You are on page 1of 12

Individual Assignment BALH

Permasalahan Banjir di Sungai Lahumbuti


DAS Konaweha

I.

Pendahuluan
Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah
atau daratan karena volume air yang meningkat (Perka BNPB Nomor 8 Tahun
2011). Keadaan tersebut diakibatkan oleh beberapa factor antara lain luapan air
sungai.
Permasalahan air permukaan dibagi menjadi dua yaitu yaitu di ruang
jaringan sungai atau instream dan di ruang daerah aliran sungai atau offstream
(Kodoatie, 2010). Pada instream, persoalan menyangkut 3 (tiga) masalah klasik,
yaitu

too

much,

too

little,

too

dirty.

Too

much

dimaksudkan

untuk

menggambarkan kondisi air yang berlebih atau dari segi kebencanaan daoat
dilihat bahwa daerah tersebut sering mengalami kejadian banjir saat musim
hujan sedangkan too little dimaksudkan untuk menggambarkan daerah yang
kekurangan air dan too dirty menyatakan kondisi kualitas air. Salah satu indikasi
too much dan too little adalah dengan melihat perbandingan antara debit
maksimum (Qmaks) dan debit minimum (Qmin) disuatu sungai. Semakin besar
perbedaan antara kedua parameter tersebut, maka hal tersebut mengindikasikan
kerusakan DAS.
Kondisi tersebut diatas juga sering dialami pada salah satu sungai di Wilayah
Sungai Lasolo Konaweeha yaitu Sungai Lahumbuti yang bermuara di Sungai
Konaweeha.
a. Deskripsi Singkat Sungai Lahumbuti
Sungai Lahumbuti adalah salah satu anak Sungai Konaweeha di DAS
Konaweeha yang memiliki luas sub DAS 407,3 km 2. Sungai ini memiliki panjang
120 km dan terbentang dari arah barat ke timur yang melintasi Kabupaten
Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara.
Berdasaran laporan Publikasi Unit Hidrologi Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV
tahun 2014, Curah hujan di Sub DAS Lahumbuti tahun 2014 mencapai 2.301
mm dalam 242 hari Hujan (HH).

Pada sepanjang Sungai Lahumbuti terdapat 2 (dua) stasiun pengukur tinggi


muka air yaitu Pos Duga Air Abuki dan Pos Duga Air Amesiu. Diketahui melalui
laporan publikasi Unit Hidrologi BWS Sulawesi IV tahun 2014 bahwa Kedua pos
Duga air ini mencatat tanggal kejadian Tinggi Muka Air ekstrim yang sama
yaitu pada tanggal 22 Juli 2013 dengan tinggi muka air pada Pos Amesiu
sebesar 6,77 meter dengan debit 164,94 m 3/detik dan pada Pos Abuki, tinggi
muka air mencapai 4,83 meter dengan debit sebesar 149,8 m 3/detik. Pada
kedua Pos Duga Air tersebut juga tercatat tinggi muka air kritis yaitu pada
bulan Oktober 2013 (PDA Amesiu TMA 0,45 m dan Q 1,58 m 3/detik, PDA Abuki
TMA 0,20 m dan Q 7,8 m3/detik). Sedangkan debit rerata pada tahun 2014
Sungai Lahumbuti adalah 45,755 m3/detik.
Air

Sungai

Lahumbuti

dimanfaatkan

perkebunan dan daerah

sebagian

besar

untuk

kebutuhan

irigasi (3050 Ha) yang merupakan daerah irigasi

kewenangan pemerintah pusat.


Sub DAS Lahumbuti memiliki kondisi topografi yang cenderung bergunung dan
berbukit. Berdasarkan peta topografi Bakosurtanal tahun edisi I tahun 1999,
tataguna lahan pada daerah aliran sungai meliputi : Perkebunan/Hutan, Sawah,
Ladang, Rawa, Pemukiman

Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV


Gambar 1. Sub Daerah Aliran Sungai Lahumbuti

Sumber

Wilayah

Balai
Sungai

Sulawesi IV
Gambar 2. Kondisi Sungai Lahumbuti kondisi Normal

b. Permasalahan Banjir
Meluapnya sungai Lahumbuti mengakibatkan kerusakan fasilitas umum,
permukiman, persawahan, perkebunan dan infrastruktur Sumber Daya Air.
Kejadian banjir yang terjadi setiap tahun, sering kali menggenangi 4 (empat)
desa di Kecamatan Abuki, Kabupaten Konawe.
Kondisi sungai saat ini telah banyak mengalami pendangkalan dan meandering
dan penyempitan di beberapa ruas sungai. Pendangkalan tersebut disebabkan
oleh laju sedimentasi yang besar di daerah hulu. Kondisi penampang sungai
yang demikian terjadi pada saat debit musim hujan dimana sungai sudah tidak
mampu lagi menampung besarnya debit aliran sehingga terjadi luapan ke
kedua sisi sungai. Luapan air tersebut membanjiri lokasi pemukiman,
persawahan, perkebunan dan merusak beberapa infrastruktur sumber daya air
seperti tanggul banjir dan beberapa bangunan pegendali banjir lainnya. Hal ini
menyebabkan kerugian yang besar.

Gambar 3 Jalan pemukiman dan kebun masyarakat yang terendam

Gambar 4. Kondisi Bendung Walay saat tidak banjir dan saat banjir
Banjir juga mengancam stabilitas bendung Walay yang merupakan salah satu
bendung yang ada di Sungai Lahumbuti, dimana bendung ini melayani
kebutuhan air irigasi untuk DI Walay (D.I kewenangan pemerintah Pusat)
dengan luas 3050 Ha seperti telihat pada gambar 4, kondisi tersebut terjadi
pada banjir pada tahun 2013 dimana +800 Ha Daerah Irigasi tergenang banjir.
Adapun penyebab banjir yang terjadi di kawasan SubDAS Lahumbuti

dibagi

menjadi beberapa indikator yaitu :


a. Indikator Hidrologis, bentuk sub DAS dan kondisi aliran.
b.Indikator Geografi dan Topografi Wilayah, letak dan bentuk daerah rawan
banjir.

c. Indikator Morfologi Sungai, terkait kemiringan dasar sungai, bentuk sungai


yang berbelok belok, dan bentuk penampang sungai.
d.Indikator Sedimentasi, yaitu sedimentasi yang terjadi di tengah dan di hilir
sungai Lahumbuti yang cukup tinggi.
e. Indikator Masyarakat, yaitu tata ruang permukiman di daerah sepanjang
sungai dan partisipasi masyarakat dalam penanganan banjir
Salah satu kejadian banjir terparah adalah kejadian banjir pada bulan Juli tahun
2013 dimana terdapat 3 tanggul banjir di Sungai Lahumbuti yang jebol akibat
besarnya debit yang ada.

Sungai

Gambar 5. Peta Genangan Banjir di pertemuan Sungai Konaweeha dan Sungai


Lahumbuti

II. Penanganan Banjir Eksisting


Pada sepanjang sungai Lahumbuti telah dilaksanakan beberapa upaya upaya
penanganan banjir secara structural pada beberapa lokasi untuk mengamankan
lokasi lokasi terdampak banjir.
Jenis struktur yang digunakan untuk pengendali banjir adalah berupa pembuatan
tanggul banjir. Pembangunan tanggul banjir telah dilakukan beberapa tahap
pada beberapa lokasi seperti pada Desa Unaasi, Kecamatan Abuki yang
merupakan daerah yang terkena dampak luapan Sungai Lahumbuti hampir
setiap tahun. Pembuatan tanggul banjir di desa ini dilaksanakan pada tahun
2013 dengan panjang tangul 750 meter.

Gambar 6. Pembuatan tanggul banjir di Sungai Lahumbuti sepanjang 750 meter


di Desa Unaasi Jaya.
Beberapa lokasi tanggul banjir ini mengalami jebol saat banjir terjadi pada
pertengahan tahun 2013 yang mengakibatkan tergenangnya beberapa titik di
kabupaten Konawe. Genangan yang paling parah terjadi yaitu pada jalan poros
Kendari Konawe yang juga merupakan jalan akses menuju Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Tengah yaitu didekat pertemuan sungai Lahumbuti dengan Sungai
Konaweeha dimana dampaknya menyebabkan terhambatnya akses jalan yang
menyebabkan kerugian yang cukup besar pada beberapa sector terutama pada
sector perekonomian.
Upaya upaya penanganan dan perlindungan banjir selain dilakukan aoleh
pemerintah pusat (Kementerian Pekerjaan Umum BWS Sulawesi IV) juga
dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Konawe dengan melakukan upaya
perlindungan tebing sungai dengan bronjong dan pembangunan tanggul banjir di
beberapa lokasi.

Gambar 7. Pasangan Bronjong di Sungai Lahumbuti Kecamatan Pondidaha

III.

Usulan Penanganan

Secara teknis Pengendalian Banjir pada kawasan DAS Lahumbuti Kabupaten


Konawe dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a.

Mereduksi puncak banjir


Yang dimaksud dengan mereduksi puncak banjir disini adalah mengurangi
puncak banjir yang tiba di bagian hilir Sungai Lahumbuti, sehingga badan
Sungai Lahumbuti yang melintasi perkebunan dan persawahan hanya
melewatkan jumlah aliran maksimum yang dapat ditampung di sungai itu
saja. Bentuk pengendalian banjir yang dilakukan untuk memenuhi tujuan
tersebut antara lain :
-

Membuat tampungan-tampungan banjir sementara dibagian hulu


Sungai Lahumbuti.

Membuat rintangan-rintangan atau sistem yang dapat memperlambat


aliran dan menahan sedimen di daerah hulu

Memperbaiki daerah resapan air di Kawasan DAS (konservasi daerah


DAS, pembuatan sumur-sumur resapan dan terasering)

Untuk melaksanakan kegiatan ini dibutuhkan studi lebih lanjut mengenai


beberapa parameter yang sensitif dalam upaya pengendalian banjir yang
komprehensif antara lain :
-

Studi mengenai kebutuhan waduk, embung, atau kebutuhan struktur


pengendali banjir lain di sungai Lahumbuti untuk mereduksi banjir di

b.

tengah dan hilir.


Analisis mengenai Konservasi DAS di hulu sungai Lahumbuti.
Mereduksi angkutan sedimen sungai dari hulu, angkutan sedimen

mampu di reduksi dengan melakukan upaya upaya konservasi lahan di


daerah hulu. Sedimen lebih banyak berasal dari gerusan tanah yang
terbawa air melalui proses runoff saat terjadi hujan, dimana kondisi hulu sub
DAS

Lahumbuti

terdapat

beberapa

lokasi

pertambangan

Nikel

yang

membuka lahan hujan untuk dijadikan pertambangan.


c.

Menormalkan geometrik sungai


Yang dimaksud dengan menormalkan geometri sungai adalah kegiatan
merubah dimensi penampang sungai yang telah mengalami perubahan

penampang yaitu mengecil atau membesar akibat erosi tebing sungai untuk
dikembali ke dimensi normal sehingga dapat melewatkan banjir rencana.
Debit rencana di sungai lahumbuti dihitung berdasarkan kala ulang 2, 5, 10,
20, 25, 50, dan 100 tahun seperti pada table 1 berikut
Tabel 1 Debit Banjir Rancangan Sungai Lahumbuti

Sumber : BWS Sulawesi IV

d.

Mengisolasi daerah genangan, upaya ini dilakukan untuk menghindari


genangan banjir semakin luas sehingga kerusakan dan kerugian akibat
banjir dapat di tekan.

Berikut disajikan pada tabel 2 (dua) mengenai alternatif upaya penanggulangan


banjir di sungai Lahumbuti.

Tabel 2 Alternatif Pengendalian Banjir Sungai Lahumbuti

Sehingga, upaya untuk mengatasi banjir yang sering terjadi di Sub DAS Lahumbuti,
maka dapat dilakukan beberapa upaya sebagai berikut :
1. Normalisasi Alur
Yang dimaksud dengan menormalkan geometri sungai adalah kegiatan merubah
dimensi penampang sungai yang telah mengalami perubahan penampang yaitu
mengecil atau membesar akibat erosi tebing sungai untuk dikembali ke dimensi
normal sehingga dapat melewatkan banjir rencana.

a) Pelebaran sungai

Upaya pelebaran sungai ini dapat meningkatkan kapasitas badan sungai


sehingga air yang dilewatkan bisa semakin besar. Jika dituangkan dalam
rumus, seperti misalnya rumus Manning, kapasitas pengaliran penampang
sungai dipengaruhi oleh luas penampang sungai (A), radius hidrolis (R),
kemiringan dasar sungai (S 0) dan kekasaran sungai (n). Penambahan lebar
sungai akan meningkatkan kapasitas pengaliran sungai dalam arah horizontal
akibat meningkatnya penampang sungai (A), radius hidrolis (R).
B2
B1

Gambar 8 Pelebaran sungai (A dan R bertambah arah horizontal)

b) Penggalian dan Pengerukan sungai


Tujuan penggalian dan pengerukan pada perbaikan dan pengaturan sungai
adalah:
1. Untuk meningkatkan kapasitas aliran alur sungai dengan memperbesar
kapasitas penampangnya, baik memperlebar ataupun memperdalam alur
sungai tersebut.
2. Untuk membagi debit banjir atau menyalurkan air untuk berbagai kebutuhan
dengan pembuatan saluran-saluran baru seperti saluran banjir, saluran
drainase, dan saluran pembawa.
3. Untuk pengendalian banjir atau peningkatan penyediaan air sungai dengan
pembangunan waduk-waduk pada lokasi yang berdekatan dengan sungai
atau pada alur sungai.
4. Untuk memperbaiki alur asli dan untuk mendapatkan bahan tanah urugan
tanggul.

Gambar 9. Perlindungan tanggul

H1

H2

Gambar 10. Perbaikan Alur Sungai dengan Pengerukan

IV. Kebutuhan Studi


1.

Dari hasil perencanaan ini, diperlukan tindak lanjut pelaksanaan pekerjaan


fisik konstruksinya.

2.

Pemeliharaan dan Pengoperasian terhadap bangunan-bangunan Fasilitas


Sungai sudah saatnya harus dilakukan secara rutin dan berkala, agar
supaya bangunan-bangunan tersebut dapat tetap berfungsi dengan baik.

3.

Perlu diadakan kajian tersendiri terhadap potensi lahan pertanian dan


perkebunan yang terdapat di kecamatan Abuki.

V.

ad

You might also like