Professional Documents
Culture Documents
Penicillin adalah antibiotik yang paling sering digunakan. Baik yang alami
maupun semisintetis mempunyai aktivitas bakteriosidal spektrum luas,
dan bekerja dengan jalan mengganggu pembentukan dan keutuhan
dinding sel bakteri.
2. Tetracyclin
Tetracyclin merupakan obat yang bersifat bakteriostatis yang bekerja
dengan jalan menghambat sintesis protein. Obat ini diabsorbsi dengan
cepat apabila diberikan secara oral dan diekskresi lewat urin dan feses.
Doxycline hyclate (Vibramycin) karena bisa terabsorbsi sempurna maka
mempunyai efek samping yang kecil terhadap saluran pencernaan bagian
bawah yang biasanya mengakibatkan diare dibanding tetracyclin yang
lain. Tetracyclin tidak dianjurkan sebagai obat utama untuk infeksi
orofasial yang serius. Obat ini sebaiknya digunakan apabila tes sensitivitas
menunjukkan perlunya pemberian obat tersebut, atau obat lain tidak ada
atau pasien alergi terhadap obat utama. Absorbsi tetracyclin berkurang
dengan adanya susu, antasid dan laksatif yang mengandung Magnesium.
Untuk membantu absorbsinya sebaiknya obat ini diminum 1-2 jam
sebelum atau sesudah makan.
3. Aminoglycoside
Karena sulit diabsorbsi melalui saluran gastrointestinal, maka
aminoglycoside diberikan secara parenteral dan oleh karena itu praktis
hanya digunakan di Rumah Sakit. Obat biasanya dikeluarkan lewat urin.
Alerginitas silang bisa terjadi antara obat yang termasuk dalam
aminoglycoside. Aminoglycoside bersifat nefrotoksis dan ototoksis,
kadang-kadang mengakibatkan ketulian permanen.
4. Antibiotik topikal
Beberapa obat yang relatif toksis, sulit diabsorbsi apabila diberikan secara
oral akan sangat efektif dan aman apabila diberikan secara topikal dengan
konsentrasi yang cukup tinggi, misalnya Bacitracin. Obat ini tersedia
dalam bentuk salep untuk aplikasi topikal. Obat-obatan topikal biasanya
sering diberikan dalam bentuk kombinasi dengan yang lain supaya
spektrumnya lebih luas misalnya Bacitracin, Neomycin, Gramicidine,
Polymyxin B atau kombinasi lainnya.
Analgesik
Analgesik opioid
Analgesik opioid adalah obat yang menyerupai peptida opioid endogen
dan menyebabkan aktivasi reseptor opioid yang memanjang (biasanya
reseptor mikro). Hal tersebut menyebabkan analgesia, depresi nafas,
euforia, dan sedasi. Nyeri berperan sebagai suatu antagonis depresi nafas
yang bagaimanapun bisa menjadi masalah bila nyeri dihilangkan,
misalnya dengan anastetik lokal. Opioid sering menyebabkan mual dan
muntah sehingga sering kali memerlukan antiemetik. Analgesik opioid
dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Analgesik opioid kuat
Analgesik ini khususnya digunakan pada terapi nyeri tumpul yang
tidak terlokalisasi dengan baik (viseral). Nyeri somatik dapat
ditentukan dengan jelas dan bisa diredakan dengan analgesik
opioid lemah atau dengan obat antiinflamasi nonsteroid. Baik
ketergantungan fisik maupun psikologis pada analgesik opioid
secara bertahap berkembang dan penghentian pemberian obat
secara tiba-tiba mempresipitasi sindrom putus obat. Pembagian
analgesik ini meliputi:
a) Morfin
Morfin dan analgesik opioid lainnya menghasilkan suatu kisaran
efek sentral yang meliputi analgesia, euforia, sedasi, depresi
nafas, depresi pusat vasomotor (menyebabkan hipotensi
postural), miosis akibat stimulasi nukleus saraf III (kecuali petidin
yang mempunyai aktivitas menyerupai atropin yang lemah),
mual, serta muntah yang disebabkan oleh stimulasi
chemoreceptor trigger zone. Obat tersebut juga menyebabkan
penekanan batuk, tetapi hal ini tidak berkaitan dengan altivitas
opioidnya.
b) Diamorfin
b) Dekstropropoksifen
Mempunyai kira-kira setengah potensi kodein, tetapi mempunyai
aksi yang serupa pada dosis ekuianalgesik.
Acetosal
500 mg
Codein HCl
20 mg
C.T.M
4 mg
S.L
qs.