Professional Documents
Culture Documents
DIPLOMA IV AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
dan
pertanggungjawaban
pengelolaan
PNBP
oleh
kementerian
negara/lembaga.
3. Klasifikasi Penerimaan Negara Bukan Pajak
Untuk tujuan klasifikasi, PNBP dapat dibagi kedalam dua jenis klasifikasi, yaitu
berdasarkan Undang-undag nomor 20 tahun 1997 dan berdasarkan bagan akun standar.
Berdasarkan Undang-undag nomor 20 tahun 1997, PNBP meliputi:
a penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;
b penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
c penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;
d penerimaan dari kegiaatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;
e penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda
f
g
administrasi;
penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;
penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.
Sedangkan klasifikasi berdasarkan bagan akun standar, PNBP dapat dibagi
kedalam: 1) penerimaan sumber daya alam (SDA), 2) penerimaan bagian Pemerintah atas
laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN), 3) PNBP lainnya, dan 4) pendapatan Badan
Penerimaan negara bukan pajak dari tahun ke tahun semakin meningkat. Data
realisasi PNBP dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 sebagai berikut:
(dalam trilyun rupiah)
TAHUN ANGGARAN
JENIS PNBP
SDA Migas
SDA Non-migas
Deviden BUMN
PNBP Lainnya
Pendapatan BLU
TOTAL
2008
212
13
29
63
4
321
2009
126
13
26
54
8
227
2010
2011
153
16
30
59
11
269
193
20
29
69
20
331
2012
Semester I
205,82
20,02
30,80
73,46
21,70
351,80
2013
61,6
11,5
27,1
29,9
6,86
137,05
Sedangkan untuk target penerimaan PNBP tahun 2014 adalah sebagai berikut:
(dalam trilyun rupiah)
URAIAN PNBP
SDA Migas
SDA Non-migas
Deviden BUMN
PNBP Lainnya
Pendapatan BLU
TOTAL
TARGET 2014
171,3
26,7
37,0
91,1
24,8
350,9
4) Efisien, artinya pelaksanaan tata usaha perpajakan harus dilaksanakan dan dibatasi
dengan hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian tujuan.
5) Ekonomis, artinya sejalan dengan salah satu asas pemungutan pajak yaitu harus
dilakukan dengan ekonomis
6) Berkeadilan, artinya pelaksanaan tata usaha pelayanan yang bersifat umum dan
merata.
7) Tepat Waktu, artinya pelaksanaan pelayanan dilaksanakan dengan tepat waktu dan
tidak bertele-tele, yaitu waktu yang pantas dan wajar untuk penyelesaian.
Dalam perpajakan, administrasi secara garis besar penggunaannya adalah dalam
rangka pelayanan, pengawasan dan pembinaan terhadap Wajib Pajak dalam melaksanakan
kewajiban dan haknya,yang antara lain meliputi:
a. Pelayanan Penerimaan Surat Masuk dan Pemberian Bukti Tanda Terima
b. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak / Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
c. Bukti Pembayaran Pajak / Surat Setoran Pajak (SSP)
d. Pengelolaan Surat pemberitahuan (SPT) Masa dan SPT Tahunan.
e. Pengawasan Pembayaran Masa
f.
Restitusi Pajak
j.
Pemeriksaan Pajak
k. Sistem Kearsipan
l.
Pengolahan Data
Reformasi dalam administrasi perpajakan, yang secara singkat disebut modernisasi
sudah dimulai sejak tahun 2002. Adapun jiwa dari program modernisasi ini adalah
pelaksanaan good governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang
transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal
dan terkini. Strategi yang ditempuh adalah pemberian pelayanan prima sekaligus
pengawasan intensif kepada para wajib pajak. Jika program modernisasi ini ditelaah secara
mendalam, termasuk perubahan-perubahan yang telah, sedang, dan akan dilakukan, maka
dapat dilihat bahwa konsep modernisasi ini merupakan suatu terobosan yang akan
membawa perubahan yang cukup mendasar dan revolusioner.
Untuk mewujudkan itu semua, maka program reformasi adminsitrasi perpajakan
perlu dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dan komprehensif. Perubahanperubahan yang dilakukan meliputi bidang-bidang berikut:
1) Struktur Organisasi
Untuk melaksanakan perubahan secara lebih efektif dan efisien, sekaligus mencapai
tujuan organisasi yang diinginkan, penyesuaian struktur organisasi DJP merupakan suatu
langkah yang harus dilakukan dan sifatnya cukup strategis. Struktur organisasi harus juga
diberi fleksibilitas yang cukup untuk dapat selalu menyesuaikan dengan lingkungan
eksternal yang sangat dinamis, termasuk perkembangan dunia bisnis dan teknologi.
Untuk mengimplementasikan konsep administrasi perpajakan modern
yang
berorientasi pada pelayanan dan pengawasan, maka struktur organisasi DJP perlu diubah,
baik di level kantor pusat sebagai pembuat kebijakan maupun di level kantor operasional
sebagai pelaksana implementasi kebijakan. Perubahan tersebut antara lain
-
Untuk memudahkan Wajib Pajak, ke tiga jenis kantor pajak yang ada, yaitu Kantor
Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), serta
Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa), dilebur menjadi Kantor Pelayanan
Pajak (KPP). Dengan demikian Wajib Pajak cukup datang ke satu kantor saja untuk
menyelesaikan seluruh masalah perpajakannya
Unit vertikal DJP dibedakan berdasarkan segmentasi Wajib Pajak, yaitu KPP Wajib
Pajak Besar, KPP Madya, dan KPP Pratama.Dengan pembagian seperti ini, diharapkan
strategi dan pendekatan terhadap wajib pajakpun dapat disesuaikan dengan
karakteristik Wajib Pajak yang ditangani, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih
optimal
Khusus
di
kantor
operasional,
terdapat
posisi
baru
yang
disebut
Account
Struktur Kantor Pusat DJP (KP DJP) ikut disesuaikan berdasarkan fungsi agar sesuai
dengan unit vertikal di bawahnya. Ke depannya KP DJP dirancang sebagai
Pusat
Analisis dan Perumusan Kebijakan (Center of Policy Making and Analysis) atau hanya
menjalankan tugas dan pekerjaan yang sifatnya non operasional.
2) Business Process dan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Perbaikan business process, yang mencakup metode, sistem, dan prosedur kerja
diarahkan pada penerapan full automation dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi, terutama untuk pekerjaan yang sifatnya klerikal. Diharapkan dengan full
automation, akan tercipta suatu business process yang efisien dan efektif karena
administrasi menjadi cepat, mudah, akurat, dan paperless, sehingga dapat meningkatkan
pelayanan terhadap Wajib Pajak, baik dari segi kualitas maupun waktu. Business process
dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi kontak langsung pegawai DJP
dengan Wajib Pajak untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya KKN. Di samping itu,
fungsi pengawasan internal akan lebih efektif dengan adanya built-in control system, karena
siapapun dapat mengawasi bergulirnya proses administrasi melalui sistem yang ada.
Langkah-langkah perbaikan business process antara lain;
-
kegiatan di seluruh unit DJP yang dijadikan acuan pelaksanaan tugas dan pekerjaan
bagi para pegawai.
-
Untuk sistem administrasi internal saat ini terus dilakukan pengembangan dan
penyempurnaan Sistem Informasi DJP (SIDJP).
Pembuatan dan penegakan Kode Etik Pegawai yang secara tegas mencantumkan
kewajiban dan larangan bagi para pegawai DJP dalam pelaksanaan tugasnya, termasuk
sanksi-sanksi bagi setiap pelanggaran Kode Etik Pegawai tersebut.
Dalam lingkup internal DJP sendiri, telah dibentuk dua Subdirektorat yang khusus
menangani pengawasan internal di bawah Direktorat Kepatuhan Internal dan
Transformasi Sumber Daya Aparatur, yaitu Subdirektorat Kepatuhan Internal yang
sifatnya lebih ke pencegahan (preventif) dan Subdirektorat Investigasi Internal yang
sifatnya lebih ke pengusutan dan penghukuman (reaktif).
Dalam hal efisiensi dan efektivitas, serta profesionalisme dan akuntabilitas organisasi,
adanya penerapan manajemen organisasi modern melalui pembuatan dan penerapan
siklus perencanaan, implementasi, dan evaluasi, yang disertai alat ukur yang jelas untuk
menilai keberhasilan program tersebut.
biaya cost recovery, dan c) adanya ganguan pada fisilitas produksi yang berakibat pada
aktivitas produksi.
Jadi, untuk optimalisasi penerimaan sumber daya alam, upaya dan kebijakan
pemerintah Indonesia terutama difokuskan kepada:
a) pemberian fasilitas fiskal dan non-fiskal terhadap kegiatan usaha sektor hulu migas guna
meningkatkan lifting minyak bumi dan gas alam;
b) penerbitan peraturan pemerintah tentang cost recovery dalam kegiatan usaha hulu
migas dengan tetap menghormati kontrak yang berlaku;
c) memperkuat penagihan dan pengawasan dari sektor migas oleh Badan Pelaksana
Migas;
d) meningkatkan produksi dan revisi tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada sektor
sumber daya mineral;
e) menggali potensi-potensi penerimaan yang ada di sektor kehutanan dengan tanpa
f)
Sumber:
www.bppk.depkeu.go.id
www.anggaran.depkeu.go.id
www.pajak.go.id
Undang-undang nomor 20 Tahun 1997
Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2014