You are on page 1of 14

INKONTINENSIA ALVI

Dr Masita Fujiko, SpOG

Inkontinensia alvi lebih jarang ditemukan


dibandingkan inkontinensia urin.
Defekasi, seperti halnya berkemih, adalah
proses fisiologik yang melibatkan koordinasi
sistem saraf, respon refleks, kontraksi otot
polos, kesadaran cukup serta kemampuan
mencapai tempat buang air besar.
Perubahan-perubahan akibat proses menua
dapat mencetuskan terjadinya inkontinensia,
tetapi inkontinensia alvi bukan merupakan
sesuatu yang normal pada lanjut usia

. Etiologi
Penyebab inkontinensia alvi dapat di bagi menjadi 4
kelompok
( Brcklehurst dkk, 1987 ; Kane dkk, 1989) :
a. Inkontinensia akibat konstipasi
Batasan dari konstipasi masih belum tegas. Secara
teknis dimaksudkan untuk buang air besar kurang dari
tiga kali per minggu. Tetapi banyak penderita sudah
mengeluhkan konstipasi bila ada kesulitan mengelurkan
feses yang keras atau merasa kurang puas saat BAB.

b. Inkontinensia alvi simtomatik


Merupakan penampilan klinis dari macam-macam
kelainan patologik yang dapat menyebabkan diare
yang ditandai dengan perubahan usia pada sfingter
terhadap feses cair dan gangguan pada saluran anus
bagian atas dalam membedakan flatus dan feses
yang cair
Penyebab yang lain seperti kelainan metabolic
misalnya DM, kelainan endokrin seperti tirotoksitosis,
kerusakan sfingter anus sebagai komplikasi dari
operasi hemoroid yang kurang berhasil dan prolapsisi
rekti.

c. Inkontinrnsia alvi neurologik


Inkontinensia ini terjadi akibat gangguan
fungsi yang menghambat dari korteks
serebri saat terjadi regangan/ distensi
rectum yang terjadi pada penderita
denga infark cesebri multiple atau
penderita demensia.

d. Inkontinensia alvi akibat hilangnya


reflek anal
Inkontinensia alvi ini terjadi akibat
hilangnya reflek anal disertai dengan
kelemahan otot-otot.

C. Patofisiologi
Fungsi traktus gastrointestinal biasanya masih tetap adekuat
sepanjang hidup. Namun demikian beberapa orang lansia
mengalami ketidaknyamanan akibat motilitas yang melambat.
Peristaltic di esophagus kurang efisien pada lansia. Selain itu,
sfingter gastroesofagus gagal berelaksasi, mengakibatkan
pengosongan esophagus terlambat.keluhan utama biasanya
berpusat pada perasaan penuh, nyeri ulu hati, dan gangguan
pencernaan.
Motalitas gaster juga mnurun, akibatnya terjadi keterlambtan
pengososngan isis lambung. Berkurangnya sekresi asam dan
pepsin akan menurunkan absorsi besi, kansium dan vitamin B12.

Absorsi nutrient di usus halus nampaknya juga


berkurang dengan bertambahnya usia namun
masih tetap adekuat.
Fungsi hepar, kandung empedu dan pangkreas
tetap dapat di pertahankan, meski terdapat
inefisiensi dalam absorsi dan toleransi terhadap
lemak.
Impaksi feses secara akut dan hilangnya
kontraksi otot polos pada sfingter
mengakibatkan inkontinensia alvi.

D. Manifestasi Klinik
Secara klinis, inkontinensia alvi dapat tampak
sebagai feses yang cair atau belum berbentuk dan
feses keluar yang sudah berbentuk, sekali atau dua
kali sehari dipakaian atau tempat tidur.
Perbedaan penampilan klinis ini dapat menunjukkan
penyebab yang berbeda-beda, antara lain
inkontinensia alvi akibat konstipasi (sulit buang air
besar), simtomatik (berkaitan dengan penyakit usus
besar), akibat gangguan saraf pada proses defekasi
(neurogenik), dan akibat hilangnya refleks pada anus.

F. Penatalaksanaan
Dengan diagnosis dan pengobatan yang sesuai
( tindakan suportif, obat-obatan dan bila perlu
pembedahan),
inkontinensia alvi pada usia lanjut hampir seluruhnya
dapat dicegah dan diobati. Tujuannya tidak hanya
terletak pada keadaan yang kurang nyaman, bahkan
memalukan bagi penderita,
tetapi fakta bahwa inkontinensia alvi dapat merupakan
petunjuk pertama adanya penyakit serius pada saluran
cerna bagian bawah yang memerlukan pengobatan dini
jika benar-benar ditemukan.

TERIMA KASIH

You might also like