You are on page 1of 25

BAB I

STATUS PASIEN
I. Identitas
Nama

: Tn. S

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 61 tahun

Pekerjaan

:-

Pendidikan

: SMP

Status Perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Lan II, RT/RW 11/09 Petamburan Tanah Abang, Jakarta


Pusat

II. Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 1 Juni 2015 pukul 10.00 WIB
A. Keluhan Utama
Penglihatan mata kanan dan kiri perlahan buram sejak 2 tahun yang lalu sampai
akhirnya 4 hari SMRS pasien sulit beraktivitas.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 tahun yang lalu, penglihatan mata kanan pasien dirasakan kabur
perlahan lahan dilanjutkan mata kiri. Penglihatan menurun secara perlahan dan
mulai mengganggu aktivitas pasien. Keluhan ini sudah dirasakan kurang lebih
sekitar 2 tahun yang lalu, namun benar benar mengganggu aktivitas 4 hari SMRS
dimana kedua mata tidak bisa melihat orang orang disekelilingnya bahkan untuk
berjalan saja sulit
Pasien menyangkal adanya penglihatan seperti pelangi, mata merah, mata
berair, rasa nyeri dan gatal pada mata serta sakit kepala. Tidak terdapat keluhan

perubahan bentuk maupun warna dari benda. Pasien menyangkal tidak adanya
riwayat trauma sebelumnya.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal memiliki riwayat hipertensi, riwayat diabetes melitus dan
asma disangkal. Tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan. Pasien tidak
memakai kaca mata baca.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal adanya anggota keluarga yang memiliki keluhan yang
sama dengan dirinya. Pasien juga menyangkal adanya riwayat hipertensi dan
diabetes melitus pada anggota keluarga.
III. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan umum

: baik

Kesadaran

: compos mentis

Tanda-tanda vital
Tekanan darah

: 130/90 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Suhu

: afebris

Pernapasan

: 18 x/menit

B. Status Ophtalmologis
Visus: AVOD
AVOS

: 1/60, PH : (-)
: 3/60, S-2.00, C-1.00 X 60 6/15, PH : (-)
Add: S+3,00 J (2)

Pemeriksaan
Kedudukan Bola Mata
Pergerakan Bola Mata
Palpebra Superior

Okuli Dekstra
Ortoforia
Baik, ke segala arah
Ptosis (-), oedem (-)

Okuli Sinistra
Ortoforia
Baik, ke segala arah
Ptosis (-), oedem (-)

Ektropion (-), entropion (-)

Ektropion (-), entropion (-)

Konjungtiva tarsalis superior

Trikiasis (-), distrikiasis (-)


Hiperemi (-), litiasis (-)

Trikiasis (-), distrikiasis (-)


Hiperemi (-), litiasis (-)

Konjungtiva bulbi

Folikel (-)
Injeksi konjungtiva (-)

Folikel (-)
Injeksi konjungtiva (-)

Injeksi silier (-)

Injeksi silier (-)

Konjungtiva tarsalis inferior

Perdarahan subkonjungtiva (-)


Hiperemi (-), litiasis (-)

Perdarahan subkonjungtiva (-)


Hiperemi (-), litiasis (-)

Kornea
Camera Oculi Anterior
Iris

Folikel (-)
Jernih
Dangkal
Warna coklat

Folikel (-)
Jernih
Dangkal
Warna coklat

Pupil
Lensa

Gambaran kripti baik


Bulat, isokor, RC L +, RCTL +
Keruh

Gambaran kripti baik


Bulat, isokor, RCL +, RCTL +
Keruh

Vitreous Humor
Funduskopi
Tekanan Intra Okuler

Shadow test (+)


Jernih
Refleks fundus (+)
Palpasi normal

Shadow test (+)


Jernih
Refleks fundus (+)
Palpasi normal

7/5,5

8/5,5

IV. Resume
Pasien laki-laki, usia 61 tahun, datang ke poliklinik mata Rumah Sakit Angkatan
Laut DR. Mintohardjo dengan keluhan Penglihatan mata kanan dan kiri perlahan buram
sejak 2 tahun yang lalu sampai akhirnya 4 hari SMRS pasien sulit beraktivitas. Sejak 2
tahun yang lalu, penglihatan mata kanan pasien dirasakan kabur perlahan lahan
3

dilanjutkan mata kiri. Penglihatan menurun secara perlahan dan mulai mengganggu
aktivitas pasien. Keluhan ini sudah dirasakan kurang lebih sekitar 2 tahun yang lalu,
namun benar benar mengganggu aktivitas 4 hari SMRS dimana kedua mata tidak bisa
melihat orang orang disekelilingnya bahkan untuk berjalan saja sulit Pasien menyangkal
adanya penglihatan seperti pelangi, mata merah, mata berair, rasa nyeri dan gatal pada
mata serta sakit kepala. Tidak terdapat keluhan perubahan bentuk maupun warna dari
benda. Pasien menyangkal tidak adanya riwayat trauma sebelumnya.
Pada status oftalmologis, didapatkan:
Visus: AVOD
AVOS

: 1/60, PH : (-)
: 3/60, S-2.00, C-1.00 X 60 6/15, PH : (-)
Add: S+3,00 J (2)

Pemeriksaan
Camera Oculi Anterior
Iris

Okuli Dekstra
Dangkal
Warna coklat

Okuli Sinistra
Dangkal
Warna coklat

Pupil
Lensa

Gambaran kripti baik


Bulat, isokor, RC L +, RCTL +
Keruh

Gambaran kripti baik


Bulat, isokor, RCL +, RCTL +
Keruh

Vitreous Humor
Funduskopi
Tekanan Intra Okuler

Shadow test (+)


Jernih
Refleks fundus (+)
Palpasi normal

Shadow test (+)


Jernih
Refleks fundus (+)
Palpasi normal

7/5,5

8/5,5

V. Diagnosis
Diagnosis Kerja
Glaukoma Normotensi ODS
Katarak Senilis Imatur ODS
Diagnosis Banding

Glaukoma primer sudut terbuka


4

Degenerasi makula

Katarak Senilis Matur

VI. Pemeriksaan Anjuran

Rontgen thoraks

Konsul Penyakit Dalam

Biometri

VII. Penatalaksanaan

Anjuran kepada pasien untuk melakukan operasi katarak OD atau OS


Rencanakan operasi katarak dengan pemasangan intra ocular lens (IOL)
Pengobatan glaukoma normotensi

VIII. Prognosis
-

Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam

: ad bonam
: dubia ad malam
: dubia ad bonam

BAB II
ANALISA KASUS
Diagnosis katarak senilis stadium matur oculi dekstra pada pasien ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi.

1. Seorang laki-laki berusia 62 tahun datang dengan keluhan penglihatan mata kanan
makin kabur sejak 1 bulan yang lalu. Dari segi usia dapat dipikirkan gangguan
penyakit-penyakit mata yang berkaitan dengan peningkatan usia seperti kelainan
degeneratif yang terjadi di dalam lensa, vaskuler ataupun gangguan metabolik.
Penurunan penglihatan ini tidak disertai dengan keluhan mata merah, gatal dan
berair. Dari hal tersebut maka dapat disimpulkan terdapat suatu keadaan mata tenang
dengan penurunan visus perlahan pada dua bagian mata kiri dan kanan, sehingga
kita dapat memikirkan penyakit yang mungkin terjadi adalah glaukoma kronik,
katarak, retinopati dan degenerasi makula
2. Dari anamnesis didapatkan awalnya terdapat keluhan penglihatan kabur seperti
melihat asap, merasa silau (fotofobia). Dari anamnesis tersebut ditemukan tandatanda adanya suatu penyakit katarak berupa penglihatan buram. Hal ini sesuai
dengan teori, dimana pasien dengan katarak mengeluh penglihatan berkabut, berasap
atau berembun. Tajam penglihatan menurun disebabkan proses hidrasi dan
denaturasi protein yang menghamburkan bekas cahaya

sehingga mengurangi

transparansi lensa. Tajam penglihatan membaik pada waktu malam kerna pada
waktu siang lensa perlu mencembung dan pupil miosis dan mengakibatkan
penglihatan terbatas pada lensa yang keruh. Fotofobia diakibatkan adanya bagian
yang jernih dan keruh pada lensa yang menyebabkan pantulan cahaya tidak sama.
3. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan mata kanan visus 1/300 ph (-), mata kiri
visus 6/15 ph (-). Lensa OD coklat, shadow test OD (-). Pada pemeriksaan
oftalmologi sesuai dengan teori, dimana pinhole negatif yang mengarahkan pada
kekeruhan media refraksi dan kelainan organik.Pemeriksaan visus tersebut sesuai
dengan diagnosis katarak immatur yaitu visus 1/300-1/~. Lensa OD berwarna coklat
memberi arti katarak nukleus grade IV.Dimana terdapat perubahan warna pada inti
lensa dewasa yang sklerotik dari warna kelabu (grade 1) kuning (grade
II)amber (grade III) coklat/hitam(grade IV).
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftamologis, maka pasien ini
didiagnosa dengan katarak senilis stadium matur OD. Seperti yang kita ketahui,
katarak digolongkan dalam mata tenang visus turun perlahan. Maka diagnosa
banding yang mungkin antara lain glaucoma kronik,retinopati dan degenerasi
makula.
6

Retinopati dijadikan salah satu didiagnosa banding karena dari anamnesis


didapatkan penurunan penglihatan perlahan tanpa mata merah. Retinopati belum
dapat disingkirkan karena pemeriksaan funduskopi belum dapat dilakukan akibat
kondisi katarak yang masih dialami sekarang dan didukung oleh pernyataan dari
pasien yang mengaku menderita hipertensi yang tidak terkontrol.
Glaukoma kronik dapat disingkirkan karena pasien ini tidak mengeluh sakit
kepala, perubahan bentuk maupun warna benda serta pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan intraokuler dalam batas normal.
Degenerasi makula juga belum dapat disingkirkan karena pemeriksaan
funduskopi belum dilakukan. Degenerasi makula dan retinopati dapat disingkirkan
dengan pemeriksaan retinometri.
Penatalaksanaan adalah dengan pembedahan merupakan solusi terbaik untuk
mengobati katarak dengan angka keberhasilan mencapai + 95 %. Alasan pada pasien
ini dianjurkan untuk dilakukannya operasi katarak antara lain:
1. visus pada mata kanan 1/300 dan mulai mengganggu aktivitas.
2. Mencegah terjadinya katarak hipermatur yang dapat menyebabkan
komplikasi lain seperti uveitis dan glaukoma
Dianjurkan dilakukan phacoemulsification karena lebih menguntungkan dengan
insisi yang lebih sedikit dan tanpa jahitan sehingga mempermudah penyembuhan
luka pasca operasi.
Prognosis ad vitam ad bonam karena katarak senilis stadium matur tidak
mengancam jiwa atau menyebabkan kematian. Prognosis ad fungtionam ad bonam
karena dengan operasi yang baik tajam penglihatan pasien dapat kembali seperti
semula, walaupun hasil operasi berbeda-beda pada setiap pasien. Prognosis ad
sanationam dubia ad bonam karena kemungkinan untuk timbulnya katarak sekunder
pasca operasi belum dapat disingkirkan terutama jika pada proses irigasi aspirasi
kurang bersih.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III. 1 Anatomi dan Fisiologi Lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan transparan. Tebal
sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula (zonula
Zinnii) yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat
humor aquaeus dan disebelah posterior terdapat viterus.Kapsul lensa adalah suatu membran
semipermeabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis
epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan
bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lamakelamaan menjadi kurang elastik. Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau pun saraf di lensa.
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan
kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian
anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior
lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion
Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan
keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di
dalam oleh Ca-ATPase. Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMPshunt (5%). Metabolisme lensa terutama bersifat anaerob akibat rendahnya kadar oksigen
terlarut di dalam aqueous. Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam
lemak dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose
9

reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah
menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase.
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat
zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil,
daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula
berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis
diiringi oleh peningkatan daya biasnya.Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris,
zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi.
Seiring

dengan

pertambahan

usia,

kemampuan

refraksi

lensa

perlahan-lahan

berkurang.Selain itu juga terdapat fungsi refraksi, yang mana sebagai bagian optik bola
mata untuk memfokuskan sinar ke bintik kuning, lensa menyumbang +18.0- Dioptri.
III. 2 Definisi Katarak
Katarak berasal dari bahasa Yunani (Katarrhakies), bahasa Inggris (Cataract) dan
Latin (Cataracta) yang berarti air terjun. Mungkin sekali karena pasien katarak seakan-akan
melihat sesuatu seperti tertutup oleh air terjun di depan matanya. Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan (opasitas) pada lensa yang tidak dapat menggambarkan obyek dengan
jelas di retina, yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi
protein lensa atau kedua-duanya.
III. 3 Epidemiologi
Penelitian-penelitian di Amerika Serikat mengidentifikasi adanya katarak pada
sekitar 10% orang, dan angka kejadian ini meningkat hingga sekitar 50% untuk mereka
yang berusia antara 65 sampai 74 tahun, dan hingga sekitar 70% untuk mereka yang berusia
lebih dari 75 tahun. Sperduto dan Hiller menyatakan bahwa katarak ditemukan lebih sering
pada wanita dibanding pria. Pada penelitian lain oleh Nishikori dan Yamomoto, rasio pria
dan wanita adalah 1:8 dengan dominasi pasien wanita yang berusia lebih dari 65 tahun dan
menjalani operasi katarak.

10

Diketahui kebutaan di Indonesia berkisar 1, 2% dari jumlah penduduk Indonesia.


Dari angka tersebut presentasi angka kebutaan utama ialah :
-

Katarak

0,70 %

Kelainan kornea

0,13 %

Penyakit glaukoma

0,10 %

Kelainan refraksi

0,06 %

Kelainan retina

0,03 %

Kelainan nutrisi

0,02 %

III. 4 Etiologi
Penuaan merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain
yang mungkin terlibat, antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes),
merokok, dan herediter. Katarak akibat penuaan merupakan penyebab umum gangguan
penglihatan. Katarak yang disebabkan bahan toksik, keracunan beberapa jenis obat dapat
menimbulkan katarak seperti eserin (0,25-0,5%), kortikosteroid, ergot dan antikolinesterase
topical. Kelainan sistemik atau metabolic yang dapat menimbulkan katarak adalah diabetes
mellitus, galaktosemia, dan distrofi miotonik.
Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau sistemik
(katarak senile, juvenile, herediter) atau kelainan kongenital mata. Katarak dapar
disebabkan oleh berbagai faktor, seperti : faktor fisik, kimia, penyakit predisposisi, genetik
dan gangguan perkembangan, infeksi virus di masa pertumbuhan janin, dan usia.
III. 5 Patogenesis
Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian, pada lensa
katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas
cahaya dan mengurangi transparaninya. Perubahan protein lainnya akan mengakibatkan
perubahan warna lensa menjadi kuning atau coklat. Temuan tambahan mungkin berupa
vesikel di antara serat-serat lensa atau migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang
menyimpang. Sejumlah faktor yang diduga turut berperan dalam terbentuknya katarak,
antara lain kerusakan oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar ultraviolet dan malnutrisi.
Secara umum ada dua proses patogenesis katarak, yaitu :
11

1. Hidrasi
Terjadi penimbunan komposisi ionik pada korteks lensa dan penimbunan cairan di
antara celah-celah serabut lensa
2. Sklerosis
Serabut-serabut lensa yang terbentuk lebih dahulu akan terdorong kearah tengah
sehingga bagian tengah menjadi lebih padat (yang disebut nucleus), mengalami
dehidrasi serta penimbunan kalsium dan pigmen
III.6 Patofisiologi
Stadium I : Karena berbagai sebab seperti yang telah di jelaskan di atas, lensa mengalami
perubahan-perubahan yang bisa menyebabkan hidrasi cairan bola mata ke dalam lensa dan
atau terjadinya denaturasi protein lensa itu sendiri, sehingga timbul kekeruhan (opasitas)
pada lensa.
Stadium II : Bila proses ini terus berlangsung lensa makin mencembung dan dapat
mendorong iris ke depan, sehingga aliran aqueus humor (cairan bola mata) juga akan
tersumbat akibat aliran melalui COP (Camera Oculi Posterior) semakin sempit sehingga
dapat menimbulkan komplikasi glaukoma.
Stadium III-IV : Sampai batas tertentu lensa yang terus mencembung akan kehilangan daya
elastisitasnya, sehingga lensa akan mengempes dan cairan dan protein lensa dari dalam
lensa keluar. COP kemudian menjadi dalam.
Cairan atau protein lensa yang keluar dari lensa tersebut menimbulkan reaksi inflamasi
dalam bola mata karena di anggap sebagai benda asing. Akibatnya dapat timbul komplikasi
uveitis dan glaukoma karena aliran melalui COP kembali terhambat akibat terdapatnya selsel radang dan cairan / protein lensa itu sendiri yang menghalangi aliran cairan bola mata.

III. 7 Klasifikasi
Katarak dapat diklasifikasikan menurut beberapa aspek, yaitu :
1. Berdasarkan usia :
a. Katarak kongenital ( terlihat pada usia dibawah 1 tahun )
b. Katarak juvenil ( terlihat sesudah usia 1 tahun )
12

c. Katarak presenile (terlihat pada usia 40 50 tahun)


d. Katarak senile ( setelah usia 50 tahun )
2. Menurut anatomi :
a. Nuklear
b. Kortikal
c. Subkapsular (posterior/anterior) jarang
3. Menurut derajat kekeruhan lensa :
a.
b.
c.
d.

Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur

4. Menurut kecepatan perkembangannya :


a. Stationary
b. Progressive
5. Menurut lokai/bentuk :
a. Polaris anterior atau posterior
b. Axial
c. Zonula
d. Totalis
6. Menurut etiologi :
a. Katarak primer
b. Katarak sekunder
7. Menurut konsistensinya :
a. Katarak cair
b. Katarak lunak
c. Katarak keras
III. 7.1Katarak berdasarkan usia
Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah
lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab
kebutaan yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
13

Dibagi menjadi 2 jenis :


a. katarak kapsulolentikular
katarak yang mengenai kapsul dan korteks
b. katarak lentikular
katarak yang mengenai korteks atau nukleus saja , tanpa disertai kekeruhan kapsul.
Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul sebagai kejadian primer
atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin lokal atau umum.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat
prenatal infeksi ibu seperti rubella (trimester pertama),mumps, hepatitis, toxoplasma
Pada pupil bayi yang terkena katarak konginental akan terlihat bercak putih
(leukokoria).Penyulit pada katarak kongenital total adalah tidak kuatnya rangsangan pada
makula lutea , sehingga makula tidak berkembang sempurna , dan sering menyebabkan
ambliopia. Selain itu katarak konginetal dapat menyebabkan terjadinya nistagmus maupun
strabismus.Pengobatan katarak konginental bergantung kepada :
1. katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya/
segera setelah katarak terlihat
2. katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau
segera sebelum terjadi juling
3. katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang buruk,
karena mudah sekali terjadinya ambliopia; karena itu sebaiknya dilakukan
pembedahan secepat mungkin, dan diberikan kacamata segera dengan latihan
bebat mata.
4. katarak bilateral parsial, dapat dicoba dengan kacamata dan midriatikum terlebih
dahulu , bila terjadi kekeruhan yang progresif disertai dengan tanda juling dan
ambliopia maka dilakukan pembedahan
Katarak Juvenil
Katarak juvenil adalah katarak yang lunak dan terdapat pada orang muda, yang
mulai terbentuknya pada usia lebih dari 1 tahun dan kurang dari 50 tahun. Biasanya
merupakan kelanjutan katarak kongenital atau merupakan penyulit penyakit sistemik
ataupun metabolik dan penyakit lainnya
14

Katarak Presenilis
Katarak presenilis adalah semua kekeruhan pada lensa yang terjadi pada usia antara
40-50 tahun. Biasanya bukan karena proses penuaan, melainkan karena komplikasi dari
penyakit sistemik atau metabolik, traumatik, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, dan
lain sebagainya.
Katarak Senilis
Kejadian paling sering adalah katarak yang disebabkan oleh usia lanjut atau senil.
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di
atas 50 tahun kadang-kadang pada usia 40 tahun. Namun kekeruhan lensa dengan nukleus
yang mengeras akibat usia lanjut biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.
Katarak ini hampir selalu mengenai kedua mata, walaupun yang satu lebih berat daripada
yang lain. Kekeruhan dapat terjadi di korteks atau sekitar nukleus. Pada katarak senil
sebaiknya disingkirkan penyakit mata lokal dan sistemik seperti diabetes melitus yang dapat
menimbulkan katarak komplikata. Penyebab katarak ini masih kurang pasti, namun
dikaitkan dengan proses penuaan dan perubahan lensa pada usia lanjut. Tidak ada terapi
medis untuk katarak senil, namun ekstraksi lensa dapat diindikasikan apabila penurunan
penglihatan mengganggu aktifitas normal penderita.
Perubahan lensa yang terjadi pada usia lanjut yaitu sebagai berikut :
1. Kapsul
- Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak)
- Mulai presbiopia
- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
- Terlihat bahan granular
2. Epitel makin tipis
- Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
- Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
- Lebih iregular
- Pada korteks jelas kerusakan serat sel
- Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein
nukleus lensa (histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin), sedangkan warna
coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibandingkan
yang normal
15

Korteks tidak berwarna, karena :


Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda

III.7.2 Katarak berdasarkan anatomi


Katarak Nuklear
Katarak nuklear dimulai dengan adanya perubahan secara berlebihan yang dialami
oleh nukleus lensa yang diakibatkan karena bertambahnya umur sehingga menyebabkan
terjadinya sklerosis nuklear setelah usia pertengahan. Tipe ini berhubungan dengan myopia
karena terjadi peningkatan indeks refraksi dari nukleus lensa dan juga peningkatan abrasi
sperikal.Katarak nuklear cenderung untuk berkembang lambat. Walaupun pada umumnya
terjadi bilateral, namun bisa juga terjadi unilateral dan menyebabkan penderitanya tidak
dapat melihat jarak jauh dibandingkan dengan jarak dekat.
Pada stadium awal, mengerasnya nukleus lensa menyebabkan peningkatan index
refraksi dan kemudian menyebabkan terjadinya myopia lentikular. Pada beberapa kasus, hal
ini menimbulkan terjadinya second sight atau penglihatan ganda perubahan index refraksi
yang secara tiba-tiba antara nukleus sklerotik dan korteks dapat menyebabkan diplopia
monocular. Pada kasus lanjut usia, nukleus lensa menjadi lebih keruh dan berwarna coklat
yang dinamakan katarak nulear brunescent. Jenis katarak nigra (Brunesen) ini terjadi pada
pasien diabet dan miopia tinggi, dimana tajam pengelihatan lebih baik dari sebelumnya dan
biasanya pada usia lebih dari 65 tahun.

Katarak Kortikal
Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa, termasuk daerah anterior,
posterior dan equatorial korteks. Kekeruhan dimulai dari celah dan vakoula antara serabut
lensa oleh karena hidrasi oleh korteks. Katarak kortikal disebabkan oleh perubahan
komposisi ion dari korteks dan hidrasi lensa. Katarak ini biasanya terjadi bilateral namun
16

dapat juga terjadi asimetris. Dampak terhadap fungsi penglihatan bervariasi tergantung pada
lokasinya. Salah satu gejala yang sering timbul adalah penglihatan yang menjadi silau,
misalnya silau terhadap lampu mobil. Selain itu monokular diplopia juga bisa terjadi.

Katarak Subkapsular Posterior


Katarak subkapsular posterior ini sering terjadi pada usia yang lebih muda
dibandingkan tipe nuklear dan kortikal. Katarak ini terletak di lapisan posterior kortikal dan
biasanya axial. Indikasi awal adalah terlihatnya gambaran halus seperti pelangi dibawah slit
lamp pada lapisan posterior kortikal. Pada stadium lanjut terlihat granul dan plak pada
korteks subkapsul posterior ini. Gejala yang dikeluhkan penderita adalah penglihatan yang
silau dan penurunan penglihatan di bawah sinar terang. Dapat juga terjadi penurunan
penglihatan pada jarak dekat dan terkadang beberapa pasien juga mengalami diplopia
monokular.

III.7.3 Katarak berdasarkan derajat kekeruhan lensa


Visus

Insipien
6/6

Imatur
(6/6 - 1/60)

Matur
(1/300-1/~)

hipermatur
(1/300-1/~)

Kekeruhan
Cairan lensa

Ringan
normal

Sebagian
Bertambah

Seluruh
Normal

Masif
Berkurang

Iris
Bilik mata

normal
normal

(air masuk)
Terdorong
Dangkal

Normal
Normal

(air keluar)
Tremulans
Dalam

depan
Sudut bilik

normal

Sempit

Normal

Terbuka

mata
Shadow tes
Penyulit

+
Glaukoma

Pseudo(+)
Uveitis +
17

glaukoma
Katarak insipien
Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut:

kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan
posterior ( katarak kortikal ).

Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.

Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsularis


posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan
degeneratif (benda morgagni) pada katarak insipien.

Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa.

Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.

Katarak Imatur
Pada katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum
mengenai seluruh lapisan lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa
akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa
mencembung, akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma
sekunder.

Katarak Matur
Pada katarak matur lensa kehilangan cairan sehingga menyusut. Kekeruhan telah
mengenai seluruh masa lensa yang terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh dengan
warna kelabu atau amber (kuning sawo) biasanya coklat tua dan disebut black cataract.
Lama-kelamaan kekeruhan seluruh lensa ini akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik
mata depan dalamnya normal, iris shadow tidak ada dengan penyinaran samping. Pada
stadium ini katarak dapat dipisahkan dari kapsul lensa dan sudah masuk untuk dioperasi.

18

Katarak Hipermatur
Pada katarak hipermatur permukaan lensa dapat menjadi lebih keras atau lembek
dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul sehingga lensa menjadi
mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan
lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan
zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal,
maka korteks yang berdegenerasi dan mencair tidak dapat keluar. Hal ini akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di
dalam korteks lensa karena lebih berat.

III.7.4 Katarak berdasarkan etiologi


Katarak Primer
Katarak primer merupakan katarak yang terjadi karena proses penuaan atau
degenerasi, bukan karena penyebab yang lain, seperti penyakit sistemik atau metabolik,
traumatik, toksik, radiasi dan kelainan kongenital.
Katarak Sekunder
1. Katarak Metabolik
Katarak metabolik atau disebut juga katarak akibat penyakit sistemik, terjadi
bilateral karena berbagai gangguan sistemik berikut ini : diabetes melitus,

19

hipokalsemia (oleh sebab apapun), defisiensi gizi, distrofi miotonik, dermatitis


atopik, galaktosemia, dan sindrom Lowe, Werner, serta Down.
2. Katarak Traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma benda asing pada
lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Peluru senapan angin dan petasan
merupakan penyebab yang sering; penyebab lain yang lebih jarang adalah anak
panah, batu, kontusio, pajanan berlebih terhadap panas (glassblowers cataract), dan
radiasi pengion. Di dunia industri, tindakan pengamanan terbaik adalah sepasang
kacamata pelindung yang bermutu baik.
Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang
pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueous dan kadang-kadang vitreus masuk
ke dalam struktur lensa. Pasien sering kali adalah pekerja industri yang pekerjaannya
memukulkan baja ke baja lain. Sebagai contoh, potongan kecil palu baja dapat
menembus kornea dan lensa dengan kecepatan yang sangat tinggi lalu tersangkut di
vitreus atau retina.
3. Katarak Komplikata
Katarak komplikata merupakan katarak sekunder yang terjadi akibat
penyakit intraokular. Katarak dapat terbentuk akibat efek langsung penyakit
intraokular yang mempengaruhi fisiologi lensa, seperti uveitis rekuren yang parah.
Katarak ini biasanya berawal di daerah subkapsular posterior dan akhirnya mengenai
seluruh struktur lensa. Penyakit-penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan
pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis
pigmentosa dan ablatio retina. Katarak-katarak ini biasanya unilateral. Prognosis
visual tidak sebaik katarak terkait usia.
4. Katarak Toksik
Katarak toksik atau disebut juga katarak terinduksi obat, seperti obat
kortikosteroid sistemik ataupun topikal yang diberikan dalam waktu lama, ergot,
naftalein, dinitrofenol, triparanol, antikolinesterase, klorpromazin, miotik, busulfan.
Obat-obat tersebut dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan lensa.
5. Katarak Ikutan (membran sekunder)
Katarak ikutan merupakan kekeruhan kapsul posterior yang terjadi setelah
ekstraksi katarak ekstrakapsular akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa
yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari pasca ekstraksi
ektrakapsular. Epitel lensa subkapsular yang tersisa mungkin menginduksi
20

regenerasi serat-serat lensa, memberikan gambaran telur ikan pada kapsul posterior
(mutiara Elschnig). Lapisan epitel berproliferasi tersebut dapat membentuk banyak
lapisan dan menimbulkan kekeruhan yang jelas. Sel-sel ini mungkin juga mengalami
diferensiasi miofibroblastik. Kontraksi serat-serat tersebut menimbulkan banyak
kerutan kecil di kapsulposterior, yang menimbulkan distorsi penglihatan. Semua
faktor ini dapat menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan setelah ekstraksi
katarak ekstrakapsular.
Katarak ikutan merupakan suatu masalah besar pada hampir semua pasien
pediatrik, kecuali bila kapsul posterior dan vitreus anterior diangkat pada saat
operasi. Dulu, hingga setengah dari semua pasien dewasa mengalami kekeruhan
kapsul posterior setelah mengalami ekstraksi katarak ekstrakapsular. Namun, tehnik
bedah yang semakin berkembang dan materi lensa intraokular yang baru mampu
mengurangi insiden kekeruhan kapsul posterior secara nyata.
III. 8 Diagnosis
Diagnosis katarak dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologi.
a. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan yang merupakan gejala utama yaitu :
Penglihatan yang berangsur-angsur memburuk atau berkurang dalam beberapa bulan
atau tahun merupakan gejala utama. Penurunan ketajaman penglihatan secara
progresif (gejala utama katarak). Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah.
Gambaran umum gejala katarak yang lain, yaitu : berkabut, berasap, penglihatan
tertutup film. Perubahan daya lihat warna. Gangguan mengendarai kendaraan pada
malam hari, lampu besar sangat menyilaukan mata. Lampu dan matahari sangat
mengganggu karena silau. Sering meminta ganti resep kacamata. Penglihatan ganda.
Menjadi baik untuk melihat dekat pada pasien rabun dekat (hipermetropia).
b. Pemeriksaan oftalmologi
- Pemeriksaan visus atau ketajaman penglihatan
- Melihat lensa melalui senter tangan, kaca pembesar
Dengan penyinaran miring ( 45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan
lensa

dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh ( iris

21

shadow ).Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang
-

bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur.
Slit lamp
Pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp tidak hanya ditujukan

untuk

melihat adanya kekeruhan pada lensa, tetapi juga untuk melihat struktur okular
-

yang lain seperti konjungtiva, kornea, iris dan segmen anterior lainnya
Pemeriksaan oftalmoskop, sebaiknya dengan pupil berdilatasi.
Pemeriksaan ini harus dilakukan terutama pada katarak imatur dimana kita harus
meluhat keadaan fundus

Hal hal yang perlu perhatian khusus:


-

tajam pengelihatan kadang sering masih sangat baik pada katarak brunesen,
walaupun terlihat kekeruhan sudah padat pada nukleusnya

pengelihatan yang nyata berkurang pada miopia tinggi walaupun katarak yang
terlihat belum berarti . hal ini mungkin disebabkan kelainan makula lutea

III. 9 Pengobatan
Satu-satunya terapi pada katarak adalah tindakan pembedahan, terapi bedah ini
dilakukan bila didapatkan indikasi pembedahan, yaitu :

Katarak matur, karena bila berlanjut menjadi katarak hipermatur dikhawatirkan akan
menimbulkan uveitis dan galukoma

Katarak hipermatur

Katarak

yang

menimbulkan

komplikasi,

seperti

katarak

immature

yang

menimbulkan glaukoma.

Katarak yang mengganggu kehidupan sosial

Macam-macam tehnik pembedahan


1. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE) atau ekstraksi intrakapsular
Jenis pembedahan yang sudah jarang dilakukan ini adalah mengangkat lensa
in toto, yakni mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya, melalui insisi limbus
superior 140 hingga 160 derajat. Pembedahan ini dapat dilakukan pada zonula Zinn
yang telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus. Pada ekstraksi ini tidak akan
terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sudah sangat
22

lama popular. Pembedahan ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan


pemakaian alat khusus sehingga penyulit tidak banyak seperti sebelumnya.
Katarak ekstraksi intrakapsular ini tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi
pada pasien yang berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligament
hialoidea jkapsular.
Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini adalah astigmatisma,
glaukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
2. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE) atau ekstraksi ekstrakapsular.
Ekstraksi ini adalah tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana
dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior
dan meninggalkan kapsul posterior sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat
keluar melalui robekan tersebut.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan
kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intraokular posterior,
perencanaan implantasi sekunder lensa intra okular, kemungkinan prolaps badan
kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema,
pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan
katarak seperti prolaps badan kaca.
Jenis pembedahan ini sejak beberapa tahun silam telah menjadi operasi
pembedahan katarak yang paling sering dilakukan karena apabila kapsul posterior
utuh, maka lensa intraokuler dapat dimasukkan ke dalam kamera posterior. Insidensi
komplikasi pasca-operatif lebih kecil terjadi jika kapsul posteriornya utuh. Penyulit
yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
3. Phacoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau keduanya) adalah teknik
ekstrakapsular yang menggunakan getaran - getaran ultrasonik untuk mengangkat
nukleus dan korteks melalui insisi limbus yang kecil (2-5 mm), sehingga
mempermudah penyembuhan luka pasca operasi. Teknik ini kurang efektif pada
katarak yang padat.
III. 10 Komplikasi

23

Glaukoma dikatakan sebagai komplikasi katarak. Glaukoma ini dapat timbul akibat
intumesenensi atau pembengkakan lensa. Jika katarak ini muncul dengan komplikasi
glaukoma maka diindikasikan ekstraksi lensa secara bedah. Selain itu Uveitis kronik yang
terjadi setelah adanya operasi katarak telah banyak dilaporkan. Hal ini berhubungan dengan
terdapatnya bakteri patogen termasuk Propionibacterium acnes dan Staphylococcus
epidermidis.
III. 11 Prognosis
Katarak senilis biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasien
mungkin meninggal sebelum timbul indikasi pembedahan.. Namun jika katarak dapat
dengan cepat terdeteksi serta mendapatkan pengobatan dan pembedahan katarak yang
tepat maka 95 % penderita dapat melihat kembali dengan normal.

24

DAFTAR PUSTAKA
1.

Anatomi dan fisiologi lensa.Available at


http://majiidsumardi.blogspot.com/2011/03/anatomi-dan-fisiologi-lensa.html
(akses 24 April 2012)

2.

Ilyas, Sidarta : Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah dalam Ilmu
Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, Edisi 3, 2008. Hal 200-226

3.

Riordan Paul Eva et al : Katarak dalam : Riordan Paul Eva, et al : Vaughan &
Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta : EGC, edisi 17, 2009 : hal 169

4.

RC Augustesyn et all: Lens dalam The Eye : Annual Research Reviews, vol 1: hal
68-106.

5.

Wijana, Nana, dr. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Abadi Tegal, 1993, hal 190-210 .

6.

Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, Imlu Penyakit Mata ed-2, Jakarta :
CV.Sagung Seto, 2010, hal 143-154 .

7.

Asbury, T.Vaughan, Eva-PR, Oftamologi Umum ed-17, Jakart, 2009, hal 169-176 .

8.

American Academy of Ophtalmology, Lens and Cataract Basic and Clinical Science
Course Section 11, Sigapore: 2011, hal 5-60 .

25

You might also like