Professional Documents
Culture Documents
LAMPIRAN
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KOTA PALEMBANG
TAHUN 2012 - 2032
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
1.1
3.1
3.2
3.4
3.5
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
7.1
I-47
III-10
III-11
III-38
III-40
V-4
V-5
V-6
V-7
V-9
V-10
V-15
V-16
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3
1.4
I-1
I-2
I-3
I-3
I-3
I-10
I-17
I-23
I-28
I-49
I-54
1.5
I-57
I-57
I-59
I-60
I-60
I-60
II-1
2.1
2.2
2.3
III-1
III-1
III-2
III-6
III-7
III-27
III-28
III-29
III-31
III-35
III-40
III-42
III-46
III-49
III-50
III-51
III-52
IV-1
IV-1
IV-2
IV-9
IV-9
4.2
IV-10
IV-11
IV-13
IV-15
IV-15
IV-17
IV-18
IV-18
IV-20
IV-22
IV-25
4.3
IV-27
IV-27
IV-34
IV-37
IV-39
IV-39
V-1
5.1
V-1
5.2
V-2
V-2
V-4
V-6
V-9
V-9
V-10
V-15
V-15
V-20
VI-1
VI-2
VI-3
VI-3
VII-1
VII-1
VII-5
VII-16
7.2
KETENTUAN/ARAHAN PERIZINAN.................................
7.2.1 Mekanisme Perizinan...................................................
7.2.2 Jenis Perizinan .............................................................
VII-26
VII-26
VII-26
7.3
7.4
VII-29
VII-34
VII-35
VII-35
VII-35
DAFTAR TABEL
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
I.1
I.2
I.3
I.4
I.5
I.6
:
:
:
:
:
:
Tabel
I.7
Tabel
I.8
Tabel
I.9
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
I.10
I.11
I.12
I.13
I.14
I.15
I.16
I.17
I.18
I.19
I.20
I.21
I.22
I.23
I.24
I.25
I.26
I.27
I.28
I.29
I.30
III.1
III.2
III.3
III.4
III.5
III.6
III.7
III.8
III.9
III.10
III.11
III.12
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
I-4
I-6
I-7
I-11
I-12
I-12
I-14
I-15
I-16
I-21
I-22
I-24
I-25
I-26
I-27
I-27
I-29
I-29
I-31
I-37
I-39
I-40
I-40
I-41
I-45
I-47
I-49
I-53
I-54
I-58
III-6
III-9
III-16
III-21
III-23
III-26
III-26
III-31
III-33
III-34
III-45
III-48
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
IV.1
IV.2
IV.3
IV.4
:
:
:
:
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
IV.5
IV.6
IV.7
IV.8
IV.9
IV.10
IV.11
V.1
:
:
:
:
:
:
:
:
IV-5
IV-6
IV-11
IV-30
IV-31
IV-32
IV-33
IV-35
IV-36
IV-38
V-4
Musi
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
V.2
VII.1
VII.2
VII.3
VII.4
VII.5
VII.6
VII.7
VII.8
VII.9
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Tabel
Tabel
VII.10 :
VII.11 :
V-14
VII-3
VII-7
VII-7
VII-8
VII-9
VII-13
VII-18
VII-31
VII-32
VII-34
VII-36
WALIKOTA PALEMBANG
PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG
NOMOR 15 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KOTA PALEMBANG TAHUN 2012-2032
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PALEMBANG,
Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kota Palembang,
dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna,
berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan dalam
rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan
keamanan, perlu diatur dengan Peraturan Daerah ;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78 ayat (4) butir c
Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Palembang ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf
a dan b, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kota
Palembang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Palembang Tahun 2012-2032.
Mengingat :
5.
6.
7.
8.
9.
44. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang
saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan
dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya
dalam satu hubungan hierarkis.
45. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian
jalan,
termasuk
bangunan
pelengkap
dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air serta di atas permukaan
air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
46. Jalan Arteri Primer adalah jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan
rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya
guna, yang menghubungkan antar pusat kegiatan nasional
dengan pusat kegiatan wilayah
47. Jalan Arteri Sekunder adalah jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi
secara berdaya guna, yang menghubungkan kawasan primer
dengan kawasan sekunder kesatu atau kawasan sekunder kesatu
dengan kawasan sekunder kedua
48. Jalan Kolektor Primer adalah jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh,
kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi, yang
menghubungkan antar pusat kegiatan nasional dengan pusat
kegiatan local, antar pusat kegiatan wilayah atau antara pusat
kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan local
49. Jalan kolektor sekunder adalah jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi,
yang mneghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan
sekunder kedua atau kawasam sekunder kedua dengan kawasan
sekunder ketiga.
50. Jalan Lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan cirri perjalanan jarak dekat,
kecepatam rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
51. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN atau
hirarki I adalah kawasan perkotaan yang berfungsi melayani
kegiatan skala internasional, nasional dan beberapa provinsi.
52. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat atau badan hukum.
53. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
54. Kelembagaan adalah suatu badan yang berkekuatan hukum
dengan tujuan tertentu.
55. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup
adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan
hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan
untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan.
4 Kelurahan,
mengacu pada
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup Pengaturan
Pasal 4
Ruang Lingkup Peraturan Daerah tentang RTRW Kota Palembang
mencakup:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
11
Bagian Kedua
Sistem Pusat Pelayanan Kota
Pasal 9
Sistem Pusat Pelayanan Wilayah Kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf a, direncanakan meliputi:
a. Pusat Pelayanan Kota (PPK);
b. Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub-PPK); dan
c. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
Pasal 10
(1) PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a adalah kawasan
yang mampu melayani kegiatan skala kota dan wilayah regional,
nasional dan internasional.
(2) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. PPK Merdeka, melayani seluruh kebutuhan masyarakat di
wilayah Seberang Ilir Palembang, meliputi 9 Kelurahan yaitu
Kelurahan 13 Ilir, Kelurahan 14 Ilir, Kelurahan 15 Ilir, Kelurahan
16 Ilir, Kelurahan 17 Ilir, Kelurahan 18 Ilir, Kelurahan 19 Ilir,
Kelurahan 22 Ilir dan Kelurahan 23 Ilir; dan
b. PPK Jakabaring, melayani seluruh kebutuhan masyarakat di
wilayah Seberang Ulu Palembang, meliputi 3 Kelurahan yaitu
Kelurahan Silaberanti, Kelurahan 8 Ulu dan Kelurahan 15 Ulu.
Pasal 11
(1) Sub- PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b adalah
kawasan yang mampu melayani kegiatan skala kawasan.
(2) Sub-PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Sub-PPK Sukarami, meliputi 7 Kelurahan yaitu Kelurahan
Sukarami, Kelurahan Kebun Bunga, Kelurahan Sukabangun,
Kelurahan Sukajaya, Kelurahan Talang Betutu, Kelurahan
Talang Jambe dan Kelurahan Sukadadi; dengan fungsi utama
sebagai kawasan Bandara, militer, industri, perdagangan dan
jasa, dan kawasan perumahan.
b. Sub PPK Alang-Alang Lebar meliputi 4 Kelurahan yaitu
Kelurahan Alang-Alang Lebar, Kelurahan Talang Kelapa,
Kelurahan Karya Baru dan Kelurahan Srijaya, dengan fungsi
utama sebagai kawasan perumahan, perdagangan dan jasa,
c. Sub PPK Ilir Barat I meliputi 6 Kelurahan yaitu Kelurahan Bukit
Baru, Kelurahan Siring Agung, Kelurahan Bukit Lama,
Kelurahan Demang Lebar Daun, Kelurahan Lorok Pakjo dan
Kelurahan 26 Ilir D1 dengan fungsi utama sebagai kawasan
perumahan, perdagangan dan jasa, pendidikan, serta
pengembangan kota baru (new town);
d. Sub-PPK Gandus meliputi 5 kelurahan yaitu Kelurahan Gandus,
Kelurahan Pulokerto, Kelurahan Karang Jaya, Kelurahan Karang
Anyar dan Kelurahan 36 Ilir dengan fungsi utama sebagai
kawasan perumahan dan kota baru (new town), militer, industri,
perdagangan dan jasa, pengembangan agropolitan, serta
pariwisata;
e. Sub PPK Ilir Barat II meliputi 7 kelurahan yaitu Kelurahan 27
Ilir, Kelurahan 28 Ilir, Kelurahan 29 Ilir, Kelurahan 30 Ilir,
Kelurahan 32 Ilir, Kelurahan 35 Ilir dan Kemang Manis dengan
12
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
13
Pasal 12
(1) Pusat Pelayanan Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf c, merupakan kawasan yang melayani kegiatan pada skala
lingkungan di wilayah kota.
(2) Pusat Pelayanan Lingkungan tersebar di seluruh kawasan, terutama
di pusat pemerintahan kelurahan.
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Kota Palembang
Pasal 13
(1) Sistem Jaringan Prasarana Kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf b, meliputi:
a. sistem jaringan prasarana utama; dan
b. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, berupa sistem jaringan transportasi.
(3) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, meliputi:
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air; dan
d. sistem jaringan infrastruktur perkotaan yang terdiri atas:
1. sistem drainase kota;
2. sistem penyediaan air minum;
3. sistem persampahan kota;
4. sistem pengelolaan air limbah;
5. penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan
jalan pejalan kaki;
6. jalur evakuasi bencana;
7. sistem pengendalian kebakaran dan
8. penyedian sarana dan/atau fasilitas kota.
Paragraf Kesatu
Sistem Jaringan Transportasi
Pasal 14
Sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (2), meliputi:
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut; dan
c. sistem jaringan transportasi udara.
Pasal 15
Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 huruf a, meliputi:
a. sistem jaringan lalu lintas dan angkutan jalan;
b. sistem jaringan perkeretaapian; dan
c. sistem jaringan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan
(ASDP).
14
Pasal 16
Sistem jaringan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 huruf a, terdiri atas:
a. jaringan jalan;
b. jaringan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ); dan
c. jaringan pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Pasal 17
Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a, terdiri
atas:
a. jaringan jalan arteri primer dengan lebar badan jalan minimal 11
meter, meliputi Jalan Sriwijaya Raya, Jalan Lingkar Luar Barat dan
Jalan Lingkar Luar Timur, Jalan Tol Palembang Betung, Jalan Tol
Palembang-Indralaya, dan jalan Tol Palembang-Kayu Agung;
b. jaringan jalan arteri sekunder dengan lebar badan jalan minimal 11
meter, meliputi rencana pengembangan Jalan Lingkar Dalam Timur,
Jalan Jendral Sudirman, Jalan Kol. H. Barlian, Jalan Sultan
Mahmud Badarudin II, Jalan Veteran, Jalan Yos Sudarso , Jalan
Perintis Kemerdekaan, Jalan RE Martadinata , Jalan Residen A.
Rozak (Patal Pusri), Jalan Jendral Basuki Rahmad, Jalan R.
Sukamto, Jalan Demang Lebar Daun, Jalan Parameswara, Jalan
Yusuf Singedikane, Jalan Alamsyah Ratu Prawiranegara, Jalan
Lingkar Selatan, Jalan Sukarno-Hatta, Jalan Wakhid Hasyim, Jalan
Ki Merogan, Jalan Ryacudu, , Jalan Akses Bandara, Jalan Harun
Sohar, Pembangunan dan Pengembangan Jalan Arteri Sekunder;
c. jaringan jalan kolektor primer dengan lebar badan jalan minimal 9
meter, meliputi, Jalan Gubernur H. A. Bastari, Jalan Raya
Perumnas-Terminal Alang-Alang Lebar, Jalan Jenderal Ahmad Yani,
Jalan DI. Panjaitan, Jalan Kapten Abdullah, Jalan Angkatan 45,
Jalan Kapten A. Rivai, Jalan Jaksa Agung R.Suprapto, Jalan Srijaya
Negara, Jalan Radial, Jalan Inspektur Marzuki, Jalan Kol. Atmo,
Jalan Beringin Janggut, Jalan Merdeka, Jalan Mesjid Lama, Jalan
Diponegoro, Jalan PSW Subekti, Jalan Letkol Iskandar, Jalan Kol. H.
Abdul Kadir, Jalan Slamet Riyadi, Jalan Segaran, Jalan AKBP Cek
Agus, Jalan Dr. M. Isa, Jalan Mohtar Prabu Mangkunegara, Jalan
Pangeran Ayin, Jalan Talang Keramat dan Jalan Mayor Zen;
d. jaringan jalan kolektor sekunder dengan lebar badan jalan minimal
9 meter, meliputi, Jalan POM IX, Jalan KH Azhari, Jalan Panca
Usaha, Jalan Dempo, Jalan Rasyad Nawawi,
Jalan Jenderal
Bambang Utoyo, Jalan Musi Raya Sako, Jalan Pangeran Ratu, Jalan
Tengkuruk Permai, Jalan Mayor Ruslan, Jalan Gajah Mada, Jalan
KH Ahmad Dahlan, Jalan Syahyakirti, Jalan TKR Kadir, Jalan
Rustam Effendi, Jalan Pangeran Sido Ing Lautan, Jalan Ki Gede Ing
Suro, Jalan Tanjung Api-Api, jalan Sosial, Jalan Perindustrian, Jalan
Sukabangun, Jalan Muhamad Mansyur, Jalan Bangau, Jalan
Rajawali, Jalan Hisbullah, Jalan Letnan Murod, Jalan Sudarman
Ganda Subrata, Jalan Makrayu, Jalan KH. Ahmad Dahlan, Jalan
Ratu Sianum, Jalan Sultan Agung, Jalan Mangku Bumi, Jalan
Kartika, Jalan Talang Buruk, Jalan Tanjung Barangan, Jalan Sofyan
Kenawas, Jalan Siarang, Jalan Padang Selasa; dan
e. jalan lokal/lingkungan dengan lebar badan jalan minimal 7,5 meter
meliputi seluruh jalan-jalan di perumahan dan permukiman yang
tersebar di seluruh wilayah Kota Palembang. dan jalan lokal lainnya.
f. rencana pembangunan jembatan, meliputi:
15
16
Pasal 19
(1) Jaringan pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 huruf c terdiri atas:
a. Jaringan trayek penumpang, terdiri dari jaringan rute angkutan
umum dan jaringan angkutan umum massal.
b. Jaringan lintas angkutan barang.
(2) Jaringan rute angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi:
a. Rute Ampera-Jalan Merdeka-Jalan.Kapten A Rivai-Jalan Jendral
Sudirman-Jalan Mayor Salim Batubara-Sekip Ujung;
b. Rute Ampera-Jalan Merdeka-Jalan Kapten A Rivai-Jalan VeteranJalan Mayor Ruslan;
c. Rute Ampera-Jalan. Merdeka-Jalan Diponegoro-Jalan Ki Gede Ing
Suro-Terminal Tangga Buntung;
d. Rute Ampera-Jalan Kapten A. Rivai- Jalan Angkatan 45- Jalan
Demang Lebar Daun-Jalan Inspektur Marzuki-Pakjo;
e. Rute Ampera-Jalan Merdeka-Jalan Kapten A.Rivai-Jalan Jendral
Sudirman-Pasar Km.5;
f. Rute Ampera-Jalan Merdeka-Jalan Kapten Rivai-Jalan Angkatan
45-Jalan Demang Lebar Daun-Jalan Basuki Rahmat-Jalan M.
Prabu Mangkunegara-Jalan Musi Raya-Terminal Sako;
g. Rute Ampera-Jalan Jendral Ahmad Yani-Jalan DI. PanjaitanTerminal Plaju;
h. Rute Ampera-Jalan Wakhid Hasyim-Kertapati;
i. Rute Terminal Karya Jaya-Jalan Sriwijaya Raya-Jalan Ki
Merogan-Jalan Wahid Hasyim-Jembatan Ampera-Jalan Jendral
Sudirman-Jalan Kol. H. Barlian-Jalan Sultan Mahmud
Badaruddin II-Terminal Alang-Alang Lebar;
j. Rute Terminal Karya Jaya-Jalan Sriwijaya Raya-Jalan Ki
Merogan-Jalan Wahid Hasyim-Jembatan Ampera-Jalan Jendral
Sudirman-Jalan Veteran-Jalan Perintis Kemerdekaan-Jalan Yos
Sudarso-Jalan RE Martadinata-PUSRI; dan
k. Angkutan umum taksi yang melayani seluruh wilayah Kota
Palembang.
(3) Jaringan angkutan umum massal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, meliputi:
a. Busway Koridor I (Alang-Alang Lebar Ampera) dengan rute
Terminal Alang-Alang Lebar-Jalan Sultan Mahmud Badaruddin IIJalan Kol. H. Barlian-Jalan Jendral Sudirman-Ampera.
b. Busway Koridor II (Sako-PIM) dengan rute Terminal Sako-Jalan
Sako Raya-Jalan Musi Raya-Jalan Residen A. Rozak-Jalan R.
Sukamto-Jalan Basuki Rahmad-Jalan Demang Lebar Daun-Jalan
Srijaya Negara-Jalan Jaksa Agung
R. Suprapto-Jalan KH
Ahmad Dahlan-Jalan Dhani Effendi-PIM.
c. Busway Koridor III (Jakabaring-Ampera-PIM) dengan rute
Terminal Jakabaring-Jalan Pangeran Ratu-Jalan Gubernur H.A.
Bastari-Jalan Ryacudu-Jalan Jendral Sudirman-Jalan Letkol
Iskandar-PIM;
d. Busway Koridor IV (Plaju-Karyajaya) dengan rute Terminal PlajuJalan. DI Panjaitan-Jalan Jend. Ahmad Yani-Jalan Wahid
Hasyim-Kertapati-Jalan Ki Merogan-Jalan Sriwijaya RayaTerminal Karya Jaya.
e. Busway Koridor V (Bandara-Bukit Siguntang) dengan rute
Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II-Jalan Harun Sohar-Jalan
17
sebagaimana dimaksud
pada
18
(2) Jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. jalur kereta api Palembang-Tanjung Karang (Lampung); dan
b. jalur kereta api Palembang Lubuk Linggau.
(3) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terletak di Kelurahan Kertapati, Kecamatan Kertapati.
(4) Rencana pembangunan KA meliputi:
a. Monorel Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II AmperaJakabaring
b. KA Lingkar Kota Palembang
Pasal 21
(1) Sistem jaringan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan
(ASDP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c, terdiri
atas:
a. alur pelayaran ASDP; dan
b. pelabuhan/terminal ASDP.
(2) Alur pelayaran angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (ASDP)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. rute pelayaran Benteng Kuto Besak-Sungai Lais;
b. rute pelayaran Benteng Kuto Besak-Tangga Buntung;
c. rute pelayaran Benteng Kuto Besak-Jakabaring;
d. rute pelayaran Benteng Kuto Besak -Multi Moda Karyajaya;
e. rute pelayaran Benteng Kuto Besak -Pertamina;
f. rute pelayaran Benteng Kuto Besak -Pulau Kemarau;
g. rute pelayaran Jakabaring-Pulau Kemarau;
h. rute pelayaran Benteng Kuto Besak Benteng Kuto Besak Pulokerto; dan
i. rute pelayaran Benteng Kuto Besak-daerah lain.
(3) Pelabuhan/terminal angkutan sungai, danau, dan penyeberangan
(ASDP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa
dermaga penyeberangan ataupun fungsi lain, meliputi:
a. Dermaga Tangga Buntung di Kelurahan 36 Ilir Kecamatan
Gandus;
b. Dermaga 35 Ilir di Kelurahan 35 Ilir Kecamatan Ilir Barat II;
c. Dermaga Sekanak di Kelurahan 28 Ilir Kecamatan Ilir Barat II;
d. Dermaga Benteng Kuto Besak di Kelurahan 19 Ilir Kecamatan
Bukit Kecil;
e. Dermaga 16 Ilir di Kelurahan 16 Ilir Kecamatan Ilir Timur I;
f. Dermaga Rumah Buruk di Kelurahan 16 Ilir Kecamatan Ilir Timur
I;
g. Dermaga Tanggo Batu di Kelurahan 16 Ilir Kecamatan Ilir Timur I;
h. Dermaga Pasar Kuto di Kelurahan 11 Ilir Kecamatan Ilir Timur II;
i. Dermaga 3 Ilir di Kelurahan 3 Ilir Kecamatan Ilir Timur II;
j. Dermaga Pusri di Kelurahan 1 Ilir Kecamatan Ilir Timur II;
k. Dermaga Sungai Lais di Kelurahan Sungai Lais kecamatan
Kalidoni;
l. Dermaga Plaju di Kelurahan Komperta Kecamatan Plaju;
m. Dermaga Assegaf di Kelurahan 16 Ulur Kecamatan Seberang Ulu
II;
n. Dermaga Tangga Takat di Kelurahan Tangga Takat Kecamatan
Seberang Ulu II;
19
Pasal 22
(1) Rencana sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 huruf b, meliputi:
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, adalah Pelabuhan utama yaitu Pelabuhan Boom Baru di
Kecamatan Ilir TImur II.
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud
meliputi:
a. alur pelayaran dari Kota Palembang ke
b. alur pelayaran dari Kota Palembang ke
c. alur pelayaran dari Kota Palembang ke
Pasal 23
(1) Rencana sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 huruf c, meliputi:
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, meliputi Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud
Badaruddin II di Kelurahan Talang Betutu Kecamatan Sukarami,
sebagai bandar udara utama dengan skala pelayanan sekunder.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, meliputi:
a. ruang udara di atas bandar udara yang dipergunakan langsung
untuk kegiatan bandar udara;
b. ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk
operasi penerbangan; dan
20
c.
m. Kecamatan
n. Kecamatan
o. Kecamatan
p. Kecamatan
27
(3) Rencana jalur pejalan kaki di tepi/sisi sungai adalah jalan inspeksi
di sisi sungai beserta kelengkapannya, yaitu di tepi Sungai Musi,
Sekanak, Bendung dan anak-anak sungai lainnya.
(4) Rencana jalur pejalan kaki di RTH adalah jalur pejalan kaki di
taman kota dan hutan kota beserta kelangkapannya, antara lain di
Taman Kambang Iwak Besak, Kambang Iwak Kecik, Taman Nusa
Indah Ampera, Hutan Wisata Punti Kayu dan tepian kolam retensi.
(5) Rencana jalur pejalan kaki di ruang komersial kota meliputi koridor
jalan dan plaza pertokoan beserta kelengkapannya, seperti di
kawasan 16 Ilir, Palembang Square, Palembang Trade Center,
Palembang Indah Mall dan Komplek Ilir Barat Permai.
(6) Pembuatan jalur pejalan kaki akan dilaksanakan secara bertahap,
disesuaikan dengan kebutuhan, serta selaras dengan karakteristik
kawasan kota.
Paragraf Kesepuluh
Jalur Evakuasi Bencana
Pasal 33
Rencana jalur evakuasi bencana wilayah Kota Palembang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf f, meliputi jalan-jalan utama dalam
Kota Palembang meliputi:
a.
b.
c.
jalan arteri primer seperti Jalan Jenderal Sudirman, Jalan SukarnoHatta; dan
jalan kolektor seperti Jalan Kapten A Rivai, Jalan Veteran, Jalan
Demang Lebar Daun, Jalan Merdeka.
Di kawasan-kawasan permukiman padat akan dibangun jalan yang
berfungsi sebagai jalur evakuasi.
Sistem Pengendalian Kebakaran
Pasal 34
28
Paragraf Kesebelas
Penyedian Sarana dan Fasilitas Kota
Pasal 35
(1) Rencana penyediaan sarana/fasilitas kota meliputi rencana
penyediaan
sarana
pendidikan,
kesehatan,
perdagangan,
peribadatan serta rekreasi dan olah raga.
(2) Rencana pengembangan sarana pendidikan dilakukan terutama di
wilayah pengembangan perumahan baru dan daerah yang belum
terjangkau pelayanannya dengan skala pelayanan yang disesuaikan
dengan hirarkinya.
(3) Penyediaan sarana kesehatan didasarkan pada kebutuhan jumlah
penduduk yang akan dilayani, disertai dengan upaya-upaya
peningkatan pelayanan kesehatan dan pemerataan kesempatan
memperoleh layanan kesehatan yang murah dan berkualitas.
(4) Sarana perdagangan dan jasa akan dikembangkan di pusat-pusat
Sub Wilayah Kota sesuai dengan skala yang akan dilayani, disertai
dengan peningkatan sarana kelengkapannya.
(5) Sarana peribadatan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat melalui kerjasama dengan masyarakat/umat beragama
di lokasi-lokasi yang sesuai.
(6) Sarana rekreasi dan olah raga ditingkatkan dengan pembangunan
lapangan olah raga dan pemanfaatan ruang-ruang terbuka sebagai
sarana rekreasi/olah raga.
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KOTA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 36
(1) Rencana Pola Ruang Wilayah Kota meliputi pola ruang untuk
kawasan lindung dan kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah Kota Palembang digambarkan dalam
peta dengan tingkat ketelitian paling kecil 1:25.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 37
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1),
meliputi :
a. Kawasan suaka alam;
b. kawasan perlindungan setempat.
c. kawasan cagar budaya.
d. Kawasan rawan bencana alam
29
Paragraf Kesatu
Kawasan suaka alam
Pasal 38
(1) Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat
huruf a adalah Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu;
(2) Dalam upaya untuk mengoptimalkan fungsi TWA Punti Kayu
sebagai hutan kota dan kawasan wisata, Pemerintah Kota
bermaksud untuk meminta Pemerintah dalam hal ini Kementerian
Kehutanan RI memberikan kewenangan pengelolaan TWA Punti
Kayu kepada Pemerintah Kota. dan diubah menjadi Taman Hutan
Rakyat (Tahura)
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 39
Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 huruf b, meliputi:
a. kawasan rawa konservasi dan rawa budidaya;
b. sempadan sungai;
c. kawasan sempadan kolam retensi; dan
d. Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Pasal 40
(1) Kawasan rawa konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
huruf a adalah rawa yang tidak boleh ditimbun/direklamasi yang
berlokasi tersebar di beberapa kawasan di Kota Palembang.
(2) Rawa budidaya adalah rawa yang ditetapkan fungsinya sebagai rawa
berdasarkan pertimbangan teknis, sosial ekonomi dan lingkungan,
bertujuan menjamin dan memelihara kelestarian keberadaan rawa
sebagai sumber air dan atau meningkatkan fungsi dan pemanfaatan
dengan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan permukiman rawa,
pertanian, perikanan, perkebunan tanpa melakukan penimbunan.
(3) Lokasi dan luas setiap kawasan rawa konservasi dan budidaya
ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
Pasal 41
Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
huruf b, meliputi:
a. sempadan sungai di kawasan perkotaan adalah 3 meter untuk
sungai bertanggul dan untuk sungai tidak bertanggul sempadan
sungai adalah sebagai berikut:
1. Kedalaman kurang dari 3 meter sempadan sungainya 10 meter.
2. Kedalaman antara 3 hingga 20 meter sempadan sungainya 15
meter
3. Kedalaman lebih dari 20 meter sempadan sungainya minimal 30
meter.
b. Kegiatan yang diizinkan dialokasikan di kawasan sempadan sungai
adalah bangunan prasarana sumber daya air, fasilitas jembatan
dan dermaga, jalur pipa gas dan air minum, rentangan kabel listrik
30
m2 per RW.
c. Taman kelurahan akan dibangun di seluruh kelurahan dengan
luas minimal 9.000 m2 per taman;
d. Taman kecamatan yang akan dibangun di seluruh kecamatan
dengan luas minimal 24.000 m2 per taman; dan
e. Taman skala kota di beberapa wilayah terpilih.
(2) Penetapan luasan dan lokasi taman kota ditetapkan dengan
Peraturan Walikota dan mempedomani ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 46
(1) Pemakaman umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2)
huruf c, adalah lahan yang diperuntukan untuk penguburan
jenazah, daerah resapan air dan tempat pertumbuhan vegetasi.
(2) Tempat Pemakaman Umum (TPU) diarahkan ke seluruh Kecamatan
meliputi TPU yang sudah ada dan penyediaan TPU yang baru, yaitu:
a. TPU Kamboja, di Kelurahan 20 Ilir D III, Kecamatan Ilir Timur I
seluas 6,8 hektar;
b. Taman Makam Pahlawan di Kelurahan Pahlawan, Kecamatan
Kemuning seluas 2,3 Hektar;
c. TPU Puncak Sekuning di Kelurahan 20 Ilir D1 Kecamatan Ilir
Barat I seluas 8,04 hektar;
d. TPU Bukit Lama di Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I
seluas 5,14 hektar;
e. TPU Kandang Kawat di Kelurahan 5 Ilir, kecamatan Ilir Timur II
seluas 7,49 hektar;
f. TPU Naga Sewidak di Kelurahan 14 Ulu, Kecamatan Seberang
Ulu II, seluas 4,09 hektar;
g. TPU Talang Kerikil di Kelurahan Sukajaya, Kecamatan Sukarami
seluas 98,59 hektar (pekuburan Cina);
h. TPU Sei Goren di Kelurahan 1 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I
seluas 2,5 hektar;
i. TPU Semeru di Kelurahan 16 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu II
seluas 1 Hektar;
j. TPU Kebun Bunga di Kelurahan Kebun Bunga Kecamatan
Sukarami seluas 5,5 hektar;
k. TPU Sungai Lacak di Kelurahan Pulokerto Kecamatan Gandus
seluas 5 hektar (pekuburan Kristen);
l. TPU Sako di Kelurahan Sako kecamatan Sako seluas 5 hektar;
m. TPU Sungai Lais di Kelurahan Sungai Lais Kecamatan Kalidoni
seluas 11 hektar
n. TPU Talang Jambe di Kelurahan Talang Jambe Kecamatan
Sukarami seluas 2,6 hektar;
o. TPU Sungai Selayur di Kelurahan Sungai Selayur Kecamatan
Kalidoni seluas 4,5 hektar;
p. TPU Talang Kelapa di Kelurahan Talang Kelapa Kecamatan AlangAlang Lebar seluas 4,6 Hektar;
q. TPU Talang Petai di Kelurahan Talang Putri Kecamatan Plaju
seluas 1 Hektar; dan
r. TPU Candi Welan di Kelurahan 24 Ilir Kelurahan Bukit Kecil
seluas 1,5 hektar.
32
Pasal 47
(1) Jalur hijau sepanjang jalur SUTET, jalur rel kereta api, sabuk hijau
dan RTH sempadan sungai/rawa/kolam retensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf d, adalah jalur hijau di
bawah SUTET, di sepanjang rel kereta api dan di sempadan
sungai/rawa/kolam retensi.
(2) Penetapan luasan dan lokasi jalur hijau sepanjang jalur SUTET,
jalur rel kereta api, sabuk hijau dan RTH sempadan
sungai/rawa/kolam retensi ditetapkan berdasarkan peraturan
Walikota.
Paragrat Kedua
Kawasan Cagar Budaya
Pasal 48
(1) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
huruf c adalah bangunan cagar budaya meliputi Benteng Kuto
Besak, Bukit Siguntang, Kampung Kapiten, Pulau Kemarau,
Kelenteng 9-10 Ulu, Mesjid Agung Palembang, Mesjid Lawang Kidul,
Mesjid Ki Merogan, Mesjid Suro, Makam Kawah Tengkurep, Makam
Sabokingking, Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (TPKS) Karang
Anyar dan Makam Ki Gede Ing Suro.
(2) Kriteria dan pengelolaan bangunan cagar budaya disesuaikan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 49
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 huruf d meliputi kawasan rawan bencana genangan dan
kawasan rawan bencana kebakaran.
(2) Kawasan rawan bencana banjir terutama tersebar di sepanjang
pinggiran sungai.
(3) Kawasan rawan bencana kebakaran terutama tersebar di kawasan
permukiman.
Bagian Ketiga
Kawasan Budi Daya
Pasal 50
(1) Pola ruang untuk Kawasan Budi Daya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35, meliputi :
a. kawasan peruntukan perumahan;
b. kawasan peruntukan perdagangan dan jasa;
c. kawasan peruntukan perkantoran;
d. kawasan peruntukan industri;
e. kawasan peruntukan pariwisata;
f. kawasan peruntukan pertanian dan perikanan;
g. Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH);
33
budidaya
harus
berdasarkan
Paragraf Keempat
Kawasan Peruntukan Perumahan
Pasal 51
( 1 ) Kawasan peruntukan perumahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 huruf a, direncanakan meliputi perumahan berkepadatan
tinggi, perumahan berkepadatan sedang dan perumahan
berkepadatan rendah.
( 2 ) Kawasan peruntukan perumahan berkepadatan tinggi berupa
kawasan dengan kepadatan penduduk lebih dari 200 jiwa/hektar,
meliputi:
a. Kecamatan Ilir Barat II, yaitu Kelurahan 27 Ilir, 28 Ilir, 29 Ilir, 30
Ilir, 32 Ilir;
b. Kecamatan Gandus di Kelurahan 36 Ilir;
c. Kecamatan Ilir Timur I di Kelurahan Sei Pangeran, Kepandean
Baru, 17 Ilir,18 Ilir, 20 Ilir D1, 20 Ilir DIII, 20 Ilir DIV;
d. Kecamatan Ilir Timur II di Kelurahan 5 Ilir, 9 Ilir, 10 Ilir, 11 Ilir,
Kuto Batu, Lawang Kidul;
e. Kecamatan Bukit Kecil di Kelurahan Talang Semut, 19 Ilir, 22
Ilir, 23 Ilir, 24 Ilir, 26 Ilir;
f. Kecamatan Kemuning di Kelurahan 20 Ilir DII, Sekip Jaya dan
Pahlawan;
g. Kecamatan Seberang Ulu I, yaitu Kelurahan Tuan Kentang, 1
Ulu, 2 Ulu, 3-4 Ulu, sebagian Kel. 5 Ulu, 7 Ulu, sebagian
Kelurahan 8 Ulu, 9-10 Ulu;
h. Kecamatan Seberang Ulu II di Kelurahan 11 Ulu, 12 Ulu, 13 Ulu,
sebagian 14 Ulu,sebagian Bagus Kuning.
i. Kecamatan Kertapati, yaitu di Kelurahan Kertapati;
j. Kecamatan Plaju, yaitu di Kelurahan Plaju Ilir dan Plaju Ulu;
dan
k. Kecamatan Sako, yaitu di Kelurahan. Sialang dan sebagian
Kelurahan Sako.
(3) Kawasan peruntukan perumahan berkepadatan sedang berupa
kawasan dengan kepadatan penduduk antara 150 s/d 200
jiwa/hektar, meliputi:
a. Kecamatan Ilir Barat I, yaitu kelurahan Lorok Pakjo, 26 Ilir D1,
Demang Lebar Daun.
b. Kecamatan Ilir Barat II, yaitu Kelurahan 35 Ilir dan Kemang
Manis;
c. Kecamatan. Kemuning di Kelurahan. Ario Kemuning, Pipareja
dan Talang Aman;
d. Kecamatan. Seberang Ulu II, yaitu sebagian Kelurahan 14 Ulu
dan Kelurahan Tangga Takat dan sebagian Kelurahan Bagus
Kuning;
34
39
Paragraf Kesembilan
Ruang Evakuasi Bencana
Pasal 59
(1) Rencana penyediaan ruang evakuasi bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 huruf i, ditujukan untuk meminimalisir
resiko bencana dalam Daerah.
(2) Rawan bencana yang terdapat di Kota Palembang terdiri dari rawan
bencana genangan dan rawan bencana kebakaran.
(3) Kawasan rawan bencana banjir terutama tersebar di sepanjang
pinggiran sungai.
(4) Kawasan rawan bencana kebakaran terutama tersebar di kawasan
permukiman.
(5) Ruang evakuasi bencana diarahkan pada ruang-ruang publik yang
sudah tersedia meliputi:
a. Lapangan dan stadion olah raga;
b. Plasa seperti Plaza Benteng Kuto Besak, Plaza Kampung Kapiten
dan Plaza sepanjang Sungai Musi;
c. taman-taman Kota;
d. tempat parkir kendaraan;
e. sekolah-sekolah; dan
f. kantor-kantor pemerintah.
Paragraf Kesepuluh
Kawasan Peruntukan Pendidikan
Pasal 60
(1) Kawasan peruntukan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 huruf j, meliputi kawasan tempat keberadaan fasilitas
pendidikan antara lain kawasan Bukit Besar, kawasan Jalan
Jenderal Ahmad Yani, kawasan IBA dan kawasan pendidikan
lainnya.
(2) Pengembangan prasarana dan sarana pendidikan disesuaikan
dengan kebutuhan pelayanan pendidikan berdasarkan jenjang
pendidikannya.
Paragraf Kesebelas
Kawasan Peruntukan Kesehatan
Pasal 61
(1) Kawasan peruntukan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 huruf k, meliputi kawasan tempat bangunan fasilitas
kesehatan berada antara lain kawasan RS. Muhamad Husein,
RSUD Palembang BARI, RS. RK. Charitas, RS Siti Khodijah,
kawasan puskesmas dan lainnya.
(2) Pengembangan puskesmas dilakukan secara merata ke seluruh
wilayah kota.
40
Paragraf Keduabelas
Kawasan Peruntukan Pertahanan dan Keamanan
Pasal 62
Kawasan peruntukan pertahan dan keamanan sebagaimana di
maksud dalam pasal 49 huruf I meliputi :
a. Komando Daerah Militer (kodam) II / SWJ dan Badan Pelaksana di
Palembang di Kel. 20 Ilir DIII, Kec. Ilir Timur I
b. Komando Distrik Militer (Kodim) 0418/Palembang di Kel. Talang
Semut, Kec. Bukit Kecil.
c. Komando Resort Militer 044/ Garuda Dempo di kel. 20 Ilir D1, Kec.
Ilir Timur I.
d. Komando Rayon Militer (Koramil) yang tersebar di seluruh wilayah
Kota Palembang
e. Yonif-200/Raider di Kel. Gandus, Kec. Gandus
f. Baterai Arhanudri 41/BS di kel. Siring Agung Kec. Ilir Barat I
g. Polda Sumatera Selatan di Kel. Pahlawan, Kec. Kemuning
h. Polresta Palembang di Kel. Silaberanti, Kec. Seberang Ulu I.
i. Polsek yang tersebar di kecamatan di wilayah Palembang.
j. Lanal tipe C / Palembang di Kecamatan Ilir Timur II
k. Lanud tipe C / Palembang di Kecamatan Sukarami.
l. Kiser 51
m. Yonzikon 5 / dwipanggaseta/serbu di Kec. Seberang Ulu I
BAB V
KAWASAN STRATEGIS KOTA PALEMBANG
Pasal 63
(1) Kawasan Strategis Kota adalah bagian wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting dalam lingkup kota di bidang ekonomi, sosial, dan budaya.
(2) Kawasan Strategis Kota terdiri dari :
a. kawasan strategis kota dari sudut kepentingan ekonomi kota;
dan
b. kawasan strategis kota dari sudut kepentingan sosial dan
budaya.
(3) Masing-masing Kawasan Strategis yang dimaksud pada ayat (2) di
atas akan ditindaklanjuti berupa
penyusunan Rencana Tata
Ruang Kawasan Strategis.
Pasal 64
Kawasan Strategis Kota berdasarkan sudut kepentingan ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf a, meliputi :
a. kawasan Jakabaring diarahkan menjadi kawasan terpadu dengan
berbagai fasilitas perkantoran pemerintahan provinsi, perdagangan
skala regional, pusat kegiatan olah raga dan pusat perumahan;
b. kawasan Agropolitan Gandus diarahkan menjadi kawasan sentral
pertanian terpadu berkonsep agropolitan di Kelurahan Gandus dan
Pulo Kerto, pengembangan wisata agro dan minapolitan;
c. kawasan Kasiba-Lisiba Talang Kelapa diarahkan menjadi kawasan
perumahan dan permukiman untuk jangka pendek, menengah dan
41
d.
e.
f.
g.
pemanfaatan
ruang
wilayah
Kota
42
a.
b.
c.
d.
e.
f.
43
BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KOTA
Bagian kesatu
Umum
Pasal 68
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang adalah ketentuan yang
diperuntukkan sebagai alat penertiban penataan ruang, dalam
rangka perwujudan rencana tata ruang wilayah kota.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang meliputi ketentuan
umum peraturan zonasi, ketentuan umum perizinan, ketentuan
pemberian insentif dan disinsentif, serta ketentuan pengenaan
sanksi.
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 69
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi Daerah adalah penjabaran
secara umum ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya
yang mencakup seluruh wilayah administratif Daerah.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi berfungsi sebagai landasan bagi
penyusunan peraturan zonasi pada tingkatan operasional
pengendalian
pemanfaatan
ruang,
dasar
pemberian
izin
pemanfaatan ruang, salah satu pertimbangan dalam pengawasan
pemanfaatan ruang.
(3) Peraturan zonasi berisi ketentuan yang
boleh, boleh dengan
bersyarat dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan
ruang, amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar
bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan
bangunan), penyediaan sarana dan prasarana, dan ketentuan lain
yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan.
(4) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup :
a. peraturan zonasi untuk struktur ruang wilayah kota; dan
b. peraturan zonasi untuk pola ruang wilayah kota.
(5) Penetapan ketentuan umum mengenai zonasi dijelaskan lebih
lanjut dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Paragraf Kesatu
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Untuk Struktur Ruang Wilayah Kota
Pasal 70
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk struktur ruang wilayah kota
meliputi ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pusat-pusat
pelayanan kota dan sistem jaringan prasarana kota.
44
Pasal 71
(1) Peraturan zonasi untuk sistem pusat-pusat pelayanan kota
meliputi peraturan zonasi untuk PPK, Sub-PPK dan Pusat
Pelayanan Lingkungan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk PPK, adalah:
a. pemanfaatan ruang di PPK untuk kegiatan perkotaan skala
regional, nasional dan internasional yang didukung dengan
prasarana dan sarana perkotaan yang sesuai dengan kegiatan
yang dilayaninya; dan
b. pengembangan fungsi kawasan sebagai pusat permukiman
dengan tingkat intensitas pemanfaatan ruang tinggi dengan
kecenderungan pengembangan ruang secara vertikal.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Sub-PPK adalah:
a. pemanfaatan ruang di Sub-PPK untuk kegiatan perkotaan skala
kota yang didukung dengan prasarana dan sarana perkotaan
yang sesuai dengan kegiatan yang dilayaninya; dan
b. pengembangan fungsi kawasan sebagai pusat permukiman
dengan tingkat intensitas pemanfaatan ruang sedang sampai
dengan tinggi.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan
Lingkungan, adalah :
a. pemanfaatan ruang di Pusat Pelayanan Lingkungan untuk
kegiatan perkotaan skala lokal/lingkungan yang didukung
dengan prasarana dan sarana perkotaan yang sesuai dengan
kegiatan yang dilayaninya; dan
b. pengembangan fungsi kawasan sebagai pusat permukiman
dengan tingkat intensitas pemanfaatan ruang rendah sampai
dengan sedang.
Pasal 72
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan prasarana
kota meliputi jaringan transportasi, jaringan energi, jaringan
telekomunikasi, jaringan prasarana lainnya.
Pasal 73
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk transportasi meliputi
jaringan jalan, jaringan rel kereta api, sistem transportasi sungai
dan sistem transportasi udara.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan jalan meliputi :
a. penetapan ruang milik jalan, ruang manfaat jalan, sempadan
jalan, lebar jalan sesuai dengan status, fungsi dan sistem jalan;
dan
b. penetapan batas kecepatan, hambatan jalan sesuai dengan
status, fungsi dan sistem jalan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan kereta api,
meliputi :
a. penetapan ruang milik rel kereta api, ruang manfaat rel kereta
api, jalur hijau; dan
b. pengaturan kegiatan yang dilarang disekitar jalur rel kereta api.
45
Pasal 74
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan sumber daya air
meliputi wilayah sungai, sumber air baku dan pengendalian banjir.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber
daya air disusun dengan ketentuan sebagai berikut :
a. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai
dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung
kawasan;
b. Bangunan yang mendukung pariwisata dan terletak di atas
sungai untuk mewujudkan Palembang sebagai Kota Tepian
Sungai dapat diijinkan apabila menggunakan konstruksi yang
tidak menghambat aliran air.
c. pelarangan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air
dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air,
dan/atau mengakibatkan pencemaran air; dan
d. pelarangan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya
rusak air.
Pasal 75
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan energi terdiri
atas ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan pipa
minyak dan gas bumi, ketentuan umum peraturan zonasi untuk
pembangkit tenaga listrik dan ketentuan umum peraturan zonasi
untuk jaringan transmisi tenaga listrik.
46
Pasal 76
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan
telekomunikasi meliputi jaringan telepon kabel dan telepon seluler.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan telepon kabel
antara lain penempatan stasiun bumi, pemasangan jaringan kabel
diatas tanah dan pemasangan jaringan kabel di bawah tanah.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk telekomunikasi seluler
meliputi peraturan pembangunan menara telekomunikasi dan
ketentuan pemanfaatan menara bersama.
Pasal 77
Arahan peraturan zonasi untuk sistem penyediaan air minum
sebagaimana disusun dengan memperhatikan keperluan konservasi
dan pencegahan kerusakan lingkungan dalam penggunaan air baku
khususnya dari air tanah dan mata air.
Pasal 78
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan drainase
disusun dengan memperhatikan:
a. pemanfaatan ruang untuk jaringan drainase harus memperhatikan
aspek teknis pengaliran air; dan
b. ketentuan
pelarangan
melakukan
tindakan
yang
dapat
mengganggu fungsi drainase.
Pasal 79
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pengelolaan air
limbah disusun dengan memperhatikan :
a. pemanfaatan ruang untuk lokasi instalasi pengolahan air limbah
harus mempertimbangkan aspek teknis, lingkungan, sosial budaya
masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona penyangga;
47
Pasal 80
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pengelolaan
persampahan disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang
untuk lokasi tempat pengumpulan dan pengolahan sampah serta TPA.
Paragraf Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Pola Ruang Wilayah
Pasal 81
Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 68 ayat (4) huruf b, meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budi daya.
Pasal 82
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 80 huruf a, terdiri atas:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar budaya; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam
Pasal 83
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 81 huruf a terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan perlindungan
keanekaragaman biota, kegiatan perlindungan plasma nutfah,
kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
pendidikan, serta kegiatan rekreasi dan pariwisata ekologis;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
penunjang fungsi Taman Wisata Alam;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang dapat
merusak atau mengganggu koleksi tumbuhan dan/atau satwa,
kegiatan yang menggangu bentang alam, kegiatan yang mengganggu
kesuburan keawetan tanah, fungsi hidrologi dan kelestarian flora
dan fauna.
48
Pasal 84
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf b, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawa konservasi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi sempadan sungai;
c. ketentuan umum peraturan zonasi sempadan kolam retensi; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi RTH.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawa konservasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan perlindungan
keanekaragaman biota, kegiatan perlindungan plasma nutfah,
kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
pendidikan, serta kegiatan rekreasi dan pariwisata ekologis;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
penunjang fungsi hutan lindung; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang dapat
merusak atau mengganggu koleksi tumbuhan dan/atau satwa,
kegiatan yang menggangu bentang alam, kegiatan yang
mengganggu kesuburan keawetan tanah, fungsi hidrologi dan
kelestarian flora dan fauna.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sempadan sungai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. ketentuan umum kegiatan dan penggunaan ruang terdiri atas:
1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan sempadan
sungai untuk taman maupun tempat rekreasi yang dilengkapi
dengan fasilitas areal bermain, tempat duduk, jogging track,
perabot taman dan atau sarana olah raga, serta kegiatan
pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, peternakan,
perkebunan, dan RTH;
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
untuk bangunan prasarana utama dan bangunan yang tidak
mengganggu fungsi sempadan sungai serta bangunan yang
mendukung pariwisata untuk mewujudkan Palembang
sebagai Kota Tepian Sungai, seperti hotel, restoran, toko
cindera mata, dan bangunan lainnya dengan tetap memberi
akses bagi masyarakat menuju sungai;
3. Bangunan yang mendukung pariwisata dan terletak di atas
sungai untuk mewujudkan Palembang sebagai Kota Tepian
Sungai dapat diijinkan apabila menggunakan konstruksi yang
tidak merubah fungsi sungai dan atau menghambat aliran air.
4. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengganggu bentang alam, kesuburan dan keawetan tanah,
fungsi hidrologi dan hidraulis, kelestarian flora dan fauna,
serta kelestarian fungsi lingkungan hidup, kegiatan yang
memanfaatkan hasil tegakan, dan kegiatan yang merusak
kualitas air sungai kondisi fisik tepi sungai dan dasar sungai,
serta mengganggu aliran air.
49
Pasal 85
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf c, meliputi:
a. ketentuan umum kegiatan dan penggunaan ruang terdiri atas:
1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan
benda cagar budaya sesuai dengan fungsi asli atau fungsi baru
yang sesuai dengan karakteristik benda tersebut;
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
restorasi dan rehabilitasi sesuai aslinya, dan kegiatan
penambahan/pembuatan ruangan pada bangunan untuk
mengakomodasi fungsi baru; dan
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan mengubah
fisik benda cagar budaya baik perubahan bentuk, bahan, tata
letak, sistem pengerjaan dan warna yang telah ada, dan
menambah bangunan baru yang dapat mengubah bentuk dan
tata letak benda cagar budaya yang telah ada.
b. intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1. KDB paling tinggi sebesar 70 (tujuh puluh) persen;
2. KLB paling tinggi sebesar 2,1 (dua koma satu); dan
3. KDH paling rendah sebesar 30 (dua puluh) persen.
c. ketentuan umum prasarana dan sarana paling sedikit meliputi:
1. sarana pejalan kaki yang menerus;
2. sarana peribadatan dan sarana perparkiran;
3. sarana kuliner; dan
4. sarana transportasi umum.
Pasal 86
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf d meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan kehutanan dan RTH;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pertanian, perkebunan, perikanan, dan penyediaan hutan kota; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan budi daya yang
dapat merubah fungsi lindung dan pengamanan terhadap bencana
banjir.
51
Pasal 87
Ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang kawasan budi daya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 huruf b, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
perumahan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
perdagangan dan jasa;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
perkantoran;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan industri;
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
pariwisata;
f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
pertanian;
g. ketentuan umum peraturan zonasi RTNH;
h. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan bagi
kegiatan sektor informal;
i. ketentuan umum peraturan zonasi ruang evakuasi bencana;
j. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
pendidikan;
k. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
kesehatan; dan
l. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
pertahanan dan keamanan negara.
Pasal 88
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perumahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, terdiri atas:
a. ketentuan umum kegiatan dan penggunaan ruang meliputi:
1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan untuk perumahan
yang terdiri atas kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi,
kepadatan sedang, dan kepadatan rendah;
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
penunjang kegiatan perumahan; dan
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi untuk kegiatan
industri besar dan kegiatan lainnya yang mengakibatkan
terganggunya kegiatan perumahan.
b. intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1. kawasan perumahan kepadatan tinggi dengan kepadatan
bangunan 51 (lima puluh satu) sampai 100 (seratus) unit per
hektar ditetapkan KDB paling tinggi
80 (delapan
puluh) persen;
2. kawasan perumahan kepadatan sedang dengan kepadatan
bangunan 26 (dua puluh enam) sampai 50 (lima puluh) unit per
hektar ditetapkan KDB paling tinggi 60 (enam puluh) persen; dan
52
Pasal 89
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perdagangan
dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf b, meliputi:
a. ketentuan umum kegiatan dan penggunaan ruang terdiri atas:
1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan perdagangan besar
dan eceran,
jasa keuangan,
jasa perkantoran usaha dan
profesional, jasa hiburan dan rekreasi serta jasa kemasyarakatan;
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
hunian kepadatan menengah dan tinggi paling besar 10 (sepuluh)
persen dari total luas lantai; dan
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan industri
besar dan kegiatan lainnya yang mengakibatkan terganggunya
kegiatan perdagangan dan jasa.
b. intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1. intensitas ruang untuk kawasan perdagangan dan jasa di pusat
pelayanan kota ditetapkan KDB paling tinggi 90 (sembilan puluh)
persen dan KDH paling rendah 20 (dua puluh) persen, KLB paling
tinggi 27 (dua puluh tujuh);
2. intensitas ruang untuk kawasan perdagangan dan jasa di
subpusat pelayanan kota ditetapkan KDB paling tinggi 80
(delapan puluh puluh) persen dan KDH paling rendah 20 (dua
puluh) persen, KLB paling tinggi 8; dan
3. intensitas ruang untuk kawasan perdagangan dan jasa di pusat
lingkungan ditetapkan KDB paling tinggi 80 (delapan puluh)
persen dan KDH paling rendah 20 (dua puluh) persen, KLB paling
tinggi 3,2.
c. ketentuan umum prasarana dan sarana minimum meliputi:
1. prasarana dan sarana umum pendukung kegiatan perdagangan
dan jasa berupa sarana pejalan kaki yang menerus, sarana
peribadatan, sarana perparkiran, sarana transportasi umum,
ruang terbuka, serta jaringan utilitas;
2. jalur akses bagi penyandang cacat; dan
3. kawasan penyangga berupa RTH apabila berbatasan langsung
dengan kawasan lindung.
d. ketentuan khusus kawasan perdagangan dan jasa meliputi:
1. zonasi kawasan perdagangan dan jasa terdiri atas kawasan
perdagangan dan jasa pelayanan kota, serta kawasan
perdagangan dan jasa lokal;
2. kawasan perdagangan dan jasa pelayanan kota meliputi kegiatan
perdagangan besar dan eceran, jasa keuangan, jasa perkantoran,
serta jasa hiburan dan rekreasi;
3. kawasan perdagangan dan jasa skala lokal meliputi kegiatan
perdagangan eceran, jasa keuangan, jasa perkantoran, serta
jasa hiburan dan rekreasi;
53
Pasal 91
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan industri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf d, merupakan kawasan
peruntukan industri meliputi:
a. ketentuan umum kegiatan dan penggunaan ruang terdiri atas:
1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan industri, dan
sarana penunjangnya berupa pusat pemasaran produksi, sarana
peribadatan, sarana kesehatan, dan sarana parkir;
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
perumahan, kegiatan pariwisata, serta kegiatan perdagangan dan
jasa; dan
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan industri
besar dan kegiatan lainnya yang menghasilkan limbah yang
berbahaya bagi lingkungan sekitar.
b. intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1. KDB paling tinggi 80 (delapan puluh) persen;
2. KLB paling tinggi 4 (empat); dan
3. KDH paling rendah 30 (tiga puluh) persen.
c. ketentuan umum prasarana dan sarana minimum meliputi:
1. prasarana dan sarana telekomunikasi, listrik, air bersih,
drainase, pembuangan limbah dan persampahan, WC umum,
parkir, lapangan terbuka, pusat pemasaran produksi, sarana
peribadatan, dan sarana kesehatan; dan
2. akses yang terintegrasi dengan kawasan wisata dan sentra
produksi lainnya.
54
Pasal 92
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pariwisata
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf e meliputi:
a. ketentuan umum kegiatan dan penggunaan ruang terdiri atas:
1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pariwisata dan
kegiatan penunjang pariwisata;
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
perdagangan dan jasa, serta kegiatan industri kecil; dan
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan yaitu kegiatan yang
mengakibatkan terganggunya kegiatan pariwisata.
b. intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1. KDB pada kawasan usaha jasa pariwisata paling tinggi 80
(delapan puluh) persen dan KDH paling sedikit 20 (dua puluh)
persen;
2. KDB pada kawasan objek dan daya tarik wisata paling tinggi 30
(tiga puluh) persen dan RTH 40 (empat puluh) persen; dan
3. KDB pada kawasan usaha sarana pariwisata paling tinggi sebesar
30 (enam puluh) persen dan RTH 20 (dua puluh) persen.
c. ketentuan umum prasarana dan sarana minimum meliputi :
1. prasarana dan sarana telekomunikasi, listrik, air bersih,
drainase, pembuangan limbah dan persampahan; WC umum,
parkir, lapangan terbuka, pusat perbelanjaan skala lokal, sarana
peribadatan dan sarana kesehatan; dan
2. memiliki akses yang terintegrasi dengan terminal.
Pasal 93
Ketentuan umum zonasi peruntukan kawasan pertanian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 huruf f, meliputi:
a. ketentuan umum kegiatan dan penggunaan ruang meliputi:
1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pertanian
tanaman pangan lahan basah, lahan kering, dan hortikultura;
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
peternakan, kegiatan agrowisata, dan kegiatan lain yang tidak
mengganggu produksi pertanian; dan
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan yaitu kegiatan yang
mengakibatkan terganggunya kegiatan pertanian.
b. intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1. KDB paling tinggi 30 (tiga puluh) persen;
2. KLB paling tinggi 1,2 (satu koma dua); dan
3. KDH paling rendah 80 (delapan puluh) persen.
Pasal 94
Ketentuan umum zonasi peruntukan kawasan perikanan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 86 huruf f meliputi :
a. kegiatan
yang diperbolehkan meliputi kegiatan penunjang
perikanan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan wisata
dan pertanian lahan basah.
kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
berpotensi menurunkan produksi perikanan, dan kegiatan yang
berpotensi merusak lingkungan
55
Pasal 95
Ketentuan umum peraturan zonasi RTNH sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 86
huruf g, meliputi:
a. ketentuan umum kegiatan dan penggunaan ruang terdiri atas:
1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan
ruang untuk kegiatan berlangsungnya aktivitas masyarakat,
kegiatan olah raga, kegiatan rekreasi, kegiatan parkir, penyediaan
plasa, monument, evakuasi bencana dan landmark;
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pemanfaatan ruang untuk sektor informal secara terbatas untuk
menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud huruf a sesuai
dengan KDB yang ditetapkan; dan
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan yaitu kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b.
b. intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1. KDB paling tinggi 20 (dua puluh) persen;
2. KLB paling tinggi 0,4 (nol koma empat); dan
3. KDH paling rendah 80 (delapan puluh) persen.
Pasal 96
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan kawasan peruntukan
bagi kegiatan sektor informal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86
huruf h, meliputi:
a. ketentuan umum kegiatan dan penggunaan ruang terdiri atas:
1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan
ruang untuk kegiatan pembangunan prasarana dan sarana sektor
informal, penghijauan, dan pembangunan fasilitas penunjang
kegiatan sektor informal;
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pemanfaatan ruang secara terbatas untuk menunjang kegiatan
sektor informal; dan
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b.
b. intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1. KDB paling tinggi 40 (empat puluh) persen;
2. KLB paling tinggi 0,4 (nol koma empat); dan
3. KDH paling rendah 20 (dua puluh) persen.
Pasal 97
Ketentuan umum peraturan zonasi ruang evakuasi bencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf i, meliputi:
a. ketentuan umum kegiatan dan penggunaan ruang terdiri atas:
1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan
ruang untuk kegiatan pembangunan prasarana dan sarana
evakuasi bencana, penghijauan, dan pembangunan fasilitas
penunjang keselamatan orang dan menunjang kegiatan
operasionalisasi evakuasi bencana;
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pemanfaatan ruang secara terbatas untuk menunjang kegiatan
evakuasi bencana; dan
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b.
b. intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1. KDB paling tinggi 40 persen;
2. KLB paling tinggi 0,8 ; dan
3. KDH paling rendah 80 persen.
56
Pasal 98
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf j, terdiri
atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pelayanan
pendidikan dan kegiatan sosial lainnya.
b. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan insustri dan
kegiatan lain yang dapat mengganggu fungsi pendidikan.
c. ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1. KDB paling tinggi sebesar 60 persen;
2. KLB paling tinggi sebesar 6,0 lantai;
3. KDH paling rendah sebesar 20 persen;dan
d. penyediaan prasarana dan sarana minimum adalah penyediaan
RTH public dan halte.
Pasal 99
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf k, terdiri
atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pelayanan kesehatan
dan kegiatan sosial lainnya :
b. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan insustri dan
kegiatan lain yang dapat mengganggu fungsi kesehatan.
c. ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1. KDB paling tinggi sebesar 70 (tujuh puluh.) persen;
2. KLB paling tinggi sebesar 7,0 (tujuh) lantai;
3. KDH paling rendah sebesar 20 (duapuluh) persen;dan
d. penyediaan prasarana dan sarana minimum adalah penyediaan
RTH public dan halte.
Pasal 100
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan
pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
huruf l, terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan untuk
prasarana dan sarana penunjang aspek pertahanan dan keamanan
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan penghijauan.
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi pemanfaatan
ruang secara terbatas dan selektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, kegiatan
pemanfaatan ruang kawasan budi daya tidak terbangun di sekitar
kawasan pertahanan dan keamanan negara yang ditetapkan sebagai
zona penyangga yang memisahkan kawasan tersebut dengan
kawasan budi daya terbangun.
57
Bagian Ketiga
Arahan Ketentuan Perizinan
Paragraf Kesatu
Umum
Pasal 101
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib memiliki izin
pemanfaatan ruang dan wajib melaksanakan setiap ketentuan
perizinan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Pasal 102
(1) Ketentuan perizinan pada Wilayah Kota Palembang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 99, diberikan dengan tujuan untuk:
a. menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata
ruang, standar, dan kualitas minimum yang ditetapkan;
b. menghindari eksternalitas negatif; dan
c. melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan kepada calon pengguna ruang
yang akan melakukan kegiatan pemanfaatan ruang pada
kawasan/zona berdasarkan rencana tata ruang.
Pasal 103
( 1 ) Izin pemanfaatan ruang dapat berupa :
a. Izin Prinsip;
b. Izin Lokasi;
c. Izin Penggunaan/Pemanfaatan Tanah;
d. Izin Mendirikan Bangunan; dan
e. Izin lain berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
(2) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diberikan oleh Pemerintah Kota sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
(3) Izin prinsip dan izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan
huruf b, diberikan berdasarkan pada RTRW Kota
Palembang.
(4) Izin Penggunaan/Pemanfaatan Tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c, diberikan berdasarkan izin lokasi.
(5) Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d diberikan berdasarkan pada RTRW Kota Palembang,
Rencana Detil Tata Ruang Kota dan Peraturan Zonasi.
Paragraf Kedua
Prosedur Pemberian Izin
Pasal 104
(1) Pemberian izin pemanfaatan ruang harus disertai
persyaratan teknis dan persyaratan administratif.
dengan
(2) Apabila dasar pemberian izin belum ada, maka izin diberikan
berdasarkan pada rencana tata ruang yang berlaku dengan tetap
58
Paragraf Kedua
Bentuk dan Tata Cara Pemberian Insentif
Pasal 108
(1) Insentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang untuk
mendorong pengembangannya.
(2) Insentif diberikan dengan tetap menghormati hak orang sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 109
(1) Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105, dapat berupa
insentif fiskal dan/atau insentif non fiskal.
(2) Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a. pemberian keringanan atau pembebasan pajak; dan
b. pengurangan retribusi.
(3) Insentif non fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa :
a. pemberian kompensasi;
b. subsidi silang;
c. kemudahan perizinan;
d. imbalan;
e. penyediaan prasarana dan sarana;
f. urun saham;
g. penghargaan; dan
h. publikasi/promosi.
(4) Mekanisme pemberian intensif fiskal dan non fiskal dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang
berlaku
Paragraf Ketiga
Bentuk dan Tata Cara Pemberian Disinsentif
Pasal 110
(1) Disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada
kawasan yang dikendalikan pengembangannya.
(2) Disinsentif
diberikan
dengan
tetap
memperhatikan
dan
menghormati hak orang sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Pasal 111
(1) Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1), dapat
berupa disinsentif fiskal dan/atau disinsentif non fisikal.
(2) Disinsentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
berupa pengenaan pajak dan retribusi yang tinggi.
(3) Disinsentif non fiskal sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa :
a. kewajiban memberi kompensasi;
b. pensyaratan khusus dalam perizinan;
c. kewajiban membayar imbalan;
d. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana infrastruktur;
dan/atau
60
63
Pasal 117
Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2)
butir d, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1);
b. apabila peringatan tertulis tersebut diabaikan, maka pejabat yang
berwenang menerbitkan surat keputusan penutupan lokasi;
c. berdasarkan surat keputusan tersebut pejabat yang berwenang
melakukan penutupan lokasi secara paksa dibantu dengan aparat
penertiban; dan
d. setelah dilakukan penutupan lokasi, pejabat yang berwenang
melakukan pengawasan untuk memastikan lokasi yang ditutup
tidak dibukan kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban.
Pasal 118
Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) butir
e, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1);
b. apabila peringatan tertulis tersebut diabaikan, maka pejabat yang
berwenang menerbitkan surat keputusan pencabutan izin;
c. berdasarkan surat perintah pencabutan izin, pejabat yang
berwenang memberitahukan kepada orang yang melaggar penataan
ruang mengenai status izin yang telah dicabut disertai dengan
perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang yang
telah dicabut izinnya; dan
d. apabila perintah untuk menghentikan kegiatan diabaikan, pejabat
yang berwenang melakukan tindakan penertiban.
Pasal 119
Pembatalan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) butir
f, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1);
b. apabila peringatan tertulis tersebut diabaikan, maka pejabat yang
berwenang menerbitkan surat keputusan pembatalan izin;
c. berdasarkan surat perintah pencabutan izin, pejabat yang
berwenang memberitahukan kepada orang yang melaggar penataan
ruang mengenai status izin yang telah dibatalkan disertai dengan
perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang yang
telah dibatalkan izinnya; dan
d. apabila perintah untuk menghentikan kegiatan diabaikan, pejabat
yang berwenang melakukan tindakan penertiban.
Pasal 120
Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111
ayat (2) butir g, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1);
b. apabila peringatan tertulis tersebut diabaikan, maka pejabat yang
berwenang
menerbitkan
surat
keputusan
pembongkaran
bangunan; dan
64
Pasal 121
Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat
(2) butir h, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1);
b. apabila peringatan tertulis tersebut diabaikan, maka pejabat yang
berwenang menerbitkan surat keputusan pemulihan fungsi ruang;
c. berdasarkan surat perintah pencabutan izin, pejabat yang
berwenang memberitahukan kepada orang yang melaggar penataan
ruang mengenai ketentuan pemulihan ruang dan cara pemulihan
fungsi ruang yang harus dilaksanakan dalam jangka waktu
tertentu;
d. Pejabat yang berwenang melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang; dan
e. apabila dalam jangka waktu tertentu belum dilakukan pemulihan
fungi ruang, maka pejabat yang berwenang akan melaksanakan
pemulihan fungsi ruang secara paksa.
Pasal 122
Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2)
huruf i, dapat dikenakan
secara tersendiri atau bersama-sama
dengan pengenaan sanksi administratif.
Paragraf Ketiga
Sanksi Perdata
Pasal 123
( 1 ) Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana terkait
penataan ruang, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata
kepada pelaku tindak pidana.
( 2 ) Tuntutan ganti kerugian ini dilakukan sesuai dengan hukum acara
pidana.
Paragraf Keempat
Sanksi Pidana
Pasal 124
Pengenaan sanksi pidana sebagaimana dimaksud pasal 119 ayat (2)
berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
65
BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 125
Dalam penataan ruang setiap orang berhak untuk :
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan
ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di
wilayahnya;
e. mengajukan
tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
kepada pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 126
Dalam kegiatan penataan ruang masyarakat wajib untuk :
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 127
Peran masyarakat dalam penataan ruang di daerah dilakukan pada
tahap:
a. perencanaan tata ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 128
(1) Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 huruf a, berupa:
a. masukan mengenai:
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
66
Pasal 129
Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 123 huruf b, dapat berupa:
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
sesama unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal
dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan
efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam
pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di
dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta
memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan
hidup dan sumber daya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 130
Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 huruf c dapat berupa:
a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang
dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran
kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang
yang telah ditetapkan; dan
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan
rencana tata ruang.
Pasal 131
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah
membangun sistem informasi dan komunikasi penyelenggaraan
penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
67
BAB IX
KELEMBAGAAN
Pasal 132
(1) Dalam rangka mengoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang
dan kerjasama antar sektor/antardaerah bidang penataan ruang
dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Keputusan Walikota.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan penataan ruang
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 133
(1) Jangka waktu Rencana tata ruang Wilayah Kota Palembang adalah
20 (dua puluh) tahun sejak tanggal di tetapkan dan dapat ditinjau
kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan
dengan bencana alam skala besar, perubahan batas teritorial
Negara dan/atau perubahan batas wilayah yang ditetapkan dengan
undang-undang, Rencanan Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga
dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan dan strategi
nasional maupun provinsi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang
kota dan/atau dinamika internal kota.
(4) Peraturan Daerah Kota Palembang tentang RTRW Kota Palembang
dilengkapi dengan lampiran berupa buku RTRW Kota Palembang
dan album peta.
(5) Buku RTRW Kota Palembang dan album peta sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
68
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 134
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan
69
Pasal 137
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kota Palembang.
ditetapkan di Palembang
pada tanggal
Desember 2012
WALIKOTA PALEMBANG,
Diundangkan di Palembang
Pada Tanggal
SEKRETARIS DAERAH KOTA PALEMBANG,
M. HUSNI THAMRIN
LEMBARAN DAERAH KOTA PALEMBANG TAHUN 2012 NOMOR ...
70
SAMBUTAN
WALIKOTA PALEMBANG
Sebagai kota yang sedang berkembang pesat, Palembang membutuhkan pedoman dalam
menata dan mengendalikan pembangunan secara terpadu. Secara alami aktivitas perkotaan
seperti perdagangan, jasa, dan perkantoran cenderung berlokasi di tempat-tempat strategis yang
mudah dijangkau dari berbagai sudut kota, sehingga lokasi tersebut mempunyai nilai ekonomi
yang tinggi. Apabila kondisi ini tidak diatur atau dikendalikan, lokasi strategis tersebut lambat
laun akan menjadi semrawut dan kumuh, yang pada akhirnya berdampak terhadap nilai estetika
kawasan serta menurunnya nilai ekonomi kawasan tersebut. Disinilah Rencana Tata Wilayah
Kota berperan dalam mengatur jenis, intensitas, dan kapasitas kegiatan yang dapat dialokasikan
di suatu ruang kota. Pengaturan ini diharapkan dapat menimbulkan sinergitas yang akan
mendorong pertumbuhan dan perkembangan Kota Palembang ke arah yang lebih baik dalam
rangka mewujudkan Palembang sebagai Kota Tepian Sungai berbasis pariwisata,
jasa, dan perdagangan berskala internasional yang berbudaya, aman, nyaman,
produktif, hijau, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan.
Akhirnya, saya memberikan penghargaan yang setingginya atas telah diselesaikannya Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Palembang 2012-2032 sebagai jembatan untuk menciptakan
Kota Palembang yang lebih baik di masa yang akan datang. Saya berharap agar RTRW Kota
Palembang
ini
dijadikan
pedoman
bagi
semua
pihak
yang
akan
melaksanakan
WALIKOTA PALEMBANG,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia serta ridho-Nya, sehingga finalisasi terhadap
buku Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Palembang tahun 2012 2032 akhirnya
dapat dirampungkan.
Buku RTRW ini secara garis besar berisi konsep penataan dan
pengendalian pembangunan berbasis matra ruang berdasarkan potensi yang dimiliki Kota
Palembang untuk menciptakan Kota Palembang yang aman, nyaman produktif, dan
berkelanjutan dalam kurun waktu 20 tahun ke depan.
Tiga komponen, yaitu : pemerintah, masyarakat, dan pengusaha, yang berperan besar
terhadap terwujudnya ruang Kota Palembang yang serasi, seimbang dan berkelanjutan,
perlu disinergikan satu dengan lainnya. Ketiga komponen di atas harus dapat diselaraskan
dan diharmonisasikan antara hak dan kewajibannya dalam mengelola ruang Kota
Palembang karena pengelolaan ruang adalah tanggung jawab bersama. Inilah kata kunci
yang perlu disepakati oleh semua stakeholders.
Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah turut membantu
hingga terselesaikannya laporan ini. Semoga RTRW Kota Palembang 2012-2032 ini dapat
bermanfaat dan kita jadikan pedoman dalam setiap penataan ruang di Kota Palembang
Palembang,
Desember 2012
LAMPIRAN
INDIKASI PROGRAM KOTA PALEMBANG 2011-2031
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.
Kota Palembang telah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yaitu RTRW Kota
Palembang tahun 1999-2009. Sebagai dasar hukum utama dalam pemanfaatan dan
pengenadalian pemanfaatan ruang di Kota Palembang saat ini adalah Peraturan Daerah
Kota Palembang Nomor 8 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kota Palembang Tahun 1999-2009. Dengan demikian usia RTRW tersebut sudah 10
tahun.
Pada tahun 2004 pernah dilakukan revisi terhadap RTRW Kota Palembang, akan tetapi
revisi tersebut belum dituangkan dalam produk hukum sebagai aturan pelaksanaannya,
sehingga peraturan tata ruang yang baku di Kota Palembang masih berpedoman pada
Perda Nomor 8 tahun 2000 tersebut, dimana Perda tersebut masih rnengacu pada RTRW
Kota Palembang Tahun 1999-2009.
Dalam rentang waktu 10 tahun tersebut, perkembangan Kota Palembang terutama
pembangunan fisik sangat cepat. Terlihat dengan semakin banyaknya pembangunan
gedung, rumah, jalan, dan sebagainya. Terlihat pula kemunculan pusat-pusat
pertumbuhan baru antara lain di kawasan Sako, Sukarami dan Jakabaring.
Perkembangan kawasan perkotaan tersebut berpengaruh pada peruntukan kawasan,
baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai. Oleh karena itu, untuk mengetahuinya perlu
dilakukan evaluasi terhadap RTRW yang sudah ada.
Perumusan RTRW tingkat Kabupaten/Kota berpedoman pada Undang-undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menitikberatkan pada aspek pengendalian
yang didalamnya terdapat unsur pengawasan/monitoring dan law enforcement bagi
pelanggar tata ruang sudah dinyatakan secara jelas berikut aturan mainnya. Hal pokok
lain yang secara jelas dicantumkan dalam UU Tata Ruang yang baru adalah mengenai
presentase Ruang Terbuka Hijau (RTH), yaitu seluas 30% dari total luas wilayah,
sedangkan peraturan yang ada saat ini belum mengatur tentang hal tersebut. Untuk
dapat mengakomodasi hal tersebut, tentunya harus diketahui kondisi eksisting RTH yang
ada dan bagaimana supaya dapat mencapai 30% serta dimana saja lokasi yang akan
direkomendasikan sebagai RTH.
Dari sisi kebijakan pemerintah, saat ini telah terbit peraturan dibidang penataan ruang
yaitu dengan terbitnya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Dengan adanya Undang-undang baru tersebut, maka sudah pasti peraturan-peraturan di
bawahnya berpedoman pada undang-undang ini. Sebagai contoh, dalam UU Penataan
Ruang sebelumnya yaitu UU Nomor 24 Tahun 1992, hanya dimuat 2 (dua) pokok
kandungan utama yakni Struktur Ruang dan Pola Pemanfaatan Ruang. Jadi yang
ditekankan adalah lebih kepada aspek planning-nya saja, sedangkan aspek
pengendalian dengan law enforcement tidak dinyatakan secara gamblang. Dalam UU
No.26
tahun
2007,
aspek
pengendalian
yang
didalamnya
ada
unsur
pengawasan/monitoring dan law enforcement bagi pelanggar tata ruang sudah
dinyatakan secara jelas berikut aturan mainnya.
Beranjak dari hal-hal tersebut, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap RTRW yang
sudah ada. Setidaknya terdapat hal utama perlunya dilakukan evaluasi, yaitu untuk
menyelaraskan antara kondisi pemanfaatan ruang dengan aturan yang ada dan
menyelaraskan aturan yang sudah ada dengan aturan yang baru. Evaluasi tersebut juga
bertujuan untuk menghindari adanya penyimpangan yang lebih besar lagi dari
pemanfaatan ruang yang telah ada.
I-1
Dokumen lain yang terkait erat dengan RTRW kota adalah Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN). Dalam dokumen RTRW Nasional Tahun 2020 sebagaimana tercantum
dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008, yang merupakan Hasil Penyempurnaan
RTRWN yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997, di wilayah
Propinsi Sumatera Selatan Kota Palembang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional
(PKN), sehingga dengan demikian RTRW Kota Palembang harus menyelaraskan dimensi
ruang dan aktivitas dengan kehendak RTRWN tersebut.
Kebijakan Kota Palembang didasarkan pada pencapaian visi dan misi Kota Palembang
dengan prioritas utama pengembangan Kota Palembang sebagai Kota internasional yang
perlu ditunjang oleh penyediaan infrastruktur, yang seluruhnya perlu diterjemahkan dalam
dimensi ruang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung. Selain itu, dengan
terdapatnya pemekaran wilayah Kota Palembang dari 8 kemudian 14 kecamatan dan
terakhir menjadi 16 Kecamatan yang memerlukan penyediaan sarana dan prasarana serta
pelayanan yang lebih merata tiap wilayah.
1.2
I-2
1.3
Beberapa dasar hukum dan peraturan yang mendasari penyusunan RTRW Kota Palembang
ini antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1.4
Jumlah penduduk Kota Palembang tahun 2008 tercatat sebanyak 1.417.047 jiwa, dengan
pertumbuhan rata-rata 2,01 % per tahun. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi ini
disamping adanya pertumbuhan penduduk alami (kelahiran-kematian) juga disebabkan
adanya urbanisasi. Kecamatan dengan jumlah penduduk paling tinggi adalah Kecamatan Ilir
Timur II, disusul oleh Kec. Seberang Ulu I dan Kec. Ilir Barat I.
Kecamatan dengan pertumbuhan penduduk tinggi (lebih dari 2 %) adalah kecamatan Ilir
Barat II (2,24%), Kec. Plaju (2,20%), Kec. Seberang Ulu II (2,18 %), Kec. Seberang Ulu I
(2,15 %), Kec. Ilir Timur I (2,11%), Kec. Kertapati (2,08), Kec. Ilir Barat II (2,04%) dan
Kec. Kemuning (2,02%). Kecamatan yang tinggi pertumbuhan penduduknya tersebut
sebagian besar terdapat di wilayah Palembang Ulu (Kec. Plaju, Seberang Ulu I, Kertapati
dan Seberang Ulu II). Dilihat dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan
wilayah Palembang Ulu pada lima tahun terakhir cukup cepat dan menarik penduduk untuk
bertempat tinggal di wilayah tersebut. Wilayah ini cukup menarik karena kebijakan
pemerintah daerah baik provinsi maupun kota yang banyak mengarahkan pembangunan di
wilayah ini. Beberapa kawasan di wilayah ini telah berkembang menjadi pusat perkantoran
I-3
antara lain di Jl. Gubernur Ahmad Bastari (Jalan Poros Jakabaring), kawasan pendidikan di
Jl. Ahmad Yani, Pasar Induk Jakabaring, Terminal tipe B Jakabaring, RSUD BARI,
perumahan Ogan Permata Indah, Perumahan Taman Ogan Permai dan stadion internasional
Bumi Sriwijaya Jakabaring.
Wilayah dengan pertumbuhan penduduk paling rendah adalah kecamatan Sako (1,62%),
Kec. Gandus (1,84%) dan Kec. Bukit Kecil (1,81%). Sebelum tahun 2000, kecamatan Sako
merupakan kecamatan dengan pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Kawasan Sako
saat ini telah menjadi kota satelit bagi pusat Kota Palembang.
Tabel I.1
Jumlah Penduduk Kota Palembang (jiwa)Tahun 2003-2008
Penduduk
Rata-Rata
No.
Kecamatan
Ilir Barat II
60.761
62.032
63.264
64.708
65.923
66.966
Gandus
48.502
49.015
50.078
51.182
52.125
52.973
Seb. Ulu I
146.403
149.135
152.607
Kertapati
74.738
76.417
77.978
79.736
81.225
82.520
Seb. Ulu II
82.902
85.109
86.889
88.833
90.482
91.933
Plaju
76.996
79.155
80.749
82.581
84.129
85.464
Ilir Barat I
106.727
109.952
112.099
114.668
Bukit Kecil
45.408
45.865
46.789
47.850
48.748
49.522
Ilir Timur I
75.448
77.450
78.674
80.599
82.191
83.409
10
Kemuning
80.246
81.865
83.423
85.351
86.973
88.331
11
Ilir Timur II
157.602
160.818
164.449
12
Kalidoni
86.418
87.718
89.617
91.596
93.281
94.795
13
Sako
90.229
90.263
92.214
94.251
95.986
72.396
14
Sukarame
163.705
167.066
170.828
1.287.435
1.312.551
1.338.793
1.369.239
1.394.954
15
16
Sematang
Borang
Alang-Alang
Lebar
TOTAL
2004
2003
142.587
154.864
161.609
-
2005
2006
2008
2007
155.521
157.933
116.833
118.671
167.522
170.192
174.015
104.700
Pertumbuhan
2,04
1,84
2,15
2,08
2,18
2,20
2,24
1,81
2,11
2,02
1,98
1,94
1,62
1,88
25.148
72.094
1.417.047
2,01
I-4
b. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk di Kota Palembang pada tahun 2008 sebesar 3.537 jiwa/km2 atau
sekitar 36 jiwa/Ha. Kepadatan penduduk di Kota Palembang tidak merata. Di wilayah pusat
kota kepadatan penduduk tinggi sedangkan di wilayah pinggiran berkepadatan rendah.
Wilayah kecamatan dengan kepadatan penduduk paling tinggi adalah kecamatan Ilir Timur I
yaitu 12.832 jiwa/km2, disusul kemudian dengan kecamatan Ilir Barat II (10.766) dan Kec.
Kemuning (9.815). Semua kecamatan tersebut terletak di pusat kota.
Kecamatan dengan kepadatan penduduk rendah adalah Kec. Sematang Borang sebesar 489
jiwa/km2 dan Kec. Gandus sebesar 770 jiwa/km2. Kecamatan lain yang terletak di
pinggiran kota juga berkepadatan penduduk rendah antara lain kecamatan Sukarami,
Alang-Alang Lebar dan Kertapati.
Faktor jumlah penduduk, pertumbuhan dan perkembangannya ini dapat mempengaruhi :
1. Luas kebutuhan ruang
2. Kebutuhan akan jenis fasilitas, pelayananya dan besaran-besarannya
3. Klasifikasi Kota
4. Pertumbuhan kotanya sendiri
5. Pola Pengaturan Kota dan Kemungkinan perluasan
6. kemungkinan penyediaan lapangan pekerjaan.
Untuk mencapai salah satu tujuan penataan ruang yaitu terciptanya keseimbangan
perkembangan wilayah antar kawasan, maka kebijakan pemerataan jumlah dan kepadatan
penduduk harus dilaksanakan. Faktor jumlah penduduk merupakan faktor utama dalam
mendorong perkembangan wilayah. Dengan kenaikan jumlah penduduk, maka akan
mendorong perkembangan kegiatan sosial ekonomi penduduk dan perkembangan fisik
kawasan.
Wilayah-wilayah kecamatan yang mempunyai kepadatan sangat tinggi seperti Kec. Ilir
Timur I dan Ilir Barat II harus bisa dikurangi kepadatannya, karena kalau hal ini dibiarkan
maka akan berpengaruh pada menurunnya daya dukung lingkungan di wilayah-wilayah
tersebut.
Arahan kepadatan penduduk, dirumuskan sebagai pedoman dalam memberikan alokasi dan
distribusi penduduk di wilayah perencanaan. Arahan kepadatan penduduk, dikelompokkan
menjadi kepadatan sangat tinggi (>250 jiwa/Ha), tinggi (150-250 jiwa/Ha), sedang (50
150 jiwa/Ha) dan rendah (<50 jiwa/Ha).
Rencana kepadatan penduduk dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi direncanakan di
SWK Pusat Kota dan Jakabaring, sedangkan kawasan dengan tingkat kepadatan penduduk
sedang di SWK Sukarami, Kertapati,Plaju, Lemabang, dan kawasan dengan kepadatan
rendah di Gandus, Sako dan Alang-Alang Lebar.
Untuk rencana kepadatan penduduk per kecamatan di masa mendatang beberapa
kecamatan diprediksi akan mempunyai kepadatan tinggi (>200 jiwa/hektar), yaitu Kec. Ilir
Timur I, kecamatan dengan tingkat kepadatan sedang adalah Kec. Ilir Barat II,
Kec.Kemuning, sedangkan kecamatan yang diprediksi akan mempunyai kepadatan rendah
yaitu Kec. Gandus, Seberang Ulu I, Kertapati, Seberang Ulu II, Plaju, Ilir Barat I, Bukit
Kecil, Ilir Timur II, Kalidoni, Sako, Sukarami, Sematang Borang dan Alang-Alang Lebar.
Kecamatan yang diprediksi masih berkepadatan rendah tersebut disebabkan masih luasnya
cadangan lahan yang belum terbangun di kawasan-kawasan tersebut.
I-5
Tabel I.2
Rencana Kepadatan Penduduk Per Kecamatan
No
Kecamatan
Luas
(ha)
Tahun 2020
Tahun 2030
Kriteria
Penduduk
Kepadatan
Penduduk
Kepadatan
622
85.330
137,19
104.425
167,89
Sedang
Ilir Barat II
Gandus
6.878
65.929
9,59
79.115
11,50
Rendah
Seberang Ulu I
1.744
203.861
116,89
252.184
144,60
Rendah
Kertapati
4.256
105.645
24,82
129.794
30,50
Rendah
Seberang Ulu II
1.069
119.086
111,40
147.748
138,21
Rendah
Plaju
1.517
110.967
73,15
137.944
90,93
Rendah
Ilir Barat I
1.977
154.808
78,30
193.198
97,72
Rendah
Bukit Kecil
992
61.416
61,91
73.483
74,08
Rendah
Ilir Timur I
650
107.160
164,86
132.043
203,14
Tinggi
10
Kemuning
900
112.289
124,77
137.148
152,39
Sedang
11
Ilir Timur II
2.558
215.337
84,18
261.981
102,42
Rendah
12
Kalidoni
2.792
119.377
42,76
144.666
51,81
Rendah
13
Sako
1.804
87.794
48,67
103.100
57,15
Rendah
14
Sukarame
3.698
130.922
35,40
157.726
42,65
Rendah
15
Sematang Borang
5.146
30.497
5,93
35.813
6,96
Rendah
16
Alang-Alang Lebar
3.458
90.150
26,07
108.606
31,41
Rendah
40.061
1.800.568
44,95
2.198.974
54,89
Rendah
I-6
Tabel I.3
Rencana (Proyeksi) Jumlah Penduduk Per Kecamatan
No
1
Ke ca ma ta n
I l i r Ba ra t I I
2008
Pe rtumbuha n
66,966
0.0204
2009
2010
2011
2012
2013
Ga ndus
Se b. Ul u I
4
5
6
Pl a ju
85,464
0.022
87,344
89,266
91,230
93,237
95,288
I l i r Ba ra t I
118,671
0.0224
121,329
124,047
126,826
129,667
132,571
Buki t Ke ci l
49,522
0.0181
50,418
51,331
52,260
53,206
54,169
I l i r Ti mur I
83,409
0.0211
85,169
86,966
88,801
90,675
10
Ke muni ng
88,331
0.0202
90,115
91,936
93,793
11
I l i r Ti mur I I
170,192
0.0198
173,562
176,998
12
Ka l i doni
94,795
0.0194
96,634
98,509
13
Sa ko
72,396
0.0162
73,569
14
Suka ra me
104,700
0.0188
15
Se ma ta ng Bora ng
25,148
16
Al a ng-Al a ng Le ba r
72,094
1,417,047
0.0199
2014
2015
68,332
69,726
71,148
72,600
74,081
75,592
77,134
2016
78,708
52,973
0.0184
53,948
54,940
55,951
56,981
58,029
59,097
60,184
61,292
157,933
0.0215
161,329
164,797
168,340
171,960
175,657
179,433
183,291
187,232
Ke rta pa ti
82,520
0.0208
84,236
85,989
87,777
89,603
91,467
93,369
95,311
97,294
Se b. Ul u I I
91,933
0.0218
93,937
95,985
98,077
100,216
102,400
104,633
106,914
109,244
97,384
99,527
101,716
135,541
138,577
141,681
55,149
56,148
57,164
92,588
94,542
96,536
98,573
95,687
97,620
99,592
101,604
103,656
180,503
184,077
187,722
191,438
195,229
199,094
100,420
102,368
104,354
106,378
108,442
110,546
74,761
75,972
77,202
78,453
79,724
81,016
82,328
106,668
108,674
110,717
112,798
114,919
117,079
119,280
121,523
0.0162
25,555
25,969
26,390
26,818
27,252
27,694
28,142
28,598
0.0188
73,449
74,830
76,237
77,670
79,130
80,618
82,134
2017
80,313
2018
81,952
2019
83,624
2020
85,330
2021
87,070
1,445,596
2022
88,847
1,474,723
2023
90,659
1,504,442
2024
92,508
1,534,763
2025
94,396
1,565,700
2026
96,321
1,597,264
2027
98,286
2028
100,291
1,629,469
2029
102,337
83,678
1,662,327
2030
104,425
62,419
63,568
64,738
65,929
67,142
68,377
69,635
70,917
72,222
73,550
74,904
76,282
77,686
79,115
191,257
195,369
199,570
203,861
208,244
212,721
217,294
221,966
226,738
231,613
236,593
241,680
246,876
252,184
99,317
101,383
103,492
105,645
107,842
110,085
112,375
114,712
117,098
119,534
122,020
124,558
127,149
129,794
111,626
114,059
116,546
119,086
121,682
124,335
127,046
129,815
132,645
135,537
138,492
141,511
144,596
147,748
103,954
106,241
108,578
110,967
113,408
115,903
118,453
121,059
123,722
126,444
129,226
132,069
134,975
137,944
144,855
148,099
151,417
154,808
158,276
161,822
165,446
169,152
172,941
176,815
180,776
184,825
188,965
193,198
58,199
59,252
60,324
61,416
62,528
63,660
64,812
65,985
67,179
68,395
69,633
70,894
72,177
73,483
100,653
102,777
104,946
107,160
109,421
111,730
114,087
116,494
118,953
121,462
124,025
126,642
129,314
132,043
105,750
107,886
110,066
112,289
114,557
116,871
119,232
121,641
124,098
126,604
129,162
131,771
134,433
137,148
203,037
207,057
211,156
215,337
219,601
223,949
228,383
232,905
237,517
242,220
247,016
251,906
256,894
261,981
112,690
114,877
117,105
119,377
121,693
124,054
126,460
128,914
131,415
133,964
136,563
139,212
141,913
144,666
83,662
85,017
86,394
87,794
89,216
90,662
92,130
93,623
95,139
96,681
98,247
99,839
101,456
103,100
123,808
126,135
128,506
130,922
133,384
135,891
138,446
141,049
143,701
146,402
149,155
151,959
154,815
157,726
29,061
29,532
30,011
30,497
30,991
31,493
32,003
32,521
33,048
33,584
34,128
34,681
35,242
35,813
85,251
86,854
88,487
90,150
91,845
93,572
95,331
97,123
98,949
100,809
102,704
104,635
106,602
108,606
2,029,937
2,070,930
2,112,755
2,155,431
2,198,974
1,695,853
1,730,059
1,764,959
1,800,568
1,836,901
1,873,971
1,911,794
1,950,386
1,989,761
I - 10
Tabel I.4
Koefisien LQ Sektor Ekonomi Kota Palembang Tahun 2003-2007
No
1
2
3
4
5
6
7
2003
2004
2005
2006
2007
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
Angkutan dan Komunikasi
0.05
0.00
2.35
2.98
1.05
1.48
0.05
0.00
2.35
3.11
1.07
1.54
0.04
0.00
2.28
3.06
1.05
1.53
0.04
0.00
2.21
3.06
1.05
1.50
0.16
0.00
0.73
2.76
2.39
0.91
2.78
2.88
2.90
2.93
3.21
1.67
1.74
1.74
1.70
1.47
1.61
16.56
1.63
1.60
5.78
I - 11
Tabel I.5
Laju Pertumbuhan Sektor Unggulan Kota Palembang
No.
Sektor
2003
3.42
6.61
8.52
2004
3.61
7.97
8.53
2005
3.72
7.17
8.08
Tahun
2006
3.79
9.54
8.7
2007
4.54
6.36
8.45
Rata-Rata
3.816
7.53
8.456
1
2
3
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Minum
Bangunan
7.78
8.47
8.97
7.95
8.1
8.254
7.03
13.41
14.63
13.62
12.11
10.754
5.62
6.48
9.26
4.74
9.62
7.29
8.12
7.78
8.8
7.04
8.284
6.666
6
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
7
Jasa-jasa
Sumber : Hasil Analisis, 2008.
Kontribusi Sektor
Indikator lain yang digunakan untuk mengetahui bahwa suatu sektor merupakan sektor
unggulan di Kota Palembang adalah perbandingan antara kontribusi sektor tersebut
terhadap perekonomian Kota Palembang. Indikator yang digunakan sebagai petunjuk dalam
menentukan sektor unggulan adalah jika kontribusi sektor terhadap total PDRB Kota
Palembang lebih besar dari 10%, maka sektor tersebut memiliki peran besar terhadap
perekonomian Kota Palembang.
Setelah mengamati laju pertumbuhan sektor unggulan di Kota Palembang, menunjukkan
bahwa sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor yang memiliki keunggulan
lebih tinggi dibandingkan sektor lainnya. Namun, apabila melihat kontribusi sektor tersebut
relatif berada dibawah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan
restoran. Hal ini terlihat secara riil kegiatan sektor industri serta sektor perdagangan, hotel
dan restoran menunjukkan kinerja yang tinggi dalam mendukung perkembangan Kota
Palembang.
Secara persentase, dalam kurun waktu tahun 2003-2007 sektor industri pengolahan
memberikan kontribusi sebesar 40,46% terhadap perekonomian Kota Palembang serta
diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan kontribusi sebesar
19,69%. Kondisi ini memberikan implikasi bahwa kedua sektor tersebut merupakan
penyumbang yang vital dalam menumbuh kembangkan roda perekonomian Kota
Palembang, sehingga memerlukan support yang lebih besar dalam meningkatkan kinerja
kedua sektor tersebut. Hal ini akan terkait pula dengan aspek lainnya yang berperan dalam
menciptakan kedua sektor tersebut sebagai sektor unggulan di Kota Palembang,
diantaranya adalah daya serap terhadap tenaga kerja yang dapat ditampung.
Tabel I.6
Kontribusi Sektor Kota Palembang Atas Dasar Harga Konstan 2000
Dengan Migas Tahun 2003-2007
No.
Sektor
1
2
3
4
5
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Minum
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
2003
42.81
1.40
7.38
19.07
10.26
6
7
6.18
11.92
2004
41.68
1.42
7.52
19.44
10.94
2005
40.38
1.43
7.60
19.79
11.71
Tahun
2006
39.19
1.46
7.72
19.97
12.44
2007
38.25
1.45
7.82
20.16
13.02
Rata-Rata
40.46
1.43
7.61
19.69
11.67
6.35
11.74
6.50
11.76
6.57
11.85
6.68
11.85
6.46
11.82
I - 12
R=N+M+S
Keterangan :
R
: Total perubahan perekonomian regional
N,M,S : Komponen individual dari perubahan tersebut
I - 13
Tabel I.7
Komposisi Perubahan Perekonomian Kota Palembang
No
.
1
2
3
4
5
6
7
Sektor
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan, dan Jasa
8
Perusahaan
9
Jasa-Jasa
TOTAL
Sumber : Hasil Analisis, 2009.
1.001.097
80.996
1.659.064
1.775.897
13.998.092
14.992.484
3.035.788,52
-172.188.969
116.833
580.489.903
5.349.683,57
-585.722.754
994.392
6.369.939.541
34.202.740,18
-6.403.147.889
Berdasarkan tabel analisis di atas, dapat diketahui bahwa pada tahun 2007 Kota Palembang
memiliki peningkatan nilai PDRB sebesar Rp. 994.392
juta. Secara kondisi ideal,
seharusnya peningkatan nilai PDRB Kota Palembang adalah sebesar Rp. 6.369.939.541 juta.
Jadi terdapat kekurangan pertambahan nilai PDRB Kota Palembang sebesar Rp.
6.368.945.148,84 juta terhadap kondisi idealnya. Hal ini merupakan pengaruh dari Industri
Mix Effect (M) dan Regional Share Effect (S) yang terjadi di Kota Palembang. Artinya,
kondisi perekonomian Kota Palembang sudah dapat menyumbang/memberikan kontribusi
nilai ekonomi terhadap Provinsi Sumatera Selatan, namun kontribusi yang diberikan belum
sepenuhnya maksimal.
Nilai M sebesar 34.202.740,18 mengindikasikan bahwa kinerja seluruh sektor perekonomian
yang terdapat di Kota Palembang sudah cukup maksimal. Namun demikian, sektor industri
pengolahan memiliki nilai M sebesar -770.766,19, yang artinya kinerja sektor industri
pengolahan belum maksimal sehingga mempengaruhi kinerja sektor lainnya di Kota
Palembang (kinerja sektor ditandai dengan nilai -). Nilai deviasi sektor-sektor perekonomian
di Kota Palembang cukup baik, namun untuk sektor pertambangan dan penggalian dan
sektor industri pengolahan memberikan nilai (-). Hal ini mengindikasikan bahwa
pertumbuhan kedua sektor ini berada jauh di bawah pertumbuhan total di nasional.
Kontribusi per sektor maupun kontribusi sektor secara total di Kota Palembang terhadap
Provinsi Sumatera Selatan sangat kurang, hal ini ditandai dengan nila S sebesar negatif
Rp. 6.403.147.889 juta. Kegiatan ekonomi di Kota Palembang belum dapat memberikan
kontribusi terhadap nasionalnya. Selama kurun waktu tahun 2006-2007, Kota Palembang
mengalami perubahan struktur perekonomian akibat adanya selisih nilai PDRB terhadap
kondisi ideal (mengacu pada pertumbuhan nasional) sebesar Rp 6.386.945.148,84 juta
yang diakibatkan dari adanya penurunan nilai kontribusi PDRB dari sektor industri
pengolahan dan pertambangan dan penggalian. Dengan kata lain, selama kurun waktu
tersebut, perekonomian Kota Palembang mengalami penurunan akibat dari kinerja
ekonomi/sektor yang berada dalam kondisi kurang baik dan tidak mengalami pertumbuhan.
c. Pergerakan Barang dan Jasa Intra dan Inter Kota
Pola persebaran barang yang terjadi saat ini memperlihatkan keadaan pergerakan barang
dan jasa yang masuk dari beberapa tempat, kemudian mengumpul dan disebarkan
ketempat tujuan tertentu. Jenis produksi yang dihasilkan umumnya berupa produksi primer
atau hasil olahan industri dan pola pemasaran yang terjadi umumnya memiliki pola internal
dan eksternal.
Pintu masuk barang dan penumpang di Kota Palembang melalui pintu-pintu utama antara
lain Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, stasiun Kereta Api Kertapati, Terminal Karya
Jaya, Terminal Alang-Alang Lebar, Pelabuhan Boom Baru, Pelabuhan 35 Ilir.
I - 14
Realisasi PAD
No
Tahun
Anggaran
1.
2003
(Rp)
547.308.148.900,65
( Rp )
63.522.968.156,65
2.
2004
600.278.292.190,00
61.568.178.324,00
10,26
3.
2005
698.327.409.737,72
81.030.970.687,46
11,6
4.
2006
891.823.700.337,37
92.041.247.508,30
10,32
5.
2007
1.082.226.879.063,49
109.635.673.670,98
10,13
Pendapatan Daerah
11,61
I - 15
Tabel I.9
Perkembangan Nilai Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang
Tahun 2006-2007
Jenis Penerimaan
I. 1 Pajak Daerah
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Peng.Galian C
Pajak Parkir
Penerimaan Th 2006
Penerimaan Th 2007
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Jumlah I.1
2. Retribusi Daerah
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
4. Lain-lain yang sah
Rp. 45.057.348.825,80
Rp. 40.375.914.272,50
Rp.
821.389.463,07
Rp. 10.948.198.417,00
Rp. 51.486.867.607,06
Rp. 48.572.158.218,00
Rp. 2.366.826.716,28
Rp. 39.702.466.760,13
Rp 97.202.850.978,37
Rp. 142.128.319.364,47
4.535.807.247,00
8.693.872.955.80
1.793.524.705,00
3.628.407.134,00
24.844.879.752,00
507.830.032,00
1.053.027.000.,00
4.954.301.974,00
10.762.760.474,00
2.624.997.097,00
4.121.043.626,73
26.896.727.353,33
732.704.132.,00
1.394.332.950,00
Sumber : BPS, Palembang dalam angka, dan Pemkot; Laporan Perhitungan APBD
h. Potensi Investasi
Sebagai pusat pertumbuhan wilayah di Sumatera Selatan, maka Kota Palembang telah
berkembang menjadi pusat kegiatan perdagangan, jasa, industri, pemerintahan, pendidikan
dan pariwisata. Potensi investasi yang berkembang antara terdapat di hampir semua sektor.
Di sektor industri masih sangat terbuka potensi investasi di sektor ini, antara lain industri
pengolahan bahan makanan, industri energi, industri kimia, industri makanan dan
minuman. Potensi sektor industri didukung oleh melimpahnya dumber daya alam di sekitar
Kota Palembang, banyaknya tenaga kerja, adanya lahan yang masih cukup luas dan
prospek pemasaran hasil industri yang sangat baik.
Di sektor perdagangan kota ini memiliki potensi antara lain perdagangan ritel dan
perdagangan barang-barang konsumsi. Jumlah penduduk yang besar menjadi faktor
pendorong yang kuat bagi perkembangan sektor perdagangan. Di sektor pariwisata, saat ini
Kota Palembang dan Provinsi Sumatera Selatan sedang giat meningkatkan sektor
pariwisata. Potensi investasi di sektor ini antara lain usaha di bidang akomodasi seperti
hotel dan penginapan, restoran dan rumah makan, usaha jasa wisata seperti penjualan
tiket, paket wisata dan sebagainya.
Perkembangan kota yang pesat memutuhkan perkembangan infrastruktur yang lebih baik
dan lengkap, sehingga kebutuhan investasi di bidang ini juga sangat potensial misal
investasi di bidang transportasi (angkutan umum, taksi), air bersih, pengelolaan
persampahan dan sebagainya. Nilai investasi di Kota Palembang juga mengalami
peningkatan baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing.
Pada tahun 2006, nilai investasi yang berasal dari pihak asing hanya sebesar Rp.
10.000.000,- dan sebesar Rp. 17.038.000,- adalah modal pihak dalam negeri. Namun pada
tahun 2007, nilai investasi di Kota Palembang sebagian besar berasal dari investasi Asing.
Hal ini mempengaruhi kinerja Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan maupun Pemerintah
Kota Palembang dalam upaya pengembangan kota. Dengan pengoptimalan sumber daya
alam maupun manusia di Kota Palembang diharapkan dapat menarik investasi baik dalam
negeri maupun investasi luar negeri di tahun mendatang, terutama investasi dalam negeri.
1.4.3 Profil Fisik Dan Lingkungan.
a. Letak Geografis.
Secara geografis, posisi Kota Palembang terletak antara 2 0 52 sampai 30 5 Lintang Selatan
dan 1040 37 sampai 1040 52 Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari
permukaan. Secara administrasi Kota Palembang berbatasan dengan :
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pangkalan Benteng, Desa Gasing dan Desa
Kenten Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyu Asin.
Sebelah Timur berbatasan dengan Balai Makmur Kecamatan Banyu Asin I Kabupaten
Banyu Asin.
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukajadi Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten
Banyu Asin.
b. Topografi dan Kemiringan Lereng
Terdapat perbedaan karakter topografi yang agak berbeda antara Seberang Ulu dan
Seberang Ilir. Bagian wilayah Seberang Ulu pada umumnya mempunyai topografi yang
relatif datar dan sebagian besar dengan tanah asli berada di bawah permukaan air pasang
maksimum Sungai Musi (+ 3,75 m di atas permukaan laut) kecuali lahan-lahan yang telah
dibangun (dan akan dibangun) dimana permukaan tanah telah mengalami penimbunan
I - 17
(dan reklamasi). Di bagian wilayah Seberang Ilir ditemui adanya variasi topografi
(ketinggian) dari 4 m sampai 20 m di atas permukaan laut dan ditemui adanya
penggunaan-penggunaan mikro dan lembah-lembah yang kontinyu dan tidak terdapat
topografi yang terjal. Sampai dengan jarak 5 km ke arah utara Sungai Musi, kondisi
topografi relatif menaik sampai punggungan dan setelah itu semakin ke utara menurun
kembali. Dengan demikian dari aspek topografi pada prinsipnya tidak ada faktor pembatas
untuk pengembangan ruang, baik berupa kemiringan atau kelerengan yang besar.
c. Jenis Tanah
Tanah merupakan hasil pelapukan yang belum ditransportasi/belum mengalami
sedimentasi. Faktor utama yang berpengaruh terhadap erosi tanah adalah jenis tanah,
penggunaan lahan dan curah hujan.
Jenis tanah alluvial disebut juga sebagai tanah tumbuh tanah endapan, kandungan bahan
organiknya rendah, reaksi tanahnya masam sampai netral, struktur tanahnya pejal atau
tanpa struktur dan konsistensinya keras waktu kering, teguh waktu lembab. Kandungan
unsur haranya relatif kaya dan banyak bergantung pada bahan induknya. Secara
keseluruhan tanah alluvial mempunyai sifat fisika kurang baik sampai sedang, sifat kimia
sedang sampai baik, sehingga produktivitas tanahnya sedang sampai tinggi.
Jenis tanah orgosol disebut juga sebagai tanah gambut tersusun dari timbunan bahan
organic dengan ketebalan sangat bervariasi, mulai dari 50 cm sampai 5 meter diatas tanah
mineral. Tekstur tanahnya bervariasi, tanpa struktur konsistensi tanahnya lepas, pH
tanahnya sangat masam dan tergenang air sepanjang tahun. Tanah ini tidak begitu
potensial bagi pertanian karena sifat kimia dan fisiknya sangat jelek.
Jenis tanah gleisol memiliki lapisan bahan organic sangat tipis, tekstur tanahnya debu
sampai liat berdebu, tanpa struktur, konsistensinya plastik sampai agak melekat, reaksi
tanahnya sangat masam sampai agak masam (antara 4,5 6,0), kandungan unsur haranya
rendah sampai sedang. Secara umum tanah ini memiliki sifat fisika dan kimia yang jelek,
sehingga produktivitasnya rendah.
Jenis tanah podsolik memiliki solum tanah agak tebal, yaitu 90 180 cm, tekstur tanahnya
lempung berliat hingga liat, konsistensinya gembur di bagian atas dan teguh di lapisan
bawah. Kandungan bahan organiknya kurang dari 5 %, kandungan unsur hara tanaman
rendah, reaksi tanah (pH) sangat rendah sampai rendah (antara 4 4,5). Secara
keseluruhan jenis tanah podsolik memiliki sifat kimia kurang baik dan kurang mantap
karena stabilitas agregatifnya kurang, sehingga mudah terkena erosi. Produktivitas tanah ini
rendah sampai sedang.
Jenis tanah regosol memiliki solum tanah yang tipis (kurang dari 25 cm), struktur tanahnya
lepas atau berupa butir tunggal, tekstur tanah berupa pasir sampai lempung pasir, reaksi
tanah netral sampai masam, permeabilitas sedang, infiltrasi cepat hingga sangat cepat dan
peka terhadap erosi. Produktivitas tanahnya rendah untuk bertekstur pasir dan sedang
untuk tekstur lempung berpasir.
Lapisan tanah yang terdapat di Kota Palembang berupa tanah lempung, pasir lempung,
napal dan napal pasiran. Keadaan stratigrafi wilayah Kota Palembang terbagi atas 3 bagian,
yaitu :
1. Satuan Aluvial dan Rawa, terdapat di Seberang Ulu dan Rawa-Rawa dibagian Timur dan
bagian Barat wilayah Kota Palembang.
2. Satuan Palembang Tengah, mempunyai batuan lempung dan lempung pasiran yang
kedap air, tersebar dibagian Utara yaitu Kenten, Talang Betutu dan Sungai Ringgit
(Kabupaten Banyu Asin). Sedangkan disebelah Selatan tersebar ke arah Indralaya
(Kabupaten Ogal Ilir) dan Gelumbang (Kabupaten Muara Enim).
3. Satuan Palembang Bawah, tersebar dibagian dalam Kota Palembang dengan arah
memanjang ke Barat daya dan Tenggara merupakan suatu rangkaian antiklin
I - 18
d. Hidrologi
Data hidrologi digunakan untuk mengetahui besarnya potensi sumber daya air tanah. Dalam
hal ini sumberdaya air tanah berupa produktivitas air tanah, kedalaman muka air tanah
bebas, serta keberadaan sumber air tanah. Potensi air tanah yang tinggi serta
pengambilannya yang mudah (air tanah dangkal) akan menunjang kebutuhan kegiatan
yang ada diatasnya (khususnya kebutuhan untuk kegiatan perkotaan). Dengan
diketahuinya besar potensi sumberdaya air, maka data hidrologi ini pun dapat digunakan
untuk menilai kelayakan permukiman berdasarkan produktivitas akuifer yang terkandung
didalamnya.
Adanya perbedaan karakter topografi di Kota Palembang (kawasan Seberang Ulu dengan
Seberang Ilir) terkait dengan kondisi hidrologi, berupa keadaan anak-anak sungai dalam
wilayah. Dibagian wilayah Seberang Ulu terdapat anak-anak sungai yang relatif besar
dengan muara pada Sungai Musi. Anak-anak Sungai Musi yang relatif besar dan berhulu di
Pegunungan Bukit Barisan adalah Sungai Ogan dan Sungai Komering Sedangkan anak-anak
Sungai Musi yang relatif kecil adalah Sungai Keramasan yang berhulu di Kabupaten Muara
Enim.
Selain anak-anak sungai tersebut, terdapat pula anak-anak sungai kecil dan pendek yang
bermuara pada Sungai Musi dan berhulu pada wilayah Kota Palembang dan kawasan
sekitarnya, seperti Sungai Aur dan Sungai Sriguna.
Pada bagian wilayah Seberang Ilir, aliran anak-anak sungai terbagi menjadi 2 (dua) sesuai
dengan karakteristik topografi yang ada, berupa adanya punggungan topografi. Pada bagian
Selatan punggungan, terdapat anak-anak sungai yang mengalir pada Sungai Musi dan
berhulu pada punggungan topografi. Anak-anak sungai tersebut meliputi Sungai Lambidaro,
Sekanak, Buah, Batang, Selincah dan sebagainya. Pada bagian utara punggungan terdapat
anak-anak sungai yang mengalir keutara, yang bermuara antara lain ke Sungai Kenten.
dipengaruhi oleh pasang surut Sungai Musi dan sungai-sungai lain yang bermuara di Sungai
Musi.
f. Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan
Analisis pola penggunaan lahan dimaksudkan untuk melihat keadaan penggunaan lahan
yang ada saat ini dan kecenderungan perubahannya. Hasil analisis ini selanjutnya menjadi
dasar untuk kebijaksanaan penataan dan peruntukan lahan di tahun-tahun mendatang.
Analisis ini dikaitkan dengan ketersediaan dan kesesuaian lahan berdasarkan pengamatan
terhadap kondisi fisik dasar Kota Palembang, terutama untuk penggunaan lahan budidaya.
Selain itu juga akan dibahas mengenai struktur penggunaan lahan yang sesuai, sehingga
dapat menjadi arahan penggunaan lahan yang sesuai sehingga dapat menjadi arahan
penggunaan lahan yang optimal.
Pola penggunaan tanah eksisting di wilayah Kota Palembang sampai dengan tahun 2004
masih didominasi oleh kegiatan permukiman yaitu seluas seluas 12.803,76 Ha atau 31,96
% dari total luas wilayah Kota Palembang. Kegiatan permukiman sebagian besar terdapat
Kecamatan Sukarami, yaitu mencapai 16,73 % dari luas wilayah permukiman Kota
Palembang.
I - 20
Tabel I.10
Penggunaan Lahan Kota Palembang Tahun 2007
No
0.00
12.68
616.62
0.00
2.17
1.68
0.00
3.33
581.86
11.23
2.93
28.33
0.61
8.87
15.35
0.72
0.34
0.00
0.00
0.00
14.79
0.00
0.00
0.00
170.78
1129.44
1282.34
348.43
582.41
594.95
174.89
26.52
0.00
0.00
0.00
5.31
0.00
0.00
48.22
0.00
29.26
0.00
9.96
0.00
20.00
0.70
0.00
0.08
0.00
205.64
0.00
0.00
2.41
0.00
6.49
85.42
73.05
0.00
41.41
7.46
0.00
19.64
394.63
1.16
62.89
43.51
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
30.04
46.12
8.22
197.94
76.99
7.37
23.97
45.43
3.54
12.98
5.04
42.28
41.74
2667.41
9.49
635.46
93.34
0.00
208.17
0.00
30.59
111.86
93.58
6.22
8.18
18.47
0.00
3.02
8.46
418.59
1803.62
5824.30
414.08
1685.08
958.73
Sukarami
216.62
Sako
202.52
Kemuning
0.00
Kalidoni
42.43
Bukit Kecil
0.00
Gandus
926.86
Kertapati
51.15
Plaju
0.70
Alang-Alang Lebar *)
Sematang Borang *)
Jumlah
2073.42
Sumber : Hasil Perhitungan, 2007.
356.58
132.25
1.05
0.00
0.00
252.71
9.76
16.31
0.00
0.00
0.68
0.00
0.00
0.16
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.79
0.00
0.00
2302.92
912.27
578.80
1534.37
205.19
371.90
378.02
517.59
12.37
5.83
0.00
0.00
0.00
0.44
22.29
0.81
0.00
0.00
45.67
0.00
0.00
2.86
0.00
0.00
6.13
15.00
2.58
0.00
5.56
0.00
12.00
1.04
153.44
17.92
0.00
20.15
0.00
28.42
88.27
243.66
17.28
0.10
5.71
18.07
0.15
5.61
3.08
5.77
209.19
1230.00
7.83
204.14
0.00
183.45
195.41
11.87
53.02
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
35.76
20.26
1.75
644.35
0.00
541.29
1742.60
254.99
47.72
10.35
9.02
14.07
14.61
29.49
33.40
2.31
3046.34
1635.40
9.25
301.75
1.47
2014.78
1440.62
143.04
0.00
0.00
0.00
321.00
9.84
432.98
318.21
176.00
230.19
1.99
35.65
1.10
0.00
0.00
11.42
0.74
6687.56
4183.89
697.98
3101.41
236.82
4791.76
4306.24
1374.83
1396.35
26.73
15.59
10909.40
248.45
126.00
73.05
759.91
269.60
2563.73
53.02
3600.30
259.30
12082.38
1702.23
325.43
36484.94
1
2
3
4
5
6
Kecamatan
Ilir Timur I
Ilir Timur II
Ilir Barat I
Ilir Barat II
Seberang Ulu I
Seberang Ulu II
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Keterangan :
1 = Hutan
2 = Rawa
3 = RTH
4 = Kolam
5
6
7
8
=
=
=
=
Permukiman
Perdagangan dan Jasa
Perkantoran
Pemerintahan
9
10
11
12
=
=
=
=
Industri
Sarana
Perkebunan
Peternakan
10
11
12
13
14
13 = Sawah
14 = Jalan
15 = Jalan Lingkungan dan Lahan Kosong
15
16
17
Jumlah
16 = Sungai
17 = Lain-Lain
Ket : *) Data menyatu dengan kecamatan
induk.
I - 21
Tabel I.11
Simpangan Perubahan Guna Lahan Kota Palembang Tahun 2008
Luas Area
Terbangun 2004 (%)
46.26
4.24
48.11
35.44
28.45
46.26
6.24
48.11
37.69
31.71
53.74
93.76
51.89
62.31
68.29
0
2.00
0
2.25
3.26
6
Ilir Timur I
88.49
7
Kemuning
91.24
8
Ilir Timur II
70.09
9
Ilir barat I
21.64
10
Gandus
8.02
11
Kertapati
10.09
12
Seberang Ulu I
29.24
13
Seberang Ulu II
62.88
14
Plaju
56.87
Sumber : Hasil Analisis, 2009.
88.49
92.45
70.26
23.63
8.82
10.09
29.85
62.88
57.71
11.51
8.76
25.28
76.37
91.18
89.91
70.15
37.12
42.29
0
1.21
0.17
1.99
0.8
0
0.61
0
0.84
No.
1
2
3
4
5
Kecamatan
Kalidoni
Sematang Borang
Sako
Sukarami
Alang-Alang Lebar
tengah kota. Sedangkan untuk kegiatan indutri cenderung untuk berkembang di sebelah
selatan dan barat Kota Palembang.
Adanya kecenderungan tersebut, memaksa untuk terjadinya alih fungsi lahan dari kawasan
non terbangun menjadi kawasan terbangun. Hal ini terjadi pada kawasan pertanian dan
rawa yang berubah fungsinya menjadi kawasan kawasan permukiman, perdagangan & jasa,
maupun perkantoran.
i. Daya Dukung Lingkungan
Berdasarkan kondisi fisik wilayah terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan mengenai
daya dukung wilayah Kota Palembang, khususnya untuk menampung berbagai kegiatan
yang bersifat perkotaan. Dari data kemiringan lahan, ternyata wilayah ini sangat potensial
untuk dijadikan kawasan budidaya walaupun itu harus dilihat dulu kemampuan tanah di
wilayah tersebut. Namun ada beberapa kendala yang harus dihadapi oleh kota yang dilalui
oleh Sungai Musi yang tergolong sungai besar, yaitu (i)cukup besarnya persentase luas
lahan di Kota Palembang yang berupa rawa, (ii)pada musim kemarau terjadi penurunan
debit sungai, sehingga permukaan air Sungai Musi mencapai ketinggian yang minimum.
Struktur rawa yang ada di Kota Palembang juga dipengaruhi oleh pasang surut Sungai Musi
dan sungai-sungai lain yang bermuara di Sungai Musi
j. Potensi Bencana Alam
Seperti telah diuraikan di atas, wilayah Kota Palembang terletak di dataran rendah, dilalui
oleh sungai Musi yang membelah dua wilayah kota menjadi Wilayah Seberang Ulu dan
Wilayah Seberang Ilir serta dari alur laut. Kondisi ini menjadikan Kota Palembang relatif
terlindung dari pasang surut laut yang besar serta bencana alam lainnya. Meskipun
terkadang terjadi banjir terutama pada wilayah-wilayah di sepanjang alur Sungai Musi dan
anak sungai, namun banjir ini relatif bersifat sementara
Adanya kondisi ini mengharuskan pemerintah Kota Palembang untuk segera menyediakan
sarana pendidikan yang lebih merata.
Tabel I.12
Jumlah Sarana Pendidikan/Kecamatan Tahun 2008
No
Kecamatan
Ilir Barat II
Gandus
Seberang Ulu I
Kertapati
5
6
TK
SD/MI
SMP/MTS
SMA/SMK/MA
10
20
10
21
10
18
53
19
11
41
13
Seberang Ulu II
16
26
13
16
Plaju
10
35
17
15
Ilir Barat I
27
36
20
20
Bukit Kecil
15
Ilir Timur I
23
23
15
14
10
Kemuning
14
35
14
22
11
Ilir Timur II
25
48
27
24
12
Kalidoni
17
35
19
15
13
Sako
29
17
11
14
Sematang Borang
15
Sukarami
33
24
14
20
16
Alang-Alang Lebar
11
13
257
447
218
Jumlah
188
I - 24
Tabel I.13
Banyaknya Sarana Kesehatan di Kota Palembang Tahun 2008
Kecamatan
Rumah Sakit
Sarana Kesehatan
Puskesmas
Puskesmas
Pembantu
Klinik Bersalin
Puskesmas
Keliling
Ilir Barat II
(-)
(-)
Gandus
(-)
(-)
Kertapati
(-)
Seberang Ulu II
Seberang Ulu I
(-)
(-)
Plaju
Ilir Barat I
Bukit Kecil
Ilir Timur I
Kemuning
(-)
Ilir Timur II
Kalidoni
Sako
(-)
Sukarami
Alang-alang Lebar
(-)
Total
22
38
70
37
17
Sematang Borang
c. Sarana Peribadatan
Sarana peribadatan yang tersedia di Kota Palembang terdiri dari mesjid sebanyak 680 unit
tersebar hampir di seluruh Kecamatan, Langgar sebanyak 825 unit tersebar hampir di
pusat-pusat lingkungan perumahan, Gereja sebanyak 69 unit, Pura sebanyak 6 unit dan
Vihara sebanyak 76 unit.
d. Sarana Perdagangan
Berdasarkan hasil analisis, jumlah sarana perdagangan Kota Palembang pada tahun 2008
terdiri pasar 22 unit, Kios 7.244 unit dan pedagang 7.330 penyewa atau pedagang. Dari
data terlihat bahwa ada beberapa kecamatan yang mempunyai lebih dari satu pasar,
sementara ada beberapa kecamatan yang tidak mempunyai pasar sama sekali. Masingmasing pasar juga mempunyai sekala pelayanan yang berbeda-beda. Pasar 16 Ilir sejak
lama dikenal sebagai pusat perdagangan Kota Palembang, dan sampai saat ini masih
memiliki skala pelayanan regional yang melayani seluruh Palembang dan Sumatera Selatan.
Pasar Plaju dan Pasar Alang-Alang Lebar juga sudah berkembang menjadi pasar yang tidak
saja melayani skala lokal tetapi juga sudaj menjangkau masyarakat di daerah lain seperti di
Kabupaten Banyuasin. Dengan pendukung penduduk 120.00 jiwa,maka jumlah pasar sudah
mencukupi untuk tahun 2008, hanya perlu dilakukan pemerataan lokasi sesuai dengan daya
dukung penduduk dan skala pelayanannya
I - 25
Tabel I.14
Jumlah Pasar Tradisional di Kota Palembang Tahun 2008
Kecamatan
Sarana Perdagangan
Pasar Petak/Kios Los Pedagang PKL
Ilir Barat II
225
225
Gandus
109
109
35
Seberang Ulu I
1133
48
1181
31
Kertapati
213
213
Seberang Ulu II
Plaju
412
412
Ilir Barat I
94
94
Bukit Kecil
986
248
1234
15
Ilir Timur I
1666
39
705
Kemuning
551
450
1001
Ilir Timur II
531
539
1070
Kalidoni
Sako
Sematang Borang
Sukarami
Alang-alang Lebar
6244
86
22
5920
1324
Total
Sumber : Palembang Dalam Angka, 2009.
I - 26
Tabel I.15
Banyaknya Taman Menurut Kecamatan di Kota Palembang
Tahun 2008
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Kecamatan
Ilir Timur I
Kemuning
Ilir Timur II
Kalidoni
Ilir Barat I
Bukit Kecil
Ilir Barat II
Gandus
Seberang Ulu I
Kertapati
Seberang Ulu II
Plaju
Sukarame
Sako
Alang-Alang Lebar
Sematang Borang
Jumlah
Luas dalam Ha
Jumlah Taman
21
4
9
8
22
29
12
7
39
15
3
1
17
2
0
0
189
Luas (M2)
3,441
3,470
5,161
6,001
26,714
30,286
1,640
10,900
34,374
5,220
1,680
500
50,950
600
180,937
18.09
f. Sarana Kuburan/Pemakaman.
Pada umumnya fasilitas pemakaman umum di Kota Palembang, terutama pemakaman
umum kalangan muslim sudah ada walaupun letaknya masih terpencar-pencar dalam unitunit kecil dengan memanfaatkan tanah pemerintah dan tanah wakaf/masyarakat setempat
dengan luas lahan yang relatif terbatas. Guna meningkatkan pelayanan dan efisiensi maka
fasilitas pemakamanan umum harus ditingkatkan untuk mengantisipasi berkembangnya
permukiman baru yang belum dilengkapi dengan fasilitas pemakaman.
Tabel I.16
Lokasi Pemakaman di Kota Palembang.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
1.4.5
a. Prasarana Listrik
Listrik sampai saat ini merupakan salah satu sumber energi yang sangat efisien.
Keuntungan pemakaian listrik adalah bebas polusi, mudah dimanfaatkan, hemat energi,
biaya cukup murah dan stabil. Listrik sebenarnya juga berpotensi ekonomis, yaitu
merangsang pertumbuhan industri dan penggunaan barang elektronika. Fungsi listrik
terutama adalah penerangan buatan khusus pada keadaan gelap dan malam hari dan
mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat.
Jaringan listrik di Kota Palembang dan sekitar merupakan Interkoneksi antar pusat-pusat
pembangkit PLN Wilayah IV Sumatera Selatan. Ada 2 macam tegangan yaitu 70 KV dan 150
KV yang relative melingkar jaringannya, dimana jaringan 70 KV pada lingkaran bagian
dalam dan jaringan tegangan 150 KV pada lingkaran bagian luar. Jaringan-jaringan tersebut
menghubungkan antara gardu induk
atau pembangkit sebanyak 12 lokasi di Kota
Palembang dan sekitarnya, 8 di Kota Palembang dan 4 di pinggiran sekitarnya. Untuk
distribusi di wilayah Kota Palembang terdapat 2 sistem pelayanan transmisi di Palembang
Ilir dan Palembang Ulu dengan tegangan 70 KV dan 150 KV.
Jumlah pelanggan listrik tahun 2008 sebanyak 598.162 satuan pelanggan, dimana sebagian
besar adalah pelanggan rumah tangga.
b. Prasarana Air Bersih
Kebutuhan air bersih Kota Palembang sebagian besar dipenuhi oleh PDAM Tirta Musi dan
sebagian memanfaatkan air permukaan seperti air sungai, kolam/rawa, dan air tanah
sedangkan untuk beberapa komplek perumahan Perusahaan/ dan Perumnas dipenuhi oleh
masing-masing perusahaannya seperti Pertamina/Pusri dan PT. TOP/OPI serta Perumnas
Talang Kelapa. Sumber air baku untuk air bersih sebenarnya melimpah, tetapi belum
dioptimal pemanfaatannya. PDAM Tirta Musi yang memiliki 6 Unit instalasi pengolahan air
dengan kapasitas terpasang 3.570 liter/detik dan kapasitas produksi 2.981 liter/detik. Datadata umum selengkapnya mengenai kondisi eksisting PDAM Tirta Musi sampai dengan tahun
2008 adalah sebagai berikut:
Kapasitas Terpasang
Kapasitas Produksi
Panjang pipa transmisi dan distribusi
Jumlah Pelanggan aktif
Tingkat Kehilangan Air
Tingkat Penduduk Terlayani
Harga Pokok Air Rata-rata
Harga Jual Air Rata-rata
Jumlah Pegawai
Rasio Pegawai per 1000 pelanggan
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
3.570 liter/detik
2.981 liter/detik
2.083 km
127.344 SL
39,97%
76,86 %
Rp. 2.354,- / m3
Rp. 3.167,- / m3
419 orang
3,29
I - 28
Tabel I.17
Kapasitas Produksi PDAM Tirta Musi
No
1
2
3
4
5
6
IPA
3 Ilir
Rambutan
Borang
Poligon
Ogan
Karang Anyar
Kapasitas
(lt/dtk)
1.130
1.020
190
30
600
600
3.570
Sumber
Air
Musi
Musi
Borang
Musi
Ogan
Musi
Kinerja PDAM Tirta Musi dari tahun ke tahun mengalami Perbaikan kinerja. Dari kapasitas
terpasang terlihat bahwa pada tahun 2004 sebesar 2.870 liter/detik dan mengalami
kenaikan menjadi 3.570 liter/detik. Cakupan pelayanan juga meningkat tajam. Pada tahun
2004 cakupan layanan 43,18% dan meningkat tajam menjadi hampir 80 % dan
kedepannya pemerintah Kota Palembang melalui PDAM Tirta Musi bertekad untuk mencapai
layanan 100 %. Pada tahun 2004 dan tahun-tahun sebelumnya PDAM Tirta Musi masih
merugi dan membebani APBD, akan tetapi saat ini sudah menghasilkan keuntungan yang
cukup signifikan dan menyumbang PAD bagi Pemkot Palembang.
Tabel I.18
Perkembangan Kinerja PDAM Tirta Musi
INDIKATOR
TAHUN 2003
TAHUN 2007
TAHUN 2008
1. Kapasitas Terpasang
2.870 liter/detik
3.570 liter/detik
3.570 liter/detik
2. Jumlah Pelanggan
87.858 SL
119.208 SL
127.344 SL
3. Cakupan Pelayanan
43,18 %
71,97 %
76,86 %
68,17 %
46,92 %
39,97 %
5. Penerimaan
Rp. 48,20 M
Rp. 156,87 M
Rp. 166,54 M
6. Laba/(Rugi)
(Rp. 16,30 M)
Rp.
Rp. 20,73 M
27,65 M
I - 29
I - 30
Tabel I.19
Sarana Kebersihan Tahun 2009.
No
I
II
JENIS SARANA-PRASARANA
Sarana Pengumpul
TPS
Tong Sampah 1 M3
Tong Sampah 200 liter
Tong Sampah 50 liter
Gerobak sampah
Container Sampah 6 M3
Landasan Container
Tempat sampah 3 Warna
Sarana Pengangkut
Mobil Dump truck
Mobil Armroll
Motor Sampah
Motor ketek sungai
Mobil Tanki Tinja
Mobil Tanki Air
Mobil Jenazah
Mobil sweeper
Lavatory
Buldozer
Excavator
Jumlah
305 unit
128 unit
202 unit
333 unit
314 unit
151 unit
168 unit
38 unit
63 unit
26 unit
9 unit
4 unit
4 unit
1 unit
2 unit
4 unit
5 unit
2 Unit
2 unit
e. Prasarana Drainase
Sistem drainase di Kota Palembang, telah diindentifikasi 19 sistem drainase, sedangkan
untuk wilayah dari seluruh drainese sebanyak 12 sistem drainase ke Sungai Musi sementara
7 sistem keutara ke sistem besar Banyu Asin melalui Sungai Gasing, Sungai Kenten dan
saluran-saluran yang dibangun disana. Sistem drainase yang telah di identifikasi tersebut
adalah Sistem Boang, Sistem Sekanak, Sistem Bendung, Sistem lawang Kidul, Sistem
Buah, Sistem Sriguna dan Sistem Seberang Ulu, Sistem Gandus, Sistem Lambidaro, Sistem
Anak-anak Gasing, Sistem Anak-anak Kenten, Sistem S. Nyiur, Sistem S. Lais, Sistem
Kertapati dan Sistem Keramasan-Karya Jaya. Secara umum kondisi sistem drainase di Kota
Palembang berupa rawa dengan sistem sistem Borang merupakan sistem drainase terluas
yakni sekitar 71.2 km2 diikuti oleh sistem Gasing seluas 52.1km2. Sistem sungai di
Palembang memiliki 2 arah pengaliran yakni sungai yang bermuara di Sungai Musi
sebanyak 16 sistem sungai dan 3 sistem bermuara ke arah Utara yakni Kabupaten
Banyuasin.
1.
I - 31
2.
3.
4.
5.
I - 32
6.
7.
8.
9.
banyaknya terdapat rawa-rawa kemungkinan masih bisa dibuat kolam retensi yang
luasan dan penempatannya harus dikaji lebih lanjut.
10. Kondisi Sistem Batang Luas 559 Ha.
Drainase utama (Main Drain) DAS Batang yaitu Sungai Batang, berupa saluran alam
tanpa turap. Tanah di bantaran sungai Batang pada umumnya mempunyai elevasi yang
rendah. Kondisi sungai Batang sendiri dangkal, terjadi pengendapan sedimen, arus
sungai yang mengalir tidak begitu deras. Lebar sungai Batang sekitar 12 meter dengan
kedalaman sekitar 2 meter pada daerah hilir dan semakin mengecil pada daerah hulu.
Daerah hilir sungai Batang masih terkena pengaruh pasang surut dari sungai Musi. Dari
keterangan masyarakat yang sudah dihimpun, diketahui bahwa banjir yang terjadi
diakibatkan karena terjadinya hujan yang bersamaan dengan pasang, Di kawasan
sungai Batang juga masih banyak terdapat areal persawahan, yang bisa menjadi
tampungan alami dari air hujan. Belum ada kolam retensi di DAS Batang. Adapun
masih luasnya lahan persawahan, tanah kosong maupun rawa-rawa, maka masih
dimungkinkan untuk dibuat kolam retensi.
11 Kondisi Sistem Selincah Luas 483 Ha
DAS Selincah mempunyai drainase utama Sungai Selincah. Sungai Selincah masih
dapat digunakan sebagai arus transportasi air dengan menggunakan perahu walaupun
tidak terlalu jauh ke hulu, karena dimensi sungai Selincah di hulu semakin mengecil.
Dimensi pada bagian hilir yaitu sekitar 15 meter dengan kedalaman sekitar 3 meter.
Tidak terlalu banyak saluran sekunder di Sungai Selincah. Pada daerah hilir Sungai
Selincah, tidak ada permasalahan banjir akibat air hujan. Yang menjadi masalah adalah
akibat air pasang dari Sungai Musi. Walaupun begitu masyarakat di pemukiman hilir
Sungai Selincah sudah mengantisipasinya dengan membuat rumah panggung, juga
selama ini belum ada permasalahan banjir yang besar. Sungai Selincah di bagian hilir
terdapat di areal persawahan yang masih cukup luas, sehingga bisa menjadi
penampungan sementara air hujan apabila sungai dalam keadaan penuh. Kolam
retensi tidak terdapat di DAS Selincah, walaupun fungsinya sudah digantikan oleh areal
persawahan yang masih cukup luas. Pembuatan kolam retensi permanen bisa
dilakukan di areal persawahan tersebut untuk mengantisipasi terjadinya perubahan
tata guna lahan di masa depan.
12. Kondisi Sistem Borang Luas 7209 Ha.
Pada DAS Borang, beberapa bagian dari Sungai Borang masih banyak yang terdiri dari
alur sungai yang terdapat dalam rawa-rawa. Saluran hulu dari Sungai Borang
berdimensi cukup kecil, hanya dengan lebar sekitar 2 meter, dan kebanyakan dangkal.
Terjadi penumpukan volume air pada daerah hulu tersebut, pada sekitar jalan Kol. H.
Burlian, dan di sekitar kelurahan Kebun Bunga. Kolam retensi di DAS Borang hanya
terdapat satu buah yaitu di sekitar Kelurahan Sukajaya. Kolam tersebut cukup kecil
dan tampungannya hanya bersifat lokal dan daerah yang dilayaninya tidak terlalu luas.
Masih banyaknya rawa-rawa bisa menjadi tampungan sementara bagi aliran air.
Pembuatan kolam retensi permanen sebagai antisipasi perubahan rawa-rawa menjadi
peruntukan lain sangat diperlukan, apalagi kecenderungan kota Palembang untuk
berkembang dengan merubah fungsi dari tata guna lahan di rawa-rawa.
13. Kondisi Sistem Simpang Nyiur Luas 225 Ha
Sungai Simpang Nyiur dan Sungai Simpang Gajah berupa saluran alam, yang
terhubung langsung dengan Sungai Borang. Saluran sekundernya kebanyakan masih
berupa saluran alam. Pada DAS Simpang Nyiur ini, tidak terdapat permasalahan banjir
yang serius. Ini disebabkan karena kawasan DAS Simpang Nyiur banyak yang masih
berupa lahan kosong yang belum dihuni oleh masyarakat. Kebanyakan lahan tersebut
masih berupa rawa-rawa, ataupun lahan perkebunan. Tidak terdapat kolam retensi
permanen di DAS Simpang Nyiur. Tetapi bila dibutuhkan dapat saja dibangun karena
masih terdapat areal lahan yang memungkinkan.
I - 34
Keramasan ini terdiri dari banyak areal persawahan pasang surut yang banyak
digunakan penduduk untuk menanam padi. Pada saat terjadi banjir besar, sungai
Keramasan meluap dan menggenangi daerah sekitarnya sekitar 50 centimeter dari
jalan. Kondisi Sungai Keramasan masih cukup lebar sehingga dapat digunakan sebagai
sarana transportasi air yang cukup ramai dengan menggunakan perahu. Kondisi
jaringan masih berupa saluran alam dan belum dilakukan pembuatan turap permanen.
Tidak terdapat kolam retensi di DAS Keramasan ini, adapun fungsi kolam retensi telah
diambil oleh lahan persawahan pasang surut. Pembuatan kolam retensi di DAS
Keramasan ini dapat dilakukan, karena banyak terdapat tempat yang potensial untuk
dijadikan kolam retensi
Untuk mengatasi masalah genangan di kawasan terbangun, telah dilakukan pembangunan
kolam retensi (retension basin), sampai saat ini telah diidenfikasi 10 kolam retensi yaitu 3
kolam dalam Sistem Sekanak, 6 kolam dalam Sistem Bendungan dan 1 kolam dalam Sistem
Buah yang selanjutnya akan dikembangkan beberapa kolam retensi lainnya seperti Talang
Kelapa (sistem sekanak), Kemang manis (sistem boang) dan Sungai Buah (sistem buah).
Dengan diidentifikasi sistem-sistem drainase tersebut, maka saluran primer yang umumnya
adalah saluran samping jalan-jalan utama kota akan diarahkaan alirannya ke sungai-sungai
dalam sistem yang bersangkutan.
f. Prasarana Telekomunikasi
Seiring dengan kedudukan dan potensi yang dimiliki
serta kemajuan perkembangan
kotanya, Kota Palembang sudah memperoleh pelayanan jaringan telekomunikasi, namun
kapasitas masih terbatas jumlahnya. Umumnya jaringan telekomunikasi tersebut terdapat
pada fasilitas perkantoran, perdagangan dan jasa serta sebagian lingkungan perumahan.
Kebutuhan layanan sambungan telepon untuk perorangan/rumah tangga dan kantor di
wilayah perencanaan dilayani oleh sebuah Sentral Telepon Otomat. (STO). Untuk kebutuhan
layanan telepon Kota Palembang, perlu ditambah kapasitas layanan dengan
mempertimbangkan laju pertumbuhan penduduk, meningkatnya tarap pendapatan
masyarakat dan kebutuhan akan informasi dan komunikasi di era globalisasi. Sesuai dengan
kebutuhannya, untuk dimasa yang akan datang perlu diadakan peningkatan jaringannya
dengan kapasitas yang mencukupi kebutuhan kota dan daerah sekitarnya, karena sampai
saat ini dirasakan bahwa keberadaan jaringan tersebut masih kurang, sedangkan
peminatnya cukup banyak yang belum terlayani.
Perkembangan teknologi komunikai nirkabel di Kota Palembang cukup pesat. Sampai
dengan tahun 2008, jumlah BTS di Kota Palembang sudah mencapai 483 BTS, sedangkan
jumlah menara telepon seluler yang sudah berdiri di kota Palembang sebanyak 383 unit.
Sampai dengan tahun 2008 setidaknya sudah terdapat 10 operator telepon seluler
beroperasi di Kota Palembang antara lain Telkomsel, Indosat, Excelcom, Smart, Sampurna
Telekomunikasi (Ceria), Bakri telekom (Esia), PT. Telkom Indonesia (Flexi), Mobile-8
(frend).
Penggunaan menara bukan saja untuk prasarana telokomunikasi seluler akan tetapi juga
untuk pemanfaatan menara stasiun radio dan televisi serta penggunaan lainnya. Dengan
semakin banyaknya penduduk dan pemakai jasa teknologi dan informasi ini, maka dapat
dipastikan kebutuhan prasarana telekomunikasi juga semakin meningkat, sehingga
dibutuhkan pembangunan menara lebih banyak lagi. Hal ini harus diantisipasi supaya tidak
berdampak buruk pada lingkungan.
I - 36
Tabel I.20
Nama Operator Telepon Seluler dan Jumlah BTS Tahun 2008
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
11
12
13
14
15
16
17
18
21
22
23
Telco operator
XL
Tsel
Isat
Flexi
HCPT
Smart
Esia
Mobile-8
STI
No_Identifikasi
Protelindo
SKP
TBG
Bhakti
Teleflow
BKMA
AMPS
Kantor_Walikota
RRI
Station_TV RCTI
BTS
109
82
49
58
70
45
41
19
10
483
Menara
97
61
48
14
27
43
5
5
2
38
4
10
18
4
2
1
1
2
1
383
Nama Jalan
Panjang (Km)
5.2
2.87
Jl. Jend.Sudirman
5,02
Jl. Veteran
1.83
1.09
0.41
0.62
Jl. RE Martadinata
1.92
4.18
10
Jl. R. Sukamto
1.53
11
2.03
12
3.91
13
Jl. Parameswara
0.64
14
Jl. Ryacudu
1.59
15
0.64
16
2.66
17
Jl. Ki Merogan
3.17
18
6.22
19
2.35
20
3.25
21
Jl. Sukarno-Hatta
8.37
22
Jl. Alamsyah RP
23
Jl Yusuf Singedikane
24
25
26
Jl.Kapten Abdullah
5.6
27
8.4
Jumlah
3.1
5.17
11.83
2.37
90.95
3) Terminal
Kota Palembang mempunyai kontribusi cukup besar terhadap ketersediaan
terminal di Propinsi Sumatera Selatan. Jumlah terminal regional Kota Palembang
di Propinsi Sumatera Selatan adalah sebesar 23 %, sedangkan untuk terminal
lokal mempunyai kontribusi sebesar 26 %. Salah satu peningkatan prasarana
transportasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Palembang adalah dengan
mengoperasikan Terminal Karyajaya (tipe) A pada tahun 2001 yang diharapkan
secara berangsur dapat mengatasi kesemrawutan transportasi dalam kota dan
antar kota, khususnya dalam menaikkan dan menurunkan penumpang bagi
angkutan antar kota agar tidak melakukan di dalam Kota Palembang
Di Kota Palembang sendiri sudah terdapat 9 terminal angkutan jalan raya. 2
terminal termasuk kategori terminal tipe A, yaitu terminal Karya Jaya dan
terminal Alang-Alang Lebar. Terminal ini melayani angkutan dalam kota dan luar
kota atau provinsi lain.
I - 39
Tabel I.22
Tipe dan Luas Terminal di Kota Palembang Tahun 2009
No
Nama Terminal
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Alang-Alang Lebar
Karya Jaya
Km. 5
Sako Kenten
Lemabang
Plaju
Jaka Baring
Tangga Buntung
7 Ulu
Tipe
Luas (m2)
A
A
C
C
C
B
B
C
C
8.000
18.000
1.800
2.400
1.600
3.750
8.000
780
820
Ruas Jalan
Ruas Jalan
Merdeka
MP. Mangkunegara
Mujahidin
Letjen H. Alamsyah RPN
Ryacudu
Parameswara
Perintis Kemerdekaan
POM IX
R. Sukamto
Brigjen HM Dani Effendi
Raya Betung
RE. Martadinata
Yos Sudarso
Residen Rozak
Mayor Salim Batubara
Soekarno-Hatta
Indralaya
Letjen Harun Solar
Veteran
KH. Wahid Hasyim
Volume
(smp/jam)
3151
2710
475
1820
5822
1816
2681
876
3321
2069
1863
1682
1215
1235
1059
1513
453
491
3482
3482
Kapasitas
(smp/jam)
6468
2842
1592
2842
5880
2842
6468
5351
6429
2842
2842
6468
6468
6468
2842
2842
2842
2842
5880
6468
V/C
Ratio
0.49
0.95
0.30
0.64
0.99
0.64
0.41
0.16
0.52
0.73
0.66
0.26
0.19
0.19
0.37
0.53
0.16
0.17
0.59
0.54
Berdasarkan data tersebut, secara umum jam puncak yang terjadi pada ruas-ruas
jalan di Kota Palembang adalah pada pukul 07.00 Wib sampai dengan 09.00 Wib
dan pukul 15.00 Wib sampai dengan 17.00 Wib. Waktu-waktu tersebut
merupakan jam berangkat dan jam pulang aktivitas masyarakat Kota Palembang.
I - 40
V / C Ratio
0,69
0,70
0,80
0,79
0,61
0,65
0,59
0,58
0,69
0,63
0,64
0,68
0,73
0,37
0,67
Jam Perjalanan
Jam perjalanan secara umum dibagi menjadi 3 (tiga) jenis perjalanan, yaitu (1)
perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kegiatan, (2) perjalanan pulang
kerumah, dan (3) perjalanan antar tempat kegiatan. Jam berangkat ketempat
kegiatan dari rumah sebagian besar (91,46 %) pada pukul 05.00 09.00 pagi
hari. Sedangkan pukul 05.00 07.00 merupakan perjalanan siswa (terutama
pendidikan dasar dan menengah). Sedangkan untuk kegiatan-kegiatan lain, yaitu
perdagangan dan jasa memulai kegiatan pada pukul 07.00 09.00.
Disamping perjalanan yang terjadi pada pagi dan sore hari, kegiatan perjalanan di
Kota Palembang pun terjadi pada malam/dini hari. Kegiatan perjalanan ini
sebagian besar berasal dari luar wilayah Kota Palembang menuju tempat-tempat
perdagangan (seperti pasar) membawa hasil bumi untuk diperjual belikan (0,64
%).
Selain jam perjalanan berangkat kendaraan, prosentase jam puncak perjalanan
pulang kerumah di Kota Palembang terjadi pada 2 (dua) kurun waktu, yaitu pukul
11.00 13.00 (27,31 %) dan pukul 15.00 17.00 (29,74 %). Jam perjalanan
pulang pada pukul 11.00 13.00 didominasi oleh para pelajar (dasar dan
menengah) serta para pekerja dengan hari kerja 6 hari per minggu. Sedangkan
pada pukul 17.00 19.00 didominasi oleh para pekerja dengan hari kerja 5 hari
per minggu (termasuk pegawai negeri).
I - 41
Maksud Perjalanan
Sebagian besar maksud perjalanan yang terjadi di Kota Palembang adalah untuk
melakukan perjalanan tunggal. Maksud dari perjalanan tunggal ini adalah tidak
melakukan perjalanan terusan setelah aktivitas pertama, dalam artian langsung
pulang setelah melakukan aktivitas pertama. Jumlah maksud perjalanan dengan
tujuan tunggal mempunyai prosentase 50 % dari total perjalanan yang terjadi.
Maksud perjalanan paling tinggi adalah untuk sekolah dan bekerja. Disini terlihat
bahwa kebanyakan penduduk Kota Palembang adalah usia produktif yaitu bekerja
atau sedang sekolah.
Jenis Kendaraan Yang Digunakan
Sebagian besar jenis kendaraan yang digunakan dalam melakukan perjalanan di
Kota Palembang adalah jenis angkot/mikrolet, yaitu sebesar 18,49 %. Selain
menggunakan angkot/mikrolet, kecenderungan lain adalah masyarakat Kota
Palembang cenderung menggunakan kendaraan berupa sepeda motor (16,24 %)
serta bis sedang (14,37 %). Sedangkan masyarakat yang menggunakan
kendaraan pribadi dalam melakukan aktivitasnya hanya sebesar 9,11 %.
Dari kenyataan yang ada, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa masyarakat
Kota Palembang cenderung untuk menggunakan angkutan umum (baik itu angkot
maupun bis sedang). Hal ini menunjukan bahwa angkutan umum merupakan
pilihan utama masyarakat walaupun keberadaan sarana angkutan tersebut tidak
diimbangi dengan kualitas pelayanan yang baik (tingkat pelayanan masih cukup
rendah). Disisi lain besarnya jumlah masyarakat yang menggunakan angkutan
umum ini dapat disebabkan oleh tidak adanya pilihan lain untuk memakai
angkutan dalam melaksanakan kegiatannya sehari-hari (mayoritas pengguna
adalah masyarakat dengan pendapatan menengah kebawah).
Lama Waktu Perjalanan
Waktu perjalanan yang terjadi di Kota Palembang sebagian besar terjadi antara
kurun waktu 10 30 menit (56.43 %), dibawah 10 menit (33.64 %) serta diatas
30 menit (9.93 %). Hal ini menunjukan bahwa perjalanan yang terjadi sebagian
besar merupakan perjalanan jarak dekat atau masih dalam koridor wilayahnya.
Sedangkan perjalanan dengan waktu lebih dari 60 menit bisaanya dilakukan
keluar wilayah Kota palembang, seperti perjalanan menuju kabupaten-kabupaten
yang ada disekitar Kota Palembang.
Distribusi Perjalanan
Secara garis besar pola pergerakan orang dan atau barang menggambarkan
kekuatan/potensi disuatu wilayah, dimana kekuatan atau potensi itu dapat berupa
jumlah penduduk yang tinggi, perekonomian yang kuat, pelayanan transportasi
yang prima dan lain sebagainya. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin besar
suatu daerah melayani pergerakan orang dan atau barang, maka daerah tersebut
merupakan daerah yang mempunyai potensi untuk membangkitkan dan atau
menarik aktivitas masyarakat dalam segala bidang.
Untuk memeratakan pergerakan orang dan atau barang, maka daerah-daerah
yang merupakan simpul-simpul bangkitan dan tarikan perjalanan membutuhkan
prasarana transportasi untuk menghubungkan satu sama lain dalam membuka
wilayah-wilayah potensial yang masih terisolasi sehingga tercapai pemerataan
pembangunan.
Dari tabel-tabel dan gambar-gambar tersebut dapat dilihat bahwa besarnya pola
pergerakan orang dan atau barang di Kota Palembang masih dari dan menuju
I - 42
Secara spesifik terlihat bahwa hampir sebagian besar trayek angkutan dalam
kota Palembang menuju dan dari arah jembatan Ampera. Hal ini disebabkan
karena kawasan Ampera ini merupakan kawasan pusat perdagangan dan
jasa, pusat pemerintahan Kota Palembang, pusat pariwisata, sehingga bisa
dikatakan pergerakan sebagian besar penduduk Kota Palembang menuju dan
dari kawasan ini.
Tujuan jalur angkutan kota menuju dan dari kawasan Ampera ini tidak saja
dari Palembang Ilir, akan tetapi juga dari dan ke Palembang Ulu seperti jalur
Ampera-Plaju dan Ampera Kertapati, sehingga angkutan tersebut harus
melewati Jembatan Ampera. Hal ini menyebabkan beban Jembatan Ampera
sangat berat. Kawasan Ampera dan sekitarnya sudah mulai terjadi kemacetan
lalu lintas, karena hampir semua jalur angkutan kota melewati kawasan ini.
c. Keselamatan Lalu Lintas
Salah satu indikator kinerja pelayanan jaringan jalan adalah kinerja
keamanan/keselamatan perjalanan yang dicerminkan oleh tingkat kecelakaan
yang terjadi pada suatu ruas jalan. Berdasarkan data yang ada, diperoleh
data tentang jumlah kecelakaan selama 5 (lima) tahun terakhir (untuk tiap
km panjang jalan), pada beberapa ruas jalan yang ada di Kota Palembang.
Secara umum terdapat 4 (empat) faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu
lintas di Kota Palembang, yaitu kesalahan pengemudi, faktor kendaraan,
kondisi jalan : geometrik jalan kurang baik, jalan rusak serta cuaca buruk
2. Transportasi Kereta Api
Mobilisasi barang dan atau orang selain menggunakan prasarana jalan, di Propinsi
Sumatera Selatan juga tersedia prasarana jalan rel yang terbilang cukup penting
perananannya. Jalan Rel merupakan suatu kebutuhan dasar yang dapat menggerakkan
laju mobilisasi barang dan atau penumpang yang direalisasikan kedalam bentuk Stasiun
Kereta Api, yang merupakan tempat/ terminal untuk menaikan dan menurunkan barang
dan atau orang dari suatu tempat ke tempat yang lainnya. Pelayanan kereta api
merupakan pelayanan dengan skala regional, dimana Kota Palembang merupakan awal
dan akhir tujuan penumpang. Ujung stasiun kereta api terletak di Kecamatan Kertapati
Kota Palembang.
Pelayanan kereta api merupakan pelayanan dengan skala regional, dimana Kota
Palembang merupakan awal dan akhir tujuan penumpang. Ujung stasiun kereta api
terletak di Desa Karya Jaya, Kelurahan Kemang Agung, Kecamatan Kertapati. Jaringan
rel kereta api melintas kawasan terminal terpadu tipe A, sehingga menjadikan jalur ini
menjadi strategis dan cepat berkembang.
Tabel I.25
Prasarana dan Sarana Angkutan Kereta Api di Kota Palembang
No.
1.
2.
3.
Rencana
Keterangan
3 KA / hari
3 KA / hari
6 KA / hari
I - 45
Dari tahun ke tahun lalu lintas angkutan barang dan penumpang kereta api di Propinsi
Sumatera Selatan mempunyai jumlah yang stabil. Kenaikan ataupun penurunan jumlah
barang dan atau penumpang yang ada masih berada dalam kondisi yang normal.
Stabilnya kenaikan dan atau penurunan jumlah barang dan atau penumpang ternyata
tidak ikut berpengaruh pada pendapatan dari sektor lalu lintas kereta api. Besarnya
pendapatan dari sektor lalu lintas kereta api cenderung fluktuatif.
Jenis angkutan kereta api yang melayani angkutan penumpang dan barang di tahun
2001 mulai mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk jumlah
penumpang mengalami peningkatan sebesar 7,6 % atau naik menjadi 726.002
penumpang, sedangkan untuk barang hanya mengalami kenaikan sebesar 2,01 % atau
naik menjadi 488.309 ton.
Lokasi stasiun kereta api di Kertapati sebenarnya cukup strategis, karena bisa
diintegrasikan dengan moda transportasi lain. Letaknya yang berada di tepi jalan utama
dapat diintegrasikan dengan angkutan bus dan minibus. Selain itu letaknya juga berada
di tepi sungai Musi dan sungai Ogan sehingga bisa diintegrasikan dengan moda
transportasi sungai.
Pemerintah provinsi Sumatera Selatan telah mengembangkan jalur alternatif yang
diperuntukan bagi para komuter Palembang-Indralaya terutama para mahasiswa
Universitas Sriwijaya. Stasiun baru juga sudah didirikan yaitu di Indralaya, dibangun
diatas tanah seluas lebih kurang 6 hektar, dilengkapi dengan fasilitas jembatan
penyeberangan, ruang tunggu dan parkir. Tujuan diadakannya jalur kereta api khusus
Palembang-Indralaya ini antara lain untuk menyediakan sarana angkutan umum bagi
para mahasiswa dan dosen UNSRI dan para komuter lainnya. Adanya jalur ini akan
memperlancar arus transportasi jalan raya yang sudah semakin padat.
3. Transportasi Sungai.
Secara aktual terdapat 9 (sembilan) anak sungai besar yang bermuara di Sungai Musi,
dimana panjang yang dimiliki tidak kurang dari 700 km. Sungai-sungai tersebut adalah
Sungai Musi, Sungai Rawas, Sungai Lematang, Sungai Kelingi, Sungai Ogan, Sungai
Komering, Sungai Lakitan, Sungai Lahan dan Sungai Batang Hari Leko. Secara
keseluruhan 9 (sembilan) ruas sungai tersebut memiliki lebar bervariasi dari 50 sampai
200 m, kedalaman dari 2 sampai 10 m, dan panjang 2.630 km dengan 1.880 km serta
diantaranya dapat dilayari.
Kondisi ini menunjukkan bahwa transportasi sungai memiliki potensi untuk
pengembangan dimasa yang akan datang. Pengembangkan dapat dilakukan dengan
penanganan yang sebaik mungkin untuk tidak lagi menjadi moda alternatif melainkan
sudah menjadi moda simultan yang tumbuh dan berkembang disamping transportasi
jalan yang relatif sudah cukup padat.
Angkutan sungai di dalam Kota Palembang diwarnai dengan keberadaan kapal-kapal
barang dan penumpang yang melakukan aktivitasnya disepanjang Sungai Musi. Mobilitas
penumpang dimungkinkan karena tidak ada jalan penghubung selain jembatan Ampera
yang menjembatani wilayah Seberang Ulu dan wilayah Seberang Ilir. Hal ini dikarenakan
jembatan Musi II berada jauh di luar kawasan kota atau pada jalan lingkar barat sekitar
10 km dari pusat kota. Sebagian jalur pelayaran telah terbentuk dengan sendirinya
karena terdesak oleh tingkat kebutuhan yang meningkat untuk saling berhubungan
antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini terjadi baik pada rute pelayaran dalam
lingkup Kota Palembang maupun rute pelayaran kearah hulu Sungai Musi dan Sungai
Ogan serta kearah hilir Sungai Musi. Keadaan ini mengakibatkan bermunculan trayektrayek komersial yang mengadaptasi jalur tradisional pelayaran Sungai Musi.
I - 46
Tabel I.26
Asal dan Tujuan Transportasi Sungai dan Fungsinya
No.
1.
2.
3.
Asal
Kertapati
Tangga Buntung
Sekanak
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Tujuan
Sei Buaya
Merogan
4 Ulu
5 Ulu
7 Ulu
7 Ulu
7 Ulu dan 10 Ulu
Pedatuan
Pedatuan
13 Ulu
Tangga Takat
Assegaf
Sei Gerong dan Pertamina
Fungsi
Penyaberangan
Penyeberangan
Penyeberangan
Gambar 1.1
Diagram Sistem Lalu Lintas Sungai Dalam Kota Palembang
16 ILIR
10 ULU
B. KUTO BESAK
BBBESAKBBESAK
7 ULU
SEKANAK
5 ULU
RUMAH BURUK
TANGGA BATU
PASAR KUTO
4 ULU
PEDAUTAN
13 ULU
ASSEGAF
3 ILIR/1 ILIR
TG. TAKAT
BOOM BARU
SEI GEERONG
SEI LAIS
PERTAMINA
KERTAPATI
SEI BUAYA
TG. BUNTUNG
MEROGAN
Pergerakan penumpang terjadi antar dermaga baik yang dibangun oleh pemerintah
maupun yang dibangun oleh pihak swasta serta penduduk setempat secara swadaya.
Pergerakan tersebut dilayani oleh kapal kretek yaitu sampan bermotor yang mampu
memuat sampai 12 orang dan memiliki rute trayek yang tetap, yaitu antar dermaga di
I - 47
tepian Sungai Musi dalam jarak yang relatif tidak jauh. Sedangkan untuk pergerakan
barang di dalam kota lebih memilih menggunakan angkutan jalan mengingat proses
bongkar muat yang dua kali lipat lebih lama apabila menggunakan angkutan sungai.
Mobilitas barang lewat angkutan sungai di dalam Kota Palembang hanya didominasi oleh
kapal-kapal Jukung yang berasal dari luar kota dan itu banyak ditemui di dermagadermaga pasar. Pelayanan angkutan sungai untuk penumpang dan barang baik dari dan
atau menuju Kota Palembang meliputi angkutan regional (Antar Kota Dalam Propinsi)
dan pelayanan lokal. Terdapat dua arah pelayanan regional dengan tujuan ke Kota
Palembang, yaitu kearah hulu dan hilir sungai.
4. Sistem Transportasi Laut
Transportasi laut yang ada digunakan untuk menghubungkan wilayah eksternal Kota
Palembang. Kondisi eksisting menunjukan bahwa lingkup hubungan eksternal sistem
transportasi laut Kota Palembang menghubungkan Kota Palembang dengan Bangka dan
Batam. Sarana angkutan laut yang ada didukung oleh keberadaan pelabuhan 35 Ilir
(Dishub) dan Boom Baru. Transportasi laut dari dan ke Kota Palembang melayani
angkutan penumpang dan Barang. Jalur transportasi laut yang sudah ada antara lain
Palembang-Mentok (Bangka) dan Palembang-Batam.
Pelabuhan utama Kota
Ilir Timur II. Pelabuhan
lain:
- Panjang dermaga
- Kapasitas dermaga
- Luas Gudang
- Kapasitas Gudang
- Luas kawasan
740 m
3 ton/m3
8.972 m2
2 ton / m2
24 Hektar
Jumlah kedatangan pesawat pada tahun 2008 sebanyak 7.901 kali dan jumlah
keberangkatan sebanyak 7.903 kali, dengan jumlah penumpang sebanyak 812.828
penumpang. Beberapa maskapai penerbangan yang sudah beroperasi di Kota Palembang
antara lain Garuda Indonesia, Lion Air, Sriwijaya Air, Batavia Air, Kartika Air, dan Silk Air.
Di dalam RTRW Nasional, fungsi Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang
berfungsi sebagai bandara penyebaran sekunder dengan fungsi (I/4) atau dalam status
pengembangan bandar udara sekunder. Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II
merupakan pintu gerbang utama memasuki wilayah Provinsi Sumatera Selatan dan Kota
Palembang khususnya. Dari bandara ini para pengguna angkutan udara selain ke Kota
Palembang juga menuju daerah-daerah lain di sekitar Kota Palembang.
1.4.6
Struktur ruang kota Palembang dibentuk oleh sistem pusat kegiatan yang dihubungkan
dengan jaringan jalan. Pusat-pusat kegiatan di Kota Palembang telah menyebar dari pusat
kota sampai dengan pinggiran kota. Kawasan yang berkembang menjadi pusat kegiatan
suatu wilayah telah menimbulkan hubungan yang saling mempengaruhi dengan
pembentukan wilayah administrasi kota, sehingga pusat-pusat kegiatan tersebut biasanya
menjadi pusat dari suatu wilayah administrasi.
a. Tinjauan Administrasi Wilayah.
Kota Palembang secara administrasi terbagi menjadi 16 Kecamatan dan 107 Kelurahan
sejak tahun 2008. Pembagian wilayah kecamatan tersebut menunjukan struktur sistem
pusat-pusat pelayanan kota, karena pembagian wilayah kota menjadi kecamatankecamatan didasarkan pada semakin meningkatnya kebutuhan pelayanan.
Tabel I.27
Pembagian Wilayah Administrasi Kota Palembang
No
Nama Kecamatan
Jml.
Kel.
7
Ilir Barat II
2
3
Gandus
Seberang Ulu I
Kertapati
Seberang Ulu II
Plaju
Plaju Ulu, Plaju Ilir, Plaju Darat, Talang Putri, Komperta, Bagus Kuning, Talang
Bubuk
Ilir Barat I
Bukit Kecil
Ilir Timur I
11
10
Kemuning
11
Ilir Timur II
12
Kalidoni
13
14
Sako
Sukarami
4
7
15
Alang-Alang Lebar
16
Sematang Borang
5
10
12
Bukit Lama, Lorok Pakjo, 26 Ilir D1, Lorok Pakjo, Bukit Baru, Siring Agung
19 Ilir, 22 Ilir, 23 Ilir, 24 Ilir, 26 Ilir, Talang Semut
13 Ilir, 14 Ilir, 15 Ilir, 16 Ilir, 17 Ilir, 18 Ilir, Sei Pangeran, Kepandean Baru,
20 Ilir DI, 2o Ilir DIII, 20 Ilir DIV
20 Ilir D.II, Pipareja, Ario Kemuning, Sekip Jaya, Talang Aman, Pahlawan
1 Ilir, 2 Ilir, 3 Ilir, 5 Ilir, 8 Ilir, 9 Ilir, 10 Ilir, 11 Ilir, Lawang Kidul, Kuto Batu,
Sungai Buah, Duku
Kebon Bunga, Talang Betutu, Talang Jambe, Sukadadi, Sukarami, Suka Jaya
Kerangka kota merupakan jaringan jalan yang menjadi urat nadi kota dan kawasan
yang menghubungkan fungsi fungsi primer kota dan umumnya merupakan jaringan
jalan yang paling besar dengan klasifikasi antara lain sebagai Jalan Primer / Jalan
Lingkar / Jalan Arteri
1. Poros Utara Selatan
Saat ini Kerangka Kota atau Urban Skeleton
dari Kota Palembang dibentuk oleh jaringan Jl.
Kol. H. Burlian Jl. Jend. Sudirman Jl.
Pangeran Ratu masih merupakan jalan
utama (main road) yang menghubungkan
Wilayah Ilir dan Wilayah Ulu. Hal ini
disebabkan Jembatan Ampera merupakan
satu-satunya penghubung wilayah tersebut.
Penumpukkan arus lalu lintas di sepanjang Jl.
Sudirman serta kawasan 16 Ilir dan sekitarnya
yang pada akhirnya berdampak terhadap
kemacetan lalu lintas
I - 50
penentuan
sistem
pusat-pusat
dengan
I - 51
Dari daftar skalogram, terdapat kecamatan-kecamatan yang mempunyai fungsi lebih dari
20 item, yaitu Kec. Ilir Barat I, Ilir Timur I, Ilir Timur II dan Seberang Ulu I.. Kecamatan
yang mempunyai fungsi antara 15 sampai dengan 20 adalah Kec. Ilir Barat II, Bukit Kecil,
Kalidoni, Kertapati, Seberang Ulu II, Plaju, Alang-Alang Lebar dan Sukarami dan kecamatan
yang mempunyai fungsi kurang dari 15 adalah Kec. Sako, Sematang Borang, Kemuning dan
Gandus.
Berdasarkan hasil perhitungan batas ambang hirarki kota tersebut, selanjutnya dapat
ditentukan kecamatan mana yang termasuk ke dalam hirarki I, hirarki II, dan hirarki III di
wilayah Kota PalembangBerdasarkan hasil perhitungan batas ambang hirarki kota tersebut,
selanjutnya dapat ditentukan kota kecamatan mana yang termasuk ke dalam hirarki I,
hirarki II, dan hirarki III di wilayah Kota Palembang.
Hirarki I:
Kota hirarki I ini berdasarkan hasil analisis berada di Kec. Ilir Barat I, Ilir Timur I, Ilir Timur
II dan Seberang Ulu I, Tiga kecamatan terdapat di Palembang Ilir dan dekat dengan pusat
kota dan satu kecamatan di Palembang Ulu (Jakabaring). Secara eksisting terlihat bahwa
wilayah di kecamatan-kecamatan tersebut banyak kegiatan yang berfungsi sebagai fungsi
primer, antara lain pasar 16 Ilir, perkantoran Provinsi, Markas Kodam II Sriwijaya, Kantor
Walikota, PT. PUSRI, Universitas Sriwijaya, RS Muhammad Husein, Mall Palembang Square,
Palembang Indah Mall dan sebagainya dan kegiatan-kegiatan utama di wilayah ini antara
lain:
1. Pusat kegiatan perdagangan dan jasa
2. Pusat kegiatan perkantoran pemerintahan propinsi sumatera selatan dan pemerintahan
kota palembang
3. Pusat kegiatan pendidikan.
4. Pusat pelayanan sosial.
5. Pusat Permukiman.
Hirarki II :
Kota hirarki II, pada dasarnya memiliki fungsi untuk mendukung fungsi utama dan
pendukung kota hirarki diatasnya (hirarki I). Pada kota hirarki II ini perlu dibedakan secara
fungsional kawasannya. Pada beberapa kota kecamatan (bagian kota kecamatan) yang
merupakan satu kesatuan fungsional dengan kota hirarki I, maka fungsi utama kota hirarki
II tersebut merupakan limpasan kegiatan perkotaan yang tidak dapat ditampung oleh kota
hirarki I selain fungsi internalnya.
Kota-kota kecamatan tersebut merupakan kota
kecamatan yang secara fisik berbatasan dengan kota hirarki I atau memiliki keterkaitan
fungsional yang erat. Kota-kota tersebut yaitu Kec. Ilir Barat II, Bukit Kecil, Kalidoni,
Kertapati, Seberang Ulu II, Plaju, Alang-Alang Lebar dan Sukarami.
Hirarki III :
Kota-kota hirarki III adalah Gandus, Sako, Kemuning dan Semarang Borang. Sekalipun
termasuk dalam klasifikasi hirarki III, namun karena sebagian kawasannya masuk dalam
kawasan fungsional perkotaan (hirarki I), maka sebagian fungsi kotanya juga merupakan
fungsi limpasan kegiatan kota hirarki I, terutama untuk kegiatan perdagangan dan jasa
selain fungsi internalnya.
1. Fungsi utama kota hirarki III ini yaitu kegiatan pelabuhan dan terminal, pengembangan
kegiatan pariwisata dan kegiatan perkantoran pemerintahan kota dan skala lokal.
2. Fungsi pendukungnya perdagangan dan jasa serta perumahan dan permukiman
3. Fungsi pendukungnya, perdagangan dan jasa skala lokal, Perumahan dan permukiman,
dan Pertanian dan perkebunan.
I - 52
Tabel I.28
Skalogram
No
1
Fungsi
10
11
12
13
14
15
16
a. SD
b. SLTP
c. SLTA
d.Perguruan Tinggi
Pendidikan
Kesehatan
a. Pustu
b. Puskesmas
c. RS Bersalin
d. RS Umum
3
Kantor Pemerintahan
a. Kelurahan
b. Kecamatan
c. Kota
d. Provinsi
a. Pasar Tradisional
b. Pasar Swalayan
g. Mall
h. Pergudangan
Perdagangan/Jasa
c. Hotel Berbintang
Peribadatan
a. Mesjid
d. Hotel Melati
e. Rumah Makan
f. Restoran Besar
Transportasi
a. Terminal
b. Dermaga
c.Stasiun
d. Bandara
e. Pelabuhan
7
Industri
a. Industri besar
13
20
Pariwisata
a. Obyek wisata
19
11
22
20
22
14
21
16
21
20
15
18
16
I - 53
Tabel I.29
Fungsi Kegiatan Primer Kota Palembang.
NO
1
KEGIATAN
Perdagangan
Transportasi
Hankam
Pendidikan
Nama Tempat
Lokasi (Kecamatan)
Pasar 16 Ilir
Ilir Timur I
Seberang Ulu I
Palembang Square
Ilir Barat I
Ilir Timur I
Bukit Kecil
Bandara SMB II
Sukarami
Terminal A Karyajaya
Kertapati
Alang-Alang Lebar
Stasiun KA Kertapati
Kertapati
Ilir Timur II
Makodam II Sriwijaya
Ilir Timur I
Mapolda
Kemuning
Universitas Sriwijaya
Ilir Barat I
Ilir Timur I
Universitas Muhammadiyah
Seberang Ulu I
Kesehatan
Ilir Timur I
Industri
PT. PUSRI
Ilir Timur II
Pertamina
Plaju
Pariwisata
Bukit Kecil
Olah Raga
Stadion Jakabaring
Seberang Ulu I
Pemerintahan
Ilir Barat I
1.4.7
a. Kawasan Lindung.
Pengertian kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup, yang mencakup sumberdaya alam serta
sumberdaya buatan guna pembangunan berkelanjutan. Dalam penetapan dan pengelolaan
kawasan lindung, maka kawasan lindung yang akan ditetapkan di Kota Palembang meliputi
wilayah daratan yang terdiri atas :
1. Kawasan perlindungan setempat
2. Kawasan cagar budaya
3. Kawasan Rawan bencana
Kawasan Perlindungan Setempat
Kawasan perlindungan setempat merupakan kawasan yang harus dibebaskan dari
pembangunan fisik dalam upaya untuk memberikan perlindungan pada obyek khusus yang
ada. Dalam hal ini kawasan perlindungan setempat terdiri atas kawasan sempadan sungai,
kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan terbuka hijau kota.
a) Sempadan Sungai
Di Wilayah Kota Palembang banyak tedapat sungai-sungai dari sungai yang kecil
sampai sungai-sungai yang besar seperti, yang lebarnya mencapai 20 m sampai 30 m.
Saat ini sebagian besar daerah sepanjang sungai-sungai yang ada masih merupakan
I - 54
kawasan yang tidak terganggu. Tetapi dalam mengantisipasi perkembangan yang akan
terus terjadi perlu disiapkan pengaturan dalam penetapan fungsi lindung di sepanjang
sungai ini agar tidak menimbulkan permasalahan lingkungan di masa-masa datang.
Sungai-sungai besar yang melintasi Kota Palembang ada 4(empat), yaitu :
1) Sungai Musi dengan lebar rata-rata 504 meter, lebar terpanjang sebesar 1.350
meter yaitu disekitar Pulau Kemarau, dan lebar terpendek 250 meter, yaitu sekitar
Jembatan Musi II;
2) Sungai Komering, dengan lebar rata-rata 236 meter;
3) Sungai Ogan, dengan lebar rata-rata 211 meter; dan Sungai Keramasan dengan
lebar rata-rata 103 meter.
Disamping sungai-sungai besar tersebut terdapat sungai-sungai kecil yang merupakan
anak sungai dan saluran air lainnya yang dibangun. Sungai-sungai kecil tersebut
memiliki lebar berkisar antara 3 20 meter. Pada aliran sungai-sungai tersebut ada
yang dibangun kolam retensi, sehingga menjadi bagian dari sempadan sungai.
Bentuk pengelolaan kawasan perlindungan setempat yang diterapkan oleh Pemerintah
Kota Palembang adalah penetapan sempadan sungai melalui Perda No. 5 Tahun 1999
yang mengacu pada Keppres No. 32 Tahun 1990, yaitu :
Sungai Musi
: 100 m di bagian kiri dan kanan
Bandara.
Kawasan khusus bandara adalah kawasan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II di
Kec. Sukarami.
d) Militer.
Beberapa kawasan militer yang mempunyai lahan cukup luas antara lain kawasan
TNI Angkatan Udara di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, kawasan Markas
Kodam II Sriwijaya, kawasan Raiders di Gandus.
1.5
Adanya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Banyak hal
mendasar yang diatur dalam undang-undang penataan ruang yang baru ini yang harus
diakomodasikan didalam rencana tata ruang wilayah di daerah, sehingga setiap daerah
baik provinsi, kabupaten atau kota harus melakukan revisi terhadap rencana tata
ruangnya. Dalam Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
disebutkan bahwa penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama
kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan dan nilai strategis kawasan. Penataan
ruang wilayah kota termasuk dalam klasifikasi penataan ruang berdasarkan wilayah
administratif. Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan
ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi dan penataan ruang wilayah
kabupaten/kota.
Beberapa hal mendasar yang termuat didalam undang-undang tata ruang yang baru
antara lain:
1. Undang-undang yang baru ini tidak terfokus pada perencanaan tata ruang akan
tetapi juga pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
2. Antara RTRWN, RTRWP dan RTRW Kabupaten/kota saling komplementer satu sama
lain.
3. Masa perencanaan menjadi 20 tahun.
4. Adanya penetapan kawasan stategis.
5. Harus menampilkan arahan pemanfaatan ruang berisikan indikasi program utama
selama 5 tahun pertama.
6. Harus ada arahan pengendalian pemanfaatan ruang berupa peraturan zonasi,
insentif dan disintensif, mekanisme perijinan dan sangsi.
7. Proses pembuatan peraturan daerah harus melalui persetujuan substansi dari
pemerintah pusat dan provinsi.
8. Muatan atau substansi yang harus ada didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
sebagaimana diamanatkan didalam UU No. 26 Tahun 2007 adalah:
1) Tujuan, Kebijakan dan Strategi penataan ruang wilayah kota.
2) Rencana Struktur ruang wilayah kota, yang meliputi sistem pusat-pusat
pelayanan dan sistem jaringan prasarana kota.
3) Rencana pola ruang kota, yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya.
4) Penetapan kawasan strategis kota.
5) Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi indikasi program utama 5
tahunan selama 20 tahun.
I - 57
6)
7)
b.
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional telah menempatkan Kota Palembang sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
serta sebagai kawasan andalan, sedangkan didalam PP Nomor 47 tahun 1997 Kota
Palembang dan sekitarnya ditetapkan sebagai kawasan tertentu. Didalam sistem
perkotaan nasional sebagaimana ditetapkan didalam Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Palembang
ditetapkan sebagai PKN (Pusat Kegiatan Nasional), yaitu kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional dan beberapa provinsi.
Kota-kota di sekitar Palembang yang berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Wilayah adalah
Muara Enim, Kayu Agung, Lahat, Baturaja, Prabumulih, Lubuk Linggau dan Sekayu.
Interaksi antar PKN dengan PKW serta antar PKW dengan PKW cukup tinggi dengan
semakin berkembangnya kegiatan penduduk dan didukung prasarana jalan yang
semakin baik.
Dalam sistem jaringan transportasi nasional, terdapat jalan yang ditetapkan sebagai
jalan bebas hambatan, yaitu jalan Indralaya-Betung sebagai jalan bebas hambatan
antar kota di Pulau Sumatera dan Jalan Palembang-Indralaya sebagai jalan bebas
hambatan dalam kota, kemudian Pelabuhan Tanjung Api-Api juga ditetapkan sebagai
pelabuhan internasional dan Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II sebagai
bandar udara dengan status pusat penyebaran sekunder.
Wilayah Sungai Musi merupakan wilayah sungai antar provinsi yang melewati provinsi
Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung. Oleh karena itu wilayah sungai Musi juga
merupakan wilayah sungai strategis nasional.
Didalam penetapan kawasan andalan, yaitu kawasan yang merupakan bagian dari
kawasan budidaya yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan sekitarnya, maka telah ditetapkan bahwa
Kawasan Kota Palembang dan sekitarnya merupakan kawasan andalan dengan sektor
unggulan pertanian, industri, pertambangan, kehutanan dan perikanan.
Tabel 1.30
Sistem Perkotaan Nasional
Pusat Kegiatan Nasional
(PKN)
PALEMBANG
1
2
3
4
5
6
7
Sumber: RTRWN
I - 58
c.
4. Didalam rencana tata ruang kawasan metropolitan Palembang, maka seluruh wilayah
kota Palembang termasuk didalam kawasan perkotaan Palembang (Palembang
Metropolitan) yang mempunyai fungsi utama sebagai pusat pelayanan kegiatan
perdagangan dan jasa (pusat kota Palembang, Jakabaring), pusat kegiatan industri (Sei
Lais, Karya Jaya, Plaju dan Sukarami), kegiatan pariwisata (Tepian Sungai Musi), pusat
pemerintahan (pemda kota dan provinsi), pelayanan transportasi (Bandara Sultan
Mahmud Badaruddin II, Stasiun Kertapati, Terminal A Karya Jaya, Pelabuhan Boom
Baru).
1.5.2 Isu Strategis Fisik, Lingkungan dan Tata Ruang.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
I - 59
1.5.3
a.
b.
c.
d.
1.5.4
a.
b.
c.
d.
Struktur ekonomi masih didominasi oleh sektor industri. Kontribusi sektor industri
terhadap PDRB Kota Palembang mencapai 51,93 % atau mencapai lebih dari separoh
PDRB. Keberadaan industri memang memberikan manfaat yang besar terhadap
perekonomian Kota Palembang akan tetapi disisi lain harus diperhatikan mengenai
penyediaan ruang yang cukup besar untuk perkembangan sektor industri. Selain itu
juga perlu diperhatikan mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh adanya
kegiatan industri seperti polusi udara, polusi air, sampah dan limbah cair industri.
Pertumbuhan sektor industri mencapai 3,99%.
Ketergantungan dengan sektor industri migas cukup besar. Pertumbuhan ekonomi Kota
Palembang tahun 2008 tercatat sebesar 6,84% dengan Migas dan 7,58 % tanpa migas.
Kontribusi sektor industri terhadap PDRB sebesar 51,93% dengan migas dan 28,88 %
tanpa migas.
Masih tingginya angka kemiskinan atau penduduk miskin.
Berkembangnya pariwisata MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exibition) akhir-akhir
ini. Kegiatan MICE cukup pesat, terbukti dengan seringnya even-even baik lokal,
nasional maupun internasional diadakan di kota ini. Perkembangan sarana atau fasilitas
yang mendukung kegiatan MICE ini cukup pesat juga antara lain hotel, restoran, biro
perjalanan.
1.5.5
a.
I - 61
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
KOTA PALEMBANG
Rencana struktur ruang wilayah kota adalah rencana susunan pusat-pusat pelayanan
kegiatan kota yang berhirarki sampai 20 tahun mendatang yang satu sama lain
dihubungkan sistem jaringan prasarana wilayah kota. Memperhatikan definisi tersebut,
maka rencana struktur ruang wilayah Kota Palembang terdiri dari rencana sistem pusatpusat pelayanan wilayah kota dan rencana sistem jaringan prasarana kota. Dalam
konteks Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Palembang ditetapkan
sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN).
III - 2
3.
Sub PPK Ilir Barat I meliputi 6 Kelurahan yaitu Kelurahan Bukit Lama, Demang
Lebar Daun, Lorok Pakjo, 26 Ilir D1, Bukit Baru dan Kelurahan Siring Agung.
Rencana Fungsi Utama, sebagai:
a) Kawasan perdagangan dan jasa
b) Kawasan perumahan
c) Kawasan pendidikan
d) Pengembangan kota baru (new town)
4.
5.
Sub PPK Ilir Barat II, meliputi 7 kelurahan yaitu Kelurahan 27 Ilir, 28 Ilir, 29 Ilir,
30 Ilir, 32 Ilir, 35 Ilir dan Kemang Manis
Rencana Fungsi Utama, sebagai:
a) Kawasan perdagangan dan jasa.
b) Kawasan perumahan
c) Kawasan Industri kecil
III - 3
6.
Sub PPK Ilir Timur I meliputi 5 kelurahan, yaitu Kelurahan Sei Pangeran, 20 Ilir
D1, 20 Ilir D III dan 20 Ilir D IV, dan Kepandean Baru.
Rencana Fungsi Utama, sebagai:
a) Kawasan perdagangan dan jasa.
b) Kawasan perumahan
c) Kawasan perkantoran
8.
Sub PPK Kemuning meliputi 6 kelurahan, yaitu Kelurahan Pipa Reja, Ario
Kemuning, Pahlawan, 20 Ilir DII, Sekip Jaya dan Talang Aman
Rencana Fungsi Utama, sebagai:
a) Kawasan perumahan
b) Kawasan hankam/militer
c) Kawasan perdagangan dan jasa
9.
Sub PPK Ilir Timur II meliputi 12 kelurahan yaitu Kelurahan 1, Ilir, 2 Ilir, 3 Ilir, 5
Ilir, 8 Ilir, 9 Ilir, 10 Ilir, 11 Ilir, Kuto Batu, Lawang Kidul, Sungai Buah dan Duku
Karakteristik Utama:
a) Telah berkembang sebagai pusat industri dan pergudangan.
b) Terdapat pelabuhan Boom Baru, pelabuhan tradisional Sungai Lais, dermaga Pol
Airud.
c) Terdapat beberapa kawasan wisata.
Rencana Fungsi Utama, sebagai:
a) Kawasan perdagangan dan jasa.
b) Kawasan perumahan
c) Kawasan industri
d) Kawasan pelabuhan
10. Sub PPK Kalidoni meliputi 5 Kelurahan, yaitu Kelurahan Bukit Sangkal, Kalidoni,
Sei Selayur, Sei Lais dan Sei Selincah
Rencana Fungsi Utama, sebagai:
a) Kawasan perumahan
b) Kawasan industri
c) Kawasan perdagangan dan jasa.
11. Sub PPK Sako, meliputi 4 kelurahan yaitu Kelurahan Sako, Sako Baru, Sialang dan
Sukamaju.
Karakteristik Utama;
a) Kegiatan perdagangan skala lokal dan pusat koleksi dan distribusi hasil pertanian;
b) Terdapat Permukiman skala besar (Perumnas Sako, Multi Wahana, dll);
c) Masih terdapat beberapa wilayah yang berfungsi sebagai lahan pertanian,
sehingga bisa dikembangkan sebagai kawasan pertanian, pusat koleksi dan
distribusi hasil pertanian
III - 4
b) Kawasan perumahan.
c) Kawasan industri.
3.1.3. Pusat Pelayanan Lingkungan.
Pusat pelayanan lingkungan adalah kawasan yang mempunyai fungsi melayani di
lingkungan tersebut. Pusat lingkungan ini tersebar di seluruh Wilayah Kota Palembang,
terutama di kawasan-kawasan permukiman.
Tabel III.1
Sistem Pusat-Pusat Pelayanan Kota
Pusat Pelayanan
Kota (PPK)
1. Merdeka
2. Jakabaring
Pusat Pelayanan
Lingkungan
(PPL)
Tersebar di seluruh
wilayah Kota
Palembang
III - 6
Rencana sistem jaringan transportasi darat meliputi rencana sistem jaringan transportasi
jalan raya dan rencana sistem jaringan kereta api.
A.
1. Jaringan Jalan
Perkiraan kebutuhan prasarana jalan didasarkan pada ketentuan bahwa kebutuhan
luas jalan dihitung dari 20 % luas lahan terbangun. Panjang jalan merupakan hasil
pembagian luas jalan dengan lebar jalan rata-rata. Lebar rata-rata jalan nasional
sebesar 12 meter, jalan propinsi sebesar 12 meter dan jalan kota sebesar 10 meter.
Jadi lebar rata-rata jalan di Kota Palembang adalah 10,67 meter atau 0,01067 km.
Perkiraan kebutuhan panjang jalan dapat dirumuskan sebagai berikut :
Pj 0,2 xL
Dimana :
Pj : Panjang jalan yang dibutuhkan
L
: Luas lahan terbangun
Luas lahan terbangun pada tahun 2007 adalah 12.386 Ha atau 123,86 km2, dengan
demikian kebutuhan luas jalan adalah seluas 2.477 Ha atau 24,77 km 2. Berdasarkan
perhitungan tersebut maka luas jalan yang ada di Kota Palembang kekurangan
sebesar 16,21 km2 atau 1.620,71 Ha dimana panjang jalan yang ada saat ini telah
mencapai 802,52 km atau sekitar 8,56 km2 (856,29 Ha). Dari gambaran tersebut
III - 7
terlihat bahwa adanya kekurangan luas jalan yang cukup besar di Kota Palembang.
Kekurangan ini mengakibatkan hubungan antar bagian wilayah kota tidak erat.
Idealnya jalan-jalan yang ada adalah jalan-jalan dengan perkerasan aspal agar
hubungan antar bagian wilayah dapat dilakukan dengan lancar. Mengingat
keterbatasan dana, maka prioritas penggunaan jalan aspal adalah pada jalan-jalan
yang menghubungkan antara pusat dengan sub pusat, sub pusat dengan sub pusat,
dan hubungan dengan pusat-pusat lain yang terletak di luar Kota Palembang. Prioritas
berikutnya adalah antara daerah belakang (hinterland) dengan pusatnya. Dengan
demikian diharapkan hubungan antar komunitas penduduk dan lokasi berbagai
kegiatan penduduk dapat dilakukan dengan mudah.
Menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, maka jalan dibedakan
menurut status, fungsi, sistem dan kelas jalan. Menurut sistemnya, maka jaringan
jalan dibedakan menjadi sistem primer dan sekunder, sedangkan menurut fungsinya
dibedakan menjadi jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan.
Kondisi eksisting menunjukan bahwa ruas-ruas jalan di Kota Palembang telah terbagi
berdasarkan klasifikasi sistem hirarki jalan. Penentuan hirarki jalan ini dimaksudkan
untuk menghindari terjadinya pencampuran pergerakan regional dan lokal dikawasan
pusat kota. Selain itu penentuan hirarki jalan tersebut juga dapat dijadikan sebagai
pertimbangan untuk penentuan jalur/trayek angkutan umum. Tetapi pada kondisi
eksisting menunjukan bahwa masih terdapat pencampuran arus lalu lintas antara
pergerakan lokal dengan pergerakan regional.
Menurut undang-undang tersebut fungsi jalan dibedakan menjadi:
a) Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan
ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, jumlah jalan masuk dibatasi
secara berdayaguna.
b) Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul/pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang, jumlah jalan masuk dibatasi.
c) Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan
ciri perjalanan jarak pemdek, kecepatan rata-rata rendah, jumlah jalan masuk
dibatasi.
d) Jalan lingkungan adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan
dengan ciri perjalanan jarak dekat dengan kecepatan rata-rata rendah
Klasifikasi umum sistem jaringan jalan menyebutkan fungsi primer dan fungsi
sekunder dengan kriteria yang terkait dengan peranan distribusi barang dan jasa
pada tingkatan tertentu.
Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan wilayah di tingkat nasional
dengan menghubungkan semua simpul distribusi yang berwujud pusat-pusat
kegiatan. Sementara, definisi masing-masing tingkatan kota menurut PP 26 tahun
2008 tentang RTRWN adalah :
a) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) ialah kawasan perkotaan yang berperan melayani
kegiatan skala internasional, nasional atau beberapa provinsi.
b) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) ialah kota yang berperan melayani kegiatan skala
provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
III - 8
c) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) ialah kota yang berperan melayani kegiatan skala
kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
Adapun klasifikasi kegiatan fungsional adalah sebagaimana tercantum pada tabel
dibawah:
Tabel III.2
Klasifikasi Kegiatan Fungsional Kota.
Fungsi
Primer
Pertama (I)
Kedua (II)
Ketiga (III)
Sekunder
Kegiatan Skala Kota
(pusat perdagangan,
pemerintahan, dll)
Terminal tipe C
Kegiatan Skala BWK
(perdagangan pada
subpusat kota, dll)
Kawasan Primer adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi primer. Fungsi primer
adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota sebagai pusat
pelayanan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota dan wilayah pengembangannya,
sedangkan kawasan Sekuder adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi sekunder.
Fungsi sekunder sebuah kota dihubungkan dengan pelayanan terhadap warga kota itu
sendiri yang lebih berorientasi ke dalam dan jangkauan lokal. Fungsi ini dapat
mengandung fungsi yang terkait pada pelayanan jasa yang bersifat pertahanan
keamanan yang selanjutnya disebut fungsi sekunder yang bersifat khusus
III - 9
PKN
(FP I)
PKW
(FP II)
PKL
(FP III)
Jalan
Lokal
Primer
Jalan
Lokal
Primer
PKN
(FP I)
PKW
(FP-II)
PKL
(FP III)
Permukiman
PERSIL
Sementara jaringan jalan sistem sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat didalam wilayah perkotaan.
Hubungan antar kawasan kota dengan peranan ruas jalan dalam sistem jaringan jalan
sekunder dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut
III - 10
KAWASAN
PRIMER
KAWASAN
SEKUNDER I
Jalan Lokal
Sekunder
KAWASAN
SEKUNDER II
Jalan Arteri
Sekunder
KAWASAN
SEKUNDER I
Jalan Kolektor
Sekunder
KAWASAN
SEKUNDER II
Jalan Lokal
Sekunder
Jalan Kolektor
Sekunder
KAWASAN
SEKUNDER III
PERUMAHAN
Berdasarkan kriteria hirarki jaringan jalan yang ada, disusun rencana hirarki jalan di
Kota Palembang. Pembagian hirarki ini ditujukan agar 1). Menghindari terjadinya
pencampuran pergerakan regional dan lokal dikawasan pusat kota; 2).
Pengembangan kawasan sesuai dengan arahan pemanfaatan lahan; 3.).
Pertimbangan untuk penentuan jalur/trayek angkutan umum.
Dalam pengembangan sistem jaringan jalan yang akan dikembangkan di Kota
Palembang akan dipengaruhi oleh pola dan kondisi lalu lintas sistem jaringan
perangkutan baik itu berupa sarana perangkutan lokal maupun regional. Untuk itu,
III - 11
b)
c)
Pembangunan fly over dan atau under pass serta jembatan musi akan membawa
implikasi langsung terhadap masyarakat di sekitar. Hal ini terjadi pada saat
pembebasan lahan, oleh sebab itu perlu adanya sosialisasi dan pendekatan khusus
yang dilakukan oleh pemerintah kota, khususnya dalam hal ganti rugi. Pengoperasian
fly over dan under pass serta jembatan musi nantinya harus dipadukan dengan
III - 12
III - 14
f)
Terminal Tipe A
Terminal Tipe A, yaitu terminal yang melayani angkutan Antar Kota Antar
Propinsi (AKAP). Lokasi terminal tipe A ini adalah di Desa Karya Jaya
Kecamatan Kertapati dan Terminal Alang-Alang Lebar di Kel. Alang-Alang
Lebar.
Rencana pengembangan terminal pada lokasi ini tidak hanya menampung
pergerakan angkutan penumpang, tetapi juga angkutan barang. Mengingat
posisinya yang strategis dan sesuai maka pengembangan terminal ini dapat
pula dikaitkan dan diintegrasikan dengan angkutan kereta api dan angkutan
sungai. Sementara itu khusus untuk angkutan penumpang, selain melayani
angkutan Antar Kota Antar Propinsi tersebut juga akan melayani angkutan:
III - 15
Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP), Angkutan Pedesaan (AP), dan Angkutan
Kota (AK). Dengan berbagai fungsi pelayanan tersebut, maka pada lokasi
terminal tipe A ini sebenarnya dikembangkan pelayanan Terminal Terpadu.
Terminal Terpadu ini akan melayani penumpang dan barang baik melalui
angkutan jalan, maupun angkutan kereta api dan angkutan sungai.
Tabel. III.3
Rencana Terminal di Kota Palembang
No
Kecamatan
Nama Terminal
Tangga Buntung
Eksisting
Kebutuhan
Kebutuhan
Kebutuhan
2009
2010
2020
2030
Ilir Barat II
Gandus
Seberang Ulu I
Kertapati
Karya Jaya
Seberang Ulu II
Plaju
Plaju
Ilir Barat I
Bukit Kecil
Ilir Timur I
10
Kemuning
11
Ilir Timur II
12
Kalidoni
Lemabang
13
Sako
Multi Wahana
14
Sematang Borang
Sukarami
Alang-Alang
Lebar
12
15
18
15
16
Jumlah
Km. 5
Alang-Alang Lebar
2)
Terminal Tipe B
Terminal tipe B untuk angkutan penumpang Antar Kota Dalam Propinsi,
direncanakan pada mulut kota bagian timur dan utara, yaitu di Plaju dan
Jakabaring. Terminal tipe B ini selain akan melayani penumpang AKDP, juga
akan melayani angkutan kota dan angkutan pedesaan. Terminal Plaju akan
melayani pergerakan penumpang keluar ke arah Kayu Agung (AKDP), dan
angkutan pedesaan ke wilayah kecamatan-kecamatan di Kabupaten MUBA
dan OKI. Terminal Jakabaring akan melayani pergerakan penumpang ke arah
Indralaya (Ogan Ilir), Rambutan (Banyuasin) dan Mariana.
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Bukit Lama.
Gandus
Talang Kelapa.
Kertapati.
Sei Lais
Kuto.
Talang Jambe.
b) Terminal Barang
Transportasi barang adalah sarana pendukung utama kegiatan industri serta
perdagangan dan jasa. Transportasi barang dan distribusinya merupakan isu
yang kompleks, dimana berkaitan langsung dengan nilai barang, ukuran dan
volume, ketepatan waktu, sifat barang yang berbeda-beda. Pengaturan hantaran
barang juga perlu direncanakan sehingga memberikan gambaran seminimum
mungkin terhadap aktivitas usaha maupun lingkungan perumahan.
Rencana penetapan rute yang ditunjuk tersebut didasarkan atas berbagai kriteria,
yaitu :
1) Kebutuhan pasar atau kebutuhan dalam sistem distribusi barang
2) Keselamatan lalu lintas
3) Polusi suara dan udara
Dengan demikian angkutan barang perlu didorong untuk menggunakan rute yang
disarankan tersebut melalui berbagai intensif maupun penegakan hukum pada
saat rute tersebut ditetapkan melalui peraturan daerah.
Kondisi saat ini pergerakan barang pada umumnya berawal dari daerah-daerah
pergudangan yang berada disepanjang Sungai Musi. Angkutan barang
selanjutnya menuju daerah tengah kota untuk didistribusikan ke luar kota. Belum
terdapat lintasan khusus bagi angkutan barang, sehingga pergerakan masih
tercampur dengan angkutan umum. Sebagimana angkutan penumpang, angkutan
barang juga belum memiliki bangunan terminal angkutan barang yang permanen
melainkan hanya berupa pangkalan angkutan barang yang mengambil tempat
pada bahu jalan.
Belum adanya trayek khusus yang melayani angkutan barang dapat menimbulkan
kemacetan lalu lintas disamping terjadinya perusakan perkerasan jalan.
Pergerakan angkutan barang dari arah Kabupaten Banyuasin meliputi angkutan
barang yang berasal dari Jambi dan Riau. Jenis barang yang diangkut berupa
barang-barang cargo dan hasil perkebunan (karet dan kelapa sawit). Sedangkan
pergerakan angkutan barang dari arah Inderalaya meliputi angkutan barang yang
berasal dari daerah lain (Pulau Jawa, Padang, Medan, Aceh, dll). Jenis barang
yang diangkut berupa hasil perkebunan, pertanian, sayuran, cargo, alat-alat
elektronik, dll. Untuk pergerakan yang berasal dari Kayu Agung jarang yang
berasal dari daerah lain, dimana jenis barang yang diangkut umumnya hanya
berupa barang pertanian dan perkebunan. Waktu operasi kendaraan angkutan
barang didalam Kota Palembang hanya diijinkan masuk kota mulai dari pukul
17.00 Wib 06.00 Wib.
Rencana penempatan lokasi terminal angkutan barang akan dibangun pada
kawasan Terminal Terpadu Karya Jaya. Terminal Terpadu Karya Jaya pula
direncanakan memiliki terminal sebagai daerah pergudangan. Disamping adanya
Terminal Terpadu Karya Jaya, terdapat pula pasar induk grosir buah-buahan dan
sayuran yang berlokasi di kawasan Jaka Baring. Dengan beroperasinya pasar
induk Jaka Baring, maka akan terjadi perubahan jalur angkutan barang
(khususnya truk) yang semula bongkar muat dikawasan 16 Ilir akan berpindah ke
pasar induk Jaka Baring. Dengan adanya kondisi tersebut diharapkan beban arus
III - 17
lalu lintas angkutan barang tidak akan bertumpu dipusat Kota Palembang,
melainkan menyebar ke kawasan pinggiran Kota, khususnya pada rencana jalan
lingkar.
Angkutan Barang dari Tanjung Api-Api melalui jalan Lingkar Timur Luar dan
masuk ke Jakabaring.
Angkutan Barang menerus dari arah Inderalaya-Karyajaya-Gandus-Alang-Alang
Lebar.
c) Jaringan Pelayanan LLAJ
Berdasarkan analisis kelemahan penerapan sistem angkutan umum Kota
palembang, maka harus ada pembenahan atau upaya pendorong untuk
memasyarakatkan pemanfatan angkutan umum. Dalam rangka pembenahan dan
pengembangan sistem angkutan umum dibutuhkan penyusunan kembali jaringan
trayek yang diupayakan mampu menjangkau seluruh wilayah dengan tingkat
pergantian antar moda (transfer) sekecil mungkin. Wilayah-wilayah yang dilayani
adalah wilayah atau kawasan potensial sebagai pembangkit maupun penarik
perjalanan seperti kawasan perumahan, kawasan pariwisata, perkantoran, pusat
perdagangan dan jasa serta kawasan pendidikan.
Trayek dibedakan dalam dua jenis yaitu: trayek utama angkutan umum massal
yang melayani kawasan kegiatan utama dan melalui jalan-jalan utama, serta
trayek cabang yang melayani kawasan kegiatan pendukung dan melalui jalanjalan kolektor. Trayek utama setidaknya dilayani dengan bus sedang dan trayek
cabang dengan bus kecil. Trayek angkutan umum ranting (feeder), rancangannya
disediakan oleh masing-masing kota terkait yang dimaksudkan untuk melayani
pergerakan internal dari permukiman ke jalur lintasan trayek cabang, dengan
menggunakan moda microlet.
Untuk mendukung pengembangan angkutan umum dan kelengkapan jaringan
trayeknya, diperlukan adanya fasilitas pendukung yaitu fasilitas untuk turun naik
penumpang baik dalam kaitannya dengan awal dan akhir perjalanan maupun
untuk perpindahan antara trayek pelayanan (transfer). Penempatan shelter
ditentukan berdasarkan ketentuan yang berkaitan dengan jarak berjalan
penumpang dimana untuk daerah CBD antar 200m-400m dan daerah pinggiran
antara 300m-500m. Jarak antar shelter tersebut juga sangat ditentukan kodisi
tata guna lahan dari lintasan trayek, semakin padat wilayah itu terbangun akan
semakin dekat jarak shelter ditetapkan dalam rentang jarak diatas.
Penetapan shelter ini selain untuk trayek-trayek utama yang dilayani dengan bus,
juga untuk trayek-trayek cabang dan ranting yang dilayani oleh mikrobus. Hal ini
untuk memberikan kepastian pelayanan bagi masyarakat mengenai tempattempat untuk memperoleh pelayanan. Dalam hal pengembangan shelterperlu
terlebih dahulu untuk mereview kondisi tata guna lahan serta kondisi lalu lintas,
hal ini untuk mencegah agar keberadaan shelter dapat berfungsi secara optimal
dan tidak mengganggu kelancaran lalu lintas.
d) Jaringan Trayek Angkutan Umum
Jaringan angkutan umum Kota Palembang merupakan sistem pelayanan LLAJ
yang sifatnya merupakan pendukung dari jaringan angkutan umum massal.
Peranannya adalah sebagai ranting/pengumpan (feeder) agar cakupan pelayanan
LLAJ dapat mencapai seluruh wilayah Kota Palembang.
Bentuk dari angkutan umum ini dapat berupa angkutan kota dengan jenis
kendaraan tertentu yang diatur dengan peraturan perundangan yang berlaku. Hal
yang perlu diperhatikan dalam penyediaan angkutan umum ini adalah :
1)
Keselamatan (safety)
III - 18
2)
3)
4)
5)
Keamanan (security)
Kenyamanan (amenity)
Efektifitas (effective)
Efisiensi (efficient)
Pengaturan dalam penyediaan trayek angkutan umum ini akan diperjelas lagi
dalam produk perencanaan yang lebih rinci dan spesifik mengenai masalah
transportasi, namun sebelumnya di dalam dokumen rencana ini telah ditetapkan
trayek-trayek angkutan umum di Kota Palembang sebagai berikut:
1)
Rute Ampera-Jalan Merdeka-Jalan.Kapten A Rivai-Jalan Jendral SudirmanJalan Mayor Salim Batubara-Sekip Ujung;
2) Rute Ampera-Jalan Merdeka-Jalan Kapten A Rivai-Jalan Veteran-Jalan Mayor
Ruslan;
3) Rute Ampera-Jalan. Merdeka-Jalan Diponegoro-Jalan Ki Gede Ing SuroTerminal Tangga Buntung
4) Rute Ampera-Jalan Kapten A. Rivai- Jalan Angkatan 45- Jalan Demang Lebar
Daun-Jalan Inspektur Marzuki-Pakjo.
5) Rute Ampera-Jalan Merdeka-Jalan Kapten A.Rivai-Jalan Jendral SudirmanPasar Km.5;
6) Rute Ampera-Jalan Merdeka-Jalan Kapten Rivai-Jalan Angkatan 45-Jalan
Demang Lebar Daun-Jalan Basuki Rahmat-Jalan MP Prabunegara-Jalan Musi
Raya-Terminal Sako;
7) Rute Ampera-Jalan Ahmad Yani-Jalan DI Panjaitan-Terminal Plaju;
8) Rute Ampera-Jalan Wakhid Hasyim-Kertapati;
9) Rute Terminal Karya Jaya-Jalan Sriwijaya Raya-Jalan Ki Merogan-Jalan
Wakhid
Hasyim-Jembatan
Ampera-Jalan
Jendral
Sudirman-Jalan
Kol.H.Burlian-Jalan Mahmud Badaruddin II-Terminal Alang-Alang Lebar;
10) Rute Terminal Karya Jaya-Jalan Sriwijaya Raya-Jalan Ki Merogan-Jalan
Wakhid Hasyim-Jembatan Ampera-Jalan Jendral Sudirman-Jalan VeteranJalan Perintis Kemerdekaan-Jalan Yos Sudarso-Jalan RE Martadinata-PUSRI;
11) Angkutan umum taksi yang melayani seluruh wilayah Kota Palembang.
e) Jaringan Angkutan Umum Massal
Konsep pengembangan angkutan massal Kota Palembang mempertimbangkan
arah struktur ruang Kota Palembang. Pengembangan pilihan teknologi angkutan
massal di Kota Palembang memerlukan kriteria untuk mengukur rute-rute
angkutan massal yang akan dipilih. Kriteria yang digunakan untuk menentukan
desain rute angkutan massal meliputi asal tujuan (pemukiman, kawasan
pertokoan, kawasan bisnis, kawasan wisata, sekolah, dlsb), data kondisi jalan,
karakteristik kesesuaian fisik struktur teknologi angkutan massal dengan
lingkungan sekitarnya, dan kemampuan pendanaan.
Metodologi yang digunakan untuk mengembangkan koridor angkutan massal
meliputi
1) Sistem angkutan umum massal adalah trayek utama (sesuai definisi pada SK
Dirjen Perhubungan Darat No. 687 Tahun 2002)
2) Fungsi Hubungan:
(a) Menghubungkan kawasan utama:
(b) Menghubungkan Pusat-Pusat pelayanan di Kota Palembang
(c) Menghubungkan antar kawasan pusat permukiman, perkantoran,
pemerintahan, perdagangan dan jasa
(d) Menghubungkan simpul utama: terminal, stasiun, bandara, pelabuhan
sungai
3) Rute jalan yang dilalui adalah jalan utama:
III - 19
III - 20
Tabel III.4
Rencana Koridor Jalur Bus Trans Musi
Tahap
Koridor
1.
Koridor I
(Alang-alang Lebar Ampera)
Koridor II
(Terminal Sako PIM)
2.
Koridor III
(Jakabaring Ampera PIM)
Koridor IV
(Plaju Kertapati Karyajaya)
Koridor V
(Bandara SMB II Bukit
Siguntang)
Koridor VI (Terminal AAL
Musi II Karyajaya)
Koridor VII (Sako Pusri PIM)
Rute
Terminal ALang-alang Lebar Jl. Sultan Mahmud Badarudin II Jl. Kol. H. Burlian
Jl. Sudirman Ampera
Terminal Sako Jl.Sako Raya Jl.Siaran Jl. Musi Raya - Jl. H. Abdul Rozak (Patal
Pusri) Jl.R.Sukamto Jl. Jend. Basuki Rahmat Jl. Demang Lebar Daun Jl.
Srijaya Negara Jl.JAR. Suprapto Jl.KH. Ahmad Dalan Jl.Danie Effendie - PIM
(Jl.Radial)
Term. Jakabaring - Jl.Pangeran Ratu Jl.Gub.Hasan Bastari Jl. Mayjen Ryacudu
Ampera Jl.Sudirman Jl.Letkol.Iskandar Jl.HM. Danie Effendie Jl.Merdeka
Term. Plaju Jl.DI.Pandjaitan - Jl. A.Yani Jl. Ki Merogan Stasiun Kertapati
Jl.Sriwijaya Raya - Term.Karyajaya
Bandara SMB II Jl.Harun Sohar Simpang Tanjung Api-api Jl.Soekarno Hatta
Jl.Prameswara Jl.Demang Lebar Daun Bukit Siguntang
Terminal AAL Jl.SMB II Jl. Soekarno Hatta Jl. Alamsyah Ratu Prawiranegara
Jl.Mayjen Yusuf Singadikane Jl.Sriwijaya Raya Term. Karyajaya
Term Sako Jl.Siaran Jl. Musi Raya Jl.Residen Abdul Rozak Jl.RE.
Martadinata Jl.Perintis Kemerdekaan Jl.Veteran Jl.Kapt.Ahmad Rivai
KH.Ahmad Dahlan PIM (Jl.Radial)
Kenten Laut Jl.MP.Mangkunegara Jl.AKBP Cek Agus Jl.Cek rifai Cek Yan Jl.
Bangau - Jl.Rajawali Jl.Rasyid Nawawi Jl.Brigadir Abdul Kadir Jl.Lingkaran 1
Jl.Lorong Dempo Jl. Dempo Luar - Jl.Dempo - JM
III - 21
d)
e)
f)
b.
III - 22
Gambar 3.3
Ilustrasi Penyediaan Aerobus Kota Palembang
MRT
MRT pada dasarnya sama dengan monorail namun berada di bawah tanah. Di Kuala
Lumpur MRT selain sebagai alternatif moda transportasi kota untuk mengatasi masalah
kemacetan juga dimanfaatkan untuk pengendalian banjir.
Tabel III.5
Kekurangan dan Kelebihan Penggunaan Monorail dengan MRT
Kelebihan
Kekurangan
III - 23
C.
b)
c)
d)
Penyediaan pelayanan angkutan sungai adalah berupa alur pelayaran ASDP sebagai
beriut:
a) rute pelayaran Benteng Kuto Besak (BKB)-Sungai Lais;
b) rute pelayaran Benteng Kuto Besak-Tangga Buntung;
c) rute pelayaran Benteng Kuto Besak-Jakabaring;
d) rute pelayaran Benteng Kuto Besak -Multi Moda Karyajaya;
e) rute pelayaran Benteng Kuto Besak -Pertamina;
f) rute pelayaran Benteng Kuto Besak -Pulau Kemarau;
g) rute pelayaran Jakabaring-Pulau Kemarau;
h) rute pelayaran Benteng Kuto Besak Benteng Kuto Besak -Pulokerto; dan
i) rute pelayaran BKB-daerah lain.
b. Pelabuhan/Terminal ASDP
Naik turunnya penumpang hanya dilaksanakan pada dermaga-dermaga dan sheltershelter (tempat pemberhentian/tambat) yang telah ditentukan. Dalam hal ini
dermaga dan shelter yang ada tetap digunakan melakukan perbaikan secara optimal
(kualitasnya sama dengan kualitas shelter/halte untuk angkutan darat). Sedangkan
III - 24
D.
Integrasi Moda
Intergrasi antar moda adalah perpaduan pelayanan angkutan umum massal dari dua
atau beberapa jenis moda angkutan umum yang berbeda. Pada kondisi eksisting saat
ini, di Kota Palembang terdapat 2 (dua) system transportasi umum dalam kota yang
telah ada, antara lain angkutan kota, dan angkutan sungai. Angkutan umum massal Bus
Trans Musi yang direncanakan akan dibangun dalam waktu dekat di Kota Palembang
diharapkan dapat pula terpadu dengan moda angkutan umum lainnya terutama
angkutan sungai dan juga perpaduan dengan angkutan umum antar kota maupun antar
propinsi yang dilayani oleh kereta api, bus antar kota, maupun pesawat komersial.
Sebagai langkah implementasi dari system integrasi antar moda di Kota Palembang
maka direncanakan dibangun beberapa terminal yang mengintegrasikan moda angkutan
umum di Kota Palembang khususnya integrasi dengan BRT Trans Musi. Beberapa titik
integrasi antar moda yang dapat dibangun antara lain :
III - 25
Tabel III.6
Lokasi Integrasi Antar Moda
No
Lokasi
Integrasi Moda
Kertapati
3
4
Bandara SMB II
Angkutan Sungai
BRT Trans Musi
Angkutan Sungai
BRT Trans Musi
Stasiun Kereta Api
Angkutan Sungai
BRT Trans Musi
Angkutan Sungai
BRT Trans Musi
Pesawat
BRT Trans Musi
Sumber : Studi Sistem Angkutan Massal Kota Palembang dan hasil analisa
Lokasi
Boom Baru
Integrasi Moda
- Angkutan Sungai
- BRT Trans Musi
Kertapati
- Angkutan Sungai
- BRT Trans Musi
- Stasiun Kereta Api
Ampera
- Angkutan Sungai
- BRT Trans Musi
Jakabaring
- Angkutan Sungai
- BRT Trans Musi
Bandara SMB II
- Pesawat
- BRT Trans Musi
Kondisi Eksisting
Jarak dari Pelabuhan
Boom Baru ke halte
BRT terdekat 350
m
Pelabuhan yang
telah ada (Ki
Merogan) letaknya
terlalu jauh dari
rencana halte BRT
maupun stasiun.
Jarak dari Pelabuhan
ke terminal
Jakabaring/halte BRT
600 m
Jarak dari Pelabuhan
ke terminal
Jakabaring/halte BRT
950 m
Moda transportasi
darat yang
menunjang bandara
ini hanya Taksi
Jarak Bandara
dengan jalur
angkutan umum
sangat jauh
Rekomendasi Penanganan
- Revitalisasi trotoar bagi pejalan
kaki
- Pembangunan akses/jalur khusus
bagi calon penumpang BRT yang
beralih dari angkutan sungai
- Pemindahan Pelabuhan Sungai ke
arah jembatan kertapati, mendekat
stasiun.
- Pembangunan akses khusus dari
stasiun kereta menuju halte BRT
- Diperlukan moda feeder berupa
ojek maupun angkutan kota
- Diperlukan moda feeder berupa
ojek maupun angkutan kota
- Pembangunan halte BRT di dekat
terminal Bandara
- Pembangunan akses khusus dari
bandara menuju halte BRT
III - 26
Tatanan Kepelabuhan
diatas, maka
penyebrangan
pembangunan
dan terbuka),
Alur Pelayaran
Alur pelayaran di Kota Palembang yang telah ada untuk terus dilanjutkan dan/atau
dikembangkan adalah :
1. Palembang ke Kota Mentok (Bangka);
2. Palembang ke Batam; dan
3. Palembang ke Jakarta.
III - 27
Kemudian ada juga alur pelayaran yang diperkirakan akan muncul dan/atau meningkat
sejalan dengan pembangunan Pelabuhan Samudera di Tanjung Api-Api sebagai berikut:
1. Palembang ke Singapura; dan
2. Palembang ke Jakarta.
3.2.3 Sistem Jaringan Transportasi Udara
A. Tatanan Kebandarudaraan
Pengembangan bandara Sultan Mahmud Badaruddin II akan dilakukan sesuai standar
keselamatan operasi penerbangan. Pengelolaan bandara SMB II saat ini dilakukan oleh
PT. Angkasa Pura II. Rencana pengembangan kedepan antara lain:
1. Peningkatan atau perpanjangan landasan pacu sehingga dapat didarati pesawat
berbadan besar. Apabila bandara ini dapat didarati oleh pesawat berbadan lebar,
maka diharapkan keinginan bandara Sultan Mahmud Badaruddin II sebagai embarkasi
haji dapat segera tercapai.
2. Peningkatan kualitas pelayanan bandara. Pelayanan Bandara SMB II saat ini boleh
dikatakan sudah bertaraf internasional, akan tetapi masih tetap harus ditingkatkan.
3. Peningkatan fasilitas bandara. Sebagai salah satu upaya peningkatan pelayanan,
maka fasilitas bandara harus tetap ditingkatkan.
4. Penataan ruang yang lebih ketat di sekitar bandara. Bandara merupakan kawasan
khusus yang harus diperhatikan penataan ruangnya, terutama yang menyangkut
keselamatan operasional bandara.
B.Ruang Udara untuk Penerbangan
Pada dasarnya ruang udara untuk penerbangan ini akan diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan yang mengatur 3 (tiga) hal, yaitu:
1. ruang udara di atas bandar udara yang dipergunakan langsung untuk kegiatan bandar
udara;
2. ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk operasi penerbangan;
dan
3. ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur penerbangan.
Namun dalam dokumen ini akan diatur untuk Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP) bandar udara yang ada di Kota Palembang, yaitu Bandara Sultan
Mahmud Badaruddin II, meliputi :
1. Permukaan Pendaratan dan Lepas Landas, adalah permukaan dibawah lintasan
pesawat udara setelah lepas landas atau akan mendarat, yaitu sejauh 15 km, dan
ujung landasan dengan kemiringan 2 %; yang melintasi kelurahan-kelurahan:
Kabupaten Banyuasin, Sukajaya, Sukamaju, Sialang, Srimulya, dan Sukamulya.
Sebagian dari kawasan pendekatan dan lepas landas tersebut yang berbatasan
langsung dengan ujung-ujung landasan merupakan Kawasan Kemungkinan
Bahaya Kecelakaan, yaitu sejauh 3 km dari yang landasan; yang melintasi
Kelurahan Talang Betutu dan Kebun Bunga.
2. Permukaan Transisi, adalah bidang miring sejajar poros landasan sampai 315 m
dari sisi landasan, dengan kemiringan 14,3 %, sampai memotong permukaan
horizontal dalam. Permukaan transisi ini terletak diatas wilayah Kelurahan Kelurahan
Talang Betutu.
3. Permukaan Horizontal Dalam, adalah bidang datar diatas dan di sekitar bandara
dengan radius 4 km dari ujung landasan/permukaan utama dengan ketinggian + 51
m di atas ketinggian ambang landasan. Ketinggian ambang landasan yang ditetapkan
adalah ambang landasan 29 dengan ketinggian + 731,783 m dpl, sehingga ketinggian
III - 28
Gardu
Gardu
Gardu
Gardu
Gardu
Gardu
Gardu
Gardu
Induk
Induk
Induk
Induk
Induk
Induk
Induk
Induk
Untuk distribusi di wilayah Kota Palembang terdapat 2 sistem pelayanan transmisi yakni
di Palembang Ilir dan Palembang Ulu dengan tegangan 70 KV dan 150 KV. Sistem
jaringan listrik Kota Palembang sampai saat ini masih menggunakan sistem jaringan
kabel atas. Namun untuk 15 tahun kedepan idealnya sudah harus dipikirkan sistem
jaringan kabel listrik bawah tanah khususnya untuk bagian wilayah pusat kota dan pada
jaringan-jaringan utama serta kawasan-kawasan khusus.
Pola jaringan kabel listrik direncanakan mengikuti pola jaringan jalan yang ada, kecuali
untuk jaringan tegangan tinggi dapat melintasi daerah tertentu. Sedangkan untuk
jaringan kabel listrik tegangan menengah dan rendah direncanakan disisi kiri jalan satu
jalur dengan pipa air bersih dibawah tanah. Untuk jaringan kabel tegangan tinggi
hendaknya diatur pengamanannya terhadap lingkungan yaitu 25 meter ke samping dan
di sisi jaringan tersebut harus bebas bangunan, dijadikan jalur hijau tanpa bangunan.
C.Jaringan Listrik
Pengembangan jaringan listrik Kota Palembang di masa mendatang berupa peningkatan
dan pengembangan jaringan listrik yang diprioritaskan pada penyediaan sambungan
baru melalui penyambungan jaringan yang ada ke wilayah baru mengikuti jaringan listrik
yang sudah ada. Pengembangan listrik meliputi penentuan lokasi yang akan dilayani,
jenis pelayanan, distribusi jaringan (tegangan menengah, distribusi dan sebagainya)
serta distribusi gardu.
Prinsip dasar perencanaan jaringan listrik di Kota Palembang dalam pendistribusiannya
ke konsumen dapat dilakukan melalui :
1. Gardu Induk (GI), distribusi utama jaringan tegangan menengah 70150 KV, yang
berfungsi untuk menyalurkan daya listrik dari Gardu Induk (GI) ke Gardu Distribusi
(GD) atau ke industri-industri dengan jarak pelayanan ideal mencapai 8 Km hingga
maksimum berjarak 12 Km.
2. Gardu Distribusi (GD), yang berfungsi sebagai penurun tegangan, dari tegangan
menengah 70 KV150 KV menjadi tegangan rendah 380 V/220 V, untuk melayani
kebutuhan sehari-hari konsumen domestik;
3. Jaringan Tegangan Rendah, merupakan jaringan distribusi dari GD ke konsumen
langsung yang menggunakan sistem distribusi melingkar dengan sistem penyaluran
melalui kabel tanah yang prioritas pengembangannya dilakukan di pusat
pemerintahan, serta melalui kabel udara dengan biaya yang rendah yang
dikembangkan di permukiman penduduk.
Rencana kebutuhan listrik di Kota Palembang pada dasarnya untuk keperluan rumah
tangga, industri, fasilitas umum dan penerangan jalan.
Pembangkit tenaga listrik, merupakan pembangkit listrik untuk melayani kebutuhan
kelistrikan Kota yang berasal dari:
III - 30
1.
2.
3.
4.
5.
6.
PLTMG
PLTMG
PLTMG
PLTMG
PLTMG
PLTMG
No
Kategori
2010
2015
2020
2025
2030
Asumsi
Kebutuhan Listrik
66,362,552
73,326,097
81,025,572
89,539,263
98,953,840
39,817,531
43,995,658
48,615,343
53,723,558
59,372,304
410,626,145
453,743,201
501,419,875
554,141,507
1,474,723
1,629,469
1,800,568
1,989,761
2,198,974
294,945
325,894
360,114
397,952
439,795
265,450,208
371,630,291
293,304,389
324,102,286
358,157,054
395,815,362
III - 31
III - 32
Tabel III.9
Rencana Kebutuhan BTS dan Menara Seluler s/d Tahun 2029.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
15
14
16
Kecamatan
Ilir Barat II
Gandus
Seb. Ulu I
Kertapati
Seb. Ulu II
Plaju
Ilir Barat I
Bukit Kecil
Ilir Timur I
Kemuning
Ilir Timur II
Kalidoni
Sako
Sematang Borang
Sukarame
Alang-Alang Lebar
Penduduk 2029
Pengguna Seluler
Traffic Erlang
BTS
Tower
102,337
81,870
8,528
142
29
77,686
62,149
6,474
108
22
246,876
197,501
20,573
341
69
127,149
101,719
10,596
176
36
144,596
115,677
12,050
200
40
134,975
107,980
11,248
187
38
188,965
151,172
15,747
261
53
72,177
57,742
6,015
100
20
129,314
103,451
10,776
179
36
134,433
107,546
11,203
186
38
256,895
205,516
21,408
355
71
141,913
113,530
11,826
196
40
101,456
81,165
8,455
140
28
35,242
28,194
2,937
49
10
154,815
123,852
12,901
214
43
106,602
85,282
8,884
2,155,431
1,724,345
147
30
2,981
603
III - 33
Tabel III.10
Rencana Kebutuhan Jaringan Telepon Kabel Kota Palembang
No
Kecamatan
Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
Rumah Tangga
(4 :100
Penduduk)
Sarana Sosial
dan Umum
3% Rumah Tangga
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Ilir Barat II
Gandus
Seb. Ulu I
Kertapati
Seb. Ulu II
Plaju
Ilir Barat I
Bukit Kecil
Ilir Timur I
Kemuning
Ilir Timur II
Kalidoni
Sako
Sukarame
Sematang Borang
Alang-Alang Lebar
65,923
52,125
155,521
81,225
90,482
84,129
116,833
48,748
82,191
86,973
167,522
93,281
71,235
79,731
21,293
38,370
2,637
2,085
6,221
3,249
3,619
3,365
4,673
1,950
3,288
3,479
6,701
3,731
2,849
3,189
852
1,535
79
63
187
97
109
101
140
58
99
104
201
112
85
96
26
46
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Ilir Barat II
Gandus
Seb. Ulu I
Kertapati
Seb. Ulu II
Plaju
Ilir Barat I
Bukit Kecil
Ilir Timur I
Kemuning
Ilir Timur II
Kalidoni
Sako
Sukarame
Sematang Borang
Alang-Alang Lebar
114,724
75,804
243,466
155,327
133,402
141,570
168,781
79,869
188,453
190,014
285,080
154,896
165,788
303,897
55,698
19,169
4,589
3,032
9,739
6,213
5,336
5,663
6,751
3,195
7,538
7,601
11,403
6,196
6,632
12,156
2,228
767
138
91
292
186
160
170
203
96
226
228
342
186
199
365
67
23
Telepon Umum
Wartel
Warnet
Total
(1:3000 penduduk)
(1:3000 penduduk)
(1:12000 penduduk)
22
17
52
27
30
28
39
16
27
29
56
31
24
27
7
13
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
Tahun 2009
22
17
52
27
30
28
39
16
27
29
56
31
24
27
7
13
Tahun 2029
38
25
81
52
44
47
56
27
63
63
95
52
55
101
19
6
Kebutuhan
RK
1500
sst/unit
STO
(1:20000 penduduk)
5
4
13
7
8
7
10
4
7
7
14
8
6
7
2
3
2,765
2,187
6,524
3,407
3,796
3,529
4,901
2,045
3,448
3,649
7,028
3,913
2,988
3,345
893
1,610
2
1
4
2
3
2
3
1
2
2
5
3
2
2
1
1
3
3
8
4
5
4
6
2
4
4
8
5
4
4
1
2
10
6
20
13
11
12
14
7
16
16
24
13
14
25
5
2
4,796
3,178
10,156
6,489
5,578
5,919
7,052
3,353
7,873
7,939
11,896
6,479
6,934
12,682
2,354
835
3
2
7
4
4
4
5
2
5
5
8
4
5
8
2
1
6
4
12
8
7
7
8
4
9
10
14
8
8
15
3
1
III - 34
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
III - 36
III - 37
Untuk pengelolaan ruang kawasan rawan banjir diarahkan pada penanganan banjir yang
berupa pencegahan dini (preventif) dan pencegahan sebelum terjadinya bencana banjir
(mitigasi), yang terdiri dari kombinasi antara upaya struktur (bangunan pengendali
banjir) dan non-struktur (perbaikan atau pengendalian DAS).
Rekayasa Struktural
Upaya Pengelolaan Ruang Secara Struktural (Bangunan Pengendali Banjir) ditujukan
untuk :
a) Menurunkan elevasi muka air banjir dengan perbaikan alur sungai, normalisasi
saluran, sudetan, banjir kanal dan interkoneksi sungai;
b) Mencegah terjadinya luapan air sungai pada debit banjir dengan periode ulang
(return period) tertentu, dengan tanggul penahan banjir;
c) Mengurangi genangan dengan membuat sistem polder, pompa, waduk dan
perbaikan sistem drainase;
d) Memperkecil debit banjir atau mengurangi puncak banjir dengan waduk retensi,
banjir kanal, dan interkoneksi sungai.
a) Normalisasi Sungai
Perbaikan alur sungai dan normalisasi saluran adalah metoda yang paling umum
digunakan dalam pengendalian banjir, yaitu mencegah meluapnya air sungai
dengan:
1) Mengurangi panjang sungai/sodetan pada alur tertentu;
2) Mengurangi koefisien kekasaran dengan perbaikan tebing dan dasar sungai;
3) Melebarkan dan memperdalam sangai dengan pengerukan;
4) Pengendalian alur sungai dengan bangunan pengendali banjir seperti pintu-pintu
air.
Debit banjir rencana pada perbaikan alur sungai dan normalisasi saluran yang
dipergunakan dengan periode 25 tahun untuk tanggul sungai dan periode ulang 50
tahun untuk kemiringan tebing dari tanggul. Elevasi muka tanggul rencana adalah
elevasi muka air banjir pada periode ulang 25 tahun atau 50 tahun, ditambah
dengan tinggi jagaan (free board) 30-50 cm. Normalisasi sungai meliputi
normalisasi sungai Musi dan seluruh anak sungainya dikota Palembang.
Gambar 3.4
Tipikal Normalisasi Saluran Kota Palembang
b) Sistem Polder /Kolam Retensi
Daerah polder adalah suatu daerah dengan karakteristik elevasi muka tanah lebih
rendah dari elevasi muka air sungai/laut yang ada, sehingga aliran air dari sistem
drainase yang ada tidak dapat mengalir secara gravitasi, dan menjadikan daerah
III - 38
tersebut rawan terhadap banjir/genangan, baik oleh hujan lokal maupun luapan air
sungai/laut. Daerah polder harus dilindungi dengan tanggul, sehingga air dari
daerah lain tidak dapat masuk ke daerah tersebut, dan air hujan dan buangan
domestik yang ada dialirkan/dikumpulkan melalui sistem drainase ke waduk, untuk
selanjutnya dipompa ke laut. Rencana pembangunan kolam retensi meliputi :
1) Kolam retensi yang termasuk didalam Sub DAS Bendung yaitu Kolam retensi
Polda di kelurahan 20 Ilir D1, kolam retensi Talang Aman di Kelurahan Talang
Aman, kolam Seduduk Putih di kelurahan Pipareja, kolam retensi Sukabangun di
kelurahan Sukabangun, kolam retensi Ario Kemuning di kelurahan Ario
Kemuning;
2) Kolam retensi yang termasuk didalam Sub DAS Sekanak yaitu kolam retensi Siti
Khodihah di kelurahan Lorok Pakjo, kolam reteni Kambang Iwak Besak di
kelurahan Talang Semut, kolam retensi Kambang Iwak Kecik di kelurahan 30 Ilir
dan kolam retensi Kampus di kelurahan Lorok Pakjo;
3) Kolam retensi yang termasuk didalam Sub DAS Jakabaring yaitu kolam retensi
Taman Ogan Permai di kelurahan 15 Ulu, kolam retensi Ogan Permata Indah di
kelurahan 15 Ulu dan kolam retensi Sungai Ungse di kelurahan 15 Ulu;
4) Kolam retensi yang termasuk didalam Sub DAS Lambidaro yaitu kolam retensi
Talang Kelapa I, II di kelurahan Talang Kelapa, kolam retensi Poligon di
kelurahan Karang Jaya;
5) Kolam retensi yang termasuk di dalam Sub DAS Buah, yaitu kolam retensi Patal;
dan
6) Kolam retensi yang termasuk didalam Sub DAS Aur, yaitu kolam retensi
Poltabes.
Rencana pembangunan kolam retensi di Kota Palembang tersebar meliputi:
1) kolam retensi di Sub DAS Gandus meliputi kolam retensi Pulo Kerto dan kolam
retensi Gandus;
2) kolam retensi di Sub DAS Gasing meliputi kolam retensi Bukit Baru, kolam
retensi Talang Bulu, kolam retensi Alang-Alang Lebar I, dan kolam retensi
Alang-Alang Lebar II;
3) kolam retensi di Sub DAS Lambidaro meliputi kolam retensi Bukit Baru, kolam
retensi Gandus, Talang Kelapa, kolam retensi Karya Baru, kolam retensi Siring
Agung I, dan kolam retensi Siring Agung II;
4) kolam retensi di Sub DAS Boang meliputi kolam retensi Bukit Lama;
5) kolam retensi di Sub DAS Bendung meliputi kolam retensi 9 Ilir;
6) kolam retensi di Sub DAS Buah meliputi kolam retensi Bukit Sangkal, kolam
retensi Duku dan kolam retensi Sei Buah;
7) kolam retensi di Sub DAS Lawang Kidul meliputi kolam retensi Kelurahan 2 Ilir;
8) kolam retensi di Sub DAS Selincah meliputi Kolam retensi Sei Selincah;
9) kolam retensi di Sub DAS Batang meliputi kolam retensi Sei Selayur;
10) kolam retensi di Sub DAS Borang meliputi kolam retensi Sukarami I, retensi
Sukarami II, retensi Sukarami III, kolam retensi Sako I, kolam retensi Sako II,
Kolam retensi Sukamaju, kolam retensi Sukajaya, kolam retensi Bukit Sangkal
dan kolam retensi Sukamulya;
11) kolam retensi di Sub DAS Sriguna meliputi kolam retensi Sentosa I, kolam
retensi Sentosa II, kolam retensi Tegal Binangun Plaju; dan
12) daerah lainnya yang berpotensi untuk dibangun kolam retensi sebagai bagian
sistem pengendalian banjir.
Daerah rawa selain rawa konservasi yang tersebar di kecamatan dikembangkan
sebagai kolam retensi yang berfungsi sebagai pengendali banjir ataupun cadangan
persediaan air bagi masyarakat sekitarnya.
Waduk/reservoar merupakan tempat penampungan air sementara yang letaknya
lebih rendah dari elevasi muka tanah/saluran di daerah tersebut, sehingga dapat
mengalirkan dan menampung air secara gravitasi sebelum dipompa ke sungai/laut.
III - 39
Mengingat harga tanah di perkotaan relatif mahal, maka waduk/reservoar ini dapat
menggunakan sungai/saluran (long storage) yang ada di daerah polder tersebut,
dengan konsekuensi kapasitas pompa menjadi lebih besar.
Gambar 3.5
Sistem Polder Kota Palembang
III - 41
c. Sistem saluran pembuangan di Kota Palembang untuk pusat kota atau pasar
menggunakan saluran terpisah, sedangkan untuk daerah perumahan digunakan
sistem campuran (air kotor dan air hujan pada satu saluran).
Rencana penanganan daerah genangan Kota Palembang dengan mengembangkan kolam
retensi (retention basin/Polder) berfungsi untuk menyimpan sementara air ketika musim
hujan. Saat ini sudah ada 19 kolam retensi yang dibangun di Kota Palembang. Menurut
studi masterplan drainase Kota Palembang, setidaknya dibutuhkan 33 kolam retensi di
Kota Palembang, sehingga masih kurang sekitar 14 unit kolam retensi. Kekurangan ini
akan dipenuhi sampai dengan 20 tahun mendatang secara bertahap. Rencana kolam
retensi antara lain di Bukit Lama, Kemang Manis, POLDA II, Sukabangun II, IBA II,
Duku, Seduduk Putih II, Sukamaju, Lebung Gajah dan Sriguna.
Pembangunan kawasan baru harus diikuti dengan pembuatan saluran drainase yang
terintegrasi dengan sistem drainase yang ada.
III - 43
III - 44
Tabel III.11
Rencana Kebutuhan Air Bersih Kota Palembang Tahun 2009-2029
Cakupan Perpipaan
No.
Kecamatan/Desa
1 Ilir Barat II
2 Gandus
Proyeksi Penduduk
2020
90,165
(%)
Konsumsi Domestik
Sambungan Rumah
Kran Umum
Total
Sambungan Rumah
Kran Umum
Sambungan Rumah
Kran Umum
Sambungan Rumah
Kran Umum
Total
Domestik
(jiwa)
(jiwa)
(jiwa)
(L/o/h)
(L/o/h)
(unit)
(unit)
L/det
L/det
L/det
L/det
L/det
Hidran
Kebakaran
L/det
L/det
50
33,811.92
11,270.64
45,082.56
100
30
8,452.98
112.71
39.13
3.91
43.05
8.61
51.66
10.33
7.75
69.74
64,414
50
24,155
8,052
32,207
100
30
6,039
81
27.96
2.80
30.75
6.15
36.90
7.38
5.54
49.82
54.80
3 Seb. Ulu I
4 Kertapati
200,359
50
75,134
25,045
100,179
100
30
18,784
250
86.96
8.70
95.66
19.13
114.79
22.96
17.22
154.96
170.46
117,174
50
43,940
14,647
58,587
100
30
10,985
146
50.86
5.09
55.94
11.19
67.13
13.43
10.07
90.63
99.69
5 Seb. Ulu II
6 Plaju
112,683
50
42,256
14,085
56,341
100
30
10,564
141
48.91
4.89
53.80
10.76
64.56
12.91
9.68
87.15
95.87
112,896
50
42,336
14,112
56,448
100
30
10,584
141
49.00
4.90
53.90
10.78
64.68
12.94
9.70
87.32
96.05
7 Ilir Barat I
8 Bukit Kecil
143,835
50
53,938
17,979
71,917
100
30
13,484
180
62.43
6.24
68.67
13.73
82.41
16.48
12.36
111.25
122.37
64,440
50
24,165
8,055
32,220
100
30
6,041
81
27.97
2.80
30.77
6.15
36.92
7.38
5.54
49.84
54.82
9 Ilir Timur I
10 Kemuning
131,376
50
49,266
16,422
65,688
100
30
12,316
164
57.02
5.70
62.72
12.54
75.27
15.05
11.29
101.61
111.77
135,276
50
50,728
16,909
67,638
100
30
12,682
169
58.71
5.87
64.58
12.92
77.50
15.50
11.63
104.63
115.09
11 Ilir Timur II
12 Kalidoni
226,244
50
84,842
28,281
113,122
100
30
21,210
283
98.20
9.82
108.02
21.60
129.62
25.92
19.44
174.99
192.48
124,246
50
46,592
15,531
62,123
100
30
11,648
155
53.93
5.39
59.32
11.86
71.18
14.24
10.68
96.10
105.71
13 Sako
14 Sukarame
130,725
50
49,022
16,341
65,363
100
30
12,256
163
56.74
5.67
62.41
12.48
74.89
14.98
11.23
101.11
111.22
238,478
50
89,429
29,810
119,239
100
30
22,357
298
103.51
10.35
113.86
22.77
136.63
27.33
20.49
184.45
202.89
47,465
50
17,800
5,933
23,733
100
30
4,450
59
20.60
2.06
22.66
4.53
27.19
5.44
4.08
36.71
40.38
15,466
50
5,800
1,933
7,733
100
30
1,450
19
6.71
0.67
7.38
1.48
8.86
1.77
1.33
11.96
13.16
50
1,955,240
Cakupan Perpipaan
733,215
244,405
977,620
100
30
183,304
848.63
84.86
933.49
186.70
1,120.19
224.04
168.03
1,512.26
1,663.48
15 Sematang Borang
16 Alang-Alang Lebar
Jumlah
No.
Kecamatan/Desa
1 Ilir Barat II
2 Gandus
Proyeksi Penduduk
2030
114,724
(%)
Konsumsi Domestik
Sambungan Rumah
Kran Umum
Total
Sambungan Rumah
Kran Umum
Sambungan Rumah
Kran Umum
Sambungan Rumah
Kran Umum
Total
Domestik
(jiwa)
(jiwa)
(jiwa)
(L/o/h)
(L/o/h)
(unit)
(unit)
L/det
L/det
L/det
L/det
L/det
Hidran
Kebakaran
L/det
76.71
L/det
50
43,022
14,341
57,362
100
30
10,755.40
143.41
49.79
4.98
54.77
10.95
65.73
13.15
9.86
88.73
75,804
50
28,427
9,476
37,902
100
30
7,107
95
32.90
3.29
36.19
7.24
43.43
8.69
6.51
58.63
64.49
3 Seb. Ulu I
4 Kertapati
243,466
50
91,300
30,433
121,733
100
30
22,825
304
105.67
10.57
116.24
23.25
139.49
27.90
20.92
188.31
207.14
155,327
50
58,247
19,416
77,663
100
30
14,562
194
67.42
6.74
74.16
14.83
88.99
17.80
13.35
120.14
132.15
5 Seb. Ulu II
6 Plaju
133,402
50
50,026
16,675
66,701
100
30
12,506
167
57.90
5.79
63.69
12.74
76.43
15.29
11.46
103.18
113.50
141,570
50
53,089
17,696
70,785
100
30
13,272
177
61.45
6.14
67.59
13.52
81.11
16.22
12.17
109.50
120.45
7 Ilir Barat I
8 Bukit Kecil
168,781
50
63,293
21,098
84,390
100
30
15,823
211
73.26
7.33
80.58
16.12
96.70
19.34
14.50
130.54
143.60
79,869
50
29,951
9,984
39,935
100
30
7,488
100
34.67
3.47
38.13
7.63
45.76
9.15
6.86
61.77
67.95
9 Ilir Timur I
10 Kemuning
188,453
50
70,670
23,557
94,226
100
30
17,667
236
81.79
8.18
89.97
17.99
107.97
21.59
16.20
145.76
160.33
190,014
50
71,255
23,752
95,007
100
30
17,814
238
82.47
8.25
90.72
18.14
108.86
21.77
16.33
146.96
161.66
11 Ilir Timur II
12 Kalidoni
285,080
50
106,905
35,635
142,540
100
30
26,726
356
123.73
12.37
136.11
27.22
163.33
32.67
24.50
220.49
242.54
154,896
50
58,086
19,362
77,448
100
30
14,522
194
67.23
6.72
73.95
14.79
88.74
17.75
13.31
119.80
131.78
13 Sako
14 Sukarame
165,788
50
62,171
20,724
82,894
100
30
15,542.67
207.24
71.96
7.20
79.15
15.83
94.98
19.00
14.25
128.23
141.05
303,897
50
113,961
37,987
151,949
100
30
28,490
380
131.90
13.19
145.09
29.02
174.11
34.82
26.12
235.05
258.55
55,698
50
20,887
6,962
27,849
100
30
5,222
70
24.17
2.42
26.59
5.32
31.91
6.38
4.79
43.08
47.39
19,169
50
7,188
2,396
9,584
100
30
1,797
24
8.32
0.83
9.15
1.83
10.98
2.20
1.65
14.83
16.31
2,475,938
50
928,477
309,492
1,237,969
100
30
232,119
3,095
1,074.63
107.46
1,182.09
236.42
1,418.51
283.70
212.78
1,914.98
2,106.48
15 Sematang Borang
16 Alang-Alang Lebar
Jumlah
97.61
III - 45
3.2.9
Pengolahan persampahan Kota Palembang dilakukan oleh Dinas Pasar, Dinas Kebersihan
Kota dan Masyarakat. Adapun lokasi tempat pembuangan sampah (TPA) berada di
Kelurahan Sukajaya (Kecamatan Sukarami) dengan luas 25 Ha (termasuk IPLT) dengan
sistem yang di pakai Sanitary Land Fill.
Sesuai dengan sistem penanganan yang dilakukan selama ini, untuk masa yang akan
datang pengolahan sampah menggunakan sistem Sanitary Land Fill yang diarahkan
untuk dikelola oleh Dinas Kebersihan Kota dan Dinas Pasar dengan cara penyediaan
tempat sampah umum yang akan dibuang secara bersama pada lokasi yang ditentukan.
Hal ini terutama dengan pertimbangan bahwa pada tahap akhir perencanaan
pembuangan sampah secara individu sudah tidak efisien lagi.
Dari tiap lokasi, kontainer sampah ataupun sampah di TPS diangkut oleh kendaraan truk
sampah atau kendaraan dump-truck dan arm roll truck yang dikelola oleh Pemerintah
Daerah ke lokasi tempat pembuangan akhir (TPA). Mengingat besarnya volume timbulan
sampah yang akan terjadi, maka pengembangan dan peningkatan sistem pengelolaan
persampahan merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan lagi, baik itu sumber daya
manusianya (manajemen) maupun utilitas atau peralatan persampahannya. Lokasi
penempatan kontainer terutama di dekat daerah permukiman padat serta di kawasan
komersil. Lokasi penempatan kontainer sebagai TPS diupayakan ditempatkan minimal
500 m dengan lokasi permukiman untuk menghindari polusi yang ditimbulkan sampah.
Untuk itu, lokasi TPS ini harus disiapkan di tempat yang terlindung, sehingga tidak
menimbulkan gangguan lingkungan. Penempatan TPS-TPS tersebut hingga tahun 2014
sebagian besar akan dialokasikan di lingkungan permukiman. Sedangkan pengambilan
sampah dari TPS-TPS tersebut dilakukan setiap hari yang pengangkutannya langsung
dibawa ke TPA. Adapun TPA di Kota Palembang adalah TPA Sukawinatan dan TPA
Karyajaya
Luas tempat pembuangan sampah sementara dan pembuangan akhir sampah
diperkirakan dengan standar yang ada, yaitu :
a. Depo (lokasi pembuangan sampah sementara), dengan kapasitas 100 m3, luas 250
300 m3/depo serta mempunyai kemampuan pelayanan 30.000 jiwa/depo,
sedangkan untuk perkiraan 1 TPS mempunyai kapasitas 10 m3
b. Lokasi pembuangan sampah biasanya tergantung pada jumlah sampah, hanya
ditentukan tinggi timbunan maksimum yaitu 3 meter.
Syarat-syarat mengenai lokasi pembuangan sampah yang baik, yaitu sebagai berikut :
a. Terletak pada daerah yang relatif rendah, juga aktivitas-aktivitas lain yang ada di
wilayah pelayanannya, hal ini untuk menghindari atau memperkecil polusi udara
yang berupa bau serta menghindari mengalirnya sampah ke daerah-daerah lain jika
terjadi hujan atau banjir.
b. Tidak dekat dengan permukiman dan sebaiknya jauh dari keramaian kota untuk
mencegah timbulnya masalah baru akibat timbunan sampah seperti menyebarkan
hama penyakit, merusak estetika/keindahan lingkungan, menyebarkan bau yang
tidak sedap dan sebagainya.
c. Tidak berada di dekat sumber air/saluran bersih/sungai untuk mencegah tejadinya
pencemaran air akibat sampah.
d. Tidak menghambat aliran air kota, maksudnya tidak menutupi saluran pengairan
kota, sehingga tidak terjadi penyumbatan yang sering mengakibatkan banjir.
Dalam penanganan sampah ini menggunakan standar yang ada, bahwa setiap orang
mengeluarkan sampah perharinya 2.5-3 Kg atau 0.0025 m3/hari. Guna mendukung
terlaksananya penanganan sampah tersebut maka telah disiapkan lokasi TPA yang
III - 46
berada di Kelurahan Karya Jaya (Kecamatan Seberang Ulu I) dengan luas 40 Ha dengan
sistem yang di pakai Sanitary Land Fill, sehingga mengimbangi pertambahan penduduk
di masa yang akan datang. Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam kaitannya
dengan penanganan persampahan, antara lain melalui peningkatan kesadaran
masyarakat, serta sosialisasi budaya dan kebiasaan membuang sampah pada
tempatnya.
Berdasarkan hasil analisis volume sampah di wilayah perencanaan pada tahun 2019
sebanyak 411 m3/hari yang berasal dari sumber domestik dan sebesar 235 m3/hari
untuk sampah non domestik. Sedangkan timbulan sampah pada akhir perencanaan
tahun 2029 sebanyak 1 m3/hari yang berasal dari sumber domestik sebesar 1.040
m3/hari, sumber non domestik sebesar 594 m3/hari. Kebutuhan sarana persampahan
Kota Palembang pada tahun 2029 terdiri bin/tong sampah sebanyak 40.853 unit,
gerobak sampah sebanyak 817 unit, kontainer/TPS sebanyak 82 unit, truk sampah
sebanyak 68 unit, dan transfer depo sebanyak 124 unit.
Sesuai dengan sistem penanganan yang dilakukan selama ini, untuk masa mendatang
sistem pembuangan sampah nantinya diarahkan untuk dikelola oleh Dinas Kebersihan
Kota dan Dinas Pasar dengan cara penyediaan tempat sampah umum yng akan dibuang
secara bersama pada lokasi yang ditentukan. Hal ini terutama dengan pertimbangan
bahwa pada tahap akhir perencanaan pembuangan sampah secara individu sudah tidak
efisien lagi. Untuk mengurangi volume sampah yang diangkut ke TPA maka di
dikembangkan konsep bank sampah di kawasan-kawasan permukiman yang potensial.
Dalam implementasinya pengembangan sistem pengelolaan persampahan diprioritaskan
untuk daerah-daerah yang belum mendapat pelayanan dan daerah permukiman baru.
Arahan rencana pengembangan sistem pengelolaan persampahan di Kota Palembang,
dilaksanakan dengan melalui proses sebagai berikut :
a. Sistem Pewadahan, yaitu melalui penyediaan tong-tong sampah di setiap rumah
maupun bangunan sarana kota, dengan ukuran 40 100 liter. Tong sampah di setiap
rumah disediakan sendiri oleh setiap keluarga, sedangkan tong-tong sampah pada
sarana kota disediakan oleh pemerintah;
b. Sistem Pengumpulan, yang proses pengumpulan sampahnya dapat dilakukan baik
secara individual maupun secara komunal melalui bak-bak penampungan yang
disediakan di setiap unit lingkungan perumahan maupun pada unit kegiatan komersial
dan perkantoran. Sampah domestik tersebut kemudian diangkut memakai gerobak
sampah ukuran 1 m3 ke lokasi Tempat Penampungan Sementara (TPS) oleh
pengelola swadaya masyarakat di setiap unit lingkungan. Sedangkan sampah dari
kegiatan komersial dan pemerintahan yang berada di sepanjang jalan utama dikelola
oleh pemerintah Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota.
c. Sistem Pemindahan dan Pengangkutan, yaitu kontainer sampah maupun sampah dari
tiap lokasi ke lokasi tempat pembuangan akhir (TPA), yang dikelola oleh Pemerintah
Daerah
Adapun mekanisme-mekanisme pengelolaan sampah tersebut adalah sebagai berikut :
a. Setiap rumah maupun bangunan diharuskan menyediakan sebuah tong, bin atau bak
sampah berukuran kurang lebih 100 liter.
b. Dari tiap rumah sampah diangkut dengan memakai gerobak sampah dengan
kapasitas 1 m3 ke lokasi TPS yang pengelolaannya dapat dilakukan melalui
III - 47
Tabel III.12
Rencana Timbulan Sampah Kota Palembang Tahun 2009-2029
Wilayah
Jumlah
Penduduk
Domestik
No Pengembangan
(Jiwa)
3 ltr/org/hari
Non Domestik
0,6 ltr/org/hari
Industri
Komersial
Perkantoran
80 % dari
80 % dari
50 % dari
Non Domestik
Non Domestik
Timbulan Sampah
Pendidikan
Gerobak
Container
Transper
Arm
70 % dari
Sampah
6 m3
Depo
Roll Truk
Non Domestik
1 m3
200 m3
6 m3
Non Domestik
Tahun 2007
Jumlah
Dump Truk
8 m3
Ilir Barat II
65,923
197,769
39,553.80
31,643.04
31,643.04
19,776.90
27,687.66
348,073
348,073
58,012
1,740
58,012
Gandus
52,125
156,375
31,275.00
25,020.00
25,020.00
15,637.50
21,892.50
275,220
275,220
45,870
1,376
45,870
34,403
Seb. Ulu I
155,521
466,563
93,312.60
74,650.08
74,650.08
46,656.30
65,318.82
821,151
821,151
136,858
4,106
136,858
102,644
Kertapati
81,225
243,675
48,735.00
38,988.00
38,988.00
24,367.50
34,114.50
428,868
428,868
71,478
2,144
71,478
53,609
Seb. Ulu II
90,482
271,446
54,289.20
43,431.36
43,431.36
27,144.60
38,002.44
477,745
477,745
79,624
2,389
79,624
59,718
Plaju
84,129
252,387
50,477.40
40,381.92
40,381.92
25,238.70
35,334.18
444,201
444,201
74,034
2,221
74,034
55,525
Ilir Barat I
116,833
350,499
70,099.80
56,079.84
56,079.84
35,049.90
49,069.86
616,878
616,878
102,813
3,084
102,813
77,110
Bukit Kecil
48,748
146,244
29,248.80
23,399.04
23,399.04
14,624.40
20,474.16
257,389
257,389
42,898
1,287
42,898
32,174
Ilir Timur I
82,191
246,573
49,314.60
39,451.68
39,451.68
24,657.30
34,520.22
433,968
433,968
72,328
2,170
72,328
54,246
10
Kemuning
86,973
260,919
52,183.80
41,747.04
41,747.04
26,091.90
36,528.66
459,217
459,217
76,536
2,296
76,536
57,402
11
Ilir Timur II
167,522
502,566
100,513.20
80,410.56
80,410.56
50,256.60
70,359.24
884,516
884,516
147,419
4,423
147,419
110,565
12
Kalidoni
93,281
279,843
55,968.60
44,774.88
44,774.88
27,984.30
39,178.02
492,524
492,524
82,087
2,463
82,087
61,565
13
Sako
71,235
213,705
42,741.00
34,192.80
34,192.80
21,370.50
29,918.70
376,121
376,121
62,687
1,881
62,687
47,015
14
Sukarame
79,731
239,193
47,838.60
38,270.88
38,270.88
23,919.30
33,487.02
420,980
420,980
70,163
2,105
70,163
52,622
15
Sematang
Borang
21,293
63,879
12,775.80
10,220.64
10,220.64
6,387.90
8,943.06
112,427
112,427
18,738
562
18,738
14,053
16
Alang-Alang
Lebar
38,370
115,110
23,022.00
18,417.60
18,417.60
11,511.00
16,115.40
Tahun 2029
202,594
202,594
33,766
1,013
33,766
25,324
114,724
344,173
68,834.53
55,067.63
31,643.04
34,417.27
48,184.17
582,319
348,073
97,053
2,912
58,012
72,790
75,804
227,413
45,482.61
36,386.09
31,644.04
22,741.30
31,837.83
395,505
348,074
65,917
1,978
58,013
49,438
43,509
Ilir Barat II
Gandus
Seb. Ulu I
243,466
730,397
146,079.40
116,863.52
31,645.04
73,039.70
102,255.58
1,200,280
348,075
200,047
6,001
58,014
150,035
Kertapati
155,327
465,980
93,195.91
74,556.73
31,646.04
46,597.95
65,237.14
777,213
348,076
129,536
3,886
58,015
97,152
Seb. Ulu II
133,402
400,206
80,041.22
64,032.98
31,647.04
40,020.61
56,028.85
671,977
348,077
111,996
3,360
58,016
83,997
Plaju
141,570
424,710
84,941.94
67,953.56
31,648.04
42,470.97
59,459.36
711,184
348,078
118,531
3,556
58,017
88,898
Ilir Barat I
168,781
506,342
101,268.42
81,014.73
31,649.04
50,634.21
70,887.89
841,796
348,079
140,299
4,209
58,018
105,225
Bukit Kecil
79,869
239,608
47,921.65
38,337.32
31,650.04
23,960.82
33,545.15
415,023
348,080
69,171
2,075
58,019
51,878
Ilir Timur I
188,453
565,358
113,071.51
90,457.21
31,651.04
56,535.75
79,150.06
936,223
348,081
156,037
4,681
58,020
117,028
10
Kemuning
190,014
570,043
114,008.60
91,206.88
31,652.04
57,004.30
79,806.02
943,721
348,082
157,287
4,719
58,021
117,965
11
Ilir Timur II
285,080
855,240
171,048.03
136,838.43
31,653.04
85,524.02
119,733.62
1,400,037
348,083
233,340
7,000
58,022
175,005
12
Kalidoni
154,896
464,688
92,937.65
74,350.12
31,654.04
46,468.83
65,056.36
775,155
348,084
129,193
3,876
58,023
96,894
13
Sako
165,788
497,365
99,473.06
79,578.45
31,655.04
49,736.53
69,631.14
827,440
348,085
137,907
4,137
58,024
103,430
14
Sukarame
303,897
911,692
182,338.34
145,870.67
31,656.04
91,169.17
127,636.84
1,490,363
348,086
248,394
7,452
58,025
186,295
15
Sematang
Borang
55,698
167,093
33,418.58
26,734.86
31,657.04
16,709.29
23,393.00
299,006
348,087
49,834
1,495
58,026
37,376
Alang-Alang
Lebar
19,169
57,506
11,501.20
9,200.96
31,658.04
5,750.60
8,050.84
123,668
348,088
20,611
618
58,027
15,458
16
III - 48
III - 49
Untuk mendukung penangan sanitasi atau air limbah tersebut disediakan prasarana
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)
Sistem pengelolaan air limbah
a. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat yang terletak di Kecamatan Kalidoni
dan Kecamatan Plaju;
b. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal (kawasan) yang direncanakan
terletak di Kecamatan Sematang Borang seluas 1 hektar, Kecamatan Sako seluas 1,5
hektar, kecamatan Sako, kecamatan Sukarami seluas 4 hektar, Kecamatan Alangalang Lebar seluas 3 Hektar, kecamatan Gandus 1,5 Hektar, Kecamatan Kertapati
seluas 1 hektar;
c. Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) yang terletak di TPA Sukajaya Kelurahan
Sukajaya , Kecamatan Sukarami.
Rencana pengembangan sistem pengelolaan limbah Kota meliputi:
a. penyuluhan kepada penduduk dalam peningkatan kesadarannya akan pentingnya
kesehatan dengan menghilangkan kebiasaan untuk membuang kotorannya
disembarang tempat sebagai kosekuensinya penduduk diharapkan untuk membangun
sendiri sarana sanitasi ditempat tinggal masing-masing;
b. penyediaan kendaraan pengangkut tinja untuk membersihkan dan menguras lumpur
tinja pada tangki septik yang sudah penuh;
c. monitoring untuk memantau pengelolaan air limbah domestik, serta kuantitas dan
kualitas badan-badan air yang ada;
d. penyusunan masterplan jaringan air limbah yang dilanjutkan dengan studi kelayakan
dan rancangan detail pembangunan prasarana limbah; dan
Jalur pejalan kaki di tepi/sisi jalan. Jalur ini mengikuti jaur jalan, berupa trotoar untuk
pejalan kaki. Sirkulasi pejalan kaki yang direncanakan membentang sepanjang sisi
jalur sirkulasi kendaraan dengan tidak menutup kemungkinan adanya perpindahan
atau penyeberangan. Mengingat karakteristik jalur pejalan kaki memiliki tingkat
fleksibilitas yang tinggi maka unsur permeabilitas dari jalur tersebut diutamakan.
Sirkulasi pejalan kaki utama berada pada sisi kondor yang sekaligus bertindak
sebagai sistem pengumpul bagi jalur lain dengan jenjang lebih bawah. Pada jalur
sirkulasi pejalan kaki disepanjang koridor direncanakan untuk dilengkapi dengan
fasilitas pelayanan publik yang memberikan rasa nyaman, yaitu : telepon umum,
tempat sampah, lampu penerang, bangku, pohon peneduh, papan penunjuk jalan
(informasi orientasi), dan sebagainya.
b.
c. Jalur pejalan kaki di tepi/sisi sungai. Jalur ini berupa jalan di tepi/sisi sungai yang bisa
disatukan dengan jalan inspeksi tepi sungai. Jalur pejalan kaki di tepi/sisi sungai,
yaitu di tepi/sisi sungai Musi, Sekanak dan Bendung.
III - 50
d. Jalur pejalan kaki di Ruang Terbuka Hijau. Suatu jalur utama pejalan-kaki
(pedestrian) yang terdiri atas rangkaian ruang-ruang terbuka hijau merupakan
tulang punggung dari sistem sirkulasi internal pada kawasan komersial. Jalur pejalan
kaki ini mendorong terciptanya pergerakan manusia yang aman dari lalu-lintas
kendaraan, melalui daerah-daerah hijau yang melintasi seluruh blok pada Koridor.
antara lain di Taman Kambang Iwak Besak, Kambang Iwak Besak, Taman Nusa Indah
Ampera, Hutan Wisata Punti Kayu dan tepian kolam retensi.
e. Jalur pejalan kaki di kawasan komersial. Jalur ini diharapkan saling komplementer
dengan kegiatan komersial. Peruntukan jalur pedestrian yang menghadap ke koridor
ini harus mampu merangsang tumbuhnya kegiatan-kegiatan bagi pejalan kaki serta
memberikan pengalaman ruang dan pemandangan yang menarik. Unsur-unsur
perancangan yang dianjurkan harus berorientasi pada pejalan-kaki, seperti etalase
toko (showcase windows), daerah masuk ke bangunan, cafe, arkade, dan kanopikanopi pelindung. Sistem sirkulasi ini juga perlu mempertimbangkan jalur bagi
pemakai kursi roda (wheel-chair) seperti di kawasan 16 Ilir, Palembang Square,
Palembang Trade Center, Palembang Indah Mall dan Komplek Ilir Barat Permai.
f. Pembuatan jalur pejalan kaki akan dilaksanakan secara bertahap, disesuaikan dengan
kebutuhan, serta selaras dengan karakteristik kawasan kota
Konsep perancangan jalur pedestrian Kota Palembang adalah :
a. Connections, jalur pedestrian harus terhubung dan menghubungkan berbagai tempat
yang dapat dituju oleh pedestrian. Untuk kawasan koridor harus terdapat jalur
pedestrian yang menerus di sepanjang koridor, sedangkan untuk kawasan perlu
adanya jalur pedestrian yang dapat menghubungkan ke semua koridor jalan yang
mengelilinginya, sehingga kawasan blok perencanaan memiliki tingkat permeabilitas
yang tinggi.
b. Comfortable, memiliki kenyamanan baik dari cuaca (shelter, pohon peneduh) maupun
kondisi dan kualitas permukaan jalur, Lebar jalur pedestrian minimal untuk kawasan
komersial 2 m.
c. Amenities, jalur pedestrian sebaiknya menyenangkan, dimana pedestrian dapat
menikmati dalam berjalan di sepanjang trotoar. Hal tersebut dapat terjadi apabila
selain standar dimensi dapat dipenuhi juga didukung dengan fasilitas-fasilitas perabot
jalan yang mendukung kegiatan pedestrian (kursi, tempat sampah). Kawasan akan
terkesan hidup dan marak, dengan menambahkan fasilitas yang bersifat non formal,
serta menciptakan kesinambungan pedestrian dengan bangunan-bangunan yang
dilaluinya melalui kontak visual
3.2.12 Jalur Evakuasi Bencana
Kawasan rawan bencana di Kota Palembang umumnya merupakan kawasan genangan
dan kebakaran. Lokasi genangan tersebut terletak di beberapa lokasi di pinggir Sungai
Musi atau sungai-sungai kecil yang mempunyai akses langsung dengan sungai Musi.
Sedangkan lokasi kebakaran tersebar terutama di kawasan permukiman, umumnya
rumah-rumah yang terbuat dari kayu. Apabila terjadi bencana genangan dan kebakaran
yang cukup besar, tempat-tempat yang dialokasikan sebagai kawasan evakuasi bencana
antara lain Plaza Benteng Kuto Besak, Plaza 7 Ulu, Stadion Bumi Sriwijaya, Stadion
Jakabaring dan tempat-tempat lain yang mempunyai ruang terbuka yang cukup luas.
Dalam upaya mencapai lokasi-lokasi evakuasi bencana tersebut, jalur evakuasi bencana
direncanakan melalui jalan-jalan utama dalam Kota Palembang seperti jalan arteri
primer (antara lain Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Sukarno-Hatta), Jalan kolektor (Jalan
Kapten A Rivai, Jalan Veteran, Jalan Demang Lebar Daun, Jalan Merdeka dan lain-lain)
serta di kawasan-kawasan permukiman padat seperti Kelurahan Ulu, 5 Ulu, 7 Ulu dan
III - 51
kawasan permukiman padat lainnya akan dibangun jalan yang berfungsi sebagai jalur
evakuasi.
Sistem pengendalian kebakaran meliputi:
a. sistem proteksi kebakaran kota meliputi sistem proteksi aktif dan
sistem proteksi
pasif;
b. pengembangkan sistem proteksi aktif melalui pengembangan jaringan air kebakaran
dan hidran kebakaran serta ketersediaan dan kesiapan kendaraan pemadam
kebakaran beserta tim pemadam kebakaran; dan
c. pengembangkan sistem sistem proteksi pasif melalui penerapan standar minimal
resiko kebakaran bangunan dan lingkungan pada peraturan tentang perijinan
bangunan
Untuk meminimalisasi bahaya kebakaran dilakukan dengan menempatkan pos-pos
pemadam kebakaran pada beberapa bagian wilayah kota palembang. Hal ini
dimaksudkan untuk mempermudah dan mempercepat akses ke lokasi-lokasi rawan
kebakaran, seperti Kecamatan Plaju, Kecamatan Kertapati, Kecamatan Seberang Ulu I,
Kecamatan Seberang Ulu II, Kecamatan Sako, Kecamatan Sukarame, dan lain-lain.
3.2.13 Fasilitas Kota
Rencana pengembangan fasilitas Kota Palembang sampai dengan tahun 2032 adalah :
a. Rencana penyediaan sarana/fasilitas kota meliputi rencana penyediaan sarana
pendidikan, kesehatan, perdagangan, peribadatan serta rekreasi dan olah raga.
b. Rencana pengembangan sarana pendidikan dilakukan terutama di wilayah
pengembangan perumahan baru dan daerah yang belum terjangkau pelayanannya
dengan skala pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan serta diikuti oleh
profesional dan jumlah guru di setiap sekolah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan.
Distribusi fasilitas pendidikan disesuaikan dengan struktur hirarki pelayanan yang
didasari jenjang pendidikannya. Untuk fasilitas pendidikan yang pelayanan berskala
regional ditempatkan pada kawasan tertentu yang berhubungan dengan transportasi
lalu lintas regional. Untuk fasilitas pendidikan dasar dan menengah yang
pelayanannya berskala kota didistribusikan dibagian wilayah kota/kecamatan,
kelurahan hingga lingkungan, khusus untuk fasilitas pendidikan menengah lanjutan
atas diarahkan ke pusat-pusat bagian wilayah kota dan untuk akademi dan perguruan
tinggi pengembangan disesuaikan dengan kebutuhan.
c. Penyediaan sarana kesehatan didasarkan pada kebutuhan jumlah penduduk yang
akan dilayani, disertai dengan upaya-upaya peningkatan pelayanan kesehatan dan
pemerataan kesempatan memperoleh layanan kesehatan yang murah dan
berkualitas.
d. Sarana perdagangan dan jasa akan dikembangkan di pusat-pusat Sub Wilayah Kota
sesuai dengan skala yang akan dilayani, disertai dengan peningkatan sarana
kelengkapannya.
e. Sarana peribadatan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat melalui
kerjasama dengan masyarakat/umat beragama di lokasi-lokasi yang sesuai.
f. Sarana rekreasi dan olah raga ditingkatkan dengan pembangunan lapangan olah raga
dan pemanfaatan ruang-ruang terbuka sebagai sarana rekreasi/olah raga.
III - 52
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KOTA PALEMBANG
Rencana Pola Ruang wilayah kota adalah rencana distribusi peruntukan ruang wilayah
kota yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budidaya sampai
dengan akhir masa berlakunya RTRW Kota yang dapat memberikan gambaran
pemanfaatan ruang wilayah kota sampai dengan 20 tahun mendatang.
4.1 Rencana Kawasan Lindung
Pengertian kawasan lindung menurut Keputusan Presiden RI Nomor 32 Tahun 1990
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup, yang mencakup sumberdaya alam serta
sumberdaya buatan guna pembangunan berkelanjutan. Dalam penetapan
dan
pengelolaan kawasan lindung, maka kawasan lindung yang akan ditetapkan di Kota
Palembang meliputi wilayah daratan yang terdiri atas :
1. Kawaasan Suaka Alam
2. Kawasan Perlindungan Setempat
3. Kawasan Cagar Budaya.
4. Kawasan Rawan bencana
Kondisi geografis Kota Palembang di beberapa wilayah merupakan dataran rendah yang
masih dipengaruhi oleh pasang surut air sungai. Hal ini menyebabkan banyaknya
sebaran rawa terutama wilayah yang berada tidak jauh dari aliran sungai. Agar
keberadaan rawa ini dapat dikelola dengan optimal Pemerintah Kota Palembang telah
menerbitkan Perda No. 5/2008 tentang pembinaan dan retribusi pengendalian dan
pemanfaatan rawa, yang mengelompokkan rawa menjadi 3, yaitu rawa konservasi
(2.106,13 ha), rawa budidaya (2.811,51 ha), dan rawa reklamasi (917,85 ha). Dengan
demikian kawasan rawa konservasi dapat dikatagorikan kedalam Kawasan Perlindungan
Setempat.
4.1.1
LAPORAN
AKHIR
IV - 1
LAPORAN
AKHIR
penetapan
sempadan
sungai,
IV - 2
a) Untuk sungai yang merupakan kewenangan menteri, maka garis sempadan sungai
dilakukan melalui Peraturan menteri.
b) Untuk sungai yang kewenangannya dilimpahkan kepada daerah, maka penetapan
sempadan sungai ditetapkan melalui Peraturan Daerah.
c) Kriteria penetapan garis sempadan sungai terdiri dari sungai bertanggul didalam
kawasan perkotaan, sungai bertanggul diluar kawasan perkotaan, sungai tidak
bertanggul didalam kawasan perkotaan dan sungai tidak bertanggul diluar kawasan
perkotaan.
d) Sempadan sungai untuk sungai bertanggul: didalam kawasan perkotaan minimal 3
meter, untuk sungai diluar kawasan perkotaan minimal 5 meter.
e) Sempadan sungai untuk sungai tidak bertanggul diluar kawasan perkotaan untuk
sungai besar minimal 100 meter dan untuk sungai kecil minimal 50 meter.
f) Sempadan sungai untuk sungai tidak bertanggul didalam kawasan perkotaan
disesuaikan dengan kedalamannya, yaitu sempadan sungai dengan kedalaman
kurang dari 3 m minimal 10 meter, sempadan sungai dengan kedalaman antara 3
s/d 20 m, minimal 15 meter dan sempadan sungai dengan kedalaman lebih dari 20
m, maka sempadannya minimal 30 meter.
3. Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 8 Tahun 2000 tentang RTRW Kota
Palembang 1999-2009, menyatakan sempadan sungai di Kota Palembang, adalah:
a) Sungai Musi, minimum 20 meter
b) Sungai Ogan, Komering dan Keramasan, minimum 15 meter.
c) Anak sungai atau sungai kecil bertanggul, minimum 3 meter.
d) Anak sungai atau sungai kecil tidak bertanggul, minimum 10 meter.
4. Berpedoman dengan aturan-aturan di atas serta dikaitkan dengan tujuan penataan
ruang Kota Palembang, yaitu mewujudkan Palembang sebagai Kota Tepian
Sungai, maka RTRW Kota Palembang 2012-2032 menetapkan sempadan sungai
sebagai berikut:
a) Untuk sungai besar seperti Sungai Musi, Sungai Ogan, Sungai Borang, Sungai
Keramasan dan Sungai Komering, di lokasi yang bertanggul sempadan sungainya
ditetapkan 3 meter dan di lokasi yang tidak bertanggul sempadan sungainya
adalah sebagai berikut :
1) Kedalaman kurang dari 3 m sempadan sungainya 10 m.
2) Kedalaman antara 3 hingga 20 m sempadan sungainya 15 m
3) Kedalaman lebih dari 20 m sempadan sungainya minimal 30 m.
b) Untuk anak-anak sungai di Kota Palembang, dikelompokan dalam sungai
bertanggul didalam kawasan perkotaan dengan garis sempadan sungai ditetapkan
minimal 3 meter.
c) Kegiatan yang diijinkan dialokasikan di kawasan sempadan sungai adalah :
1) Bangunan prasarana sumber daya air
2) Fasilitas jembatan dan dermaga
3) Jalur pipa gas dan air minum
4) Rentangan kabel listrik dan telekomunikasi.
5) Bangunan yang mendukung pariwisata untuk mewujudkan Palembang sebagai
Kota Tepian Sungai, seperti hotel, restoran, toko cindera mata, dan bangunan
lainnya dengan tetap memberi akses bagi masyarakat menuju sungai.
d) Bangunan yang mendukung pariwisata dan terletak di atas sungai untuk
mewujudkan Palembang sebagai Kota Tepian Sungai dapat diijinkan apabila
menggunakan konstruksi yang tidak merubah fungsi sungai dan atau menghambat
aliran air.
e) Penataan dan revitalisasi rumah rakit sebagai sebagai aset wisata perlu dilakukan
dalam mendukung perwujudan Palembang sebagai Kota Tepian Sungai.
f) Penataan bangunan di tepian sungai harus berorientasi pada Waterfront City,
sehingga bangunan harus menghadap ke arah sungai.
LAPORAN
AKHIR
IV - 3
= 20 % x 40.061 Ha
= 10 % x 40.061 Ha
= 8.012,20 Ha
= 4.006,10 Ha
______________ +
= 12.018,30 Ha
LAPORAN
AKHIR
IV - 4
JENIS RTH
RTH Pekarangan
a. Pekarangan rumah
b. Pekarangan di gedung tempat usaha
c. Taman atap bangunan
d. Taman di Lingkungan permukiman
RTH Taman dan Hutan Kota
a. Taman Lingkungan
b. Taman Kota
c. Hutan Kota
RTH Jalur Hijau Jalan
a. Pulau Jalan dan Median Jalan
b. Jalur Pejalan Kaki
c. Ruang dibawah jalan layang
RTH Fungsi Tertentu
a. Rencana jalan rel kereta api
b. Jalur SUTET
c. Sempadan sungai/polder/pantai
d. Pemakaman
PUBLIK
PRIVAT
1. RTH Publik
Yang termasuk RTH Publik meliputi Hutan Kota, Taman Kota, Pemakaman Umum,
Jalur hijau sepanjang jalur SUTET, jalur Kereta Api, sabuk hijau dan RTH Sempadan
Sungai/Rawa/Kolam Retensi.
LAPORAN
AKHIR
IV - 5
Tabel IV.2
Rencana Pengembangan RTH Kota Palembang
No
Jenis RTH
Kriteria
RTH Taman/Hutan
Luas
Minimal
2015
2020
2030
Jml (unit)
Luas (Ha)
Jml (unit)
Luas (Ha)
Jml (unit)
Luas (Ha)
Taman RT
250 jiwa
1 m2/jiwa
6,518
162.95
7,202
180.06
8,796
219.90
Taman RW
2500 jiwa
0,5 m2/jiwa
652
81.47
720
90.03
880
109.95
Taman Kelurahan
30.000 jiwa
0,3 m2/jiwa
54
48.88
60
54.02
73
65.97
Taman Kecamatan
120.000 jiwa
0,2 m2/jiwa
14
32.59
15
36.01
18
43.98
Taman Kota
480.000 jiwa
0.3 m2/jiwa
48.88
54.02
65.97
Hutan Kota
480.000 jiwa
4 m2/jiwa
651.79
720.23
879.59
Pemakaman
120.000 jiwa
1,2 m2/jiwa
195.54
15
216.07
18
14
1,350.43
1,649.23
3.05
3.37
4.12
2,036.84
4,000.00
5,923,17
6,000.00
325.89
360.11
439.79
2,362.73
4,360.11
6,439.79
263.88
1,222.10
RTH Lainnya
RTH Jalan
2 m2/jiwa
5.90
10.88
16.07
3,584.83
5,710.54
8,089.03
8,012.20
8.95
1,629,469
20.00
20.19
14.25
1,800,568
2,198,974
a) Hutan Kota
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota,
menyebutkan bahwa hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan
pohon-pohonan yang kompak dan rapat didalam wilayah perkotaan baik pada
tanah nagara maupun tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat
yang berwenang. Didalam PP tersebut juga dinyatakan bahwa hutan kota
merupakan bagian dari RTH kawasan Perkotaan. Prosentase luas hutan kota
didalam luas wilayah perkotaan, minimal 10 % atau menyesuaikan dengan kondisi
setempat. Luas minimal satu hamparan hutan kota adalah 0,25 Hektar.
Hutan kota direncanakan untuk dikembangkan di Taman Wisata Alam Punti Kayu di
kelurahan Karya Baru seluas 40 hektar, Kawasan Jakabaring seluas 30 hektar,
Kawasan Gandus di kelurahan Gandus seluas 20 hektar, Kawasan Bukit Siguntang
di kelurahan Bukit Lama seluas 7 hektar, Kawasan Taman Purbakala Kerajaan
Sriwijaya (TPKS) Karang Anyar di Kelurahan Karang Anyar seluas 5 hektar,
kawasan kolam Ogan Permatan Indah seluas 8 hektar,
b) RTH Taman kota adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu
kota atau bagian wilayah kota. Taman ini melayani minimal 480.000 penduduk
dengan standar minimal 0,3 m2 per penduduk kota, dengan luas taman minimal
144.000 m2. Taman ini dapat berbentuk sebagai RTH (lapangan hijau), yang
dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olah raga, dan kompleks olah raga dengan
minimal RTH 80% - 90%. Semua fasilitas tersebut terbuka untuk umum. Jenis
vegetasi yang dipilih berupa pohon tahunan, perdu, dan semak ditanam secara
berkelompok atau menyebar berfungsi sebagai pohon pencipta iklim mikro atau
sebagai pembatas antar kegiatan.
c) Taman RT adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk dalam lingkup
1 (satu) RT, khususnya untuk melayani kegiatan sosial di lingkungan RT tersebut.
Luas taman ini adalah minimal 1 m2 per penduduk RT, dengan luas minimal 250
m2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 300 m dari rumah-rumah
penduduk yang dilayani. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal
LAPORAN
AKHIR
IV - 6
seluas 70% - 80% dari luas taman. Pada taman ini selain ditanami dengan
berbagai tanaman, juga terdapat minimal 3 (tiga) pohon pelindung dari jenis
pohon kecil atau sedang.
d) Taman Rukun Warga (RW) adalah taman yang ditujukan untuk melayani
penduduk satu RW, khususnya kegiatan remaja, kegiatan olahraga masyarakat,
serta kegiatan masyarakat lainnya di lingkungan RW tersebut. Luas taman ini
minimal 0,5 m2 per penduduk RW, dengan luas minimal 1.250 m2. Lokasi taman
berada pada radius kurang dari 1000 m dari rumah-rumah penduduk yang
dilayaninya. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 70% 80% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai
tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada taman ini selain ditanami dengan
berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal 10 (sepuluh) pohon
pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.
e) RTH Taman Kelurahan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan
untuk melayani penduduk satu kelurahan. Luas taman ini minimal 0,30 m 2 per
penduduk kelurahan, dengan luas minimal taman 9.000 m2. Lokasi taman berada
pada wilayah kelurahan yang bersangkutan. Luas area yang ditanami tanaman
(ruang hijau) minimal seluas 80% - 90% dari luas taman, sisanya dapat berupa
pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada
taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga
terdapat minimal 25 (duapuluhlima) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau
sedang untuk jenis taman aktif dan minimal 50 (limapuluh) pohon pelindung dari
jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman pasif.
f) RTH kecamatan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk
melayani penduduk satu kecamatan. Luas taman ini minimal 0,2 m 2 per penduduk
kecamatan, dengan luas taman minimal 24.000 m 2. Lokasi taman berada pada
wilayah kecamatan yang bersangkutan. Luas area yang ditanami tanaman (ruang
hijau) minimal seluas 80% - 90% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran
yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada taman ini
selain ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal
50 (limapuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk taman
aktif dan minimal 100 (seratus) pohon tahunan dari jenis pohon kecil atau sedang
untuk jenis taman pasif.
g) Pemakaman Umum
Penyediaan ruang terbuka hijau pada areal pemakaman disamping memiliki fungsi
utama sebagai tempat penguburan jenasah juga memiliki fungsi ekologis yaitu
sebagai daerah resapan air, tempat pertumbuhan berbagai jenis vegetasi, pencipta
iklim mikro serta tempat hidup burung serta fungsi sosial masyarakat disekitar
seperti beristirahat dan sebagai sumber pendapatan.
Untuk penyediaan RTH pemakaman, maka ketentuan bentuk pemakaman adalah
sebagai berikut: ukuran makam 1 m x 2 m, jarak antar makam satu dengan
lainnya minimal 0,5 m. tiap makam tidak diperkenankan dilakukan
penembokan/perkerasan, pemakaman dibagi dalam beberapa blok, luas dan
jumlah masing-masing blok disesuaikan dengan kondisi pemakaman setempat,
batas antar blok pemakaman berupa pedestrian lebar 150-200 cm dengan deretan
pohon pelindung disalah satu sisinya, batas terluar pemakaman berupa pagar
tanaman atau kombinasi antara pagar buatan dengan pagar tanaman, atau dengan
pohon pelindung, ruang hijau pemakaman termasuk pemakaman tanpa perkerasan
minimal 70% dari total area pemakaman dengan tingkat liputan vegetasi 80% dari
luas ruang hijaunya.
LAPORAN
AKHIR
IV - 7
LAPORAN
AKHIR
IV - 8
2. RTH Private
a) RTH Pekarangan rumah.
Pekarangan adalah lahan di luar bangunan, yang berfungsi untuk berbagai
aktivitas. Luas pekarangan disesuaikan dengan ketentuan koefisien dasar
bangunan (KDB) di kawasan perkotaan, seperti tertuang di dalam PERDA mengenai
RTRW di masing-masing kota.
b) RTH Pekarangan Kantor
RTH halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha umumnya berupa jalur
trotoar dan area parkir terbuka
c) RTH Atap Bangunan
Pada kondisi luas lahan terbuka terbatas, maka untuk RTH dapat memanfaatkan
ruang terbuka non hijau, seperti atap gedung, teras rumah, teras-teras bangunan
bertingkat dan disamping bangunan, dan lain-lain dengan memakai media
tambahan, seperti pot dengan berbagai ukuran sesuai lahan yang tersedia.
AKHIR
IV - 9
LAPORAN
AKHIR
IV - 10
Tabel IV.3
Luas Rencana Penggunaan Ruang di Kota Palembang
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
POLA RUANG
Ruang Terbuka Hijau
kawasan Lindung Setempat
Perkantoran
Perdagangan dan Jasa
Pariwisata
Peruntukan Lain
Kolam Retensi
Industri
Agropolitan
Permukiman
Total
LUAS (HA)
3552
2601
159
2293
112
4550
63
1230
230
25271
40061
%
8.87
6.49
0.40
5.72
0.28
11.36
0.16
3.07
0.57
63.08
100.00
AKHIR
IV - 11
Kec. Ilir Barat II, yaitu Kel. 27 Ilir, 28 Ilir, 29 Ilir, 30 Ilir, 32 Ilir;
Kec. Gandus di Kel. 36 Ilir;
Kec. Ilir Timur I di Kel Sei Pangeran, 13 Ilir, 14 Ilir, 15 Ilir, 18 Ilir, 20 Ilir D1, 20 Ilir
DIII, 20 Ilir DIV;
4. Kec. Ilir Timur II di Kel. 5 Ilir, 9 Ilir, 10 Ilir, 11 Ilir, Kuto Batu;
5. Kec. Bukit Kecil di Kel. Talang Semut, 22 Ilir, 23 Ilir, 24 Ilir, 26 Ilir;
6. Kec. Kemuning di Kel. 20 Ilir DII, Sekip Jaya dan Pahlawan;
7. Kec. Seberang Ulu I, yaitu Kel. Tuan Kentang, 1 Ulu, 2 Ulu, 3-4 Ulu, 5 Ulu, 7 Ulu, 910 Ulu;
8. Kec. Seberang Ulu II di Kel. 11 Ulu, 12 Ulu, dan 13 Ulu;
9. Kec. Kertapati, yaitu di Kel. Kertapati;
10. Kec. Plaju, yaitu di Kel. Plaju Ilir dan Plaju Ulu; dan
11. Kec. Sako, yaitu di Kel. Sialang.
b. Perumahan Berkepadatan Sedang.
Kawasan perumahan berkepadatan sedang direncanakan untuk menampung penduduk
dengan tingkat kepadatan sedang (antara 150 s/d 200 jiwa/Ha). Kawasan perumahan
berkepadatan sedang ini diarahkan pada beberapa kawasan antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
Kec.
Kec.
Kec.
Kec.
Kec.
Kec. Gandus, yaitu Kel. Karang Anyar, Karang Jaya, Gandus dan Pulokerto;
Kec. Ilir Barat I yaitu Kel. Bukit Lama, Lorok Pakjo, 26 Ilir D1, Demang Lebar Daun;
Kec. Ilir Timur II yaitu Kel, Kepandean Baru, 16 Ilir, 17 Ilir, 8 Ilir, Duku, 19 Ilir;
Kec. Kemuning yaitu Kel. Pipa Reja;
Kec. Alang-Alang Lebar, meliputi Kel. Karya Baru, Talang Kelapa, Alang-Alang Lebar,
Bukit Baru, Siring Agung dan Srijaya;
Kec. Sukarami, meliputi Kel. Talang Betutu, Talang Jambe, Sukadadi, Sukajaya ,
Sukabangun, Sukarami dan Kebun Bunga;
Kec. Seberang Ulu I, meliputi Kel. 8 Ulu, 15 Ulu, Silaberanti;
LAPORAN
AKHIR
IV - 12
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Kec. Seberang Ulu II, yaitu Kel. 16 Ulu, Tangga Takat, Sentosa;
Kec. Kertapati, meliputi Kel. Karyajaya, Kemang Agung, Kemas Rindo, Ogan Baru
dan Keramasan;
Kec Plaju, meliputi Kel. Komperta, Talang Bubuk, dan Bagus Kuning, Plaju Darat;
Kec. Ilir Timur II, yaitu di Kel. 1 Ilir, 2 Ilir;
Kec. Kalidoni, yaitu di Kel. Kalidoni, Sungai Lais, Sungai Selayur, Bukit Sangkal dan
Sei Selincah;
Kec. Sako, meliputi Kel. Sukamaju, Sako, Sako Baru; dan
Kec. Sematang Borang yaitu di Kel. Suka Mulya, Lebong Gajah Srimulya, Karya
Mulya.
Sektor perdagangan dan jasa merupakan sektor kegiatan yang memberikan kontribusi
terbesar kedua (23,61%) terhadap PDRB setelah industri pengolahan dalam kurun waktu
2004-2008. Sektor ini juga mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Oleh karena itu
diperlukan ruang untuk mewadahi peningkatan kegiatan perdagangan dan jasa ini.
Kawasan perdagangan dan jasa merupakan kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan
perdagangan dan jasa. Fungsi utama dari kawasan perdagangan dan jasa ini adalah
untuk memfasilitasi kegiatan transaksi perdagangan dan jasa antar penduduk. Kriteria
teknis dan kesesuaian lahan bagi pengembangan kawasan ini antara lain:
a. Tidak terletak pada kawasan lindung atau kawasan rawan bencana.
b. Lokasi strategis dan mudah dijangkau.
c. Dilengkapi dengan fasilitas umum seperti parkir, kantor polisi, pemadam kebakaran,
tempat ibadah, air bersih, tempat sampah, dsb.
Kriteria perencanaan umum di kawasan perdagangan dan jasa ini antara lain:
a. Peletakan bangunan dan penyediaan sarana dan prasarana harus disesuaikan dengan
kebutuhan konsumen.
b. Jenis bangunan yang direkomendasikan diperbolehkan adalah:
1. Bangunan usaha perdagangan eceran, toko, warung, tempat perkulakan,
pertokoan.
2. Bangunan hotel, guest house dan penginapan lainnya.
3. Bangunan parkir
4. Bangunan tempat pertemuan, aula, tempat konferensi.
5. Bangunan tempat hiburan, bioskop, area bermain.
Arahan pemanfaatan ruang untuk kegiatan perdagangan dan jasa diarahkan pada upaya
penegasan, reformulasi dan pengendalian arahan RTRW sebelumnya berkaitan dengan
upaya pemisahan antara kegiatan perdagangan dan jasa yang memiliki skala pelayanan
interregional, regional dan kegiatan perdagangan yang memiliki jangkauan pelayanan
internal Kota Palembang dan pelayanan lokal.
LAPORAN
AKHIR
IV - 13
AKHIR
IV - 14
4.2.4
Kawasan Industri
Kawasan peruntukan industri adalah kawasan dengan fungsi utama untuk memfasilitasi
kegiatan industri agar tercipta aglomerasi industri di satu lokasi dengan biaya investasi
yang efisien, mendukung penciptaan lapangan kerja di sektor industri, meningkatkan
nilai tambah komoditas dan mempermudah koordinasi pengendalian dampak lingkungan
yang mungkin timbul.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian disebutkan bahwa kegiatan
industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Beberapa pertimbangan yang menjadi dasar arahan alokasi pemanfaatan ruang untuk
kegiatan industri, antara lain:
a. Minimalisasi akses jarak/biaya terhadap bahan baku dan pasar;
b. Ketersediaan sumber daya air;
c. Momentum permulaan (ketersediaan fasilitas pelayanan yang telah dirintis
sebelumnya;
d. Jaminan perlindungan (peraturan setempat, keamanan proses produksi);
e. Sarana dan prasarana pendukung kegiatan industri (perumahan, perdagangan,
sarana sosial dll); dan
f. Pertumbuhan kota dan sarana pergerakan (infrastruktur dan moda angkutan).
Didalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/2007 disebutkan bahwa
karakteristik dan kesesuaian lahan untuk kawasan peruntukan industri antara lain:
LAPORAN
AKHIR
IV - 15
a. Topografi datar dengan kemiringan lereng 0 25 % dan ketinggian tidak lebih dari
1000 mdpl.
b. Dekat dengan sumber air, drainase baik sampai sedang dan bebas genangan.
c. Berada pada arah angin yang minimal ke arah penduduk.
d. Lahan dapat menunjang konetruksi bangunan
e. Tidak terletak di daerah rawan bencana.
f. Area cukup luas (minimal 20 Ha).
Memperhatikan karakteristik wilayah dan prospek pengembangan industri di masa
mendatang, maka kawasan peruntukan industri di Kota Palembang diklasifikasikan
sebagai
a. Kawasan peruntukan industri besar;
b. Kawasan peruntukan industri menengah; dan
c. Kawasan peruntukan industri kecil dan mikro.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri, maka
Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola
oleh Perusahaan Kawasan Industri yang memiliki Izin Kawasan Industri. Hal pokok yang
perlu diperhatikan dengan adanya peraturan tersebut, bahwa perusahaan yang akan
menjalankan kegiatan industri wajib berlokasi di kawasan industri kecuali usaha kecil
dan menengah. Oleh karena itu Kota Palembang akan menyediakan ruang peruntukan
industri yang bisa dikelola sebagai kawasan industri antara lain:
a. Kawasan Industri Sungai Lais seluas 202 Hektar. Beberapa aspek pendukung
arahan pemanfaatan lahan untuk kegiatan industri polutif berat di bagian timur ini
antara lain kemudahan aksesibilitas perangkutan melalui transportasi pelabuhan di
tepi Sungai Musi (Sei Lais, Boom Baru). Selain itu, dapat memanfaatkan jaringan
jalan lingkar luar timur yang menghubungkan kawasan bagian utara dan kawasan
bagian selatan melalui lintas timur. Rencana jalur lingkar ini juga akan memberikan
aksesibilitas dari kawasan industri menuju Pelabuhan Tanjung Api-api melalui jalan
darat tanpa harus melintasi kawasan perkotaan.
b. Kawasan Industri Keramasan Karya Jaya seluas 495 Hektar. Kecamatan
Kertapati. Keberadaan industri ini diarahkan untuk memanfaatkan Stasiun Kertapati
dan Terminal Terpadu Karya Jaya. Pertimbangan ini dimaksudkan untuk memberikan
kemudahan pencapaian ke beberapa bagian kawasan, seperti Pasar Induk Jakabaring,
lokasi pemasaran di kawasan pusat kota, maupun ke arah utara melalui dua jalur
lingkar barat (inner dan outer ring road). Adanya rencana pengembangan pelabuhan
di Terminal Terpadu Karya Jaya, akan sangat mendukung pengangkutan bahan baku
ataupun produk ke luar wilayah Kota Palembang.
c. Kegiatan industri migas berupa kilang minyak Plaju di Kelurahan Komperta
Kecamatan Plaju merupakan kegiatan industri yang sudah lama beroperasi. Luas
pemanfaatannya sekitar 220 Ha. Sebagai kawasan industri yang telah berkembang
dalam rentang waktu yang cukup lama, maka bentuk-bentuk kegiatan pendukungnya
seperti perumahan karyawan, sarana perdagangan, fasilitas sosial dan sebagainya
relatif sudah terakomodasi di kawasan ini.
d. Kawasan industri pupuk PT. PUSRI seluas 234 ha.
Beberapa pertimbangan arahan pemanfaatan lahan untuk kegiatan industri sedang
tidak terlepas dari kondisi perkembangan yang sudah ada serta rencana pengembangan
pemanfaatan ruang, prasarana dan sarana, seperti :
a. Perkembangan kegiatan industri sedang (menengah) yang ada hingga saat ini,
b. Arahan pemanfaatan ruang RTRW Kota Palembang 1999 2009,
LAPORAN
AKHIR
IV - 16
c. Hasil studi identifikasi potensi rawa Kota Palembang, berkaitan dengan pemanfaatan
rawa reklamasi untuk kegiatan budidaya yang memberikan manfaat lebih secara
ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek daya dukung lahannya,
d. Rencana pengembangan jaringan jalan lingkar.
Dengan beberapa pertimbangan tersebut, maka kegiatan industri sedang diarahkan
di beberapa kawasan antara lain:
a. Kelurahan Sukajaya Kecamatan Sukarami seluas 82 hektar dengan pertimbangan
bahwa lokasi tersebut memiliki keuntungan lokasi yang memiliki akses terhadap
Bandara Sutan Badarauddin II dan rencana Pelabuhan Tanjung Api Api yang
memanfaatkan rencana jaringan jalan Lingkar Timur bagian utara;
b. Kawasan industri Kertapati seluas 188 hektar.
c. Kawasan industri makanan PT. Indofood di Kelurahan Sukarami;
d. Beberapa industri pengolahan di Kel. 35 Ilir, 32 Ilir, Gandus dan Kel. Keramasan.
Beberapa pertimbangan dalam arahan alokasi pemanfaatan lahan untuk kegiatan
industri kecil dan rumah tangga Kota Palembang, antara lain :
a. Minimalisasi biaya untuk pendistribusian (transport cost),
b. Kedekatan dengan lokasi bahan baku dan/atau lokasi pemasaran,
c. Keterkaitan dengan pasar.
d. Perlu kedekatan dengan simpul-simpul pergerakan.
Kegiatan industri rumah tangga yang sudah berkembang saat ini antara lain industri kain
songket Palembang, industri ukiran khas Palembang, industri makanan khas. Kawasan
sentra industri rumah tangga di Kota Palembang, antara lain:
a. industri kain songket di Kelurahan 32 Ilir dan kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat II
Palembang, masing-masing seluas 3 hektar;
b. industri kain di Kel. Tuan Kentang seluas 4,5 hektar;
c. industri ukiran khusus Palembang di Kel. 19 Ilir; dan
d. industri rumah tangga di kawasan perumahan yang tidak merubah fungsi sebagai
kawasan perumahan.
LAPORAN
AKHIR
IV - 17
museum, monumen, benteng pertahanan serta pentas seni budaya khas Palembang.
Selain itu terdapat pula bentuk wisata alam berupa hutan wisata.
Kawasan yang direncanakan sebagai kawasan pariwisata antara lain:
1. Kawasan Jembatan Ampera-Benteng Kuto Besak, kawasan ini terdapat beberapa
obyek wisata antara lain Jembatan Ampera, Benteng Kuto Besak, Monumen
Perjuangan Rakyat (Monpera), Museum Sultan Mahmud Badaruddin, Mesjid Agung
dan Pasar 16 Ilir.
2. Kawasan Pulau Kemaro, sebagai pusat wisata religius dan sejarah.
3. Kawasan Kampung Kapiten di Kelurahan 7 Ulu.
4. Kawasan Pulokerto, Kecamatan Gandus sebagai pusat wisata agro.
5. Kawasan Hutan wisata Punti Kayu.
6. Kawasan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (TPKS) di Kelurahan Karang Anyar.
7. Kawasan Pemakaman Kasultanan Palembang di Kelurahan 3 Ilir.
8. Kawasan Fantasi Island dan potensi kawasan pariwisata lainnya.
4.2.6 Kawasan Pertanian.
Merujuk pada Peraturan Menteri PU Nomor 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria
Teknis Kawasan Budidaya, kawasan pertanian terdiri dari kawasan pertanian pangan
lahan basah, kawasan pertanian pangan lahan kering, kawasan perkebunan, kawasan
peternakan, kawasan perikanan darat dan kawasan perikanan laut/payau. Fungsi utama
kawasan pertanian adalah menghasilkan bahan pangan (padi,palawija,tanaman keras,
ternak, ikan), sebagai daerah resapan air hujan dan penyerapan tenaga kerja.
Kriteria umum dan kaidah perencanaan pada kawasan pertanian antara lain:
a. Penggunan lahan untuk kegiatan pertanian tanaman harus memanfaatkan potensi
tanah yang sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi dan wajib memperhatikan
aspek kelestarian lingkungan hidup dan mencegah kerusakannya.
b. Kawasan pertanian lahan basah dengan irigasi teknis tidak boleh dialihfungsikan.
c. Kawasan pertanian lahan kering tidak produktif dapat dialihfungsikan dengan syarat
tertentu, yang diatur oleh pemerintah daerah setempat dan atau Departemen
Pertanian.
Mengacu pada aturan-aturan tersebut, maka rencana kawasan pertanian dalam arti luas
ditetapkan di Sub PPK Gandus, yaitu di Kel. Gandus dan Kel. Pulokerto dan ditetapkan
sebagai Kawasan Agropolitan dan Minapilitan. Khusus untuk Kawasan Minapolitan
Palembang telah
di tetapkan sebagai salah satu dari 223 kawasan minapolitan
berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no.39 tahun 2011 tentang
penetapan kawasan Minapolitan. Berdasarkan data dari UPTD balai benih ikan (BBI)
Gandus tahun 2009, BBI ini dapat memproduksi 235.692 ekor benih ikan yang terdiri
dari ikan Baung, ikan patin siam, lele dumbo dan Nila.
4.2.7
Alokasi pemanfaatan lahan dengan fungsi khusus ini terdiri dari beberapa bentuk dengan
lokasi yang tersebar pada beberapa bagian wilayah sesuai dengan fungsinya. Beberapa
obyek kawasan dengan fungsi khusus yang sudah ada dan direncanakan untuk
dikembangkan yaitu :
a. Kawasan Pelabuhan meliputi:
1. Pelabuhan Boom Baru di Kelurahan Lawang Kidul dan Kel. 3 Ilir dengan perkiraan
luas sekitar 22 hektar. Fungsi pelabuhan Boom Baru sementara ini masih melayani
perangkutan barang dan penumpang.
Namun direncanakan untuk dilakukan
pemisahan antara perangkutan penumpang dengan perangkutan barang;
LAPORAN
AKHIR
IV - 18
2. Pelabuhan Sei Lais di Kelurahan Sei Lais dengan luas sekitar 20 hektar;
3. Pelabuhan 35 Ilir di Kelurahan 35 Ilir.
Saat ini memiliki fungsi pelayanan
perangkutan barang dan penumpang. Namun sejalan dengan perencanaan fungsi
dan pemanfaatan pelabuhan Boom Baru, maka pada tahap selanjutnya pelabuhan
35 Ilir hanya melayani perangkutan penumpang, adapun perangkutan barang
secara bertahap akan dialokasikan ke Pelabuhan Boom Baru. Sesuai dengan
rencana pembangunan dan pengembangan pelabuhan perikanan di Indonesia,
tahun 2010-2030, Kementerian Kelautan Perikanan merencanakan pembangunan
PPI (pangkalan pendaratan ikan) di dua lokasi di Kota Palembang, yaitu di
Jakabaring dan gandus
b. Kawasan Terminal, meliputi:
1. Terminal terpadu Karya Jaya di Kelurahan Karya Jaya Kecamatan Kertapati.
Rencana pengembangan pelabuhan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari pengembangan terminal terpadu Karya Jaya, yang saat ini baru sampai
pembangunan terminal angkutan jalan raya (tipe A) yang merupakan outlet di
bagian selatan Kota. Pada kawasan ini dialokasikan pula ruang untuk kegiatan
pergudangan dan stasiun yang memiliki fungsi yang relatif identik dengan fungsi
terminal. Sarana perdagangan berupa ruko juga dikembangkan sebagai bagian
dari terminal angkutan jalan raya. Secara keseluruhan, pengembangan kawasan
terminal terpadu ini direncanakan seluas sekitar 72 hektar;
2. Terminal Alang-alang Lebar di Kelurahan Alang-alang Lebar Kecamatan Sukarami.
Terminal tipe A ini merupakan outlet perangkutan jalan di bagian Barat dari/ke
arah Sekayu/Jambi. Pada kawasan ini juga dikembangkan kegiatan perdagangan
berupa ruko. Luas kawasan pengembangan keseluruhan diperkirakan sekitar 5
hektar.
c. Kawasan Bandara, yaitu kawasan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II di
Kecamatan Sukarami.
d. Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Kota Palembang memiliki dua lokasi tempat
pembuangan akhir sampah, yaitu di Kel. Sukajaya Kecamatan Sukarami seluas 25
hektar dan di Kel. Karya Jaya Kecamatan Kertapati seluas 40 hektar.
e. Kawasan pendidikan di Bukit Besar (Politeknik UNSRI, SMAN 1, SMK 1), Jl. Ahmad
Yani (Bina Darma, Muhammadiyah, dll), Komplek IBA, dll.
f. Kawasan militer yang terdapat di Kota Palembang tersebar di berbagai
bagian wilayah kota, antara lain Komando Daerah militer (kodam) II / SWJ dan
Badan Pelaksana di Palembang di Kel. 20 Ilir DIII, Kec. Ilir Timur I, Komando Distrik
militer (Kodim) 0418/Palembang di Kel. Talang Semut, Kec. Bukit Kecil, Komando
Resort militer 044/ Garuda Dempo di kel. 20 Ilir D1, Kec. Ilir Timur I, Komando rayon
Militer (Koramil) yang tersebar di seluruh wilayah Kota Palembang, Yonif-200/raider
di Kel. Gandus, Kec. Gandus, Baterai arhanudri 41/BS di kel. Siring Agung Kec. Ilir
Barat I, Mapolda sumatera Selatan di kel. Pahlawan, Kec. Kemuning, Mapoltabes
Palembang di kel. Silaberanti, Kec. Sberang Ulu I, Polres yang tersebar di kecamatan
di wilayah Palembang, Lanal tipe C / Palembang di kecamatan Ilir Timur II, Lanud tipe
C / Palembang di kecamatan Sukarami, Kiser 51, dan Yonkav 5 /
dwipanggaseta/serbu di Kec. Seberang Ulu I.
g. kawasan TNI Angkatan Udara di Kel. Talang Betutu, Markas KODAM II Sriwijaya,
Markas KODIM 0418 Palembang dan TNI Angkatan Darat Raiders di Kel. Gandus.
h. Kawasan kesehatan, meliputi kawasan tempat bangunan fasilitas kesehatan berada
antara lain kawasan RSMH Muhamad Husein, RSUD BARI, RS Charitas, RS Siti
Khodijah, kawasan puskesmas dan lainnya.
LAPORAN
AKHIR
IV - 19
LAPORAN
AKHIR
IV - 20
Tipologi RTNH merupakan penjelasan mengenai tipe-tipe RTNH yang dapat dirumuskan
dari berbagai pendekatan pemahaman RTNH. Tipe-tipe RTNH yang dirumuskan berikut
ini dapat mewakili berbagai RTNH perkerasan (paved) yang ada.
RTNH berdasarkan struktur dan pola ruang Kota Palembang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Secara Hirarkis
Secara hirarkis merupakan pengelompokan RTNH Kota palembang berdasarkan
perannya pada suatu tingkatan administratif. Hal ini terkait dengan suatu struktur ruang
yang terkait dengan struktur pelayanan suatu wilayah berdasarkan pendekatan
administratif. RTNH secara hirarkis dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. RTNH skala Kota
2. RTNH skala Kecamatan
3. RTNH skala Kelurahan
4. RTNH skala Lingkungan RW
5. RTNH skala Lingkungan RT
b. Secara Fungsional
Secara fungsional merupakan pengelompokan RTNH Kota palembang berdasarkan
perannya sebagai penunjang dari suatu fungsi bangunan tertentu. Hal ini terkait dengan
suatu pola ruang yang terkait dengan penggunaan ruang yang secara detail
digambarkan dalam fungsi bangunan. RTNH secara fungsional dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
1. RTNH pada Lingkungan Bangunan Hunian
2. RTNH pada Lingkungan Bangunan Komersial
3. RTNH pada Lingkungan Bangunan Sosial Budaya
4. RTNH pada Lingkungan Bangunan Pendidikan
5. RTNH pada Lingkungan Bangunan Olahraga
6. RTNH pada Lingkungan Bangunan Kesehatan
7. RTNH pada Lingkungan Bangunan Transportasi
8. RTNH pada Lingkungan Bangunan Industri
9. RTNH pada Lingkungan Bangunan Instalasi
c. Secara Linier
Secara linier merupakan pengelompokan RTNH Kota palembang berdasarkan perannya
sebagai penunjang dari jaringan aksesibilitas suatu wilayah. RTNH yang diatur di sini
bukan merupakan jalan atau jalur pejalan kaki, tetapi berbagai bentuk RTNH yang
disediakan sebagai penunjang aksesibilitas pada jaringan jalan skala tertentu. RTNH
secara linier dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. RTNH pada Jalan Bebas Hambatan
2. RTNH pada Jalan Arteri
3. RTNH pada Jalan Kolektor
4. RTNH pada Jalan Lokal
5. RTNH pada Jalan Lingkungan
Berdasarkan kepemilikannya, RTNH Kota palembang dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. RTNH Publik yaitu RTNH yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah/PEMDA Kota
palembang.
b. RTNH Privat yaitu RTNH yang dimiliki dan dikelola oleh Swasta/Masyarakat.
Rencana RTNH di Kota Palembang berupa :
a. Plasa
Salah satu bentuk pengelolaan RTNH adalah melalui pembangunan Plasa, dimana Plasa
merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai suatu pelataran tempat
berkumpulnya massa (assembly point) dengan berbagai jenis kegiatan seperti
sosialisasi, duduk-duduk, aktivitas massa, dan lain-lain. Plaza di Kota Palembang antara
LAPORAN
AKHIR
IV - 21
lain Plaza Benteng Kuto Besak, Plaza Kambang Iwak, Plaza di tempat-tempat wisata
lainnya.
b. Parkir
Parkir merupakan suatu bentuk RTNH sebagai suatu pelataran dengan fungsi utama
meletakkan kendaraan bermotor seperti mobil atau motor, serta kendaraan lainnya
seperti sepeda. Lahan parkir dikenal sebagai salah satu bentuk RTNH yang memiliki
fungsi ekonomis. Hal ini dikarenakan manfaatnya yang secara langsung dapat
memberikan keuntungan ekonomis atau fungsinya dalam menunjang berbagai kegiatan
ekonomis yang berlangsung. Kedudukan lahan parkir menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari suatu sistem pergerakan suatu kawasan. Lahan parkir yang sudah ada
akan tetap dipertahankan dan akan disediakan lahan parkir di tempat-tempat yang
membutuhkan antara lain di pusat-pusat pebelanjaan.
c. Lapangan Olah Raga
Lapangan olah raga merupakan RTNH yang memiliki fungsi sebagai ruang terbuka,
tempat olah raga dan rekreasi. Beberapa lapangan olah raga dan stadion akan tetap
dipertahankan antara lain: Stadion Bumi Sriwijaya, Stadion Gelora Sriwijaya (Jakabaring
Sport City), Stadion Patrajaya, Stadion Kamboja, Lapangan Hatta, Lapangan tembak,
dan lain-lain.
d. Tempat Bermain dan Rekreasi
Tempat bermain dan rekreasi merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai
suatu pelataran dengan berbagai kelengkapan tertentu untuk mewadahi kegiatan utama
bermain atau rekreasi masyarakat.
e. Pembatas (Buffer)
Pembatas (buffer) merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai suatu jalur
dengan fungsi utama sebagai pembatas yang menegaskan peralihan antara suatu fungsi
dengan fungsi lainnya.
f. Koridor
Koridor merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai jalur dengan fungsi
utama sebagai sarana aksesibilitas pejalan kaki yang bukan merupakan trotoar (jalur
pejalan kaki yang berada di sisi jalan). Yaitu ruang terbuka non hijau yang terbentuk di
antara dua bangunan atau gedung, dimana dimanfaatkan sebagai ruang sirkulasi atau
aktivitas tertentu.
LAPORAN
AKHIR
IV - 22
Salah satu aspek yang turut membantu terciptanya wajah-jalan yang menarik di
lingkungan kota adalah adanya kegiatan pendukung (support activities), yaitu semua
fungsi informal yang membantu memperkuat kualitas ruang kota bagi kepentingan
umum. Termasuk di dalamnya para penjual makanan, penjaja dan kegiatan kaki-lima
lainnya yang terorganisir dengan baik. Sektor informal perlu disadari sebagai suatu
kenyataan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan kota di
Indonesia. Kegiatan pendukung memiliki potensi dalam melayani berbagai lapisan
masyarakat yang melaksanakan kegiatan sehari-hari mereka di pusat komersial kota.
Dengan memadukan aspek ini dalam konsep perancangan kota, kawasan komersial akan
memiliki citra sebagai lingkungan kota yang khas, hidup dan menarik, serta terorganisir
secara visual. Sasaran utama dari penataan kaki-lima dan sektor informal adalah untuk
mengupayakan integrasi dan interaksi sosial, serta penciptaan kualitas lingkungan yang
baik dan sehat. Pertimbangan-pertimbangan perancangan yang terkait di dalamnya
antara.lain, konseptualisasi kelompok (organisasi sosial), penyebaran lokasi, sanitasi dan
kinerja visual.
Pengertian arahan lokasi yaitu menentukan atau memilih tempat atau letak yang
dianggap sesuai bagi peruntukkannya (PKL). Adapun kata penataan memuat tindakan
campur tangan manusia lewat pengawasan dan penempatan sesuatu. Dalam proses
pemilihan lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) akan berpengaruh terhadap beberapa
kondisi. Kondisi yang akan terjadi antara lain adalah terhadap limitasi atau batasan
terhadap kondisi fisik alamiah seperti kelayakan suatu lokasi untuk dijadikan pusat
perdagangan PKL. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi
antara lain adalah :
a. Lokasinya Strategis, agar dapat memudahkan calon konsumen dalam menjangkau
lokasi PKL. Jarak yang dekat kepada calon konsumen dalam hal ini adalah
berhubungan dengan bagaimana para PKL menyediakan kebutuhan konsumen.
b.
c.
d.
e.
Secara Fungsional, kegiatan PKL tidak mengganggu fungsi ruang kota yang ada.
Secara Visual, kegiatan PKL berkesan harmonis dan estetis dan ramah lingkungan.
Secara Hukum, kegiatan PKL dapat terjamin kelangsungan usahanya.
Secara Hhierarki Pembangunan, lokasi PKL harus berhubungan dan tidak terpisah
sehingga dapat memberikan pelayanan kepada calon konsumen secara efektif dan
efisien.
f. Sewa Lahan, lokasi PKL harus murah secara ekonomis dengan harga minimal
(kepemilikan lahan harus diperhatikan), sehingga dalam penyewaan tempat PKL tidak
merasa keberatan dengan harga sewa yang ditetapkan oleh pemerintah.
Saat ini perkembangan PKL di Kota Palembang terkonsentrasi di pusat kota dengan
intensitas tertinggi pada kawasan sekitar Pasar 16 Ilir. Kondisi ini memerlukan
penanganan agar tidak memberikan dampak negatif. Perencanaan pada hakikatnya
merupakan usaha untuk menjawab perkembangan masyarakat yang menyangkut aspek
sosial, budaya, ekonomi dan politik. Dalam suatu proses pemilihan suatu kawasan
dibutuhkan suatu pemikiran yang terencana berupa perencanaan fisik yang terinci yang
dikaji dari berbagai aspek yang terkait baik itu pada aspek kependudukan, pola tata
guna lahan, aktivitas, dan lain sebagainya.
Dalam memilih suatu kriteria lokasi PKL banyak hal yang harus dipertimbangkan, karena
dalam memilih lokasi PKL tersebut menyangkut kepentingan banyak pihak diantaranya
para PKL, masyarakat dan pemerintah itu sendiri. Pedagang Kaki Lima sebagai objek
tentunya lebih berperan dalam memilih lokasi pemindahannya, di mana lokasi yang baru
harus lebih meningkatkan segi pendapatan mereka dibandingkan dengan tempat
sebelumnya. Masyarakat yang membutuhkan Pedagang Kaki Lima mengupayakan agar
lokasi baru PKL lebih mudah dijangkau. Pemerintah mengharapkan lokasi yang baru
dapat memberikan angin sejuk bagi Kota Palembang itu sendiri dengan terlihat agar
lebih teratur dalam berdagang, sehingga dapat memberikan suasana yang lebih
LAPORAN
AKHIR
IV - 23
nyaman, bersih dan rapi. Dengan kondisi seperti itu maka diperlukannya suatu kriteria
yang baik untuk memilih lokasi yang potensial bagi para Pedagang Kaki Lima.
Menurut Firdaus (1994:39) kriteria lokasi yang diperuntukkan bagi Pedagang Kaki
Lima (PKL) sebagai berikut :
a. Kebutuhan Ruang
Luas lokasi pemindahan harus dapat menampung para Pedagang Kaki Lima yang
tersebar di wilayah tersebut (kebutuhan ruang). Adanya berbagai tingkatan instruksional
serta beberapa kegiatan yang berlainan fungsi, pada pelaksanaannya menuntut tempat
yang diwujudkan dalam komponen ruang.
b. Lokasi Strategis
Lokasi biasanya terletak di pusat kota yang merupakan pusat keramaian. Lokasi tersebut
haruslah dekat dengan kegiatan sektor formal seperti pertokoan, pasar dan terminal.
Jangkauan pasar suatu aktivitas perdagangan adalah jarak yang dekat untuk
menempuhnya agar mendapatkan perdagangan yang bersangkutan;lebih jauh dari jarak
ini, akan mencari tempat lain yang lebih dekat untuk memenuhi kebutuhan yang sama.
c. Daya Dukung Lahan
Daya dukung lahan dimaksudkan untuk melihat kemampuan fisik dan lingkungan
perkotaan dalam mendukung pengembangan yang akan terjadi maupun yang ada pada
saat ini.
Menurut Djojodipuro (1992:30) kriteria lokasi yang diperuntukkan bagi Pedagang Kaki
Lima (PKL) sebagai berikut :
a. Akses Angkutan Kota
Memiliki akses angkutan kota yang tinggi dengan kata lain adanya trayek angkutan kota
yang melewati lokasi PKL tersebut dapat menjadi aspek pendukung, sehingga dapat
memudahkan masyarakat/calon konsumen dalam menjangkau lokasi PKL. Maka masalah
angkutan merupakan salah satu unsur terpenting dalam teori lokasi;bahkan dapat
dikatakan bahwa persoalan pokok dalam teori lokasi adalah bagaimana meminimumkan
biaya angkutan ini.
b. Kecenderungan Beraglomerasi
Karena adanya keuntungan dari terkumpulnya berbagai PKL mengakibatkan timbulnya
penghematan ekstern yang dalam hal ini merupakan penghematan aglomerasi.
Penghematan yang pertama yaitu diperoleh dari PKL yang sejenis atau PKL yang
mempunyai hubungan satu sama lain, kedua adalah penghematan yang diperoleh dari
PKL individual yang berlokasi strategis di daerah perkotaan. Akan tetapi penghematan
ekstern yang diperoleh dengan adanya PKl akan membawakan biaya sosial dalam hal ini
timbulnya pencemaran lingkungan (sampah) yang harus ditanggung oleh masyarakat
luas khususnya dan pemerintah kota pada umumnya.
c. Kebijaksanaan Pemerintah,
Pemerintah dalam memilih lokasi Pedagang Kaki Lima harus didukung oleh
kebijaksanaan pengaturan lingkungan, dalam hal ini konsep perencanaan kota yang
didasarkan atas pembagian daerah yang disebut zoning. Kebijaksanaan ini dapat
merupakan dorongan atau hambatan dan bahkan larangan untuk PKL yang berlokasi
ditempat tertentu (peruntukkan lokasi).
Keberadaan sektor informal sangat membantu dalam penyerapan tenaga kerja dan
mendorong pertumbuhan ekonomi, oleh karena itu sektor informal akan terus dibina dan
penempatannya perlu diatur. Adapun beberapa lokasi yang direkomendasikan sebagai
pusat-pusat kegiatan usaha sektor informal antara lain:
a. Pasar (Seluruh pasar tradisional Kota Palembang).
b. Terminal (Seluruh terminal di Kota Palembang).
c. Pertokoan (Pertokoan 16 Ilir, Palembang Square, PTC, pertokoan lainnya)
LAPORAN
AKHIR
IV - 24
d. Tempat Rekreasi (taman Kambang Iwak, plaza Benteng Kuto Besak, Hutan Kota Punti
Kayu, Plaza tepi Sungai Musi).
e. Ruang terbuka lainnya (Parkir Gelora Sriwijaya, stadion, lapangan olah raga lainnya).
Didalam menempatkan usaha sektor informal ini perlu dilakukan kebijakan dan strategi
khusus antara lain:
a. Prinsip dasar bahwa tidak semua ruang terbuka publik diperbolehkan untuk kegiatan
sektor informal. Pemerintah kota harus tegas menyatakan bahwa ruang terbuka di
satu lokasi diperbolehkan atau dilarang untuk kegiatan sektor informal.
b. Penyediaan ruang untuk sektor informal bisa diatas lahan milik publik ataupun dilahan
milik pribadi.
c. Kegiatan sektor informal di lahan publik harus dibatasi arealnya, jenis usahanya dan
waktu operasional usahanya.
d. Jenis bangunan harus diperjelas pengaturannya antara bangunan permanen dengan
non permanen.
e. Kegiatan sektor informal pada suatu kawasan tidak boleh menghilangkan fungsi
utama suatu kawasan, misalnya di taman rekreasi, maka kegiatan sektor informal
tidak boleh menutupi fungsi taman sebagai tempat rekreasi.
f. Penempatan usaha sektor informal di satu kawasan harus mendapatkan persetujuan
dari seluruh stakholders setempat.
AKHIR
IV - 25
AKHIR
IV - 26
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
LAPORAN
AKHIR
IV - 27
Sebaran sarana pendidikan menjadi salah satu faktor yang membangkitkan pergerakan,
yaitu dari kawasan permukiman menuju kawasan pendidikan (sekolah). Seiring dengan
semakin meningkatnya permasalahan kemacetan lalu lintas, maka beberapa kebijakan
yang dapat diberlakukan antara lain :
a. Memberlakukan secara konsisten konsep rayonisasi sekolah/pendidikan mulai jenjang
SD hingga SLTA/SMU. Siswa tidak diperkenankan untuk bersekolah di luar rayon yang
telah ditentukan sehingga pergerakan antar wilayah atau bagian kota menjadi
berkurang/minimal.
b. Kualitas sekolah disamakan mutunya (kualitas guru dan sarana prasarana) sehingga
akan menghasilkan anak didik yang berkualitas tinggi dimanapun lokasi sekolahnya.
c. Peningkatan kualitas guru sebagai program strategis yang dilaksanakan secara
berkelanjutan.
Sebaran kawasan peruntukan pendidikan di Kota Palembang meliputi kawasan tempat
keberadaan fasilitas pendidikan antara lain kawasan Bukit Besar, kawasan Jalan Jenderal
Ahmad Yani, kawasan IBA dan kawasan pendidikan lainnya.
LAPORAN
AKHIR
IV - 28
Tabel IV.4
Jumlah Eksisting, seharusnya dan kekurangan sarana pendidikan Tahun 2008.
`
Kecamatan
Seharusnya 2008
Kekurangan
TK
SD/MI
SMP/MTS
SMA/SMK/MA
TK
SD/MI
SMP/MTS
SMA/SMK/MA
TK
SD/MI
SMP/MTS
SMA/SMK/MA
10
20
10
54
42
14
14
44
22
21
10
42
33
11
11
38
12
18
53
19
11
126
99
33
33
108
46
14
22
41
13
66
52
17
17
60
11
10
Ilir Barat II
Gandus
Seberang Ulu I
Kertapati
Seberang Ulu II
16
26
13
16
74
57
19
19
58
31
Plaju
10
35
17
15
68
53
18
18
58
18
Ilir Barat I
27
36
20
20
95
74
25
25
68
38
Bukit Kecil
15
40
31
10
10
32
16
Ilir Timur I
23
23
15
14
67
52
17
17
44
29
10 Kemuning
14
35
14
22
71
55
18
18
57
20
-4
11 Ilir Timur II
25
48
27
24
136
106
35
35
111
58
11
12 Kalidoni
17
35
19
15
76
59
20
20
59
24
13 Sako
29
17
11
58
45
15
15
29
28
20
16
14
11
15 Sukarami
33
24
14
20
84
65
22
22
51
41
16 Alang-Alang Lebar
11
13
58
45
15
15
47
32
15
257
447
218
1134
886
295
295
877
439
77
107
14 Sematang Borang
Jumlah
188
LAPORAN
AKHIR
IV - 29
Tabel IV.5
Rencana Kebutuhan Fasilitas Taman Kanak-Kanak
2008
No
Kecamatan
Kebutuhan 2010
Unit
Tambah
Unit
Tambah
Unit
10
55
2.75
45
68
3.41
58
84
4.18
74
44
2.20
40
53
2.64
49
63
3.16
59
18
131
6.55
113
163
8.15
145
202
10.09
184
69
3.45
63
85
4.23
79
104
5.19
98
16
77
3.85
61
95
4.76
79
118
5.91
102
10
71
3.55
61
89
4.44
79
110
5.52
100
27
99
4.95
72
124
6.19
97
155
7.73
128
Bukit Kecil
41
2.05
33
49
2.46
41
59
2.94
51
Ilir Timur I
23
70
3.50
47
86
4.29
63
106
5.28
83
10 Kemuning
14
73
3.65
59
90
4.49
76
110
5.49
96
11 Ilir Timur II
25
141
7.05
116
172
8.61
147
210
10.48
185
12 Kalidoni
17
79
3.95
62
96
4.78
79
116
5.79
99
13 Sako
29
60
3.00
31
70
3.51
41
82
4.12
53
87
4.35
81
105
5.24
99
126
6.31
120
33
21
1.05
72
3.61
39
87
4.34
54
Ilir Barat II
Gandus
Seberang Ulu I
Kertapati
Seberang Ulu II
Plaju
Ilir Barat I
8
9
14 Sematang Borang
15 Sukarami
16 Alang-Alang Lebar
11
60
257
1178
3.00
49
72
58.90
933
1488
Lahan (Ha)
Kebutuhan 2030
Unit
Lahan (Ha)
Kebutuhan 2020
3.61
74.41
61
87
1231
1817
Lahan (Ha)
4.34
90.87
Tambah
76
1560
LAPORAN
AKHIR
IV - 30
Tabel IV.6
Rencana Kebutuhan Sarana Sekolah Dasar (SD).
2008
No
Kecamatan
Kebutuhan 2010
Unit
Unit
Lahan (Ha)
Kebutuhan 2020
Tambah
Unit
Lahan (Ha)
Kebutuhan 2030
Tambah
Unit
Lahan (Ha)
Tambah
Ilir Barat II
20
43
8.6
23
53
10.6
33
65
13.05
45
Gandus
21
34
6.8
13
41
8.2
20
49
9.89
28
Seberang Ulu I
53
103
20.6
50
127
25.4
74
158
31.52
105
Kertapati
41
54
10.8
13
66
13.2
25
81
16.22
40
Seberang Ulu II
26
60
12
34
74
14.8
48
92
18.47
66
Plaju
35
56
11.2
21
69
13.8
34
86
17.24
51
Ilir Barat I
36
77
15.4
41
96
19.2
60
121
24.15
85
Bukit Kecil
15
32
6.4
17
38
7.6
23
46
9.19
31
Ilir Timur I
23
54
10.8
31
67
13.4
44
83
16.51
60
10 Kemuning
35
57
11.4
22
70
14
35
86
17.14
51
11 Ilir Timur II
48
111
22.2
63
134
26.8
86
164
32.75
116
12 Kalidoni
35
62
12.4
27
74
14.8
39
90
18.08
55
13 Sako
17
48
9.6
31
55
11
38
64
12.89
47
67
13.4
62
82
16.4
77
99
19.72
94
15 Sukarami
24
16
3.2
19
3.8
68
13.58
44
16 Alang-Alang Lebar
13
47
9.4
34
56
11.2
43
68
13.58
55
447
921
184.2
482
1121
224.2
679
1420
283.97
973
14 Sematang Borang
LAPORAN
AKHIR
IV - 31
Gambar IV.7
Rencana Kebutuhan Sarana SLTP
No
Kecamatan
2008
Kebutuhan 2010
Unit
Unit
Lahan (Ha)
Kebutuhan 2020
Tambah
Unit
Lahan (Ha)
Kebutuhan 2030
Tambah
Unit
Lahan (Ha)
Tambah
Ilir Barat II
10
15
13.07
18
16.00
22
19.58
12
Gandus
10
11
10.30
14
12.36
16
14.83
Seberang Ulu I
19
34
30.90
15
42
38.22
23
53
47.28
34
Kertapati
13
18
16.12
22
19.81
27
24.34
14
Seberang Ulu II
13
20
18.00
25
22.33
12
31
27.70
18
Plaju
17
19
16.74
23
20.81
29
25.86
12
Ilir Barat I
20
26
23.26
32
29.03
12
40
36.22
20
Bukit Kecil
11
9.62
13
11.52
15
13.78
Ilir Timur I
15
18
16.31
22
20.09
28
24.76
13
10
Kemuning
14
19
17.24
23
21.05
29
25.72
15
11
Ilir Timur II
27
37
33.19
10
45
40.38
18
55
49.12
28
12
Kalidoni
19
21
18.47
25
22.38
30
27.12
11
13
Sako
11
16
14.02
18
16.46
21
19.33
10
14
Sematang Borang
23
20.38
22
27
24.55
26
33
29.57
32
15
Sukarami
14
16
14.03
19
16.90
23
20.36
16
Alang-Alang Lebar
16
14.03
19
16.90
12
23
20.36
16
218
317
285.67
99
388
348.79
170
473
425.96
255
LAPORAN
AKHIR
IV - 32
Tabel IV.8
Rencana Kebutuhan SLTA (SMU, SMK, MA)
No
Kecamatan
2008
Kebutuhan 2010
Unit
Unit
Lahan (Ha)
Kebutuhan 2020
Tambah
Unit
Lahan (Ha)
Kebutuhan 2030
Tambah
Unit
Lahan (Ha)
Tambah
Ilir Barat II
15
18.16
10
18
22.22
13
22
27.19
17
Gandus
11
14.31
14
17.17
16
20.60
10
Seberang Ulu I
11
34
42.92
23
42
53.09
31
53
65.67
42
Kertapati
18
22.39
11
22
27.51
15
27
33.80
20
Seberang Ulu II
16
20
25.00
25
31.01
31
38.48
15
Plaju
15
19
23.25
23
28.90
29
35.92
14
Ilir Barat I
20
26
32.30
32
40.31
12
40
50.31
20
Bukit Kecil
11
13.37
13
15.99
15
19.14
10
Ilir Timur I
14
18
22.65
22
27.91
28
34.39
14
10
Kemuning
22
19
23.94
23
29.24
29
35.72
11
Ilir Timur II
24
37
46.09
13
45
56.08
21
55
68.22
31
12
Kalidoni
15
21
25.65
25
31.09
10
30
37.67
15
13
Sako
16
19.47
18
22.86
10
21
26.85
13
14
Sematang Borang
23
28.30
23
27
34.09
27
33
41.07
33
15
Sukarami
20
16
19.49
19
23.48
23
28.28
16
Alang-Alang Lebar
16
19.49
16
19
23.48
19
23
28.28
23
317
396.77
137
388
484.43
201
473
591.61
285
188
LAPORAN
AKHIR
IV - 33
LAPORAN
AKHIR
IV - 34
Tabel IV.9
Kondisi Sarana Kesahatan Tahun 2008.
No
E ks is ting 2008
Kecamatan
K ekurangan (K elebihan)
RS
Puskesmas
Pustu
Klinik Bersalin
RS
Puskesmas
Pustu
Klinik Bersalin
RS
Puskesmas
Pustu
Klinik Bersalin
Ilir Barat II
-2
Gandus
-3
Seberang Ulu I
-2
-2
Kertapati
-5
Seberang Ulu II
Plaju
-2
Ilir Barat I
-2
-3
Bukit Kecil
-2
-1
-1
-1
Ilir Timur I
-3
10
Kemuning
-2
11
Ilir Timur II
-2
12
Kalidoni
-1
-2
13
Sako
-1
-3
14
Sematang Borang
-1
15
Sukarami
-1
-3
16
Alang-Alang Lebar
-2
Jumlah
22
38
70
37
12
47
47
47
-10
-23
10
LAPORAN
AKHIR
IV - 35
Tabel IV.10
Rencana Kebutuhan Sarana Kesehatan
No
Kecamatan
Puskesmas
Pustu
Klinik Bersalin
R
S
Puskesmas
Pustu
Klinik Bersalin
R
S
Puskesmas
Pustu
Klinik Bersalin
Ilir Barat II
2
3
Gandus
Seberang Ulu I
0
1
2
5
2
5
2
5
1
2
2
7
2
7
2
7
1
2
3
8
3
8
3
8
Kertapati
Seberang Ulu II
Plaju
Ilir Barat I
Bukit Kecil
Ilir Timur I
10
Kemuning
11
Ilir Timur II
12
Kalidoni
13
Sako
14
Sematang Borang
15
Sukarami
16
Alang-Alang Lebar
Jumlah
12
49
49
49
15
60
60
60
18
73
73
73
LAPORAN
AKHIR
IV - 36
4.3.3
Sarana Perdagangan.
LAPORAN
AKHIR
IV - 37
Tabel IV.11
Rencana Kebutuhan Pasar di Kota Palembang Tahun 2010-2030
2008
No
Kecamatan
Kebutuhan 2010
Unit
Unit
Lahan (Ha)
Kebutuhan 2020
Tambah
Unit
Lahan (Ha)
Kebutuhan 2030
Tambah
Unit
Lahan (Ha)
Tambah
Ilir Barat II
2.32
2.99
3.65
Gandus
1.83
2.31
2.77
Seberang Ulu I
5.49
7.14
8.83
Kertapati
2.87
3.70
4.54
Seberang Ulu II
3.20
4.17
5.17
Plaju
2.98
3.88
4.83
Ilir Barat I
4.13
5.42
6.76
Bukit Kecil
1.71
-1
2.15
-1
2.57
-1
Ilir Timur I
2.90
3.75
4.62
10 Kemuning
3.06
3.93
4.80
11 Ilir Timur II
5.90
7.54
9.17
12 Kalidoni
3.28
4.18
5.06
13 Sako
2.49
3.07
3.61
14 Sematang Borang
0.87
1.07
1.25
15 Sukarami
3.62
4.58
5.52
16 Alang-Alang Lebar
2.49
3.16
3.80
21
49
49.16
24
60
63.02
35
73
76.96
52
LAPORAN
AKHIR
IV - 38
LAPORAN
AKHIR
IV - 39
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
KOTA PALEMBANG
5.1 Kriteria Kawasan Strategis
Kawasan strategis merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan yang
berpengaruh besar terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan yang
dilakukan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi dan/atau mengoordinasikan
keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan yang bersangkutan dalam
mendukung penataan ruang wilayah, yakni:
a.
b.
Kriteria kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya meliputi:
1. Merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya;
2. Merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya;
3. Merupakan aset yang harus dilindungi dan dilestarikan;
4. Merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya;
5. Memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau
6. Memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial;
7. Merupakan hasil karya cipta budaya masyarakat kota yang dapat menunjukkan
jatidiri maupun penanda (vocal point, landmark) budaya kota;
8. Kriteria lainnya yang dikembangkan sesuai dengan kepentingan pembangunan
kota.
KSK aspek sosial budaya ini dapat berupa kawasan pusat perkantoran
pemerintahan, kawasan pusat keagamaan, kawasan pusat pendidikan, kawasan
wisata budaya, kawasan wisata buatan unggulan kota, dan kawasan olah raga,
kawasan cagar budaya, dan kawasan sosial budaya strategis kota lainnya.
c.
LAPORAN
AKHIR
V-1
Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup meliputi:
1. Merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati;
2. Merupakan kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora
dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus
dilindungi dan/atau dilestarikan;
3. Memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun
berpeluang menimbulkan kerugian;
4. Memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;
5. Menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup;
6. Merupakan kawasan rawan bencana alam; atau
7. Merupakan kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan
mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan;
8. Dan kriteria lainnya yang dikembangkan sesuai dengan kepentingan penataan
ruang kota.
KSK pada aspek lingkungan ini dapat berupa Hutan Kota, Kawasan Mata Air dan
Sempadannya, Taman Hutan Raya yang berada di kota, dan kawasan lindung
lainnya yang memiliki nilai strategis kota.
e.
Kawasan strategis lainnya yang ditetapkan oleh kota sesuai dengan kepentingan
pembangunan keruangan kota.
Penetapan kawasan strategis ini harus didukung oleh kepentingan tertentu dengan
pertimbangan aspek-aspek strategis, kebutuhan pengembangan tertentu, serta
kesepakatan dan kebijakan yang ditetapkan di atasnya.
5.2 Penetapan Kawasan Strategis Kota Palembang.
5.2.1
Ide dasar Penataan Kawasan Tepian Sungai Musi dilakukan dengan mempertimbangkan
potensi-potensi pengembangan yang dimiliki oleh kawasan sepanjang tepian sungai, dan
memperhatikan pula kendala-kendala yang ada.
a. Potensi Pengembangan
Lokasi strategis di pusat kegiatan kota (CBD). hamparan tepian sungai yang luas, sangat
ideal untuk penyelenggaraan acara (event-event) nasional maupun olah raga.
Daerah daratan dengan segala aktivitasnya (wilayah kota) yang luas dan melingkupi
badan air, sehingga dalam skala ruang wilayah (spatial) :
1. Memiliki kedekatan (akses) dengan kawasan permukiman,
2. Memiliki kedekatan (akses) dengan sistem transportasi kota (darat),
3. Memiliki hamparan lahan belum terbangun yang cukup luas di bagian pinggir kota,
4. Memiliki kedekatan (akses) langsung dengan obyek-obyek wisata (benteng kuto
besak, pulo kemaro, pulo kerto, dan lain sebagainya).
5. Mengandung nilai sejarah dan budaya yang tinggi karena hampir semua peninggalan
bersejarah Kota Palembang terletak di tepian Sungai Musi.
LAPORAN
AKHIR
V-2
b. Kendala Pengembangan
Upaya-upaya pengembangan tepian sungai Musi ini mendapati beberapa kendala antara
lain:
1. Terdapatnya konflik penggunaan lahan antara kepentingan industri, hunian,
perdagangan, dan pengembangan ruang terbuka hijau kota.
2. Terdapatnya kegiatan-kegiatan aktif di sepanjang tepian sungai dimana Pemda
masih terikat pada komitmen perijinannya (SITU, 1MB, HGB, HPL, dsb).
3. Kondisi Fisik Lahan yang kurang menguntungkan dari segi pertimbangan struktur /
konstruksi bangunan.
4. Kurangnya akses dari sistem jaringan pergerakan (jalan) yang ada terhadap
pencapaian ke tepian sungai.
c. Usulan Rencana Penataan Tepian Sungai Musi
Pengembangan
aktifitas
kota
di
sepanjang
tepian
sungai
dalam
konsep
waterfront/riverside harus diekspose semaksimal mungkin untuk kepentingan publik
melalui :
1. pengembangan node-node kegiatan pada beberapa lokasi strategis yang
berseberangan,
2. pembentukan pola-pola poros jalan yang mengarah ke sungai sehingga membentuk
bukaan 'view' ke air, sekaligus mengantisipasi peningkatan aksesibilitas kedua sisi
berseberangan melalui angkutan air,
3. pengembangan 'promenade', berupa pedestrian/jalan di tepian sungai,
4. pengembangan ruang-ruang terbuka kota (public open space) di sepanjang tepian
sungai.
Usulan Penataan Kawasan Tepian Sungai Musi, dilakukan melalui penataan-penataan
sebagai berikut :
1. Badan Air sebagai ruang terbuka utama pembentuk struktur Tata Ruang Kota.
Pada wilayah tepian sungai yang melingkupi badan air Sungai Musi perlu
dikembangkan simpul-simpul (node) kegiatan sehingga merupakan gerbang koridor
sungai sekaligus pembentuk ruang-ruang terbuka utama dari struktur tata ruang
kota. Tujuan pembentukan node-node sebagai gerbang pembentuk ruang ini adalah
untuk mengurangi sifat monotonitas dari koridor sungai.
2. Pengembangan "stripe" (pita) antar node sebagai pembentuk karakter koridor sungai.
Sepanjang tepian karakter dari koridor sungai dibentuk melalui pengembangan zona
kawasan tepi sungai yang memanjang (stripe development). Karakter-karakter yang
diciptakan dibentuk berdasarkan pada pola pertumbuhan yang konsentrik dari
kegiatan perkotaan, yaitu:
a) Zona pusat kota : perdagangan, bisnis, entertainment, dan budaya (cultural).
b) Zona Transisi
: bekeria, hunian, marina, rekreasi/wisata air, sarana
pelayanan lingkungan.
c) Zona Buffer
: Konservasi dan preservasi (karakter alami).
3. Pengisian kegiatan di dalam Node membentuk rangkaian kegiatan wisata di koridor
sungai. Usulan Penataan kawasan tepi sungai yang berbatasan dengan
industri/pergudangan :
a) Pengembangan jaringan jalan baru di tepi sungai, jalan aspal bila dimungkinkan,
atau pedestrian (kayu),
b) Pengembangan taman sebagai ruang terbuka kota (public area)
c) Fungsi dermaga sebagai "Focus",
d) Penambahan fungsi-fungsi komersial sebagai kegiatan pendukung node.
e) Usulan Penataan kawasan tepi sungai yang berbatasan dengan permukiman :
f) Pengembangan jalan baru (pedestrian) di tepi sungai,
g) Pengembangan taman-taman sebagai ruang terbuka hijau kota,
h) Pengaturan dan penataan permukiman,
LAPORAN
AKHIR
V-3
i)
j)
k)
l)
m)
2
3
6
Lokasi Node
Kegiatan Pengisi
Wisata sejarah
Kegiatan Perlombaan, event-event Nasional, Taman Kota.
Kegiatan Pelabuhan
Wisata sejarah
Taman Kota
5.2.2.
Gambar 5.1
Rencana Pengembangan Kawasan Jakabaring
LAPORAN
AKHIR
V-4
a. Potensi Pengembangan.
Kawasan ini diproyeksikan sebagai kawasan pengembangan baru yang akan mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut dan kawasan sekitarnya. Faktor
pendukung perkembangan tersebut antara lain:
1. Dekat dengan pusat kota
2. Terdapat perumahan dan permukiman skala besar yaitu Perumahan Taman Ogan
Permai dan Ogan Permata Indah.
3. Telah tumbuh kegiatan perkantoran terutama perkantoran pemerintahan antara lain
kantor DPRD Kota Palembang, Kantor KPUD Sumatera Selatan, Kantor Imigrasi,
Kantor Kejaksaan Negeri, Sriwijaya Promotion Centre, Gedung Dekranasda.
4. Lahan relatif masih cukup luas.
5. Prasarana dan sarana perkotaan yang sudah lengkap.
6. Terdapat pusat kegiatan olah raga dengan adanya stadion bertaraf Internasional
yaitu Stadion Jakabaring.
7. Terdapat Pasar Induk Jakabaring.
b. Rencana Pengembangan
Fasilitas Penunjang lain yang bakal dimiliki:
1. Exhibition Hall (WTC Palembang)
2. Fly over simpang Jakabaring
3. Komplek perkantoran pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
4. Lapangan Golf
5. International Hospital
6. Kantor Pusat Bank Sumsel Babel.
Gambar 5. 2
Kawasan Jakabaring (Kawasan Strategis Pertumbuhan Ekonomi)
LAPORAN
AKHIR
V-5
5.2.3 Kawasan
ekonomi)
Agropolitan
Gandus
(Kawasan
Strategis
Pertumbuhan
Pertanian dari dulu hingga sekarang masih tetap menjadi menjadi sektor primadona bagi
mayoritas rakyat Indonesia. Suatu hal yang wajar, mengingat secara geografis negara
kita di lingkungi oleh daerah hutan dan perairan dengan iklim dan curah hujan yang
hampir merata setiap tahunnya.
Namun sejauh ini, sektor pertanian hanya sebatas menjadi lahan untuk bertahan hidup.
Padahal bila diterapkan dengan konsep yang terencana, terpadu, serta menyeluruh,
kawasan pertanian merupakan investasi bisnis yang menjanjikan. Konsep pembangunan
pertanian terpadu inilah yang sekarang digerakkan oleh Pemerintah Kota Palembang
dengan mengembangkan kawasan Pulokerto, di Kecamatan Gandus Palembang, melalui
program pembangunan pertanian terpadu berkonsep agropolitan.
Agropolitan merupakan kota berbasis pertanian yang tumbuh dan berkembang seiring
jalannya sistem pengelolaan usaha agribisnis, sekaligus mampu melayani, mendorong,
menarik, serta mengelola pembangunan pertanian (agribisnis) di sekitarnya.
Dipilihnya gandus dengan Pulokerto sebagai kawasan sentral pertanian terpadu bukan
tanpa alasan. Pulokerto, daerah yang terletak di bagian barat Kota Palembang dan
berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim, Ogan Ilir serta Banyuasin ini memiliki
potensi yang besar. Kawasan Agropolitan Gandus adalah kawasan pertanian dengan
dukungan sarana dan prasarana perkotaan di wilayah Kecamatan Gandus Kota
Palembang.
Gambar 5.3
Kawasan Agropolitan Gandus
Kawasan ini berada pada wilayah Pulokerto dengan pertimbangan orientasi masyarakat
yang selama ini ke daratan harus diubah tidak hanya fokus pada pertanian tetapi juga
aspek kecintaan terhadap lingkungan. Terutama kawasan kelautan, Sungai dan danau
sehingga masyarakat tidak hanya menjaga sungai tetapi juga memelihara keberadaan
airnya sebagai sumber kehidupan. Salah satu program yang telah dilakukan adalah
memberikan 30.000 beni ikan yang dilepaskan di kawasan perairan di pesisir kota
Palembang. Selain itu, juga diserahkan bantuan 15 ton benih padi dan tanaman obat
keluarga.
LAPORAN
AKHIR
V-6
Gambar 5.4
Kolam Ikan (Keramba Terapung)
Luas kawasan Pulokerto ini sekitar 100 hektar lebih, akan dikembangkan menjadi daerah
agropolitan dan agrowisata berupa persawahan, kolam ikan (keramba terapung) kebun
buah serta wisata Sungai. Saat ini di Pulokerto telah di buka 900 hektar daerah
persawahan dan bila di kembangkan pertanian terpadu (mixfarming) diharapkan akan
menarik investor dari luar daerah. Pemerintah juga tengah mengembangkan kelompokkelompok tani guna menunjang penerapan konsep agriopolitan ini. Untuk pendanaan,
saat ini diperoleh dari swadaya masyarakat sendiri, koperasi, serta dibantu dinas-dinas
terkait.
Pengembangan dilakukan dengan menambah tujuh zona untuk pengembangan kawasan
agropolitan di Kelurahan Pulokerto, Kecamatan Gandus Palembang. Ketujuh zona itu
zona wisata sungai, zona konservasi, zona pariwisata, zona fauna, zona minapolitan,
zona entrance dan zona flora. Lahan yang disediakan untuk tujuh zona itu seluas 112
hektare.
Pulokerto akan dijadikan kawasan bisnis pariwisata (agro ecotourism), kawasan rekreasi
(recreation area) dan kawasan pendidikan (education area). Tidak ada kawasan industri
di sana. di kawasan Pulokerto itu juga akan dilengkapi dengan berbagai laboratorium,
seperti laboratorium bio teknologi, laboratorium biotik, laboratorium perikanan, dan
laboratorium peternakan untuk keperluan riset dan pengembangan. Di sana juga akan
ada area rekreasi taman kupu-kupu dan taman tanaman dari berbagai daerah di Sumsel.
Dengan konsep yang terintegrasi ini, diharapkan masyarakat di bagian Ulu beserta
segenap potensi di kawasannya dapat diberdayakan, termasuk potensi ekonominya,
sehingga multi player effect (pengaruh dari suatu kebijakan yang terintegrasi-red) dapat
terjaga.
Dalam pengembangan kawasan agropolitan ini akan didukung dengan Master Plan
Pulokerto yang akan mengatur tentang :
a. Zona Minapolitan
Merupakan zona dengan tematik sebagai zona pendidikan dan pameran minapolitan. Di
mana wisatawan dapat melibatkan diri dalam penelitian dan pengamatan terhadap
proses budidaya flora dan fauna yang ada di Pulokerto. Rencana fasiltas utama: Gedung
Minapolitan Center, terdiri dari (pusat informasi minapolitan dan investasi, agropolitan
gandu, mini theater, mini library, indoor plantion dan fishery); Aquarium bawah air;
Bangunan Penelitian dan Pelatihan (benih, pupuk dan keperluan minapolitan).
b. Zona Flora
Merupakan zona dengan tematik sebagai zona budidaya flora yang didominasi oleh
sawah, perkebunan dan pengelolaanya. Di mana wisatawan dapat berinteraksi sebagai
petani ataupun pekerja perkebunan. Rencana fasilitas utama: Sawah,gedung pameran
LAPORAN
AKHIR
V-7
anggrek, perkebunan, apotik hidup, resort tradisional atau desa wisata dan pengelohan
dan industri.
c. Zona Fauna
Dengan tematik sebagai zona budi daya fauna yang didominasi oleh tambak,
perternakan dan pengelolaannya, dimana wisatawan dapat berinterkasi sebagai peternak
dan nelayaN. Rencana fasilitas utama: Budidaya ikan (Keramba ikan, tambak ikan,
kolam pancing), Perternakan (sapi, kambing, domba, kuda dan unggas), Penangkaran
(buaya dan burung bekantan), desa wisata, dan padang rumput.
d. Zona Konservasi
Dengan tematik sebagai zona pendidikan dan konservasi alam. Di mana wisatawan
dapat melibatkan diri dalam pengamatan terhadap jenisjenis flora dan fauna
Palembang yang dilindungi maupun yang memiliki ciri khas. Wisatawan dapat melakukan
pengamatan 24 jam dengan cara menginap di area camping ground yang disediakan
oleh pengelola. Rencana fasiltas utama: Konservasi pohon (kelapa, cemara, rumbia)
hewan (kera, burung punai, burung kuntul, kupu-kupu), koleksi tanaman langka untuk
dikembangkan sebagai useum tanaman langka.
e. Zona wisata dan budaya
Merupakan zona tematik sebagai zona wisata dengan variasi yang beragam, mulai
wisata alam hingga wisata buatan, seperti wisata air (water boom dan water park)
hingga permainan anak-anak modern. Rencana fasiltas utama: Permainan anak, (kolam
keceh, children playground, taman lalulintas), piknik area, wisata olahraga air (Water
boom,water park, kolam renang), permainan anak modern, jet coaster, bombom car,
komedi putar, sky tower, dan museum kupu-kupu.
f. Zona Wisata Sungai
Dengan tematik sebagai zona wisata sungai dengan variasi yang beragam, mulai
pembudidayaan ikan air sungai dalam kerambah hingga sky air dan lomba perahu naga.
Kawasan ini dinyatakan tertutup terhadap lalu lintas air Sungai Musi. Rencana fasiltas
utama: Dermaga akses air internal ke Pulokerto, dermaga rekreasi air, (jet sky),
kerambah ikan sungai dan cable car, dan menara pandangan Musi Ilir.
5.2.4 Kawasan Kasiba-Lisiba Talang Kelapa (Kawasan Strategis Pertumbuhan
Ekonomi)
Pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman untuk jangka pendek, menengah
dan panjang, perlu diselenggarakan dengan pengembangan permukiman skala besar
melalui Kawasan Siap Bangun (Kasiba) dan Lingkungan Siap Bangunan (Lisiba) yang
berdiri sendiri sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kota Palembang.
Kawasan Siap Bangunan yang berlokasi di Kelurahan Talang Kelapa Kecamatan AlangAlang Lebar Palembang dengan luas 649, 28 Hektar.
LAPORAN
AKHIR
V-8
Kawasan Perumnas
Ke Pusat Kota
Gambar 5.5
Kasiba Lisiba Talang Kelapa
AKHIR
V-9
Karya
Jaya
(Kawasan
Strategis
Kawasan Industri adalah satuan areal yang secara fisik didominasi oleh kegiatan industri
dan mempunyai batasan tertentu. Kawasan industri terdiri dari berbagai satuan lokasi
industri yaitu:
a. Kompleks Industri (Industrial Complex)
Yaitu suatu areal atau lahan peruntukan yang secara khusus disediakan bagi
sekumpulan kegiatan industri yang mempunyai keterkaitan proses produksi mulai dari
industri dasar/hulu dan industri hilir yang biasanya dibentuk berdasarkan efisiensi
biaya produksi.
b. Estat Industri (Industrial Estate)
Yaitu suatu areal atau lahan peruntukan yang secara khusus disediakan untuk
menampung berbagai jenis kegiatan industri terutama industri hilir yang dilengkapi
dengan berbagai fasilitas dan sarana untuk memberikan kemudahan bagi kegiatan
industri yang pengelolaannya ditangani oleh suatu badan usaha tersendiri.
c. Lahan Peruntukan Industri
Yaitu lahan yang telah diperuntukkan dalam Master Plan Kota/Daerah untuk berbagai
jenis kegiatan industri yang biasanya bersifat pertumbuhan pita (ribbon development)
atau plotting setempat yang secara fisik dalam pertumbuhan akan menjadi kawasan
industri.
d. Kawasan Berikat (Bonded Zone)
Suatu kawasan dengan batas-batas tertentu di wilayah pabean Indonesia yang
didalamnya diberlakukan ketentuan-ketentuan khusus di bidang pabean.
Gambar 5.6
Kawasan Industri Keramasan Karya Jaya
LAPORAN
AKHIR
V - 10
b.
c.
AKHIR
V - 11
LAPORAN
AKHIR
V - 12
a) Ketersediaan lahan
Lahan dalam pengembangan kawasan industri merupakan faktor penting,
mengingat semua kegiatan akan berada pada lahan tersebut. Untuk itu kepastian
ketersediaan lahan menjadi hal yang utama dalam pengembangan suatu kawasan
industri. Usaha pengembangan kawasan industri pada dasarnya adalah
pengembangan tanah (land development cost), maka harga perolehan
tanah/Harga Pokok Produksi (HPP) menjadi syarat mutlak untuk dapat kompetitive
pada harga jual kavling siap bangun. HPP berkisar 20% dari rencana harga jual.
Sebelum proses pengembangan kawasan industri, ketesediaan lahan perlu
dipastikan, dan selanjutnya perlu mengetahui:
1) Status lahan, untuk mengetahuinya perlu adanya kerjasama dengan Badan
Pertanahan Nasional (BPN) dan instansi terkait;
2) Harga lahan di daerah tersebut dengan mengetahui Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP);
3) Mekanisme perlakuan lahan oleh masyarakat disekitar lokasi kawasan industri;
4) Apabila terjadi ketidaksepahaman antara para pihak tentang harga perolehan
lahan, maka melibatkan Tim Nasional Kawasan Industri dalam menyelesaikan
masalah tersebut.
b) Kecenderungan industri yang tumbuh
Secara umum kawasan industri dapat dikembangkan berdasarkan:
1) Potensi Industri yang berorienasi pada bahan baku (raw material) di daerah
setempat; dan/atau
2) Potensi Industri yang mendekati pasar (market oriented)
Kedua pendekatan tersebut di atas dapat menentukan strategi pengembangan
suatu kawasan industri.
c) Ketersediaan bahan baku
Menganalisis kemudahan pasokan bahan baku sebagai jaminan ketersediaan
pasokan bahan baku yang konsisten dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Mengkaji ketersediaan bahan baku pokok di wilayah yang bersangkutan dan
sekitarnya, dengan mengacu kepada data statistik atau sensus ekonomi
wilayah bersangkutan;
2) Mengkaji aliran bahan baku pokok dari sumber hingga ke wilayah
bersangkutan;
3) Mengkaji jumlah atau volume bahan baku yang tersedia di wilayah yang
bersangkutan;
4) Mengkaji perkembangan produksi bahan baku pokok dengan melihat trend
secara periodik berdasarkan data statistik yang tersedia.
d) Ketersediaan sumber daya manusia (SDM)
Ketersediaan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), tenaga kerja dan
tingkat pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan sektor industri, dapat dilihat dari
data statistik tentang penduduk usia produktif, jumlah tenaga kerja dan tingkat
pendidikan rata-rata masyarakat di wilayah bersangkutan. Untuk itu perlu
diadakan upaya kerjasama antara pemerintah, pemerintah daerah dan pengelola
kawasan industri membangun Balai Latihan Kerja (BLK).
e) Dukungan Prasarana dan Sarana
Dalam merencanakan pengembangan kawasan industri Karya Jaya sekurangkurangnya pengusaha kawasan wajib mengusahakan prasarana dan sarana
sebagai berikut : Perusahaan Kawasan Industri wajib mengusahakan penyediaan
prasaran dan sarana sekurang-kurangnya sebagai berikut:
1) Jaringan jalan lingkungan dalam Kawasan Industri sesuai dengan ketentuan
teknis yang berlaku;
LAPORAN
AKHIR
V - 13
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
No.
3
4
5
6
7
Air bersih
Air limbah
Tenaga listrik
Fasilitas telekomunikasi
Penerangan Jalan Umum (PJU)
Keterangan
Tekanan gandar minimal 8 ton/axle
ROW minimal 20 meter
Tersedia Main Drainage
Tersedia Sub Drainage
Hanya untuk air hujan
0,55 0,75 l/dtk/ha
60 % - 80 % x kapasitas air bersih
0,15 0,2 MVA/Ha
20-40 SST/Ha
Jarak antar PJU 50 m dengan kuat
penerangan 20 LUX-30 LUX
Jarak antar Pilar hydrant 200-250 m
Mobil pemadam kapasitas minimum
8000 liter
LAPORAN
AKHIR
V - 14
Pe
ng
hu
bu
ng
n
masa
ai Kera
Ke Palembang
A
G re
ud a
an
g
Ja
lan
Pe
ng
hu
bu
ng
el
er
et
aA
pi
T
K erm
ary in
a al
Ja
ya
Te
B rmin
ara
ng al
Ja
lan
St
K asiu
er
A et n
pi a
Sung
. 20
er
m
ag
Rel Kere
ta Api
ya
rala
Ind
el
er
et
a ap
Ke
Gambar 5.7
Delineasi Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Karya Jaya
Kebutuhan lahan Terminal Terpadu Karyajaya adalah :
a. Terminal penumpang Karya Jaya
:
13.3
b. Terminal Barang
:
10.0
c. Stasiun KA
:
2.5
d. Dermaga Sungai
:
1.5
e. Pergudangan
:
12.6
f. Prasarana Lingkungan
:
7.7
Total
:
47.6
Situs
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Sriwijaya
Karanganyar
(kawasan
Serangkaian penelitian arkeologi sejak tahun 1984 sampai tahun 1993 di Situs
Karanganyar (Palembang bagian barat) dan sekitarnya telah memperkaya data dan
informasi tentang keberadaan Kerajaan Sriwijaya di Palembang. Peninggalan paling
spektakuler yang terekam oleh foto udara di wilayah Karanganyar adalah adanya kolamkolam besar, pulau-pulau buatan, dan saluran-saluran buatan. Saluran yang terpanjang
adalah saluran Suak Bujang yang kedua ujungnya berhubungan dengan Sungai Musi.
Penggalian arkeologis di Situs Karanganyar berhasil menemukan tembikar, keramik Cina
abad ke-8-10 Masehi, dan sisa-sisa bangunan bata.
Di bagian utara Situs Karanganyar terdapat Bukit Siguntang, bukit sakral masa
Sriwijaya. Di bukit ini pernah ditemukan sisa-sisa bangunan stupa dari bata, arca
LAPORAN
AKHIR
V - 15
Buddha dari batu setinggi 3,6 meter, arca Boddhisatwa, kepala arca Buddha dari
perunggu, dan lempengan emas bertulis.
Selain Bukit Siguntang, di wilayah ini juga terdapat Situs Kambang Unglen, Ladang
Sirap, Kedukan Bukit, Padang Kapas, dan Talang Kikim. Dari Situs Kambang Unglen
diperoleh pecahan keramik Cina masa Dinasti Tang (abad ke-8-10 M) dan Song (abad
ke-11-13 M), manik-manik dan sisa-sisa pengerjaannya, serta lantai bangunan bata.
Keramik dari masa yang sama ditemukan pula di Situs Ladang Sirap, Talang Kikim, dan
Padang Kapas. Berdasarkan interprestasi foto udara situs Karang Anyar merupakan
bangunan air yang penting pada masa awal kerajaan Sriwijaya dan ditemukan juga sisasisa bangunan bata, fragmen-fragmen, gerabag, keramik, sisa perahu dan benda-benda
sejarah lainnya. Di dalam lokasi taman ini terdapat tiga gedung utama yaitu gedung
museum yang menyimpan arkeologi peninggalan Sriwijaya dan Perahunya.
Gambar 5.8
Kawasan Strategis Taman Purbakala Situs Sriwijaya
Dalam perkembangan sejarah kuno indonesia meliputi kurun waktu ke 7 - 13 M. Gedung
Pendopo Agung untuk keperluan pameran-pameran, temporer, seminar dan lain-lain.
Dana Gedung prasasti yang menyimpan replika prasasti kedukan Bukit serta Prasasti
peresmian TPKS. Disamping itu di pulau Gempaka terdapat Disflag berupa struktur bata
hasil eksavasi. dalam Lingkungan taman ini juga terdapat kanal-kanal.
a. Bukit Siguntang
Di bagian utara situs Karanganyar terdapat Bukit Siguntang, bukit sakral masa
Sriwijaya. Bukit yang tingginya sekitar 26 meter di atas permukaan laut itu adalah tanah
yang paling tinggi di Palembang. Dahulu kala Bukit Siguntang dijadikan pedoman atau
tanda oleh para nakhoda kapal menuju pelabuhan Sriwijaya ketika melayari Sungai Musi
dari muaranya. Kini landmark Sriwijaya itu sangat sulit dilihat dari Jembatan Ampera
yang melintasi Sungai Musi. Terhalang gedung-gedung tinggi yang tumbuh pesat di Kota
Palembang.
Bukit Siguntang sekarang menjadi ajang muda-mudi memadu kasih. Di antara
rimbunnya pepohonan berdiri bangunan-bangunan modern yang menghilangkan citra
dan alam Sriwijaya. Di puncak bukit berdiri bangunan-bangunan menara pandang dan
makam-makam baru yang dimitoskan sebagai makam tokoh-tokoh yang menurunkan
raja-raja Melayu di Sumatera dan di Semenanjung. Sosok menara pemancar seluler
menjulang tinggi di kaki bukit. Semua itu menciptakan polusi visual lingkungan situs.
Padahal bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa Bukit Siguntang merupakan tempat
bersejarah masa Kerajaan Sriwijaya. Sesosok arca Buddha dari batu dengan tinggi 3,6
meter yang kini dipajang di halaman Museum Sultan Mahmud Baddaruddin II di tepi
Sungai Musi, berasal dari Bukit Siguntang yang ditemukan tergeletak di lereng selatan
bukit. Terkait dengan arca itu terdapat sisa-sisa bangunan stupa dari bata, arca
bhodisatwa, kepala arca Buddha dari perunggu,lempengan emas bertulis dan dua
prasasti batu.
LAPORAN
AKHIR
V - 16
LAPORAN
AKHIR
V - 17
LAPORAN
AKHIR
V - 18
2. Perpustakaan
Perpustakaan berfungsi mengumpulkan, menyimpan, dan memilah koleksi yang
terdiri dari bahan-bahan tertulis, tercetak, atau pun grafis lainnya seperti film,
VCD/DVD, slide, tape, dan lain sebagainya tentang Sriwijaya guna kepentingan
penelitian, pelestarian, maupun hal lainnya.
3. Museum
Bangunan museum yang akan dibuat meliputi ruang pamer dan ruang penyimpanan
koleksi (storage). Informasi yang disajikan bersifat komprehensif tentang Sriwijaya,
mulai dari masa pra-Sriwijaya, Sriwijaya, sampai Pasca Sriwijaya, tidak hanya
terbatas pada situs-situs arkeologi yang terdapat di Sumatera Selatan saja,
melainkan juga situs-situs lain yang ada di nusantara, Asia Tenggara, serta negaranegara lainnya yang pernah berhubungan dengan Sriwijaya.
4. TPKS sebagai Museum Situs
Berbagai penelitian terhadap Situs Karanganyar sebagai TPKS telah dilakukan secara
intensif. Namun, sampai saat ini sebagian besar masyarakat belum mengetahui
bentuk, fungsi, dan kronologi peninggalan-peninggalan yang terdapat di TPKS. Untuk
itu perlu dibuat papan informasi pada setiap benda cagar budaya yang ada. Selain itu,
juga perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam guna mengungkap sejarah
Kerajaan Sriwijaya.
Selama ini TPKS dikelola secara sektoral. Taman purbakala dikelola oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Sumatera Selatan, sedangkan museum dikelola
oleh Dinas Pendidikan Nasional. Untuk mewujudkan TPKS sebagai pusat informasi
tentang Sriwijaya diperlukan pengelolaan secara terpadu. Taman purbakala dan
museum yang ada adalah satu kesatuan. Segala kegiatan yang menyangkut TPKS
tersebut, baik penelitian, pelestarian, publikasi, maupun pemanfaatan situs sebagai
lokasi wisata memerlukan pengelolaan yang bersifat satu atap yang melibatkan para
pemangku kepentingan (stake holders).
Rekomendasi terhadap pengembangan kawasan strategis ini antara lain :
a. Harus ada kesadaran bersama bahwa Kota Palembang memiliki potensi warisan
budaya yang besar, sehingga perlu dirintis usaha-usaha pelestarian lingkungan
binaan bersejarah dalam konteks kebudayaan secara menyeluruh.
b. Mengalang kekuatan-kekuatan pelestarian di Kota Palembang sebagai langkah awal
menuju tercapainya kesinambungan nilai-nilai budaya masa kini dan esok. Perlu
ditekankan pengelolaan warisan budaya dilakukan secara terencana, terarah dan
terpadu, misalnya kaum intelektual yang mempunyai reputasi, pribadi atau lembaga
swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang ini berkampanye tiada henti
untuk mendorong pelestarian warisan budaya di Kota Palembang.
c. Perlu dibentuk
organisasi
non-pemerintah yang mengkonsolidasikan organisasi
pelestarian baik skala provinsi maupun Kota Palembang yang didukung oleh jaringan
informasi dan kerjasama terpadu. Di forum ini diharapkan melalui media massa cetak
dan elektronik memainkan peran aktif menyajikan berita atau fitur ihwal masalah
warisan budaya dan gedung bersejarah.
d. Organisasi non-pemerintah ini nantinya perlu melakukan tindakan yang nyata dalam
bentuk pertemuan-pertemuan, penyebarluasan pemahaman tentang maksud, tujuan
LAPORAN
AKHIR
V - 19
dan arti penting dari upaya konservasi yang dinamis, sebagai suatu perkembangan
ilmu baru yang beranjak lepas dari preservasi yang statis.
e. Untuk menjamin keberhasilan usaha pelesatarian budaya yang merupakan
kepentingan seluruh masyarakat, dinilai perlu untuk menjalin kerja sama dengan
berbagai pihak, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat.
f. Pemerintah Kota Palembang perlu mengembangkan sebuah managemen konservasi
dan revitalisasi yang mampu mengaplikasikan dan memadukan rencana-rencana
yang sudah ada, dengan melakukan
review dan updating kinerja kawasan;
perumusan visi misi terutama yang sesuai dengan aspirasi komunitas, investor dan
kondisi obyektif sekarang dan kecenderungan mendatang. Selanjutnya menyusun
suatu rencana pengelolaan konservasi dan revitalisasi yang bersifat area
management, yang memuat
skenario paket-paket pembangunan (development
packages) untuk swasta; rencana investasi dari komunitas (community investment
plan); komitmen investasi fasilitas dan infrastruktur publik.
g. Dalam praktek pengelolaannya diperlukan koordinasi manejemen publik yang efektif
melalui pelayanan satu pintu. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah pengembangan
institusi publik dan perangkat Peraturan Daerah yang bersifat memberdayakan, dan
dikelola oleh manejer dan tim publik yang bersih dan profesional.
h. Pemerintah Kota Palembang melakukan inventarisasi terhadap bangunan bersejarah
dan menetapkan Peraturan Daerah
terhadap bangunan-bangunan bersejarah
tersebut.
i. Mendorong untuk menerbitkan buku tentang sejarah dan latar belakang sebuah
gedung
semacam buku guide tentang warisan budaya. Selanjutnya ke depan
gedung itu diperkenankan kepada publik dan masyarakat termasuk kepada para
pelajar, sehingga mereka lebih tahu sejarah dan latar belakang warisan budaya
seperti gedung-gedung tua, musium, candi dan sebagainya. Lalu ada semacam
estafet pengetahuan suatu gedung secara turun menurun
LAPORAN
AKHIR
V - 20
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
KOTA PALEMBANG
Arahan pengembangan wilayah adalah arahan untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang wilayah kota sesuai dengan RTRW kota melalui penyusunan dan pelaksanaan
program penataan/pengembangan kota beserta pembiayaannya, dalam suatu indikasi
program utama jangka menengah lima tahunan kota yang berisi rencana program
utama, sumber pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan
6.1 Fungsi Dan Kriteria Arahan Pemanfaatan Ruang.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang memiliki fungsi sebagai salah satu acuan
bagi Pemerintah Daerah Kota Palembang dalam menyusun program lima tahunan dan
program tahunan. Indikasi program-program pembangunan tersebut merupakan
penjabaran kebijaksanaan dan rencana pengembangan tata ruang yang telah ditetapkan
kedalam program-program pembangunan.
Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kota Palembang berfungsi:
a. Sebagai
acuan
bagi
pemerintah
dan
masyarakat
dalam
pemrograman
penataan/pengembangan Kota Palembang;
b. Sebagai arahan untuk sektor dalam program;
c. Sebagai dasar estimasi kebutuhan pembiayaan dalam jangka waktu 5 (lima) tahunan;
d. Sebagai dasar estimasi penyusunan program tahunan untuk setiap jangka 5 (lima)
tahun; dan
e. Sebagai acuan bagi masyarakat untuk melakukan investasi.
Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kota Palembang disusun berdasarkan:
a. Rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan penetapan kawasan strategis Kota
Palembang;
b. Ketersediaan sumber daya dan sumber dana pembangunan;
c. Kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan;
d. Prioritas pengembangan wilayah Kota Palembang dan pentahapan rencana
pelaksanaan program sesuai dengan RPJPD; dan
e. Ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kota Palembang disusun dengan kriteria:
a. Mendukung perwujudan rencana struktur ruang, pola ruang, dan pengembangan
kawasan strategis Kota Palembang;
b. Mendukung program utama penataan ruang nasional;
c. Realistis, objektif, terukur, dan dapat dilaksanakan dalam jangka waktu perencanaan;
d. Konsisten dan berkesinambungan terhadap program yang disusun, baik dalam jangka
waktu tahunan maupun antar lima tahunan; dan
e. Sinkronisasi antar program harus terjaga dalam satu kerangka program terpadu
pengembangan wilayah Kota Palembang.
Indikasi program utama pemanfaatan ruang wilayah Kota Palembang meliputi:
a. Program Penataan Kawasan Tepian Sungai
b. Program Pengelolaan kawasan strategis
c. Program pengembangan sistem pusat pelayanan kota
d. Program pengembangan sistem prasarana dan sarana kota
e. Program Peningkatan kualitas Ruang Terbuka Hijau.
f. Program Peningkatan fungsi kota sebagai pusat jasa, perdagangan, dan pariwisata
berskala internasional.
g. Program Pengembangan kawasan budidaya .
VI - 1
VI - 3
Tabel Indikasi
Program.Excel
Program
dapat
dilihat
pada
file
Indikasi
VI - 4
BAB VII
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
KOTA PALEMBANG
Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang
(Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Ketentuan
pengendalian pemanfaatan ruang adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat dalam upaya
mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kota agar sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota. Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang Pasal 35,
yang menyebutkan bahwa: Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui
penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta
pengenaan sanksi.
Fungsi dari ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang antara lain:
a. Sebagai alat pengendali perkembangan wilayah kota.
b. Menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang.
c. Menjamin agar pembangunan baru tidak menganggu pemanfaatan ruang yang telah
sesuai dengan rencana tata ruang.
d. Meminimalkan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
e. Mencegah dampak pembangunan yang merugikan.
f. Melindungi kepentingan umum.
7.1
VII - 1
VII - 2
a.
b.
c.
d.
Dari keempat hal tersebut bila digambarkan seperti terlihat pada Tabel VII.1 berikut ini
Tabel VII.1
Deskripsi Indikator Pemanfaatan Ruang
SIMBOL
I
DESKRIPSI
Pemanfaata diizinkan, karena sesuai dengan peruntukkan tanahnya, yang berarti tidak akan ada peninjauan atau
pembahasan atau tindakan lain dari pemerintah kabupaten
Pemanfaatan diizinkan secara terbatas atau dibatasi. Pembatasan dapat dengan standar pembangunan minimum,
pembatasan pengoperasian, atau peraturan tambahan lainnya baik tercakup dalam ketentuan ini maupun ditentukan
kemudian oleh pemerintah kabupaten
Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat. Izin ini diperlukan untuk penggunaan-penggunaann yang
memiliki potensi dampak penting pembangunan di sekitarnya pada area yang luas. Izin penggunaan bersyarat ini
berupa AMDAL, RKL dan RPL
VII - 3
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.
v.
w.
x.
y.
z.
aa.
bb.
cc.
dd.
Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan.
Kawasan Budi Daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan.
Konservasi Sumber Daya Alam adalah pengelolaan sumber daya tak terbarui untuk
menjamin pemanfaatan secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarui untuk
menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
Cagar Budaya adalah bangunan atau kawasan yang mempunyai nilai arsitektural
yang penting atau latar belakang sejarah yang oleh pemerintah dilindungi dan
dipelihara untuk mencegah dari kerusakan atau kemusnahan.
Daerah Konservasi atau daerah lindung adalah wilayah yang dilindungi untuk
mencegah kerusakan berat atau kemusnahan, seperti dari bencana alam.
Kawasan Permukiman adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi
pengembangan permukiman atau tempat tinggal atau hunian beserta sarana dan
prasarana lingkungan yang terstruktur dengan koefisien dasar bangunan lebih besar
atau sama dengan 20%.
Kawasan Pusat Kota adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi
pengembangan perkantoran, perdagangan, jasa dan rekreasi, hotel, pemerintahan
dan fasilitas umum/sosial beserta penunjangnya dengan koefisien dasar bangunan
lebih besar dari 20%.
Kawasan Industri adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi
pengembangan industri dan atau pergudangan beserta fasilitas penunjangnya
dengan koefisien dasar bangunan maksimal 50%.
Ruang terbuka Hijau selanjutnya disebut RTH adalah kawasan atau areal permukaan
tanah yang didominasi oleh tanaman yang dibina untuk perlindungan habitat
tertentu, dan atau sarana kota/lingkungan, dan atau pengaman jaringan prasarana,
dan atau budidaya pertanian.
Perbaikan lingkungan adalah pengembangan kawasan dengan tujuan untuk
memperbaiki struktur lingkungan yang telah ada, dan dimungkinkan melakukan
pembongkaran terbatas guna penyempurnaan pola fisik prasarana yang telah ada.
Pemeliharaan Lingkungan adalah pola pengembangan kawasan dengan tujuan
mempertahankan kualitas lingkungan yang sudah baik agar tidak mengalami
penurunan.
Pemugaran Lingkungan adalah pola pengembangan kawasan yang ditujukan untuk
melestarikan, memelihara, serta mengamankan lingkungan dan atau bangunan yang
mempunyai nilai sejarah budaya dan atau estetika.
Peremajaan Lingkungan adalah pola pengembangan kawasan pada areal tanah yang
masih kosong dan atau belum pernah dilakukan pembangunan fisik.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang selanjutnya disebut Amdal adalah hasil
studi mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.
Intensitas Ruang adalah besaran ruang untuk fungsi tertentu yang ditentukan
berdasarkan pengaturan koefisien lantai bangunan, koefisien dasar bangunan dan
ketinggian bangunan tiap bagian kawasan kota sesuai dengan kedudukan dan
fungsinya dalam pembangunan kota.
Koefisien Wilayah Terbangun yang selanjutnya disebut KWT adalah
Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disebut KDB adalah angka prosentase
berdasarkan perbandingan jumlah luas lantai dasar bangunan terhadap luas tanah
perpetakan/persil yang dikuasai sesuai rencana kota.
Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutany disebut KLB adalah besaran ruang yang
dihitung dari angka perbandingan jumlah luas lantai dasar bangunan terhadap luas
tanah perpetakan/persil yang dikuasai sesuai rencana kota.
Koefiisian Dasar Hijau yang selanjutnya disebut KDH adalah angka prosentase
berdasarkan perbandingan jumlah lahan terbuka untuk penanaman tanaman dan
VII - 4
atau peresapan air terhadap luas tanah/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai
rencana tata ruang.
ee. Ketinggian Bangunan adalah jumlah lantai penuh suatu bangunan dihitung mulai
dari lantai dasar sampai lantai tertinggi.
cc. Lantai Dasar adalah lantai bangunan pada permukaan tanah.
dd. Bangunan adalah suatu perwujudan arsitektur yang digunakan sebagai wadah
kegiatan manusia
ee. Jarak Bebas adalah jarak minimum yang diperkenankan dari bidang terluar
bangunan sampai batas samping dan belakang yang sesuai dengan rencana kota.
ff. Fasilitas Lingkungan atau disebut juga Sarana Lingkungan adalah sarana penunjang
yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi,
sosial, budaya agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
gg. Prasarana Lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
hh. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) adalah saluran tenaga listrik yang
menggunakan kawat penghantar di udara bertegangan di atas 35kV sampai dengan
245 kV sesuai dengan standar ketenagalistrikan.
ii. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) adalah saluran tenaga listrik yang
menggunakan kawat penghantar di udara bertegangan di atas 245 kV sesuai dengan
standar ketenagalistrikan.
jj. Daerah Manfaat Jalan selanjutnya disebut Damaja adalah bagian jalan yang meliputi
badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.
kk. Daerah Milik Jalan selanjutnya disebut Damija adalah Damaja dan sejalur tanah
tertentu diluar daeah manfaat jalan.
ll. Daerah Manfaat Jalan selanjutnya disebut Dawasja adalah sejalur tanah tertentu
yang ada di bawah pengawasan pembina jalan.
mm. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disebut GSB adalah garis yang tidak
boleh dilampaui oleh denah bangunan ke arah GSJ yang ditetapkan dalam rencana
kota.
nn. Garis Sempadan Jalan yang selanjutnya disebut GSJ adalah garis rencana jalan yang
ditetapkan dalam rencana kota.
7.1.2 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Struktur Ruang
a. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Pusat Pelayanan
Ketentuan umum peraturan zonasi sistim pusat pelayanan ini merupakan ketentuan
peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Kota (PPK), Sub Pusat Pelayanan Kota (SubPPK) dan Pusat Pelayanan Lingkungan.
Ketentuan peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Kota (PPK) antara lain:
1. Pemanfaatan ruang di PPK diarahkan untuk kegiatan perkotaan skala regional,
nasional dan internasional yang didukung dengan prasarana dan sarana perkotaan
yang sesuai dengan kegiatan yang dilayaninya.
2. Pengembangan fungsi kawasan sebagai pusat permukiman dengan tingkat intensitas
pemanfaatan ruang tinggi dengan kecenderungan pengembangan ruang secara
vertikal.
Ketentuan peraturan zonasi untuk Sub-Pusat Pelayanan Kota antara lain:
1. Pemanfaatan ruang di Sub-PPK untuk kegiatan perkotaan skala kota yang didukung
dengan prasarana dan sarana perkotaan yang sesuai dengan kegiatan yang
dilayaninya.
2. Pengembangan fungsi kawasan sebagai pusat permukiman dengan tingkat intensitas
pemanfaatan ruang sedang sampai dengan tinggi.
VII - 5
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Lingkungan antara lain:
1. Pemanfaatan ruang di Pusat Pelayanan Lingkungan untuk kegiatan perkotaan skala
lokal/lingkungan yang didukung dengan prasarana dan sarana perkotaan yang sesuai
dengan kegiatan yang dilayaninya.
2. Pengembangan fungsi kawasan sebagai pusat permukiman dengan tingkat intensitas
pemanfaatan ruang rendah sampai dengan sedang.
= Bangunan
d = ambang pengaman
x = b+a+b = badan jalan
VII - 6
Ps.39 (PP34/2006 tentang Jalan) juga menyebutkan bahwa Ruang milik jalan
terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat
jalan.
a) Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar,
kedalaman, dan tinggi tertentu. Ruang milik jalan diperuntukkan bagi ruang
manfaat jalan, pelebaran jalan, dan penambahan jalur lalu lintas di masa akan
datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.
b) Sejalur tanah tertentu dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau yang
berfungsi sebagai lansekap jalan.
c) Ruang milik jalan paling sedikit memiliki lebar sebagai berikut:
1) jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter;
2) jalan raya 25 (dua puluh lima) meter;
3) jalan sedang 15 (lima belas) meter; dan
4) jalan kecil 11 (sebelas) meter.
d) Ruang milik jalan diberi tanda batas ruang milik jalan yang ditetapkan oleh
penyelenggara jalan.
Tabel VII.2
Standar Rencana Klasifikasi Jalan di Kawasan Perkotaan Palembang
Klasifikasi
Kecepatan
Kendaraan
(km/jam)
Lebar badan
jalan (m)
Arteri Primer
paling rendah 60
(enam puluh)
km/jam
paling sedikit 11
meter
1. lalu lintas jarak
jauh tidak boleh
terganggu oleh
lalu lintas ulang
alik, lalu lintas
lokal, dan
kegiatan local
2. Jumlah jalan
masuk ke jalan
arteri primer
dibatasi
sedemikian
rupa
Arteri Sekunder
paling rendah30
km/jam
Kolektor Primer
paling rendah 40
km/jam
Kolektor Sekunder
paling rendah 20
km/jam
paling sedikit 11
meter
Pada jalan arteri
sekunder lalu lintas
cepat tidak boleh
terganggu oleh lalu
lintas lambat
Tabel VII.3
Fungsi dan Klasifikasi jalan di Kawasan Perkotaan Palembang
Klasifikasi Jalan
Arteri Primer
Arteri Sekunder
Kolektor Primer
Kolektor
Sekunder
Lokal
Akses langsung
VII - 7
Tabel VII.4
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Jalan
Jalan
Arteri Primer, Kolektor
Primer, Lokal Primer
Jalan Tol
VII - 8
3. Jalan Tol
Tujuan pengaturan untuk kawasan budidaya adalah menjaga agar kawasan budidaya
tertata dengan baik dan tidak mengganggu fungsi jalan tol.
Kriteria pemanfaatan ruang :
a) peruntukannya sesuai dengan arahan rencana tata ruang wilayah;
b) adanya pembatasan luas kawasan budidaya di sekitar jalan tol, karena fungsi
kawasan ini dapat menimbulkan efek pembangkit dan penarik yang cukup besar
dalam pergerakan transportasi;
c) memiliki aksesibilitas cukup baik terhadap wilayah sekitarnya (adanya jalan raya,
jalan kereta api, angkutan umum, dan angkutan sungai);
d) tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas lingkungan dan kualitas
sumberdaya air;
e) pada saat proses perijinan, harus didukung oleh perencanaan yang telah
dilegalisasi secara teknis dengan dinas terkait dan dikoordinasikan dengan
pengelola jalan tol;
f) antara batas kawasan budidaya dengan Rumija jalan tol dibuat jalan yang
berfungsi sebagai jalan alternatif dan pembatas kawasan dengan jalan tol;
g) dari kawasan budidaya disediakan jalan yang mempunyai akses ke jalan
penghubung pada jalan tol, sehingga orientasi pergerakan tidak langsung ke jalan
tol;
h) antar fungsi kawasan budidaya disediakan kawasan penyangga (buffer zona);
i) adanya pagar pembatas (baik alami maupun buatan) antara Rumija jalan tol
dengan fungsi kawasan budidaya, sebagai salah satu bentuk perlindungan
keselamatan dan kenyamanan pengguna lahan;
j) perlunya pengaturan sistem drainase di dalam kawasan yang terintegrasi dengan
sistem drainase regional;
VII - 9
k)
Gambar 7.2
Jarak Batas Pemanfaatan Ruang pada Kawasan Di Sekitar Jalan Tol
Kriteria yang perlu diperhatikan dalam mengendalikan struktur pemanfaatan lahan di
sekitar jalan penghubung adalah :
a) panjang jalan yang menghubungkan antara pintu tol dengan jalan umum minimal
1 km;
b) pelayanan jalan penghubung minimal 2 lajur yang dilengkapi dengan pintu
gerbang tol serta adanya lahan cadangan untuk penambahan lajur;
c) apabila jarak antara jalan penghubung yang baru dengan jalan penghubung yang
sudah ada kurang dari 5 km maka :
1) jarak antar jalan penghubung baru dengan jalan penghubung sebelum dan
sesudahnya minimal 2 km;
2) jalan penghubung menuju atau dari pintu tol diperpanjang;
3) memperbanyak jumlah loket pada pintu tol.
d) apabila pembukaan jalan penghubung masih diperlukan maka jarak yang
diperbolehkan 5 km dari jalan penghubung sebelum dan sesudahnya.
VII - 10
VII - 11
VII - 12
1. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan;
2. pelarangan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya,
mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air;
3. pelarangan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air; dan
g. Jaringan Energi
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan energi terdiri atas:
1. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan pipa minyak dan gas bumi,
2. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pembangkit tenaga listrik dan
3. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik.
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan pipa minyak dan gas bumi disusun
dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di sekitar jaringan pipa minyak dan gas
bumi harus memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan kawasan di sekitarnya.
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pembangkit tenaga listrik disusun dengan
memperhatikan pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit listrik harus memperhatikan
jarak aman dari kegiatan lain.
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik disusun
dengan memperhatikan ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sepanjang
jalur transmisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengaturan pemanfaatan ruang di bawah SUTT dan SUTET bertujuan untuk melindungi
keamanan jalur tegangan tinggi dari kegiatan kegiatan yang dapat merusak atau
mengganggu sistem jaringan listrik SUTT dan SUTET serta melindungi masyarakat dari
dampak yang ditimbulkan SUTT dan SUTET terhadap kesehatan manusia :
1.
2.
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) adalah saluran tenaga listrik yang
menggunakan kawat penghantar di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga
listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban dengan tegangan di atas 35 KV sampai
dengan 245 KV sesuai standar;
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) adalah saluran tenaga listrik yang
menggunakan kawat penghantar di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga
listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban yang lebih jauh dengan tegangan di
atas 245 KV sesuai standar;
Pemanfaatan ruang
1. Ketentuan pemanfaatan lahan yang dilalui jalur dan di sekitar menara SUTT dan
SUTET adalah sebagai berikut :
a) Tanah, bangunan dan tanaman yang dibebaskan untuk tapak menara diganti rugi
sesuai ketentuan yang berlaku.
b) Tanah, bangunan dan tanaman di luar tapak menara yang berada di bawah
sepanjang jalur SUTT dan SUTET tidak perlu dibebaskan.
c) Tanah, bangunan dan tanaman yang berada di bawah sepanjang jalur SUTT atau
SUTET sebagai ruang aman tetap digunakan oleh pemiliknya sesuai dengan
rencana tata ruang.
d) Ruang bebas adalah ruang sekeliling penghantar SUTT atau SUTET, yang harus
dibebaskan dari kegiatan orang, makhluk hidup lainnya maupun benda apapun,
yang besarnya ditentukan berdasarkan tegangan, tekanan angin dan suhu kawat
penghantar.
2. Ketentuan teknis tentang ruang aman dibawah SUTT dan SUTET yang dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan perkotaan diatur oleh instansi terkait
3. Kegiatan yang diperkenankan untuk dikembangkan di pada ruang aman tersebut
adalah sebagai berikut
VII - 13
4.
5.
Ruang aman dapat dibentuk sedemikian rupa sehingga lahan/ruang yang ada dapat
dimanfaatkan secara maksimal untuk berbagai kepentingan, dengan menetapkan
ketinggian menara sedemikian rupa sehingga kuat medan listrik dan medan magnet
yang dibangkitkan SUTT atau SUTET berada di bawah ambang batas yang
direkomendasikan.
Gambar 7.3
Garis Sempadan Bangunan Untuk Kawasan Yang Dilalui
Jaringan Listrik Tegangan Tinggi (SUTT)
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pembangkit tenaga listrik disusun dengan
memperhatikan pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit listrik dan jarak aman dari
kegiatan lain.
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik disusun
dengan memperhatikan ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sepanjang
jalur transmisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
h. Arahan Peraturan Zonasi Untuk Menara Telekomunikasi
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi
meliputi
jaringan telepon kabel dan telepon seluler. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk
jaringan telepon kabel antara lain penempatan stasiun bumi, pemasangan jaringan kabel
diatas tanah dan pemasangan jaringan kabel dibawah tanah. Ketentuan umum
VII - 14
VII - 15
4. lokasi pembuangan akhir hasil pengolahan air limbah industri yang berbentuk cairan
dan pemanfaatan ruang untuk lokasi pembuang limbah padat industri, wajib
mempertimbangkan faktor keamanan, pengaliran sumber air baku dan daerah
terbuka.
l. Sistem Pengelolaan Persampahan
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pengelolaan persampahan disusun
dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk lokasi tempat pengumpulan dan
pengolahan sampah serta TPA.
7.1.3 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Pola Ruang
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pola ruang meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budi daya.
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat;
b. ketentuan umum peraturan zonasi RTH kota;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar budaya; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana.
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi sempadan sungai; dan
b. ketentuan umum kawasan sekitar waduk, danau buatan. dan/atau rawa konservasi.
a. Ketentuan umum peraturan zonasi sempadan sungai
Ketentuan umum kegiatan dan penggunaan ruang terdiri atas:
1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan sempadan sungai untuk taman
maupun tempat rekreasi yang dilengkapi dengan fasilitas areal bermain, tempat
duduk, jogging track, perabot taman dan atau sarana olah raga, serta kegiatan
pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, peternakan, perkebunan, dan RTH;
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan untuk bangunan
prasarana utama dan bangunan yang tidak mengganggu fungsi sempadan sungai;
dan
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengganggu bentang
alam, kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi dan hidraulis, kelestarian flora
dan fauna, serta kelestarian fungsi lingkungan hidup, kegiatan yang memanfaatkan
hasil tegakan, dan kegiatan yang merusak kualitas air sungai kondisi fisik tepi sungai
dan dasar sungai, serta mengganggu aliran air.
Intensitas pemanfaatan ruang sempadan sungai meliputi:
1. KDB paling tinggi 20 (dua puluh) persen;
2. KLB paling tinggi 0,2 (nol koma dua); dan
3. KDH paling rendah 80 (delapan puluh) persen.
Kawasan sungai yang sempadannya telah dimanfaatkan oleh kegiatan permukiman
(rumah apung) dan sudah ada izinnya tetap diperbolehkan, dengan pertimbangan
sebagai aset sektor pariwisata dan sebagai permukiman tradisional, namun dalam
pengelolaannya perlu ada upaya penataan agar aspek kelayakan dapat terpenuhi.
Penataan bangunan di tepian sungai harus berorientasi pada Waterfront City, sehingga
bangunan harus menghadap ke arah sungai.
VII - 16
Keterangan
Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500 (lima
ratus) Km2 atau lebih
Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas kuran dari 500
(lima ratus) Km2
Penetapan garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada
sungai besar dilakukan ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran
sungai pada ruas yang bersangkutan
Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada sungai besar
ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus)m, sedangkan pada sungai kecil
sekurangkurangnya 50 (lima puluhA) m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan
a. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis sempadan
ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu
ditetapkan
Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua
puluh)meter, garis sempadan ditetaplan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter
dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan
Sungai yang mempunyao kedalaman maksimum lebih dari 20 (dua puluh) meter, garis
sempadan sungai sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter dihitung dari tepi sungai
pada waktu ditetapkan
(1) Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan adalah tepi
bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan konstruksi dan penggunaan jalan harus
menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai sertai bangunan sungai
VII - 17
Gambar 7.4
VII - 18
hasil tegakan, dan kegiatan yang merusak kualitas air sungai kondisi fisik tepi sungai
dan dasar sungai, serta mengganggu aliran air.
Intensitas pemanfaatan ruang sekitar waduk/ danau buatan/rawa konservasi meliputi:
1. KDB paling tinggi 20 ( dua puluh) persen;
2. KLB paling tinggi 0,2 (nol koma dua);
3. KDH paling rendah 80 (delapan puluh) persen; dan
4. Batas sempadan waduk/danau/rawa konservasi lebarnya proporsional dengan bentuk
dan kondisi fisik danau buatan/bendungan/rawa konservasi dengan lebar 50 meter
dari bibir danau buatan/rawa konservasi.
c. Ketentuan umum peraturan zonasi RTH kota
Ketentuan umum peraturan zonasi RTH kota meliputi:
1. kegiatan dan penggunaan ruang terdiri atas:
a) kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan untuk taman maupun tempat
rekreasi yang dilengkapi dengan fasilitas areal bermain, tempat duduk, jogging
track, perabot taman dan atau sarana olah raga;
b) kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan untuk pendirian
bangunan penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya; dan
c) kegiatan yang tidak diperbolehkan yaitu kegiatan yang mengakibatkan
terganggunya fungsi RTH.
2. intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
a) RTH taman RT dengan luas per unit paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) meter
persegi, berlokasi di tengah lingkungan RT, dan berada pada radius kurang dari 300
(tiga ratus) meter dari penduduk yang dilayani;
b) RTH taman RW dengan luas per unit paling sedikit 1.250 (seribu dua ratus lima
puluh) meter persegi, berlokasi di tengah lingkungan RW, dan berada pada radius
kurang dari 1.000 (seribu) meter dari penduduk yang dilayani;
c) RTH Taman Lingkungan dengan luas per unit paling sedikit 9.000 (Sembilan ribu)
meter persegi, berlokasi di tengah pusat lingkungan;
d) RTH Taman kecamatan dengan luas per unit paling sedikit unit 144.000 (seratus
empat puluh empat ribu) meter persegi dapat berbentuk RTH lapangan hijau
dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olahraga;
e) RTH Taman Kota dengan luas per unit paling sedikit 24.000 (dua puluh empat
ribu) meter persegi, dapat berbentuk RTH lapangan hijau dilengkapi dengan
fasilitas rekreasi dan olahraga; dan
f) RTH hutan kota dengan jumlah vegetasi paling sedikit 100 (seratus) pohon, jarak
tanam rapat tidak beraturan dengan luas minimal 2.500 (dua ribu lima ratus)
meter persegi dan luas area yang ditanami tanaman seluas 90 (sembilan puluh)
persen sampai 100 (seratus) persen dari total luas hutan kota.
d. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar budaya
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar budaya meliputi:
1. kegiatan dan penggunaan ruang terdiri atas:
a) kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan benda cagar budaya
sesuai dengan fungsi asli atau fungsi baru yang sesuai dengan karakteristik benda
tersebut;
b) kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan restorasi dan
rehabilitasi sesuai aslinya, dan kegiatan penambahan/pembuatan ruangan pada
bangunan untuk mengakomodasi fungsi baru; dan
c) kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan mengubah fisik benda cagar
budaya baik perubahan bentuk, bahan, tata letak, sistem pengerjaan dan warna
VII - 19
yang telah ada, dan menambah bangunan baru yang dapat mengubah bentuk dan
tata letak benda cagar budaya yang telah ada.
2. intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
a) KDB paling tinggi sebesar 70 (tujuh puluh) persen;
b) KLB paling tinggi sebesar 2,1 (dua koma satu); dan
c) KDH paling rendah sebesar 30 (dua puluh) persen.
3. ketentuan umum prasarana dan sarana paling sedikit meliputi:
a) sarana pejalan kaki yang menerus;
b) sarana peribadatan dan sarana perparkiran;
c) sarana kuliner; dan
d) sarana transportasi umum.
e. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Rawan Bencana
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana terdiri atas:
1. ketentuan umum kegiatan dan penggunaan ruang terdiri atas:
a) kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan RTH;
b) kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan pertanian,
perkebunan, perikanan, hutan kota,; dan
c) kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan budi daya yang dapat
merubah fungsi lindung dan pengamanan terhadap bencana longsor.
2. intensitas pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana meliputi:
a) KDB paling tinggi 20 (dua puluh) persen;
b) KLB paling tinggi 0,2 (nol koma dua); dan
c) KDH paling rendah 80 (delapan puluh) persen.
VII - 20
VII - 21
VII - 22
VII - 23
VII - 24
VII - 25
yaitu
kegiatan
yang
mengakibatkan
7.2
Arahan Perijinan
Kewenangan
1. Ijin Prinsip
VII - 26
b. Ijin Pertanahan
1. Ijin Lokasi
Persetujuan
lokasi
bagi
pengembangan
aktivitas/sarana/
prasarana yang menyatakan kawasan yang dimohon pihak
pelaksana
pembangunan
atau
pemohon
sesuai
untuk
dimanfaatkan bagi aktivitas dominan yang telah memperoleh Ijin
Prinsip. Ijin Lokasi akan dipakai sebagai dasar dalam
melaksanakan perolehan tanah melalui pengadaan tertentu dan
dasar bagi pengurusan hak atas tanah. Acuan dari Ijin Lokasi ini
antara lain adalah:
a. sesuaian loka si bagi pembukaan/pengembangan aktivitas
dilihat dari:
1. Rencana Tata Ruang Wilayah.
2. Keadaaan pemanfaatn ruang eksisting.
b. Bagi lokasi dikawasan tertentu, suatu kajian khusus mengenai
dampak lingkungan pengembangan aktivitas budidaya
dominan terhadap kualitas ruang yang ada, hendaknya
menjadi pertimbangan dini. Persyaratan tambahan yang
dibutuhkan, adalah:
1. Surat Persetujuan Prinsip.
2. Surat Pernyataan Kesanggupan akan memberi ganti rugi
atau penyediaan tempat penampungan bagi Pemilik yang
berhak atas tanah yang dimohon.
VII - 27
Penggunaan
Tanah
b. Ijin
Mendirikan
Bangunan
4. Ijin
Lingkungan
VII - 28
a. Ijin HO
b. Persetujuan
RKL dan RPL
Pada mekanisme perijinan ini, mekanisme insentif dapat diterapkan dalam kemudahan
prosedur perijinan dengan cara memangkas beberapa ijin yang sudah sesuai peruntukan
dan penurunan tarif perijinan. Mekanisme disinsentif dapat dilakukan pada saat
penyusunan AMDAL/RKP/RPL, dimana apabila kegiatan tersebut memberikan dampak/
gangguan maka dapat diterapkan mekanisme Development Impact Fee.
7.3
VII - 29
Tabel VII.8
Rekomendasi Untuk Menerapkan Mekanisme Insentif dan Disinsentif
No.
Inventarisasi dan
Promosi
Pengurangan Pajak
Pinjaman
Kemudahan
Administrasi
Bank Lahan
Inkonvesional
Teguran/peringatan
Pajak Progresif
Disinsentif
Insentif
Insentif
Permasalahan
Rekomendasi
VII - 30
Pungutan
pembangunan
(betterment levies)
Ketentuan
penyewaan/pemanf
aatan lahan
Tidak diterbitkan
Ijin Usaha
Pre-empton rights
Disinsentif
Tabel VII.9
Kebijakan Pokok dan Perangkat Pengendalian Pemanfaatan Ruang di kota Palembang
No.
1
Tujuan Pengendalian
Pokok-pokok Kebijakan
Pengendalian
Mempertahankan
kawasan dengan zona
daya dukung sedang s/d
sangat rendah tetap
sebagai lahan non
terbangun
Menetapkan daerah
pinggiran sebagai kawasan
non budidaya atau budidaya
non terbangun berdasarkan
RTRW yang berlandaskan
Peraturan Daerah
Mengendalikan agar
daerah terbangun tetap
pada tingkat kepadatan
rendah
Tidak membangun
prasarana terutama jalan
pada daerah yang ditetapkan
sebagai kawasan non
terbangun
Jika memungkinkan Pemda
membeli/menguasai daerahdaerah yang ditetapkan
sebagai kawasan non
terbangun
Menetapkan KDB dengan
presentase yang rendah
berdasarkan RTRW yang
berlandaskan Perda
Insentif
Disinsentif
Pengenaan sangsi yang
efektif bagi yang
melanggar, berupa denda
dan pembongkaran
bangunan. Pengenaan
sangsi yang efektif bagi
yang melanggar
Pengenaan pajak yang
sangat tinggi jika ternyata
telah membangun
prasarana jalan sehingga
tidak memungkinkan
untuk pelebaran lebih
lanjut
VII - 31
No.
Tujuan Pengendalian
Pokok-pokok Kebijakan
Pengendalian
Mendorong
pembangunan yang
bersifat compact dan infill development
Mendorong perubahan
peruntukan lahan dari
jenis/fungsi tertentu
menjadi jenis/fungsi lain
Mendorong/mempercepat
pembangunan pada
kawasan tertentu
Menghambat
perkembangan
pembangunan pada
kawasan tertentu
Sumber : Hasil Analisis, 2009
Membatasi status
kepemilikan lahan, misalnya
HGB dengan batas waktu
tertentu
Tidak membangun
infrastruktur baru
Tidak mengeluarkan izin
untuk pembangunan baru
Tidak lagi mengeluarkan
izin pembangunan untuk
bangunan-bangunan dengan
KDB dan KLB di atas batas
tertentu
Perubahan RTR yang
dilandasi oleh Perda
Menetapkan bahawa
kawasan tertentu sebagai
kawasan terbangun dengan
berbagai kemudahan
persyaratan pembangunan
Ditetapkan dalam RTRW
sebagai kawasan ber-KDB
sangat rendah
Disinsentif
Kemudahan perizinan,
keringanan jakan
(misalnya PBB yang
rendah)
Pajak yang rendah untk
KDB yang semakin
rendah
VII - 32
Tabel VII.10
Konsep Mekanisme Disinsentif dan Insentif Pengembangan Kawasan
Mekanisme Insentif dan Disinsentif
No.
Kawasan
Pengembangan
Kelompok
Perangkat/Obyek
Kawasan
Promosi
Guna Lahan
Regulasi
Pengaturan
Perizinan (-)
Amdal
Pelayanan Umum
Ekonomi
Pengenaan Pajak (-)
Developmenyt Impact
Fees (+)
Pengenaan Pajak (-)
Pemilikan Pengadaan
Langsung Oleh
Pemerintah
Penguasaan lahan oleh
pemerintah
Pengadaan pelayanan
umum oleh pemerintah
Kawasan
Kendali
Guna Lahan
Pengaturan
Perizinan (+)
Amdal (+)
Transfer of
Development
Pelayanan Umum
Kawasan
Terbatas
Guna Lahan
Pengaturan
Perizinan (++)
Amdal (++)
Transfer of
Development
Pelayanan Umum
Prasarana
Developmenyt Impact
Fees (+)
Betterment Tax (+)
Pengenaan Pajak (+)
Prasarana
Pengadaan
infrastruktur
Pembangunan
perumahan
Pembangunan fasilitas
umum
Penguasaan lahan oleh
pemerintah
Pengadaan pelayanan
umum oleh pemerintah
VII - 33
7.4
Arahan Sanksi
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib menaati rencana tata ruang yang telah
ditetapkan; memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat
yang berwenang; mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Setiap orang yang melanggar ketentuan tersebut di atas akan dikenai sanksi
administratif berupa peringatan tertulis; penghentian sementara kegiatan; penghentian
sementara pelayanan umum; penutupan lokasi; pencabutan izin; pembatalan izin;
pembongkaran bangunan; pemulihan fungsi ruang; dan/atau denda administratif.
Pemberian sanksi terhadap pelanggaran penataan ruang diberikan berdasarkan besar
atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang; nilai
manfaat pemberian jenis sanksi yang diberikan untuk pelanggaran penataan ruang; dan
kerugian publik yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang. Pengenaan sanksi
terhadap pelanggaran penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan tertib tata ruang
dan tegaknya peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang.
Pengenaan sanksi, yang merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan ruang,
dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Bentuk sanksi terhadap
pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan sebagai Peraturan Daerah didasarkan pada bentuk pelanggaran yang
dilakukan. Tindakan sanksi perlu mempertimbangkan jenis pelanggaran rencana tata
ruang sebagai berikut:
a. Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang;
b. Dalam kaitan ini bentuk sanksi yang dapat diterapkan antara lain adalah peringatan,
penghentian kegiatan dan pencabutan sementara izin yang telah diterbitkan, dan
pencabutan tetap izin yang diberikan;
c. Pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang tetapi intensitas pemanfaatan ruang
menyimpang;
d. Dalam kaitan ini bentuk sanksi yang dapat diterapkan adalah penghentian kegiatan,
atau pembatasan kegiatan pada luasan yang sesuai dengan rencana yang ditetapkan;
e. Pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang, tetapi bentuk pemanfaatan ruang
menyimpang.
Dalam kaitan ini sanksi yang dapat dilakukan adalah penghentian kegiatan dan
penyesuaian bentuk pemanfaatan ruang.
Tabel VII.11
Ketentuan Sanksi Pemanfaatan Ruang
Sesuai RTRW
I. Telah ada sebelum RTRW ditetapkan
1. Berizin
2. Tidak Berizin
Pelengkapan Izin
Pengenaan Denda
II. Setelah RTRW ditetapkan, ada persetujuan perubahan pemanfaatan ruang
1. Berizin
Pengenaan denda
Pengenaan biaya dampak
lingkungan
2. Tidak Berizin
1. Pelengkapan Izin
1. Perlengkapan izin
2. Pengenaan Denda
2. Pengenaan denda
3. Pengenaan biaya dampak lingkungan
III. Setelah RTRW ditetapkan, tidak ada persetujuan perubahan pemanfaatan ruang
1. Berizin
Tidak boleh terjadi, jika terjadi pencabutan izin
2. Tidak Berizin
1. Pelengkapan Izin
1. Pengenaan denda
2. Pengenaan Denda
2. Pemulihan fungsi
VII - 34
VII - 35
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA PALEMBANG
2.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Palembang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang, pada dasarnya berfungsi sebagai matra
ruang dalam rencana strategis dan program pembangunan Kota Palembang. Oleh karena
itu, perumusan konsep pengembangan wilayah tetap mengacu pada tujuan, sasaran
serta arah pembangunan jangka panjang yang telah ditetapkan dalam rencana strategis
yang menyebutkan bahwa titik berat pembangunan wilayah Kota Palembang dalam
jangka panjang adalah dalam bidang ekonomi dengan sasaran utama menciptakan
struktur perekonomian daerah yang seimbang antar sektor perdagangan dan jasa,
industri dengan sektor-sektor lainnya serta menciptakan struktur ruang yang
mendukung perkembangan ekonomi kota secara keseluruhan.
Tujuan penataan ruang wilayah kota merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kota
yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. Fungsi dari tujuan ini antara lain
sebagai dasar untuk memformulasikan kebijakan dan strategi penataan ruang,
memberikan arahan bagi penyusunan indikasi program utama, dan sebagai dasar arahan
penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota.
Tujuan
Penataan
Ruang
Wilayah
Kota
Palembang
dirumuskan
dengan
mempertimbangkan beberapa hal berikut ini :
a. Mengacu pada arah pembangunan jangka panjang Kota Palembang.
b. Visi Kota Palembang, yaitu Palembang Kota Internasional, Sejahtera, Berkualitas,
Berbudaya 2013.
c. Isu strategis yang dihadapi dalam pembangunan Kota Palembang.
d. Tujuan penataan secara umum yang telah ditetapkan dalam UU Nomor 26 tahun
2007 tentang Penataan Ruang, yaitu menciptakan ruang yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan.
e. Dalam rangka mewujudkan Palembang sebagai Kota Tepian Sungai dengan konsep
Water Front City.
f. Dalam rangka meningkatkan peran Kota Palembang sebagai Pusat Kegiatan Nasional
yang mampu melayani berbagai aktivitas masyarakat dalam wilayah kota, provinsi
maupun nasional;
g. Mewujudkan keseimbangan pembangunan antar wilayah, baik antara Seberang Ilir
dengan Seberang Ulu maupun pusat kota dengan pinggiran kota;
h. Mewujudkan kawasan strategis kota yang menunjang pertumbuhan ekonomi,
menjaga kelestarian lingkungan hidup dan warisan budaya.
Berdasarkan delapan pertimbangan diatas, maka dapat dirumuskan Tujuan Penataan
Ruang Wilayah Kota Palembang adalah :
Tujuan penataan ruang wilayah adalah untuk mewujudkan Palembang sebagai
Kota Tepian Sungai berbasis pariwisata, jasa dan perdagangan berskala
Internasional yang Berbudaya, Aman, Nyaman, Produktif, Hijau, Berwawasan
Lingkungan, dan Berkelanjutan.
II - 1
II - 2
berhierarkhi.
Strategi ini dimaksudkan agar perkembangan kota merata ke seluruh wilayah
secara berhirarki sesuai dengan fungsi dan peran yang diemban kota Palembang.
II - 3
f. Strategi untuk kebijakan Peningkatan fungsi kota sebagai pusat jasa, perdagangan,
dan pariwisata berskala internasional, meliputi:
1. mengembangkan kawasan perkantoran/pemerintahan yang terpadu dan efisien
dalam meningkatkan pelayanan publik;
2. mengembangkan kawasan perdagangan dan jasa yang nyaman dan berdaya saing;
3. meningkatkan kegiatan ekspor berbasis sumber daya lokal;
4. mengembangkan kawasan pariwisata sesuai dengan potensi, karakteristik dan
jenis wisata unggulan; dan
5. mengembangkan konsep wisata MICE (Meeting, Insentive, Convention, Exibition);
g. Strategi untuk kebijakan pengembangan kawasan budidaya meliputi:
1. mendorong pengembangan perumahan di wilayah baru dengan pola Kasiba/Lisiba;
2. mengembangkan perumahan vertikal terutama pada kawasan padat penduduk
dengan memperhatikan ketersediaan prasarana dan sarana;
3. menata, merehabilitasi dan meremajakan kawasan permukiman yang rendah
kualitas lingkungannya; dan
II - 4
II - 5