You are on page 1of 16

BAB 1

PENDAHULUAN

BAB 2
DATA PELAKSANAAN TUTORIAL
I.

JUDUL BLOK
Traumatologi & Emergency

II. JUDUL SKENARIO


Trauma Kimia
III. NAMA TUTOR
dr. Maya sari mutia

IV. DATA PELAKSANAAN TUTORIAL


1. TUTORIAL 1
TANGGAL

: 21 Oktober 2013

WAKTU

: 13.30 s/d 15.10 WIB

TEMPAT

: Ruang Tutorial SEM 7

2. TUTORIAL 2
TANGGAL

: 24 Oktober 2013

WAKTU

: 11.00 s/d 12.00 WIB

TEMPAT

: Ruang Tutorial SEM 7

3. PLENO
TANGGAL

: 25 Oktober 2013

WAKTU

: 07.30 s/d 10.10 WIB

TEMPAT

: Ruang Kuliah SEM 7

BAB 3
SKENARIO 5
Seorang laki-laki berumur 30 tahun, memiliki keluhan utama bola mata kanan berdarah.
Riwayat : 2 jam lalu kena ledakan aki mobil. Pemeriksaan : visus 1/300, palpebra inferior
rupture 1cm sebelah lateral kantus medius, konjungtiva bulbi chemosis, cornea edema dan
pucat di 2/3 luas limbus, hipema 1/3 bawah COA, lensa subluksasi ke COA, fundus gelap,
TIO N-, pasien tidak dapat melirik ke atas.

BAB 4
PEMBAHASAN SKENARIO
1. Klarifikasi Istilah
a. Hifema : Perdarahan didalam bilik mata depan (antara iris dan kornea)
b. Rupture : Robeknya jaringan
c. COA : Camera Okuli Anterior
d. TIO N- : Tekanan Intra Okular Nerfe
e. Visus 1/300 : Ketajaman penglihatan dimana pasien hanya dapat melihat
dijarak 1meter yang seharusnya dapat melihat sampai jarak 300meter oleh
mata normal
f. Lensa Subluksasi : Lensa yang bergeser skenario
2. Menetapkan Permasalahan
Pak andi 45 tahun dengan TB : 165 cm, BB : 85 kg, mengalami :
a.
b.
c.
d.
e.

Terjatuh dengan posisi terduduk


Merasa kesakitan dibagian bokong
Pak andi dibawa keluarganya ke dukun dan dikusuk
Setelah 1 minggu merasakan lemah pada kedua tungkai
Pada pemeriksaan dijumpai :
Hipotonus
Hiporefleks
Flacid pada kedua tungkai
Inkontinensia urine

3. Analisis Masalah
a.
Trauma lumbal sakral
b.
Low Back Pain (LBP)
c.
Penanganan yang tidak adekuat

4. Kesimpulan Sementara
Psien laki laki 45 tahun mengalami Trauma Vertebra
5. Tujuan Pembelajaran
5.1.

Anatomi Vertebra

5.2.

Definisi dan Etiologi Trauma Vertebra

5.3.

Klasifikasi dan Gejala Klinis Trauma Vertebra

5.4.

Patofisiologi Trauma Vertebra

5.5.

Diagnosis Trauma Vertebra

5.6.

Penatalaksanaan Trauma Vertebra

5.7.

Komplikasi dan Prognosis Trauma Vertebra

6. Belajar Mandiri
a. Text book
b. Jurnal
c. Internet
d. Diskusi kelompok

BAB 5
TINJAUAN TEORI

5.1. Anatomi Mata

Gambar 1. Pandangan horizontal yang memperlihatkan penyebaran pembuluh darah bola


mata.

Gambar 2. Pandangan horizontal memperlihatkan setiap elemen dari bola mata.

Gambar 3. Pembesaran pada bagian anterior uvea, memperlihatkan zonula zinn, badan siliar,
iris, serta anyaman trabekular yang merupakan drainase dari aqueous humour. Aqueous
humour di produksi oleh badan siliar, kemudian bersirkulasi diantara celah sempit lensa
dengan iris memasuki bilik anterior dan masuk kembali ke aliran vena melalui anyaman
trabekular pada sudut bilik anterior.

Gambar 4. Pandangan anterior dari bola mata beserta otot-ototnya. Tanda panah
menunjukkan gerakan yang mata oleh masing-masing otot.

Daftar Pustaka.
1. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 5th ed. USA; Saunders: 2010.

5.3. Gejala dan Tanda Trauma Mata


1. Trauma Asam
Tanda dan gejala
a. Terjadi iritasi yang berat
b. Koaglasi protein plasma penyebab kersakan kornea dan konjngtiva
c. Terjadi simblefaron
d. Mata pedih
e. Seperti kering
f. Seperti ada pasir
g. Ketajaman mata menurun
2. Trauma Alkali
Tanda dan gejala menurut Hughes :
a. Ringan
Terdapat erosi epitel dan kekeruhan ringan kornea
Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea atau konjungtiva
b. Sedang
Terdapat kekeruhan kornea sehingga sukar melihat iris dan pupil secara
detail
Terdapat nekrosis dan iskemia ringan konjungtiva dan kornea
c. Berat
Terdapat kekeruhan kornea, sehingga ppil tidak dapat dilihat
Terdapat iskemia konjungtiva dan sclera, sehingga tampak pucat
Tanda dan gejala menurut Thoft
a. Derajat 1
Terjadi hiperemi konjungtiva
Keratitis pungtata
b. Derajat 2
Hiperemi konjungtiva
Hilangnya epitel kornea
c. Derajat 3
Hiperemi
Nekrosis konjungtiva
Serta lepasnya epitel kornea
d. Derajat 4
Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%
3. Trauma Fisika
a. Trauma sinar infra merah
Penurunan penglihatan
Penglihatan kabur
Mata terasa panas
b. Trauma sinar ultra violet

Mata sangat sakit


Terasa seperti ada pasir
Fotofobia
Blefarospasme
Konjungtiva kemotik
Kadang kornea keruh
Pupil akan terlihat miosis

c. Trauma Sinar Ionisasi Sinar X


Dilatasi kapiler
Perdarahan
Mikroaneuris mata
Eksudat
Gangguan fungsi air mata
4. Trauma Tembus
Tanda dan gejala
a. Visus turun
b. Tekanan intra ocular rendah
c. Angulus iridocornealis dangkal
d. Bentuk dan letak ppil berubah
e. Terlihat ada rupture pada cornea atau sclera
f. Terdapat jaringan prolapse (lepas) seperti iris, lensa, retina
g. Konjungtiva chemosis
5. Trauma Tumpul
a. Trauma tumpul palpebral
Mata tampak terdorong kebelakang
Tampak kerusakan struktur permukaan kelopak mata, konjungtiva, sclera,
kornea, lensa
Terdapat hematoma
b. Trauma tumpul lensa
Dislokasi lensa
Sublukasi lensa
Luksasi lensa anterior
Penglihatan menurun mendadak
Rasa sakit yang hebat
Muntah
Mata merah dengan blefarospasme
Adanya injeksi siliar yang hebat
Edema kornea
Luksasi lensa posterior

Adanya skotoma

Pasien akan melihat normal dengan lensa + 12.0


Katarak trauma

Katarak seperti bintang


Terdapat cincin vossius

c. Trauma tumpul cornea


Adanya edema cornea
Penglihatan kabur
Cornea keruh
Erosi/abrasi
Laserasi cornea
Adanya keluhan nyeri
Mata berair
fotofobia

sumber :
1. mansjoer, Arif, Kuspuji Triyanti et al. 2005. Kapita Selecta Kedokteran edisi ketiga.
Jakarta: Media Aesculapius
2. ilyas, H. sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

5.4 Diagnosis Trauma Mata


Anamnesis
Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan sesaat setelah
cedera. Harus diperhatikan apakah gangguan penglihatan yang ada bersifat progresif lambat
atau memiliki onset mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraokuler bila terdapat
riwayat memalu, mengasah atau ledakan, pemeriksaan pencitraan yang tepat harus dilakukan
pada kondisi-kondisi tersebut.
Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan


Ini biasa dilakukan ketika pasien datang dengan keluhan, penglihatan memburam
atau perkiraan mata menjadi minus atau plus. Biasanya pasien akan diminta duduk
dalam sebuah kursi dan di hadapannya diberikan papan tulisan huruf (papan Snellen)
atau angka sekitar 5 atau 6 meter di depan.Pasien akan diminta untuk membaca tulisan
dari atas (terbesar) hingga tulisan terbawah yang bisa dibaca. Masing-masing tulisan
memiliki nilai visus atau ketajaman mata. Misalnya bila pasien bisa membaca tulisan
teratas, maka ketajaman mata adalah 6/60 (enam per enam puluh). Pemeriksaan
dilanjutkan hingga tulisan terkecil yang dapat dibaca. Setelah diketahui nilai visus,
pasien biasanya akan diberikan kacamata periksa, dimana lensanya dapat digonta-ganti.
Tujuannya adalah agar mata dapat dengan baik membaca tulisan terbawah dalam papan
Snellen dengan visus 6/6. Ketajaman 6/6 adalah ketajaman terbaik. Bila visus mata
sangat buruk, atau tulisan terbesar pun tak terbaca, biasanya pemeriksa akanmelakukan
dengan memperagakan jumlah jari pada 1 meter di hadapan pasien. Pasien
harusmenghitung jumlah jarinya. Bila tidak terlihat, maka akan dilakukan dengan
lambaian tangan.Bila bahkan lambaian tak terlihat, maka dilakukan uji dengan cahaya
senter. Bila cahaya pun tak terlihat, maka mata mungkin mengalami
kebutaan.Pemeriksaan ini memang sangat subjektif (tergantung dari persepsi pasien
sendiri). Namun, kini sudah ada pemeriksaan yang lebih objektif yaitu dengan
pemeriksaan komputer, yang jelas sangat cepat, dibandingkan dengan menggunakan
papan Snellen.

2. Pemeriksaan Lapangan pandang


Pemeriksaan lapang pandang merupakan pemeriksaan pada keluasan pandang klien
terhadap aspek lateral, medial, superior, dan inferior penglihatan.
3. Pemeriksaan posisi bola dan otot mata
Posisi bola mata penting untuk pemeriksaan, apakah ada perubahan posisi mata,
apakah terdapat kejulingan mata. Dokter akan melakukan inspeksi bola mata dan ia

akan meminta pasien untuk menggerakkan bola mata, ke delapan arah mata angin.
Bila ada masalah pada otot atau juling dapat diketahui melalui pemeriksaan ini.
4. Pemeriksaan kelopak mata
Kelopak mata akan diperiksa bila terjadi trauma atau luka pada kelopak atau
terjadinya mata merah. Kelopak akan diamati apakah ada edema, ekimosis, tanda
cedera kimia atau luka bakar, laserasi-medial, lateral, tepi kelopak, kanalikuli,
ptosis, benda asing yang menempel dibola mata, robekan tendon canthus.
5. Pemeriksaan bagian mata depan
Pemeriksaan ini untuk melihat beberapa keadaan di mata depan yaitu bagian
kornea, konjungtiva, iris, pupil, sklera, dan lensa.Pada pemeriksaan kornea,
biasanya dokter ingin mengetahui apakah ada luka pada kornea. Dokter akan
melakukan tes floresensi. Pasien akan diberikan obat floresen, kemudian dibilas
dengan air suling, dan dilihat dengan lampu kobalt biru. Bila ada luka, maka akan
terlihat cahaya berpendar. Tes ini dilakukan bila terjadi luka pada bola mata. Namun
saat ini pemeriksaan juga dibantu dengan alat slit lamp, yang lebih
mempermudah pemeriksaan bagian mata depan. Yang sering pula adalah
pemeriksaan lensa. Lensa diamati dan dilihat apakah terjadi kekeruhan, seperti yang
sering terjadi pada penderita katarak.

6. Pemeriksaan bagian mata belakang/ Ofthalmoskop


Pemeriksaan ini untuk mengamati bagian mata belakang dan dalam seperti retina
dan pembuluh darah mata. Dokter menggunakan alat yang disebut oftalmoskop.
Biasanya pasien akan ditetesi obat (obat midriatikum) untuk memperbesar pupil
sehingga dapat mempermudah pemeriksaan.
7. Pemeriksaan Tonometri Schiotz
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui tekanan bola mata (tekanan
intraocular) meningkat atau rendah. Alat ini diberi beban dan diletakkan pada
permukaan korne dan akan menekan bola mata ke dalam. Adanya tekanan
tonometri ii akan mendapatkan perlawanan tekanan yang ada dalam bola mata.
Pemeriksaan ini dilakukan pada pederita yang dicurigai menderita glaucoma, klien
pra dan pasca bedah mata. Pemeriksaan ini tidak dilakukan ada klien
yangmengalami luka pada kornea.
Tonometri yang akan digunakan pada klien harus steril untuk mencegah terjadinya
infeksi. Beban yang digunakan pada tonometri schiotz adalah 5,5 gr, 7,5 gr, 10 gr,
dan 15 gr. Gunakan beban terkecil dahulu mulai dari 5,5 gr. Jika hasil skala
pengukuran dengan beban 5,5 gr adalah 1-3, ganti beban dengan 7,5 dan seterusnya.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut
dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel

radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan


dengangiemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil.
2. Pemeriksaan lainnya
Ada banyak pemeriksaan penunjang lainnya pada mata seperti keratoskope ( bentuk
kornea), tes buta warna (Ishihara), Eksoptalmometer dari Hertel, Optalmodinamometer
( pengukur tekanan arteri di retina), x-ray : Foto orbita, Comberg tes, FFA (Flourecein
Fundusangiografi), CT scan, MRI, elektroretinografi, metaloloketer, Visual Evoked
Potensial untuk menilai transmisi impuls dari rerina sampai korteks oksipital.

American College of Surgeons. 2008. Trauma Mata. Advanced Trauma Life


Support for Doctors. 8th edition. Halaman: 363.
Vaughan. Asbury. Trauma Mata. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC 2009.
Halaman 372.

5.5. Tindakan Kegawatdaruratan dan Penatalaksanaan Trauma Mata


Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis
trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus trauma
okular
adalah
memperbaiki
penglihatan,
mencegah
terjadinya
infeksi,
mempertahankan struktur dan anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang. Tatalaksana
trauma mata mencakup :
a. Trauma Kimia
Penatalaksanaan Emergency
Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata dengan bahan
kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang harus dilakukan sesegera
mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi mata
selama 15-30 menit sampai pH mata menjadi normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya
dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin
baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan
antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak
lensa (lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran yang
konstan.
Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material yang terdapat pada
bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya perlengketan antara
konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks. Debridemen pada daerah
epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat terjadi re-epitelisasi pada kornea.
Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan artificial tear (air
mata buatan).

Penatalaksanaan Medikamentosa
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-obatan seperti
steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada trauma
kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu
regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun pemberian
steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis kolagen dan
menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan
di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED
diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg.
Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior. Atropin 1%
ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari. Asam askorbat mengembalikan keadaan
jaringan scorbutik dan meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu pembentukan
kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam.
Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2 gr.
Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra okular dan
mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral asetazolamid
(diamox) 500 mg. Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.
Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan
mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik
(doksisiklin 100 mg).
Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan menstabilkan barier
fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi respon inflamasi.
Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam selama 10 hari. Tujuannya untuk
mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma.
b. Trauma Tumpul
1. Tirah baring sempurna dalam posisi fowler untuk menimbulkan gravitasi guna
membantu keluarnya hifema dari mata.
2. Berikan kompres dingin.
3. Pemantauan tajam penglihatan.
4. Batasi pergerakan mata selama 3-5 hari untuk menurunkan kemungkinan perdarahan
ulang.
5. Batasi membaca dan menonton TV.
6. Pantau ketaatan pembatasan aktivitas, imobilisasi sempurna.
7. Berikan stimulasi sensori bentuk lain seperti musik, perbincangan.
8. Tetes mata siklopegik seperti atropin untuk mengistirahatkan mata.
9. Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka.
10. Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak, ini mungkin indikasi perdarahan
ulang.
Persiapan parasentesis (pengeluaran hifema).

Indikasi Parasentesis :
Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam
Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan perawatan konvensional selama
5 hari.
Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder) yang tidak dapat
diatasi/diturunkan dengan obat-obatan glaukoma
Terlihat tanda-tanda imbibisi kornea.
c. Trauma Tajam
Penatalaksanaan sebelum tiba di RS
1. Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.
2. Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola mata.
3. Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.
4. Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi
Penatalaksanaan setelah tiba di RS
1. Pemberian antibiotik spektrum luas.
2. Pemberian obat sedasi, antimimetik dan analgetik sesuai indikasi.
3. Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
4. Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila mata intak).
5. Tindakan pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.
Catatan :
6 tahapan penatalaksanaan trauma mata :
1. Irigasi
2. Repitalisasi kornea
3. Mengendalikan proses peradangan
4. Mencegah terjadinya infeksi
5. Mengendalikan TIO
6. Menurunkan nyeri : sikloplegik
Sumber :
Colby K.

2012.

Ocular

Burn.

In

The

Merck

Manual. Available

From

http://www.merckmanuals.com/professional/injuries_poisoning/eye_trauma
/ocular_burns.html [Accesed Oct 21, 2013].
http://id.scribd.com/doc/110850319/Kegawatdaruratan-Mata

You might also like