You are on page 1of 2

Reformasi Perbukuan Nasional

Willy Juanggo
Guru SMA Pribadi Bilingual Boarding School Bandung
Beberapa waktu yang lalu menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Basewedan melontarkan
gagasan akan melakukan reformasi terkait tata kelola perbukuan nasional[1]. Hal ini dilakukan untuk
menghindari adanya konten negatif di dalam buku yang diedarkan, terutama buku pelajaran yang
diperuntukkan untuk siswa. Lebih lanjut, selama ini pengadaan buku lebih banyak disentralkan dan
menjadi urusan pemerintah pusat. Namun, dengan waktu pengadaan yang terbatas serta jumlah
buku yang sangat besar membuat pemerintah mendapati kendala, menyangkut pengadaan dan
materinya.
Persoalan buku merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam dunia pendidikan di
Indonesia. Sebab, dalam praktiknya kegiatan belajar mengajar tidak bisa terlepas dari penggunaan
buku sebagai salah satu media pembelajaran. Kebutuhan buku pegangan tetap menjadi prioritas
penting bagi siswa maupun guru. Oleh karena itu, hendaknya buku-buku yang digunakan sebagi
acuan dalam belajar benar-benar teruji secara kualitas dan isinya.
Penulis beranggapan bahwa keberadaan buku dengan konten negatif tidak terlepas dari kurang
maksimalnya kontrol yang dilakukan oleh pemerintah terhadap setiap buku pelajaran sebelum
diterbitkan. Dengan wacana reformasi tata kelola perbukuan ini, tentu kita berharap akan hadirnya
sebuah sistem yang menjamin standar dan kelayakan sebuah buku sebelum beredar di masyarakat.
Berkaca pada masa lalu, di era orde baru misalnya, pengadaan buku pelajaran dipegang penuh oleh
pemerintah melalui menteri pendidikan dan kebudayaan. Meskipun pada akhirnya pemerintah
memberikan hak kepada Balai Pustaka untuk mencetak, karena kebutuhan buku pelajaran yang
semakin meningkat. Para penerbit swasta pun diberikan kesempatan menerbitkan buku-buku
pelengkap. Namun, hal yang menonjol dalam masalah perbukuan saat itu adalah penerbitan buku
yang harus melalui sensor dan persetujuan Kejaksaan Agung sebagai penilai. Sehingga buku-buku
yang bermuatan negatif seperti separatisme dan komunisme tidak bisa terbit.
Sebenarnya, pemerintah pernah membentuk lembaga yang mengatur perbukuan nasional. Badan
Pertimbangan dan Pengembangan Buku Nasional (BPPBN) dibentuk pada tahun 1978 untuk
melakukan berbagai kajian dan merumuskan konsep-konsep kebijakan di bidang perbukuan
nasional. Namun, karena dinilai kurang maksimal dalam menjalankan fungsinya, badan ini
dibubarkan. Pada tahun 1999 pemerintah juga sempat membentuk Dewan Buku Nasional (DBN)
yang diketuai oleh Presiden dengan sejumlah Menteri dan wakil masyarakat perbukuan sebagai
anggotanya. Namun, lagi-lagi dewan ini juga tidak berfungsi dengan maksimal sehingga dibubarkan
pada tahun 2011.
Mengenai gagasan reformasi perbukuan ini, penulis secara pribadi menyambut baik dan
mendukung. Sebab saat ini quality control yang menjamin standar kelayakan dalam buku pelajaran
yang menjadi konsumsi siswa sangat diperlukan. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh
pemerintah untuk mewujudkan reformasi ini. Pertama, dengan memaksimalkan fungsi dari
Puskurbuk (Pusat Kurikulum dan Perbukuan) yang dimiliki oleh Balitbang Kemendikbud, yang salah
satu fungsinya adalah menilai buku teks pelajaran. Kedua, menciptakan payung hukum yang

mengatur tentang perbukuan nasional. Sebab sampai sekarang kita belum memiliki peraturan resmi
yang mengatur tentang perbukuan dan sanksi bagi yang melanggar. RUU tentang sistem perbukuan
nasional nampaknya perlu segera dibahas dan diselesaikan oleh DPR. Selanjutnya, dengan adanya
desentralisasi pemerintah pusat dalam pengadaan buku pelajaran, diharapkan pemerintah juga
mendorong masyarakat untuk berkontribusi dalam menulis, seperti yang pernah disampaikan oleh
Pak Menteri bahwa Indonesia memliki kemampuan SDM penulis yang sangat luas dan banyak,
khususnya dari kalangan guru di Indonesia. Tentunya hal ini harus diimbangi dengan fungsi
pemerintah pusat sebagai kurator yang berjalan dengan baik. Studi banding ke negara yang
memiliki tata kelola buku yang baik juga bisa dilakukan, dengan catatan tidak sekedar
penghamburan anggaran dan membawa manfaat yang jelas.

Catatan Kaki:
1. Kemendikbud Akan Lakukan Reformasi Tata Kelola Buku berita tanggal 1 April 2015
(http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/berita/4021)

You might also like