelainan pada
EEG yang dapat diatasi dengan baik, sisanya dengan kejang refrakter, 13 pasien
(87%) pada pencitraan neuroradiologik didapatkan lesi parieto-occipital. Pada bayi
dan anak dengan hipoglikemia asimptomatik didapatkan defek neurokognitif, antara
lain gangguan pendengaran dan respon sensory evoke dan gagalnya tes kinerja.
Konsekuensi jangka panjang antara lain: ukuran kepala kecil, IQ rendah dan pada
pemeriksaan MRI terlihat kelainan spesifik. Karena banyaknya etiologi hipoglikemia
yang mempunyai konsekuensi sama, maka untuk menetapkan penyebab sekuele
sangat sulit.(12)
2.5

PATOFISIOLOGI
Sebenarnya, pengaturan homeostasis pada janin dan bayi tidak sepenuhnya

dapat dibuktikan, karena sebagian besar kesimpulan yang diambil adalah dari
penelitian binatang percobaan. Walaupun demikian pada anak dan dewasa
mempunyai substrat dan pengaturan metabolisme hormonal yang sama, namun
homeostasis glukosa pada bayi gambarannya berbeda.
2.5.1

Metabolisme Glukosa Pada Janin

Homeostasis glukosa pada neonatus dan anak bersifat unik dan


membutuhkan beberapa penjelasan hal yang spesifik, yang pertama adanya
transisi dari kehidupan intrauterin menuju ektrauterin, yang kedua kadar
penggunaan glukosa yang relatif lebih tinggi pada neonatus dibandingkan
dewasa.(1)
Glukosa dapat melewati sawar plasenta secara difusi yang terfasilitasi
hal ini menyebabkan janin tidak dependent terhadap proses glikogenolisis dan
glukoneogenesis sendiri karena terus menerus disuplai dengan glukosa ibu,
mekanisme glukoneogenesis berkembang seutuhnya pada saat mendekati atau
pada saat persalinan. Pada trimester terakhir kehamilan janin mengakumulasi
cadangan lemak dan glikogen, serta mengalami peningkatan aktivitas
beberapa enzim yang dibutuhkan untuk mobilisasi glukosa, asam lemak bebas
dan asam amino. Hal ini sebagai persiapan janin , untuk menghadapi
kehidupan ekstrauterin dimana suplai glukosa dari ibu berhenti pada saat tali
pusat diputus. Saat lahir nenonatus normal memiliki cadangan lemak dan
glikogen yang cukup untuk waktu yang singkat, apabila terjadi penurunan
kalori. beberapa jam setelah lahir konsentrasi glukosa plasma menurun
sedangkan asam lemak bebas meningkat namun cadangan glikogen pada
nenonatus terbatas sehingga menjadi dependent pada proses glukoneogenesis.
(1)

Bila seorang ibu hamil mendapatkan nutrisi yang adekuat, maka pada
janin tidak akan terjadi glukoneogenesis.(14) Selama dalam kandungan, energi
pokok yang digunakan janin adalah: glukosa, asam amino dan laktat, glukosa
merupakan 50% dari energi yang dibutuhkan. Glukosa ibu masuk melalui
plasenta ke janin dengan difusi karena adanya perbedaan konsentrasi pada ibu
dan plasma janin, kadar glukosa plasma janin 70-80% kadar dalam vena ibu.
Glukosa yang masuk ke janin dalam jumlah yang proposional untuk
kebutuhan energi yang dibutuhkan janin dengan kecepatan 5 - 7
gram/kgBB/menit, sesuai kecepatan produksi glukosa endogen setelah lahir.
10

Enzim yang terlibat dalam glukoneogenesis dan glukogenolisis sudah ada


dalam hepar janin namun tidak aktif, kecuali apabila terangsang oleh ibu yang
sangat kelaparan. (10)
2.5.2

Sistem Endokrin
Insulin adalah hormon regulasi glukosa plasma yang predominan

karena hanya insulin yang berkerja secara langsung utnuk menurunkan


produksi glukosa endogen dan meningkatkan pemakaian glukosa diperifer.
Insulin menstimulasi membran sel otot skelet , otot jantung dan jaringan
lemak adiposa dan proses konversi glukosa menjadi glikogen dan trigliserid.
Bahkan dalam konsentrasi rendah, insulin adalah inhibitor poten terhadap
proses lipolisis dan proteolisis. Yang menjadi determinan primer, kalau pasien
insulin adalah kadar glukosa arteri pankreas namun bukanlah satu-satunya.
Beberapa substrat lain seperti asam lemak bebas , badan keton, dan asam
amino mampu meningkatkan pelepasan insulin dari sel beta pankreas baik
secara langung ataupun tidak. Harus diingat bahwa konsentrasi insulin
sistemik lebih rendah dari pada vena portal diakibatkan oleh proses dilusi
pada ruang vaskuler.(1)
Hormon

kontraregulasi,

yang

termasuk

golongan

ini

adalah

adrenokortikotropik (ACTH), kortisol, glukagon, epinefrin dan growth


hormon. Efek hormon golongan ini adalah meningkatkan kadar glukosa
plasma dengan menghambat uptake glukosa oleh otot (itu kerjanya epinefrin ,
kortisol dan growth hormon), meningkatkan proses glukoneogenesis endogen
melalui

proteolisis

(kortisol),

aktivator

lipolisis

dan

meningkatkan

glukoneogenesis berbahan asam lemak bebas (epinefrin, glukagon, grwoth


hormon, ACTH dan kortisol), menghambat sekresi insulin dari pankreas
(epinefrin), aktivasi enzim glikogenolisis dan glukoneogenesis segera
(epinefrin dan glukagon) serta yang terakhir meningkatkan produksi dan
induksi enzim glukoneogenesis dalam jangka panjang (glukagon dan
kortisol).(1)
11

Bila gula darah meningkat setelah makan, maka sekresi insulin


meningkat dan merangsang hepar untuk menyimpan glukosa sebagai
glikogen. Bila sel (khususnya hepar dan otot) kelebihan glukosa, maka
kelebihan glukosa disimpan sebagai lemak. Bila kadar glukosa turun, fungsi
sekresi glukagon adalah meningkatkan kadar glukosa dengan merangsang
hepar untuk melakukan glikogenolisis dan melepaskan glukosa kembali ke
dalam darah. Pada keadaan kelaparan, hepar mempertahankan kadar glukosa
melalui glukoneogenesis.(11)
Glukoneogenesis, adalah pembentukan glukosa dari asam amino dan
gliserol yang merupakan bagian dari lemak. Otot memberikan simpanan
glikogen dan memecah protein otot menjadi asam amino yang merupakan
substrat untuk glukoneogenesis dalam hepar. Asam lemak dalam sirkulasi di
katabolisme menjadi keton, asetoasetat dan beta hidroksi butirat yang dapat
digunakan sebagai pembantu bahan bakar untuk sebagian besar jaringan,
termasuk otak. (10)

12

Hipotalamus merangsang sistem syaraf simpatis dan epinefrin yang


disekresi oleh adrenal, menyebabkan pelepasan glukosa oleh hepar. Bila
hipoglikemia berkelanjutan beberapa hari, maka hormon pertumbuhan dan
kortisol disekresi dan penurunan penggunaan glukosa oleh sebagian besar sel
tubuh.
Glukagon yang pertama kali mengatasi hipoglikemia, bila gagal, maka
yang kedua adalah epinefrin, bila glukagon dapat mengatasi keadaan
hipoglikemia, maka epinefrin tidak diperlukan, namun bila tidak ada glukagon
maka epinefrin memegang peran penting.

13

Hormon pertumbuhan dan kortisol, walaupun berperan namun


bekerjanya lebih lambat .Otak merupakan organ target khusus yang
menggunakan glukosa dan atau keton sebagai sumber energi utama. Namun
pada kenyataannya glukosa merupakan sumber energi tunggal, pada organ ini
masuknya glukosa kedalam sel diperantarai oleh glut3 transporter yang
mempertahankan suplai glukosa yang tetap pada sel otak sampai kadar
glukosa sangat rendah (2,2 mM). Sehingga untuk mempertahankan kadar gula
darah normal tergantung pada: 1. Sistem endokrin yang normal untuk
integrasi dan modulasi mobilisasi substrat, interkonversi dan utilisasi; 2.
Enzim untuk glikogenolisis, sintesis glikogen, glikolisis, glukoneogenesis dan
14

utilisasi bahan bakar metabolik lain dan penyimpanan yang berfungsi baik; 3.
Suplai lemak endogen, glikogen dan substrat glukoneogenik potensial (asam
amino, gliserol dan laktat) yang adekuat. (11)
2.5.3

Kompensasi Terhadap Keadaan Hipoglikemia


Dalam keadaan normal tubuh mempertahankan hipoglikemia dengan

menurunkan sekresi insulin dan meningkatkan sekresi glukagon, epinefrin,


hormon pertumbuhan dan kortisol. Perubahan hormonal tersebut dikombinasi
dengan meningkatnya keluaran glukosa hepar, bahan bakar alternatif yang ada
dan penggunaan glukosa menurun. Respon pertama kali yang terjadi adalah
peningkatan produksi glukosa dari hepar dengan pelepasan cadangan glikogen
hepar disertai penurunan insulin dan peningkatan glukagon. Bila cadangan
glikogen habis maka terjadi peningkatan kerusakan protein karena kortisol
meningkat, glukoneogenesis hepar diganti dengan glikogenolisis sebagai
sumber produksi utama glukosa. Kerusakan protein tersebut digambarkan
dengan meningkatnya kadar asam amino glukonegenik, alanin dan glutamine
dalam plasma. Penurunan kadar glukosa perifer pada keadaan awal
menurunkan kadar insulin, yang kemudian diikuti peningkatan kadar
epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan. Ketiga kejadian diatas,
meningkatkan lipolisis dan asam lemak bebas dalam plasma, yang dapat
digunakan sebagai bahan bakar alternatif tubuh dan menghambat penggunaan
glukosa. Kenaikan keton urin dan plasma menunjukkan penggunaan lemak
sebagai sumber energi. Asam lemak bebas plasma juga merangsang produksi
glukosa. Hipoglikemia terjadi bila satu atau lebih mekanisme keseimbangan
diatas gagal, atau penggunaan glukosa yang berlebihan seperti pada
hiperinsulinisme; atau produksi yang kurang seperti pada penyakit glycogen
storage; kombinasi defisiensi hormon pertumbuhan atau kortisol. (22)

15

2.5.4

Perbedaan Metabolisme Glukosa pada Bayi dan Dewasa


Pada orang dewasa dalam keadaan setelah makan (hingga 14 jam

kemudian) ,metabolisme glukosa berkadar 2 mg/kgBB/menit yang kemudian


menurun menjadi 1,8 mg/kgBB/menit pada 30 jam setelah makan, kadar
metabolisme glukosa pada bayi dan anak hingga 14 jam setelah makan,
jumlahnya 3 kali lipat lebih besar daripada kadar orang dewasa dan 30 jam
setelah makan kadarnya menurun menjadi 3,8 mg/kgBB/menit.(1)
Namun ketika dibandingkan mengenai kadar metabolisme glukosa di
otak (jaringan dengan kebutuhan glukosa paling tinggi) kadar orang dewasa
sama dengan kadar pada anak. Kebutuhan glukosa yang tinggi pada anak
sedangkan penggunaan glukosa otak pada anak sama saja dengan dewasa
dikarenakan adanya spekulasi tentang proporsi massa otak terhadap tubuh,
sehingga pada anak kebutuhan lebih besar karena massa otak lebih besar dari
tubuh sehingga anak memiliki resiko untuk menderita hipoglikemia.(1)
Pada bayi dan anak kemampuan tubuh tidak semaksimal dewasa
sehingga dapat terjadi penurunan progresif dari konsentrasi glukosa plasma
dalam waktu yang singkat (puasa 24 48 jam), perbedaan adaptasi puasa
dewasa dan anak disebabkan karena perbedaan massa otak, dimana kadar otak
anak lebih besar dibanding tubuh sehingga penurunan glukosa terjadi lebih
cepat (akibat pemakaian).(1)
Glikogenolisis pada anak tidak sebanyak dewasa karena massa otot
pada anak lebih kecil dibandingkan dewasa sehingga cara mepertahankan
glukosa plasma lebih banyak menggunakan glukoneogenesis.(1)
2.6

ETIOLOGI
Pembagian terdahulu membedakan hipoglikemia menjadi dua bagian

berdasarkan umur yaitu, hipoglikemia transien pada neonates atau bayi dan
hipoglikemia pada masa kanak. Kini, pembagian didasarkan pada proses patofisiologi

16

menjadi dua, yaitu defek keberadaan glukosa plasma (produksi glukosa kurang) dan
peningkatan pemakaian glukosa plasma.
Kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan yaitu :
1. Hiperinsulinisme
Hiperinsulinisme menyebabkan pemakaian glukosa yang bverlebihan
terutama akibat rangsang ambilan glukosa oleh otot. Pada bayi, ini dapat
terjadi karena defek genetic yang menyebabkan aktivasi reseptor sulfonylurea
akibat sekresi insulin yang menetap. Kelainan ini diketahui sebagai
hipoglikemi hiperinsulin endogen menetap pada bayi. Bayi pada ibu penderita
diabetes, juga mempunyai kadar insulin yang tinggi setelah lahir karena
tingginya paparan glukosa in utero akibat jeleknya control glukosa selama
kehamilan. Hal ini menyebabkan hiperinsulinemia pada bayi. Penggunaan
insulin eksogen atau pemberian obat yang menyebabkan hipoglikemi kadang
dapat terjadi kecelakaan atau salah penggunaan, sehingga hal ini harus
dipertimbangkan pada anak.
2. Defek pada pelepasan glukosa ( siklus krebs)
Kelainan ini sangat jarang. Terjadi karena pembentukan ATP dari oksidasi
glukosa terganggu. Disini kadar asam laktat tinggi.
3. Defek pada produksi energy alternative
Kelainan ini mengganggu penggunanaan lemak sebagai energy, sehingga
tubuh sangat bergantung hanya pada glukosa. Ini akan menyebabkan masalah
bila puasa dalam jangka yang lama yang seringkali berhubungan dengan
penyakit gastrointestinal.
4. Sepsis atau peyakit dengan hipermetabolic, termasuk hipertiroid

Kelainan yang menyebakan kekurangan produksi glukosa yaitu :


1. Simpanan glukosa tidak adekuat (prematur, hipoglikemi ketotik, malnutrisi)
Kelainan ini sering menjadi penyebab hipoglikemi, disamping hipoglikemi
akibat pemberian insulin pada diabetes. Hal ini dapat dibedakan dengan
melihat gejala klinis dan adanya hipoglikemi ketotik , biasanya pada anak

17

yang kurus dengan usia 18 bulan- 6 tahun, biasanya akibat masukan makanan
yang terganggu.
2. Kelainan pada produksi glukosa di hepar
Kelainan ini menurunkan produksi glukosa melalui berbagai defek, termasuk
blockade pada pelepasan dan sintesa glukosa atau blockade glukoneogenesis.
Anak dengan keadaan ini akan beradaptasi dengan hipoglikemi karena sifat
penyakitnya kronik.
3. Kelainan hormonal
Kelainan ini disebabkan hormone pertumbuhan dan kortisol berperan penting
pada pembentukan energy alternative dan merangsang produksi glukosa.
4. Toksin dan penyakit lain. (etanol, salisilat, malaria)
Etanol

menghambat

glukoneogenesis

melalui

hepar

sehingga

dapat

menyebakan hipoglikemi. Hal ini khususnya pada pasien diabetes dengan


pemakaian insulin yang tidak dapat mengurangi sekresi insulin sebagai respon
bila terjadi hipoglikemi.
Intoksikasi salisilat dapat terjadi hipoglikemi karenabertambahnya sekresi
insulin dan hambatan pada glukoneogenesis.

2.7

GEJALA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemia, walaupun jarang terjadi pada anak, tetapi banyak pada bayi.

Namun masih tetap merupakan problem untuk dokter anak, karena: Pertama,
gejalanya samar-samar dan tidak spesifik, maka untuk membuat diagnosis tergantung
pada indeks kepekaan yang tinggi. Kedua, mekanisme yang menyebabkan
hipoglikemia sangat banyak dan kompleks.
Pada bayi yang berusia lebih dari dua bulan, anak dan dewasa, penurunan gula
darah kurang dari 40 mg/dL (2,2 mmol/L) dapat menimbulkan rasa lapar dan
merangsang pelepasan epinefrin yang berlebihan sehingga menyebabkan lemah,
gelisah, keringat dingin, gemetar dan takikardi (gejala adrenergic).
18

Gejala hipoglikemia, dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu:


berasal dari sistem syaraf autonom dan berhubungan dengan kurangnya suplai
glukosa pada otak (neuroglikopenia).(4,7) Gejala akibat dari system syaraf autonom
adalah berkeringat, gemetar, gelisah dan nausea. Akibat neuroglikopenia adalah
pening, bingung, rasa lelah, sulit bicara, sakit kepala dan tidak dapat konsentrasi.
Kadang disertai rasa lapar, pandangan kabur, mengantuk dan lemah. (3,39)
Pada neonatus, gejala hipoglikemia tidak spesifik, antara lain tremor, peka
rangsang, apnea dan sianosis, hipotonia, iritabel, sulit minum, kejang, koma, tangisan
nada tinggi, nafas cepat dan pucat. Namun hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang
tidak hipoglikemia, misal kelainan bawaan pada susunan syaraf pusat, cedera lahir,
mikrosefali, perdarahan dan kernikterus. Demikian juga dapat terjadi akibat
hipoglikemia yang berhubungan dengan sepsis, penyakit jantung, distres respirasi,
asfiksia, anomali kongenital multipel atau defisiensi endokrin. (21,42)
2.8

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium yang dikombinasi dengan riwayat klinis sangat

penting untuk menegakkan diagnosis hipoglikemia. Pemeriksaan kadar gula darah


pertama yang diambil pada saat ada gejala atau kecurigaan hipoglikemia. Kadar
glukosa plasma dapat diukur dengan glukometer. Bayi-bayi yang dalam resiko harus
dilakukan pemeriksaan penyaring antara lain bayi dengan ibu diabetes, bayi-bayi
IUGR , bayi prematur dan bay-bayi yang menunjukkan sugestif hipoglikemi. Penting
untuk melakukan pemeriksaan berkala kadar glukosa plasma hingga bayi dapat
minum ASI peroral dan tidak memakai infus selama 24 jam. Dengan demikian resiko
hipoglikemia dapat dikurangi. Bayi dengan hipoglikemia membutuhkan infus glukosa
selama lebih dari 5 hari untuk dievaluasi penyebab sebernanya, inborn error
metabolism, hiperinsulinemi, dan defisiensi hormon kontraregulasi.(current)
Pemeriksaan yang lain adalah: Beta hidroksi butirat, asam laktat, asam lemak
bebas, asam amino (kuantitatif) dan elektrolit (untuk melihat anion gap). Pemeriksaan
hormonal: insulin, kortisol, hormon pertumbuhan. Pemeriksaan faal hepar.
19

Pemeriksaan urin: keton dan asam amino (kuantitatif). (19)


Apabila pada pemeriksaan awal tidak terdiagnosis atau pasien asimptomatik,
maka dilakukan pemeriksaan lanjutan. Bila berhubungan dengan puasa, maka pasien
dipuasakan dan dipantau dalam 24 jam selama puasa, atau bila ada indikasi puasa
dapat diperpanjang. Pemeriksaan ini harus dengan rawat inap, dipasang akses
intravena dan diberikan heparin pada jalur intravenanya untuk pengambilan sampel
darah dan bila perlu untuk pemberian dekstrose 25% bila timbul gejala hipoglikemia.
Diambil plasma darah secara sekuensial untuk pemeriksaan glukosa plasma,
beta hidroksibutirat, dan insulin pada jam 8, 16 dan 20, kemudian diberikan glukagon
30 100 pg/kgBB intra muskuler sampel diambil setiap jam sampai pemeriksaan
berakhir. Sampel pertama dan terakhir harus diperiksa kadar hormon pertumbuhan
dan kortisol. Bila dicurigai defek pada enzim tertentu, maka diperlukan pemeriksaan
analisa asam organik plasma dan atau urin.
Pemeriksaan lain yang diperlukan adalah tes stimulasi glukagon, tes toleransi
leucine untuk menentukan diet dikemudian hari dilakukan setelah pasien
normoglikemi, tes toleransi tolbutamide nilainya kurang untuk menemukan adenoma
pankreas, pemeriksaan fungsi adrenal. (11)
PENCITRAAN
Bila hipoglikemi hiperinsulinisme menetap, maka dilakukan pemeriksaan
USG abdomen, CT Scan dan MRI hanya sedikit membantu untuk membedakan
bentuk fokal atau difus. Bila dicurigai hipopituitarisme, dilakukan MRI kepala, untuk
melihat tumor pada hipofisis atau hipotalamus, atau mungkin ada kelainan bawaan.
(22)

Bilamana pemeriksaan non invasif tidak berhasil maka dilakukan pemeriksaan

invasif dengan endoscopic ultrasound, namun hasilnya tergantung operatornya. bila


masih belum berhasil untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan transhepatic
venous sampling.

20

2.9

DIAGNOSIS
Untuk menetapkan diagnosis hipoglikemia secara benar harus dipenuhi trias

Whipples yaitu: 1. manifestasi klinis yang khas, 2. kejadian ini harus bersamaan
dengan rendahnya kadar glukosa plasma yang diukur secara akurat dengan metoda
yang peka dan tepat, dan 3. gejala klinis menghilang dalam beberapa menit sampai
beberapa jam setelah normoglikemia. Bila ketiganya dipenuhi maka diagnosis klinis
hipoglikemia dapat ditetapkan. Berdasar pada klinis, hasil pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan penunjang yang lain untuk menetapkan etiologi.
Pendekatan yang dilakukan bilamana dicurigai hipoglikemia, adalah
anamnesis yang teliti dilanjutkan pemeriksaan fisik dengan ini dapat memberikan
petunjuk penting kearah diagnosis. Hipoglikemia yang dipicu oleh komponen
makanan tertentu dapat mengarahkan pada inborn error of metabolism, seperti
galaktosemia, penyakit maple syrup urine dan intoleransi fruktose. Obesitas yang
mencolok saat lahir menyokong kearah hiperinsulinisme. Kolestasis dan mikropenis
pada hipopituitarisme. Hepatomegali seringkali terjadi pada glycogen storage
disease atau defek pada glukoneogenesis. Miopati merupakan gambaran dari defek
oksidasi asam lemak dan glycogen storage disease.

21

2.10

PENGOBATAN
Tujuan

utama

pengobatan

hipoglikemia

adalah

secepat

mungkin

mengembalikan kadar gula darah kembali normal, menghindari hipoglikemia


berulang sampai homeostasis glukosa normal dan mengkoreksi penyakit yang
22

mendasari terjadinya hipoglikemia. (4)


Medikamentosa
Pada neonatus, bila hipoglikemia terjadi pada bayi aterm asimptomatik,
berikan larutan glukosa atau susu formula, bila memungkinkan minum ASI, berikan
akses intravena. Dari referensi terdahulu Terapi pertama yang dianjurkan adalah
pemberian infus glukosa intravena 1 gram/kgBB (glukosa 50%, 2 ml/kgBB), diikuti
dengan 10 mg/kgBB/menit (glukosa 30%, 50 ml/kgBB/24 jam). Namun berdasarkan
protokol pengobatan Depkes :
Tatalaksana hipoglikemia pada neonatus
1. Memantau kadar glukosa darah
Semua neonatus beresiko tinggi harus ditapis:
Pada saat lahir
30 menit setelah lahir
Kemudian setiap 2 4 jam selama 48 jam atau sampai pemberian
minum berjalan baik dan kadar glukosa dapat tercapai
2. Pencegahan hipoglikemia
Menghindari faktor resiko yang dapat dicegah misalnya hipotermia
Pemberian makan enteral merupakan tindakan preventif tunggal
paling penting
Jika bayi tidak mungkin menyusui, mulailah pemberian minum
dengan menggunakan sonde dalam waktu 1 3 jam setelah lahir.
Neonatus yang beresiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya
sampai asupannya penuh dan tiga kali pengukuran normal sebelum
pemberian minum diatas 45 mg/dl
Jika ini gagal terapi IV dengan glukosa 10 % harus dimulai dan
23

kadar glukosa harus dipantau


3. Perawatan hipoglikemia
Koreksi segera dengan bolus 200 mg/kg dengan dekstrosa 10 % =
2 cc/kg dan diberikan melalui IV selama 5 menit dan diulang
sesuai dengan keperluan
Infus tak terputus (continual)glukosa 10% dengan kecepatan 6-8
mg/kg/menit harus dimulai
Kecepatan infus glukosa (GIR)
Kecepatan infus glukosa (GIR) dihitung menurut formula berikut :
GIR (mg/kg/menit)
= kecepatan cairan (cc/jam) x konsentrasi dextrose (%)
6 x berat (Kg)
Pemantuan glukosa ditempat tidur secara sering diperlkan untuk
memastikan bahwa neonatus mendapatkan glukosa yang memadai
Ketika pemberian makanan telah dapat ditoleransi dan nilai
pemantauan glukosa ditempat tidur sudah normal maka infus dapat
diturunkan secara bertahap . tindakan ini mungkin memerlukan
waktu 24-48 jam atau lebih untuk menghindari kambuhnya
hipoglikemia
4. Hipoglikemia refraktori
Kebutuhan

glukosa >

12 mg/kg/menit

menunjukkan

adanya

hiperinsulisme, keadaaan ini dapat dilakukan dengan

Hidricortison 5 mg/kg IV atau IM setiap 12 jam

Glukagon 200 ug IV (segera atau infus berkesinambungan 10


ug/kg/jam)

24

Diazoxide 10 mg/kg/hari setiap 8 jam menghambat sekresi insulin


pankreas.(5)

Bayi yang terkena hipoglikemia diberikan 200 mg/kg glukosa atau 2 cc/kg
dekstrosa10% selama 5 menit, diulang sesuai dengan kebutuhan. Hipoglikemia pada
bayi yang tidak ditangani dapat menyebabkan kerusakan syaraf permanen atau
kematian. Meskipun kadar gula darah harus dinaikkan secara cepat, larutan glukosa
konsentrat seperti glukosa 50% tidak indikasikan karena mengakibatkan tekanan
osmotik dan hiperinsulinisme.
Infus harus berkesinambungan dengan glukosa 10% dengan kecepatan 6 8 kg/menit
(pada bayi) sedangkan pada anak 3 5 mg/kgBB/menit

(19)

harus dimulai. Naikkan

kecepatan dan atau konsentrasi glukosa untuk menjaga nilai glukosa tetap normal
(catatan ; 10 mg/kg/menit, dekstrosa = 144 cc/kg/hari) bahwa bayi menerima glukosa
yang memadai. Ketika pemberian asupan toleransi dan nilai pemantauan glukosa
ditempat tidur adalah normal, infus dapat diturunkan secara bertahap. Tindakan ini
mungkin memakan waktu 24 48 jam atau lebih untuk menghindari hipoglikemia
kembali (5)

Periksa glukosa segera setelah lahir

Mengambil

Glukos
serum
a <kadar
30

glukosa
Mulai infus
glukosa
10% IV
berikan 2
ml/kg
selama 5
menit
Berikan IV
dengan
laju 5

Glukos
a 30
Mengambil
-40
serum
kadar
glukosa
Mulai
pemberian
asupan
sejak dini
(dalam
waktu 4 jam
setelah
lahir)
Lengkapi

Glukosa
> 40
Mulai
pemberian
asupan sejak
dini (dalam
waktu 4 jam
setelah lahir)
Lanjutkan
pemeriksaan25
bayi berisiko
hingga
pemberian

Mulai
pemberian
asupan
lebih
sering saat
bayi sudah
stabil

glukosa
10% secara
IV jika
pemberian
asupan
tidak bisa
ditoleransi
atau kadar
glukosa

hingga
pemberian

Pemantauan glukosa bisa dihentikan setelah bayi mulai menerima asupan dengan
penuh atau mendapatkan infus glukosa terus menerus asupan dengan penuh atau
mendapatkan infus glukosa secara terus menerus secara teratur dan 3 kali
pemeriksaan yang dilakukan setiap jam hasilnya > 40 mg/dl jika tanda timbul kembali
dan pemberian asupan tidak bisa ditoleransi , mulai lagi dari bagian atas grafik
Dalam penelitian didapatkan Bila dengan terapi diatas tidak berhasil, banyak
penulis menganjurkan diberikan hidrokortison meningkatkan glukoneogenesis 5
mg/kgBB/24 jam dalam dosis terbagi, dapat pula diberikan glukagon secara
intramukuler 50 ug/kgBB setiap 4 jam karena dapat meningkatkan enzim
phosphoenolpyruvate carboxykinase namun hal ini masih menjadi kontroversi.(8, 9)
Hipoglikemia ketotik, kelainan glycogen storage, defek pada metabolisme
asam lemak bebas, dan hiperinsulinisme ringan, hipoglikemia dapat dicegah dengan
pemberian makan yang frekuen dengan diet yang di rancang khusus dan dapat
diberikan dektrose parenteral yang dapat memberikan respon cepat bila makan
kurang adekuat atau problem gastrointestinal atau penyakit yang lain. Untuk
defisiensi fructose diphosphatase, hindarkan diet yang mengandung fructose.
Untuk hiperinsulinisme, maka digunakan pendekatan bertahap. Tahap
pertama, biasanya dengan pemberian makan yang frekuen. Tahap selanjutnya
biasanya diberikan diazoxide (15 20 mg/kgBB/hari). Octreotide (25 - 100
ug/kgBB/hari) biasanya merupakan obat pilihan kedua. Nifedipine merupakan
calcium channel blockerjuga dapat digunakan. Pembedahan direkomendasikan bila
pengobatan gagal atau dicurigai adanya tumor yang memproduksi insulin. Hormon
pertumbuhan dan atau kortisol merupakan pengobatan spesifik untuk anak dengan
hipoglikemia dengan hipopituitarisme atau insufisiensi adrenal. Bayi yang lahir
prematur dan SGA harus diberikan intravena atau peroral segera setelah lahir untuk
26

mencegah hipoglikemia.
Pengobatan hormonal, diberikan untuk terapi pengganti bilamana defisiensi
hormonal, kortisol, hormon pertumbuhan, atau untuk menekan produksi hormon yang
berlebihan, yaitu Somatostatin (Octreotide) merupakan obat pilihan kedua,
merupakan peptida dengan kerja farmakologik sama dengan somatostatin, dengan
menghambat sekresi insulin. Diazoxide merupakan obat anti hipertensi yang dapat
menekan sekresi insulin. Nifedipine, merupakan calcium channel blocker yang
menurunkan sekresi insulin.(7)
KONSULTASI
Evaluasi dan pengobatan anak dengan hipoglikemia,

membutuhkan

pendekatan tim. Biasanya pada evaluasi pertama adalah ahli endokrin anak dan
pengobatan tergantung dari hasil evaluasi. Sebaiknya bilamana didapatkan kelainan
metabolik familial dibantu oleh ahli genetik. Ahli gizi, diperlukan untuk memberikan
masukan untuk menjamin masukan kalori pada anak dengan cadangan gula yang
tidak adekuat.
PROGNOSIS
Tergantung penyebab yang mendasarinya. Untuk penyakit inborn errors of
metabolism dan defisiensi hormonal, membutuhkan pengobatan selama hidup,
sebaliknya hipoglikemia ketotik umumnya menghilang sekitar umur 5 tahun bila anak
diberikan

nutrisi

yang

adekuat

untuk

mencegah

hipoglikemia.

Untuk

hiperinsulinemia, tergantung pada beratnya penyakit, respon terhadap pengobatan,


dan lesinya fokal atau difus. Pada lesi fokal umumnya dapat diobati dengan
pembedahan. Hiperinsulinisme ringan yang memberikan respon dengan diazoxide,
membutuhkan pengobatan jangka panjang, tetapi anak dapat hidup normal. Pada lesi
difus yang tidak memberikan respon dengan pengobatan, tidak sepenuhnya dapat
diobati dengan pankreatektomi dan akan timbul problem hipoglikemia dan gangguan
perkembangan yang berkelanjutan.
27

BAB III

KESIMPULAN
Walaupun merupakan obyek yang sangat menarik, hipoglikemia pada bayi
dan anak masih merupakan tantangan untuk kita. Keadaan hipoglikemia harus cepat
didiagnosis dan diobati dan tentunya harus dicari penyebabnya. Kelambatan
pengobatan dapat menyebabkan kerusakan otak, bahkan sampai kematian, khususnya
pada bayi premature dan bayi baru lahir.

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD.Rudolph's Pediatrics.hypoglycemia in
infant and children. Edisi ke-20. California : Prentice Hall International Inc. 1996.
Page : 1828- 1838
2. Susanto, Rudy. Hipoglikemia Pada Bayi dan Anak. Bagian IKA FK Universitas
Diponegoro. RS.Kariadi. Semarang. PKB Palembang. 10-11 November 2007
3. Cornblath M. Clinical Conference: Infant of Diabetic Mothers. Pediatrics.
1961;28:1024 - 6.
4. Service FJ. Hypoglycemic disorders. The New England Journal of Medicine.
1995;332:1144 - 52.
5. USAID Indonesia. Bab 16. Hipoglikemia Pada Neonatus. Asuhan Neonatus Esensial.
Edisi Pertama. DepKes. Jakarta. 2000
6. Battan FK, Faries G. Chapter 11: Emergencies & Injuries. Current pediatric diagnosis
& treatment, 18th ed. USA: the McGraw-Hill Companies; by Appleton & Lange,
2007.

29

7. Ilene Claudius CF, Richard Boles. The Emergency Department Approach to


Newborn and Childhood Metabolic Crisis. Emerg Med Clin N Am. 2005;23:843
83.
8. Sexson W. Incidence of neonatal hypoglycemia: A matter of definition. Journal of
pediatrics. 1984;105:149 - 50.
9. Hawdon JM WPM, McPhail S, Cameron H, Walkinshaw SA. Prediction of impaired
metabolic adaptation by antenatal studies in small for gestational age fetuses. Arch
Dis Child. 1992;67:789 - 92.
10. Sperling MA. Hyoglycemia in infant and children. In: Lavin N, ed. Manual of
Endocrinology and Metabolism. 1st ed. Boston, Toronto: Little, Brown and Company
1986:443 - 53.
11. WHO. Hypoglycemia of the newborn: A review of literature. 1997:1-55.
12. Hoffman RP. Hypoglycemia. EMedicine

2007

[cited; Available from:

http://www.emedicine.com/ped/topic1117.htm

30

You might also like