You are on page 1of 28

1

MAKALAH EKOLOGI TERESTRIAL

EKOSISTEM

Oleh :
Ninditan Fitria Primasari

( 121810401001 )

Lidia Maziyyatun Nikmah

( 131810401035 )

Maulana Makhmud

( 131810401044 )

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2014

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah


SWT, atas limpahan rahmat-Nya dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Ekologi Teresterial yang berjudul Ekosistem. Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak pembina kuliah Ekologi Terestereial yang
telah membimbing penulis sehingga penulis dapat membuat makalah ini. Terima
kasih penulis sampaikan juga kepada para pembaca yang telah berkenan membaca
makalah ini.
Harapan penulis adalah agar makalah ini dapat memberi tuntunan dan
bacaan bagi pembaca, baik praktisi maupun mahasiswa dalam memahami
ekosistem dalam ekologi. Penulis menyadari, isi maupun cara penyampaian
makalah ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun dari para pembaca sehingga penulis dapat
memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik. Semoga makalah ini berguna dan
dapat menambah pengetahuan pembaca.
Demikian makalah ini penulis susun, apabila terdapat kata-kata yang
kurang berkenan penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya.

6, Maret 2015

Penulis

Daftar Isi
Cover........................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...............................................................................................2
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1

Latar belakang...........................................................................................4

1.2

Rumusan Masalah.....................................................................................4

1.3

Tujuan........................................................................................................5

1.4

Manfaat......................................................................................................5

BAB II. PEMBAHASAN........................................................................................6


2.1

Pengertian Ekosistem................................................................................6

2.2

Komponen-komponen Ekosistem............................................................7

2.3

Keseimbangan dalam Ekosistem............................................................10

2.4

Energi dalam Ekosistem.........................................................................10

2.4.1

Hukum Termodinamika......................................................................11

2.4.2

Rantai Makanan..................................................................................12

2.4.3

Jaring Makanan...................................................................................13

2.4.4 Tingkat Trofik.....................................................................................13


2.4.5

Struktur Trofik dan Piramida Ekologi................................................14

2.5

Siklus Materi (Siklus Biogeokimia)........................................................15

2.6

Produktivitas Ekosistem..........................................................................19

2.7

Stabilitas Ekosistem................................................................................22

2.8

Proses-proses penting dalam Ekosistem..................................................23

2.9

Tipe-tipe ekosistem.................................................................................24

2.9.1 Ekosistem Darat ( Terestrial )................................................................24


BAB III. PENUTUP..............................................................................................27
3.1Kesimpulan.27
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................28

BAB I. PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang
Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel, yaitu

seorang ahli biologi berkebangsaan Jerman pada tahun 1869. Istilah ekologi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal
atau tempat hidup atau habitat, dan logos yang berarti ilmu, telaah, studi, atau
kajian (Soemarwoto, 1983).
Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan timbal
balik antar organisme hidup dengan lingkungannya. Salah satu kajian dari ekologi
adalah ekosistem tempat organism itu hidup. Ekosistem (satuan fungsi dasar
dalam ekologi) adalah suatu sistem yang didalamnya terkandung komunitas hayati
dan saling mempengaruhi antara komponen biotik dan abiotik (Odum,1998).
Isilah ekosistem pertama kali diusulkan oleh seorang ahhi ekologi
berkebangsan Inggris bernama A. G. Tansley pada tahun 1935 yang menyatakan
bahwa ekosistem adalah suatu unit ekologi yang di dalamnya terdapat struktur dan
fungsi. Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada
tidak dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup mereka bergantung pada
organisme yang lain dan lingkungannya. Hubungan organisme satu dengan yang
lainnya dan dengan semua komponen lingkungannya sangat kompleks (rumit),
dan bersifat timbal balik. Hubungan yang demikian itu alamiah artinya hubungan
yang terjadi secara otomatis pada sistem alam atau sistem ekologi yang dikenal
dengan ekoistem (Resosoedarmo, 1986).

1.2

Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari ekosistem?


2. Apa saja komponen-komponen yang terdapat di dalam ekosistem?
3. Bagaimana keseimbangan yang terjadi dalam ekosistem?

4. Apa saja energi yang ada dalam ekosistem?


5. Bagaimana siklus materi yang terjadi dalam ekosistem ?
5. Bagaimana produktivitas dalam ekosistem?
6. Bagaimana stabilitas yang terjadi dalam ekosistem ?
7. Apa saja proses-proses penting yang terjadi dalam ekosistem ?
8. Apa saja tipe-tipe ekosistem dan macam-macam ekosistem darat (terestrial) ?
1.3

Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari ekosistem.


2. Mengetahui komponen-komponen yang terdapat di dalam ekosistem.
3. Mengetahui keseimbangan yang terjadi dalam ekosistem.
4. Mengetahui energi yang ada dalam ekosistem.
5. Mengetahui siklus materi yang terjadi dalam ekosistem.
5. Mengetahui produktivitas dalam ekosistem.
6. Mengetahui stabilitas yang terjadi dalam ekosistem.
7. Mengetahui proses-proses penting yang terjadi dalam ekosistem.
8. Mengetahui tipe-tipe ekosistem dan macam-macam ekosistem darat (terestrial).
1.4
1

Manfaat
Sebagai tambahan informasi kepada mahasiswa mengenai ekosistem baik
komponen, siklus-siklus yang terjadi dalam ekosistem serta macam-macam
ekosistem.

BAB II. PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Ekosistem
Beberapa penulis menggunakan istilah yang berbeda dalam mengartikan

istilah ekosistem, namun dengan maksud yang sama. Misalnya pada tahun 1877
seorang ahli ekologi bangsa Jerman bernama Karl Mobiustelah menulis tentang
komunitas organisme dalam batu karang, dan menggunakan istilah yang
bermakna sama dengan ekosistem yaitu biocoenosis. Pada tahun 1887 seorang
ahli ekologi dari Amerika bernama S.A. Forbes, menggunakan istilah microcosm.
Seorang ahli berkebangsaan Rusia bernama V.V. Dokuchaev dan G. F. Morozov
(1846-1903) menggunakan istilah biokoenosis dalam menyebut ekosistem.
Friederichs

(1930)

menggunakan

istilah

holocoen,

Thienemann

(1939)

menggunakan istilah biosystem, Vernadsky (1944) menggunakan istilah bionert


body dalam menyebut istilah ekologi (Odum, 1993).
Beberapa definisi tentang ekosistem dapat diuraikan sebagai berikut:

Istilah ekosistem pertama kali dikemukakan oleh A.G. Transley pada tahun
1935, berkebangsaan Inggris. Ekosistem adalah suatu unit ekologi yang di
dalamnya terdapat struktur dan fungsi. Struktur yang dimaksud adalah
berhubungan denga keanekaragaman spesies (species diversitty). Adapun
kata fungsi yang dimaksud oleh Transley adalah brhubungan dengan siklus
materi dan arus energi melalui komponen-komponen ekosistem (Setiadi,

1983).
Menurut Woodbury (1945) dalam ekosistem adalah tatanan kesatuan secara
kompleks yang di dalamnya terdapat habitat, tumbuhan, dan binatang yang
dipertimbangkan sebagai unit kesatuan secara utuh, sehingga semuanya

menjadi mata rantai siklus materi dan aliran energi (Setiadi, 1983).
Ekosistem yaitu unit fungsional dasar dalam ekologi yang di dalamnya
mencakup organisme dan lingkungan (biotik dan abiotik), dan diantara
keduanya saling berpengaruh (Odum, 1993).

Ekosistem merupakan tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara


segenap unsur lingkungan hidup yang saling berpengaruh (UU Lingkungan

Hidup, 1997 dalam Indriyanto, 2006).


Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal

balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya (Soemartowo, 1983).


Ekosistem merupakan satuan fungsional dasar dalam ekologi yang di
dalamnya tercakup organisme dan komponen abiotik yang saling
berpengaruh. Ekosistem memiliki ukuran yang beraneka ragam besarnya
bergantung kepada tingkat organisasinya (Resosoedarmo, 1986).

2.2 Komponen-komponen Ekosistem


Berdasarkan atas segi struktur dasar ekosistem, maka komponen ekosistem
(Gopal, 1979; Setiadi, 1983) terdiri atas 2 jenis :
1. Komponen biotik (komponen makhluk hidup), misalnya binatang,
tetumbuhan, dan mikroba.
2. Komponen abiotik (komponen benda mati), misalnya air, dara, tanah, dan
energi.
Berdasarkan segi trofik atau nutris, maka kompoenn biotik dalam
ekosistem (Odum, 1993; Gopal, 1979; Resosoedarmo, 1986; Irwan, 1992) terdiri
atas 2 jenis sebagai berikut :
1. Komponen autrotrofik: organisme yang mampu menyediakan atau
mensintesis makanannya sendiri berupa bahan organik yang berasal dari
bahan-bahan anorganik dengan bantuan klorofil dan energi utama berupa
radiasi matahari. Pada komponen autrotrofik terjadi pengikatan energi
radiasi matahari dan sintesis bahan anorganik menjadi bahan organik
kompleks.
2. Komponen heterotrofik: organisme yang hidupnya selalu memanfaatkan
bahan organik sebagai bahan makanannya, sedangkan bahan organik yang
dimanfaatkan itu disediakan oleh organisme lain. Sebagian anggota
komponen heterotrofik ini menguraikan bahan organik kompleks ke dalam

bentuk bahan anorganik yang sederhana. Dengan demikian, binatang, jamur,


jasad renik termasuk ke dalam golongan komponen heterotrofik.
Odum (1993) mengemukakan bahwa semua ekosistem apabila ditinjau dari
segi struktur dasarnya terdiri dari 4 komponen. Resosoedarmo (1986) juga
menyatakan bahwa ekosistem ditinjau dari segi penyusunnya terdiri dari 4
komponen, yaitu komponen abiotik, komponen biotik yang mencakup produsen,
konsumen, dan pengurai. Masing-masingdari 4 komponen ersebut diuraikan
sebagai berikut :
1. Komponen abiotik (benda mati atau non hayati): komponen fisika dan kimia yang
terdiri atas tanah, air, udara, sinar matahari, dan lain sebagainya yang
berupa medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan. Menurut
Setiadi (1983), komponen biotik dari suatu ekosistem dapat meliputi
senyawa dari elemen inorganik misalnya tanah, air, kalsium, oksigen,
karbonat, fosfat, dan berbagai ikatan senyawa organik. Selain itu, juga ada
faktor-faktor fisik yang terlibat misalnya uap air, angin, dan radiasi matahari
(Indriyanto, 2006).
2. Komponen produsen: organisme autrotrofik yang pada umumnya berupa
tumbuhan hijau. Produsen menggunakan energi radiasi matahari dalam
proses fotosintesis, sehingga mampu mengasimilasi CO2 dan H2O
menghasilkan energi kimia yang tersimpan dalam karbohidrat (Indriyanto,
2006).
3. Komponen konsumen: organisme heterotrofik atau makhluk hidup yang
bergantung pada produsen sebagai makanan untuk memperoleh energi.
Konsumen dapat digolongkan ke dalam : konsumen pertama, konsumen
kedua, konsumen ketiga dan mikrokonsumen (Resosoedarmo, 1986; Setiadi,
1983).
a. Konsumen pertama adalah golongan herbivora, yaitu binatang yang
memakan tumbuhan hijau. Contoh : serangga, rodentia, kelinci, kijang,
sapi, kerbau, kambing, zooplankton, crustaceae, dan mollusca.
b. Konsumen kedua adalah golongan karnivora kecil dan omnivora.
Karnivora kecil, yaitu binatang yang berukuran tubuh lebih kecil dari

karnivora besar dan memakan binatang lain yang masih hidup, contoh :
anjing, kucing, rubah, anjing hutan, burung prenjak, burung jalak, dan
burung gagak. Omnivora, yaitu organisme yang memakan herbivora dan
tumbuhan hijau, contoh : manusia dan burung gereja.
c. Konsumen ketiga adalah golongan karnivora besar (karnivora tingkat
tinggi). Karivora besar,, yaitu binatang yang memakan atau memangsa
karnivora kecil, herbivora, maupun omnivora, contoh : singa, harimau,
serigala, dan burung rajawali.
d. Mikrokonsumen adalah organisme yang hidupnya sebagai parasit,
scavenger, dan saproba. Parasit tumbuhan maupun binatang hidupnya
bergantung pada sumber makanan dari inangnya. Sedangkan scavenger
dan saproba hidup dengan memakan bangkai binatang dan tumbuhan
yang telah mati.
4. Komponen pengurai, yaitu mikroorganisme yang hidupnya bergantung kepada
bahan organik dari organisme yang telah mati (binatang, tumbuhan, dan
manusia yang telah mati). Mikroorganisme pengurai tersebut pada
umumnya terdiri dari bakteri dan jamur. Dentritivor, yaitu organisme
pemakan partikel-partikel organik atau detritus. Contohnya cacing tanah,
lipang, dan siput. Berdasarkan tahap dalam proses penguraian bahan organik
dari organisme mati, maka organisme pengurai terbagi atas dekomposer dan
transformer (Setiadi, 1983).
Dekomposer, yaitu mikroorganisme yang menyerang bangkai hewan dan
sisa tumbuhan mati, kemudian memecah bahan organik kompleks menjadi
lebih sederhana, proses dekomposisi tersebut disebut humufiksasi yang
menghasilkan humus. Contohnya jamur dan bakteri. Transformer, yaitu
mikroorganisme yang meneruskan proses dekomposisi dengan mengubah
ikatan organik sederhana menjadi bahan anorganik yang siap dimanfaatkan
lagi oleh produsen (tumbuhan), dan proses dekomposisi itu disebut
mineralisasi yang menghasilkan zat hara (Indriyanto, 2006).
2.3

Keseimbangan dalam Ekosistem


Ekosistem memiliki keteraturan sebagai perwujudan dari kemampuan

ekosistem untuk memelihara diri sendiri, mengatur diri sendirinya mengadakan

10

keseimbangan kembali. Keseimbangan yang terdapat dalam ekosistem disebut


homeostatis, yaitu kemampuan ekosistem untuk menahan berbagai perubahan
dalam sistem secara keseluruhan (Resosoedarmo, 1986).
Homeostatis berasal dari kata homeo yang artinya sama, da statis yang
artinya berdiri (Odum, 1993). Homeostatis adalah kestabilan yang dinamis, karena
perubahan-perubahan yang terjadi dalam ekosistem akan tetap mengarahpada
keseimbangan baru. Faktor-faktor yang terlibat dalam mekaisme keseimbangan
ekosistem antara lain mencakup mekasnisme yang mengatur penyimpanan bahanbahan, pelepasan hara, pertumbuhan orgaisme dan populasi, proses produksi, serta
dekomposisi bahan-bahan organik (Indriyato, 2006)..
Daya tahan ekosistem yang besar menunjukkan bahwa ekosistem mampu
meghadapi gangguan, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi akibat
gangguan itu dapat ditolerir bahkan ekosistem mampu pulih kembali dan menuju
kepada kondisi keseimbangan. Berkaitan dengan daya tahan ekosistem seperti
tersebut, di dalam ekologi terdapat istilah yang dikenal dengan daya lenting. Daya
leting (resiliece) menunjukkan kemampuan ekosistem untuk pulih setelah tekena
gangguan. Makin cepat kondisi ekosistem pulih berarti makin pendek masa
pulihnya, makin banyak gangguan yang dapat ditanggulangi, sehingga berarti juga
makin besar atau makin tinggi daya lentingnya. Kendatipun suatu ekosistem itu
mempunyai daya lenting (daya tahan) yang besar, tetapi pada umumya batas
mekanisme keseimbangan dinamis (homeostatis) masih dapat diterobos oleh
kegiatan manusia (Resosoedarmo, 1986).
2.4

Energi dalam Ekosistem


Energi

didefinisikan

sebagai

kemampuan

untuk

melakukan

kerja

(Odum,1993). Energi yang dimiliki oleh setiap organisme hidup adalah energi
kimia yang diperoleh dari makanannya dalam bentuk protein, karbohidrat, lemak,
dan sebagainya. Energi tersebut diciptakan pertama kali pada tingkatan produsen,
yaitu tumbuhan hijau dengan mengubah energi matahari ke dalam bentuk energi
potensial. Energi potensial adalah energi yang tersimpan dan dapat digunakan

11

untuk melakukan kerja, contohnya protein, karbohidrat, dan lemak. Energi kinetik
adalah energi yang terlepaskan atau energi yang dibebaskan oleh organisme
berupa energi gerak (Indriyanto, 2006).
Sinar matahari merupakan sumber energi di dalam ekosistem yang oleh
tumbuhan hijau dapat diubah menjadi energi kimia dalam bentuk senyawa
karbohidrat (glukosa) melalui proses fotosintesis. Reaksi fotosintesis adalah
sebagai berikut :
6CO2 + 12 H2O

kloro
fil

C6H12O6 + 6 O2 + 6H2O

Senyawa karbohidrat Cahay


merupakan makanan bagi hewan pemakan
a
tumbuhan. Istilah makanan disini
adalah materi yang mengandung energi yang

dapat digunakan oleh organisme. Aliran energi dalam ekosistem terlihat pada
rantai makanan dan juga jaring-jaring makanan (Soemarwoto, 1980).
2.4.1

Hukum Termodinamika
Energi di alam bebas atau di ekosistem ini tunduk pada hukum

termodinamika I dan hukum termodinamika II (Odum,1993).


a. Hukum Termodinamika I
Energi dapat diubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi yang
lain, tetapi tidak pernah dapat diciptakan atau dimusnahkan. Hukum
tersebut menerangkan bahwa energi dapat diubah-ubah bentuknya, dan
semua energi yang memasuki organisme, populasi, atau ekosistem dapat
dianggap sebagai energiyang tersimpan atau terlepaskan. Jadi, organisme
dapat dianggap sebagai salah satu komponen pengubah energi dalam
sistem ekologi (Indriyanto, 2006).
b. Hukum Termodinamika II
Setiap terjadi perubahan bentuk energi, pasti terjadi degradasi energi
dari bentuk energi yang terpusat menjadi bentuk energi yang terpencar, dan
di dalam proses transformasi energi yang tidak dapat digunakan. Hukum
ini menerangkan bahwa meskipun energi tidak pernah hilang dari sistem
alam, tetapi energi tersebut sebagian akan terus berubah menjadi bentuk
energi yang kurang bermanfaat. Aliran energi dalam ekosistem akan selalu
seirama dengan siklus materi. Kedua proses tersebut (aliran energi dan

12

siklus materi) berjalan melalui rantaimakanan dan jaring makanan (Odum,


1993).
2.4.2

Rantai Makanan
Rantai makanan adalah transfer atau pemindahan energi dari sumbernya

melalui serangkaian organisme yang dimakan dan yang dimakan (Odum, 1993).
Dalam ekosistem, hanya tumbuhan hijau yang mampu menangkap energi radiasi
matahri dan mengubahnya kedalam bentuk energi kimia dalam tubuhnya,
misalnya karbohidrat, protein, dan lemak. Energi makanan yang dibuat oleh
tumbuhan hijau itu sebagian lagi merupakan sumber daya yang dimanfaatkan oleh
herbivora. Herbivora dimangsa oleh karnivora, dan karnivora dimangsa oleh
karnivora lainnya, demikian seterusnya terjadilah proses pemindahan energi dan
materi dari satu organisme ke organisme yang lain dan ke lingkungannya. Dari hal
tersebut dapat dilihat bahwa satu kehidupan dapat menyokong kehidupan yang
lainnya. Dengan kata lain, dari satu organisme ke organisme yang lain akan
terbentuk suatu rantai yang disebut dengan rantai makanan (Resosoedarmo,
1986).
Pada prinsipnya, rantai makanan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok
sebagai berikut :
1. Rantai pemangsa, yaitu pemindahan energi dan materi dari produsen
(tumbuhan) ke binatang kecil, kemudian ke binatang yang besar, dan
berakhir pada binatang paling besar.
2. Rantai parasit, yaitu pemindahan energi dan materi dari organisme
besar ke organisme kecil.
3. Rantai saprofit, yaitu pemindahan energi dan materi dari organisme
mati (bahan organik) ke mikroorganisme atau jasad renik (Indriyato,
2006).
2.4.3

Jaring Makanan
Jaring makanan, yaitu gabungan dari berbagai rantai makanan (Odum,

1993). Ketiga kelompok rantai makanan saling berkaitan. Dengan kata lain, jika
tiap rantai makanan yang ada di ekosistem disambungkan dan membentuk rantai
makanan yang lebih kompleks, maka terbentuk jaring makanan. Jaring makanan

13

dalam ekosistem dapat menggambarkan kestabilan ekosistem tersebut (Indriyato,


2006).
2.4.4

Tingkat Trofik
Menurut Heddy (1986), tingkat trofik menunjukkan urutan organisme

dalam rantai makanan pada suatu ekosistem. Oleh karena itu, berbagai organisme
yang memperoleh sumber makanan melalui langkah yang sama dianggap
termasuk dalam tingkat trofik yang sama (Resosoedarmo, 1986; Odum, 1993).
Berdasarkan pemahaman tingkat trofik, maka organisme dalam ekosistem
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Tingkat trofik pertama, yaitu semua organisme yang bersatu sebagai
produsen. Semua jenis tumbuhan hijau membentuk tingkat trofik
pertama.
2. Tingkat trofik kedua, yaitu semua organisme yang bersatu sebagai
herbivora (komsumem primer).
3. Tingkat trofik ketiga, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai
herbivora kecil (konsumer sekunder).
4. Tingkat trofik keempat, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai
karnivora besar (karnivora tingkat tinggi).
5. Tingkat trofik kelima, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai
perombak (dekomposer dan transformer) atau semua mikroorganisme
(Indriyanto, 2006).
2.4.5

Struktur Trofik dan Piramida Ekologi


Struktur trofik dapat diukur dan dideskripsikan dengan istilah biomassa

(standing crop) per satuan luas atau dengan pernyataan jumlah energi yang terikat
per satuan luas per satuan waktu pada tiap tingkat trofik secara berurutan. Makin
panjang rantai makanan, energi yang tersedia bagi kelompok organisme yang
terakhir makin kecil (sedikit) (Indriyanto, 2006).
Odum (1993) dan Resosoedarmo (1986) menyatakan bahwa piramida
ekologi dapat menggambarkan (secara grafik) struktur trofik dan fungsi trofik.

14

Struktur dan fungsi trofik dapat terlihat pada masing-masing tipe piramida, yaitu
piramida jumlah, piramida biomassa, dan piramida energi (Odum, 1993).
Masing-masing tipe piramida dijelaskan sebagai berikut :
1. Piramida jumlah, yaitu piramida yang menggambarkan terjadinya
penurunan jumlah individu organisme tiap tahap tingkatan trofik. Dalam
piramida jumlah, yang dilukiskan adalah jumlah individu organisme yang
ada pada tiap tingkat trofik. Umumnya karnivora lebih besar dan kuat
daripada produsen dan herbivora, karnivora sekunder lebih besar dan kuat
daripada karnivora primer, dan seterusnya. Oleh karena itu, jika ukuran
atau kekuatan organisme makin bertambah pada tiap tingkat trofik, maka
jumlah organisme pada tiap tingkat trofik secara berurutan makin kurang
kecuali untuk tingkat pengurai.
2. Piramida biomassa, yaitu piramida yang menggambarkan terjadinya
penurunan atau peningkatan biomassa organisme pada tiap tahap tingkat
trofik. Piramida biomassa pada ekosistem daratan dan ekosistem perairan
terjadi perbedaan bentuk. Pada ekosistem daratan, piramida biomassanya
tegak dan memili jumlah organisme produsen yang lebih banyak
dibandingkan jumlah organisme konsumen pada tiap tingkat trofik, dan
siklus hidup organisme produsen umumnya lebih panjang, maka biomassa
semua produsen pada tahap waktu selalu lebih besar, sedangkan biomassa
konsumen makin kecil menuju ke puncak piramida. Adpun pada ekosistem
perairan memiliki piramida biomassa terbalik karena biomassa konsumen
selalu lebih besar daripada biomassa produsen.
3. Piramida energi, yaitu piramida yang menggambarkan terjadinya
penurunan tingkat energi pada tiap tahap tingkat trofik. Kehilangan energi
yang terjadi dapat dipahami dengan Hukum Termodinamika II bahwa
setiap ada pengubahan energi akan menimbulkan hilangnya energi yang
dipakai. Akibat hilangnya energi ini maka total jumlah energi pada tiap
tingkat trofik lebih rendah dari tingkat trofik sebelumnya dan umumnya
jauh lebih rendah. Energi pada herbivora lebih rendah daripada produsen

15

(tumbuhan), energi pada karnivora lebih rendah daripada herbivora dan


seterusnya, sehingga bentuk piramida energi adalah piramida tegak.
Diantara ketiga piramida, piramida energi adalah piramida yang terbaik
karena dapat memberikan gambaran menyeluruh berkaitan dengan sifat-sifat
fungsional suatu ekosistem dan dapat menunjukkan efisiensi ekologi atau
keproduktifan

ekosistem. Piramida energi tidak dipengaruhi oleh ukuran

organisme dan kecepatan metabolisme pada tiap organisme, sehingga apabila


semua sumber energi diperhitungkan, maka bentuk piramida selalu tegak sesuai
dengan Hukum Termodinamika II (Resosoedarmo, 1986; Setiadi, 1983).
2.5

Siklus Materi (Siklus Biogeokimia)


Proses pertumbuhan dan hidup dari organisme memerlukan kira-kira 40

unsur. Hydrogen, karbon, dan oksigen merupakan penyusun utama tubuh mahluk
hidup. Nitrogen, fosfor, kalium, sulfur, dan magnesium merupakan unsur-unsur
yang banyak diperlukan oleh organisme hidup sehingga disebut unsur makro.
Seng, kobalt, molybdenum, besi, klor, natrium, mangan, dan boron diperlukan
dalam jumlah sedikit tetapi unsur-unsur ini terlibat dalam reaksi-reaksi penting
dalam tubuh organisme dan dikategorikan sebagai unsur mikro (Suwasono, 1994).
Terdapat beberapa siklus yang terjadi didalam ekosistem, antara lain yaitu
a. Siklus Karbon
Karbon merupakan bahan dasar penyusun senyawa organik. Di dalam
organisme hidup terdapat 18% karbon. Kemampuan saling mengikat pada atomatom karbon (C) merupakan dasar bagi keragaman molekul dan ukuran molekul
yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Selain terdapat dalam bahan organik,
karbon juga ditemukan dalam senyawa anorganik, yaitu gas karbondioksida (CO 2)
dan batuan karbonat (batu kapur dan koral) dalam bentuk calsium karbonat
(CaCO3). Organisme autotrof (tumbuhan) menangkap karbon dioksida dan
mengubahnya menjadi karbohidrat, protein, lipid, dan senyawa organik lainnya.
Bahan organik yang dihasilkan tumbuhan ini merupakan sumber karbon bagi
hewan dan konsumen lainnya.

16

Pada setiap tingkatan trofik rantai makanan, karbon kembali ke atmosfer


atau air sebagai hasil pernapasan (respirasi). Produsen, herbivora, dan karnivora
selalu bernapas dan menghasilkan gas karbondioksida. Setiap tahun, tumbuhan
mengeluarkan sekitar sepertujuh dari keseluruhan CO2 yang terdapat di atmosfer.
Meskipun konsentarasi CO2 di atmosfer hanya sekitar 0,03%, namun karbon
mengalami siklus yang cepat, sebab tumbuhan mempunyai kebutuhan yang tinggi
akan gas CO2. Walaupun begitu, sejumlah karbon dipindahkan dari siklus itu
dalam waktu yang lebih lama. Hal ini mungkin terjadi karena karbon terkumpul di
dalam kayu dan bahan organik lain yang tahan lama, termasuk batu bara dan
minyak bumi. Perombakan oleh detritivor akhirnya mendaur ulang karbon ke
atmosfer sebagai CO2. Selain itu pembakaran kayu dan bahan bakar fosil juga ikut
berperan, karena api dapat mengoksidasi bahan organik atau kayu menjadi CO2
dengan lebih cepat.
b. Siklus Fosfor
Keberadaan fosfor pada organisme hidup sangat kecil, tetapi peranannya
sangat diperlukan. Atom fosfor hanya ditemukan dalam bentuk senyawa fosfat
(PO4-3). Fosfat diserap oleh tumbuhan dan digunakan untuk sintesis organik.
Fosfor banyak dikandung oleh asam nukleat, yaitu bahan yang menyimpan dan
mentranslasikan sandi genetik. Atom fosfor juga merupakan dasar bagi ATP
(Adenosine TriPhospat) berenergi tinggi yang digunakan untuk respirasi seluler
dan fotosintesis. Selain itu merupakan salah satu mineral penyusun tulang dan
gigi. Fosfor merupakan komponen yang sangat langka dalam organisme tak
hidup.
Produktivitas ekosistem darat dapat ditingkatkan jika fosfor dalam tanah
ditingkatkan. Peristiwa pelapukan batuan oleh fosfat akan menambah kandungan
fosfat di dalam tanah. Contohnya adalah akibat hujan asam Setelah produsen
menggabungkan fosfor ke dalam bentuk biologis, fosfor dipindahkan ke
konsumen dalam bentuk organik. Setelah itu, fosfor ditambahkan kembali ke
tanah melalui ekskresi fosfat oleh hewan dan bekteri penguarai detritus. Humus

17

dan partikel tanah mengikat fosfat sedemikian rupa, sehingga siklus fosfor
terlokalisir dalam ekosistem. Namun, fosfor dapat dengan mudah terbawa aliran
air yang pada akhirnya terkumpul di laut. Erosi yang terjadi akan mempercepat
pengurasan fosfat di samping pelapukan batuan yang sejalan dengan hilangnya
fosfat. Fosfat yang berada di lautan secara perlahan terkumpul dalam endapan
yang kemudian tergabung dalam batuan. Ketika permukaan air laut mengalami
penurunan atau dasar laut mengalami kenaikan, batuan yang mengandung fosfor
ini menjadi bagian dari ekosistem darat. Dengan demikian, fosfat mengalami
siklus di antara tanah, tumbuh an, dan konsumen dalam waktu tertentu.
c. Siklus Nitrogen
Atmosfer mengandung lebih kurang 80% atom nitrogen dalam bentuk gas
nitrogen (N2). Di dalam organisme, nitrogen ditemukan dalam semua asam amino
yang merupakan penyusun protein. Bagi tumbuhan, nitrogen tersedia dalam
bentuk amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-) yang masuk ke dalam tanah melalui air
hujan dan pengendapan debu-debu halus atau butiran lainnya. Beberapa
tumbuhan, seperti seperti Bromeliaceaeepifit yang ditemukan di hutan hujan
tropis, memiliki akar udara yang dapat mengambil NH4+ dan NO3- secara langsung
dari atmosfer. Jalur lain penambahan nitrogen dalam ekosistem adalah melalui
fiksasi nitrogen (nitrogen fixation).
Fiksasi nitrogen merupakan proses perubahan gas nitrogen (N2) menjadi
mineral yang digunakan untuk mensintesis senyawa organik seperti asam amino.
Nitrogen difiksasi oleh bakteri Rhizobium, Azotobacter, dan Clostridium yang
hidup bebas dalam tanah. Selain dari sumber alami, sekarang ini fiksasi nitrogen
dibuat secara industri yang digunakan sebagai pupuk. Pupuk bernitrogen ini
memberikan sumbangan utama dalam siklus nitrogen di suatu ekosistem akibat
kegiatan pertanian. Meskipun tumbuhan dapat menggunakan amonium secara
langsung, tetapi sebagian besar amonium dalam tanah digunakan oleh bakteri
aerob tertentu sebagai sumber energi. Aktivitas ini mengubah ammonium menjadi
nitrat (NO3 kemudian menjadi nitrit (NO2-). Proses ini disebut nitrifikasi.

18

Perombakan dan penguraian nitrogen organik kembali menjadi amonium yang


disebut amonifi kasi dilakukan oleh bakteri dan jamur pengurai. Proses-proses
tersebut akan mendaur ulang sejumlah besar nitrogen di dalam tanah.
d. Siklus Air
Air merupakan komponen penting bagi kehidupan. Selain itu, aliran air
dalam ekosistem berperan mentransfer zat-zat dalam siklus biogeokimia. Siklus
air digerakkan oleh energi matahari melalui penguapan (evaporasi) dan terjadinya
hujan (presipitasi). Di lautan, jumlah air yang menguap lebih besar dari curah
hujan. Kelebihan uap air ini dipindahkan oleh angin ke daratan. Di atas daratan,
persipitasi melebihi evaporasi. Aliran air permukaan dan air tanah dari darat
menyeimbangkan aliran uap air dari lautan ke darat. Siklus air memiliki sifat khas
dibandingkan siklus biogeokimia yang lain. Sebagian besar siklus ini terjadi
melalui proses fisik, bukan kimia. Dalam proses-proses tersebut air berbentuk H
O, sedangkan di dalam fotosintesis terjadi perubahan air secara kimiawi.

e. Siklus Sulfur dan Belerang


Sulfur (belerang) banyak terdapat di dalam kerak bumi dan dapat diambil
tumbuhan dalam bentuk sulfat. Sulfur di atmosfer berupa gas SO 2 atau oksida
sulfur yang terbentuk dari sisa pembakaran bahan bakar fosil (BBM) dan lelehan
dari belerang dari tambang belerang. Ketika gas sulfur dioksida yang berada di
udara bersenyawa dengan oksigen dan air, akan membentuk asam sulfat yang
ketika jatuh ke tanah akan menjadi bentuk ion-ion sulfat. Kemudian ion-ion sulfat
tadi akan diserap oleh tumbuhan untuk menyusun protein dalam tubuhnya

2.6

Produktivitas Ekosistem
Sumber daya energi yang utama untuk semua tingkat trofik adalah radiasi

matahari. Suatu permukaan yang tidak terlindungi dan mendapat radiasi sinar
matahari secara langsung, maka permukaan itu akan menerima energi dari radiasi
matahari dengan kecepatan 1,94 g-kalori/cm2/menit, akan tetapi pada umumnya
radiasi matahari yang dapat mencapai permukaan bumi hanya 46%, hal itu

19

disebabkan adanya penyerapan dan pemantulan sebagian energi oleh atmosfer,


asap, partikel-partikel debu, dan awan (Kendeigh, 1980).
Manfaat utama dari energi matahari yang bisa sampai permukaan bumi
adalah untuk kepentingan tumbuhan hijau yang dalam proses kehidupan
tumbuhan dikenal dengan fotosintesis dan respirasi. Dalsm proses fotosintesis,
organisme-organisme yang berfotosintesis (autotrof) hanya memanfaatkan 50%
dari radiasi matahari yang diterima dan efisiensi pemanfaatsn energi yang diserap
oleh autotrof hingga mencapai produktivitas primer bersih hanya lebih kurang 1%
(Odum, 1993).
Kecepatan energi radiasi matahari yang diubah oleh tumbuhan hijau
menjadi energi kimia dikenal sebagai produktivitas primer (Vickery, 1984;
Chapman, 1997).
Produktivitas primer adalah kecepatan energi radiasi matahari yang
disimpan melalui aktivitas fotosintesis dan kemosintesis oleh organisme produsen
dalam bentuk bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan.
Produktivitas digolongkan menjadi dua, yaitu produktivitas primer kotor dan
produktivitas primer bersih (Odum, 1993).
1. Produktivitas primer kotor, yaitu kecepatan total fotosintesis, mencakup
banyaknya bahan organik yang digunakan dalam respirasi atau pernafasan
selama perode pengukuran. Produktivitas primer kotor disebut juga
fotosintesis total atau asimilasi total.
2. Produktivitas primer bersih, yaitu kecepatan penyimpanan bahan organik
dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan bahan organik yamg sebagian
telah dipakai untuk respirasi tumbuhan selama proses pemgukuran.
Produktivitas primer bersih disebut juga fotosimtesis yang kelihatan atau
asimilasi bersih.
Produktivitas primer bersih memiliki kegunaan yang sama penting untuk
memahami sebuah ekosistem karena hal itu dapat menggambarkan energi yang
tersedia bagi seluruh komponen dalam rantai maupun jaringan makanan.
Ekosistem yang memiliki produktivitas primer bersih rendah, akan menyokong
organisme heterotrof yang jumlahnya sedikit dibandingkan dengan ekosistem
yang memiliki produktivitas primer bersih tinggi (Indriyanto, 2006).

20

Produktivitas komunitas bersih, yaitu kecepatan penyimpanan bahan


organik pada penghasil-penghasil primer yang telah ditinggalkan oleh pemakan.
Produktivitas sekunder, yaitu kecepatan penyimpanan energi pada organisme
hidup tingkat konsumen. Energi yang tersimpan pada tingkat trofik yang lebih
tinggi akan semakin kecil atau menurun. Total arus ebergi pada tingkatan
heterotrof sebaiknya dusebut asimilasi dan bukan produksi karena organisme
heterotrof

mengambil

bahan

organik

dari

organisme

autotrof

dan

mengasimilasikannya ke dalam jaringan tubuh mereka, maka kosep produktivitas


kotor dan bersih tidak digunakan pada tingkatan heterotrof. Dengan demikian,
penigkatan biomassa pada hetrotrof-heterotrof merupakan laju asimilasi dan
bukan produksi (Odum, 1993).

Produktivitas dapat diukur selama beberapa periode waktu tertentu.


Beberapa metode yang sesungguh yang dapat digunakan untuk mengukur
produktivitas, yaitu :
1. Metode panen
Metode panen merupakan cara mengukur produktivitas dengan
memanen seluruh organ vegetasi secara periodik menurut periode waktu
yang dipilih. Hasil pane di oven pada suhu 80C hingga bobtnya konstan,
dan bobot inilah yang disebut bobot kering oven (g/m2/tahun).
2. Mengukur oksigen
Metode ini biasa digunakan untuk mengukur vegetasi perairan.
Metode ini menggunaka botol terang dan gelap yaitu botol tembus
pandang dan botol gelap. Kedua botol diisi air dari danau pada kedalaman
tertentu, kemudian ditutp dan dipertahankan pada kedalaman selama
waktu tertentu. Setelah itu dibawa ke lab untuk penentuan kadar O2 yang
ada pada air tersebut. Penrunan kadar O2 pada botol gelap disebabka oleh
kegiatan respirasi, sedangkan peningkatan O2 pada botol terang

21

disebabkan oleh kegiatan fotosintesis. Jumlah penigkatan dan penurunan


O2 pada botol terang dan gelap menyatakan produktivitas kotor, sehinggan
selisih antara O2 botol terang dan gelap merupakan produktivitas bersih.
3. Metode karbon dioksida
Metode karbon dioksida dilakukan dengan memanfaatkan gas
selama fotosintesis atau pembebasannya pada saat respirasi yang diukur
dengan analisis gas infra merah atau dengan memasukkan gas melalui air
Ba(OH)2 dan menitrasikannya.
4. Metode klorofil
Hubungan antara klorofil total terhadap laju fotosintesis dikenal
sebagai rasio asimilasi atau laju produksi per gram klorofil. Jadi, rasio
asimilasi merupakan perbandingan antara bobot O2 yang dihasilkan per
jam (g/jam) dibagi dengan bobot klorofil (g) (Odum, 1993).

2.7

Stabilitas Ekosistem
Ekosistem memiliki sifat sibernetika yang berarti mengebudi atau

penguasaan, dengan arti bahwa fungsi pengendalian sifat internal dan menyebar.
Di alam, ada beberapa spesies atau komponen yang dapat melakukan fungsi
tertentu. Hal ini memungkinkan terjadinya stabilitas, derajat stabilitas yang dapat
dicapai sangat bervariasi, tergantung pada hambatan-hambatan lingkungan dan
efisiensi dari pengendalian di alam.
Persistensi adalah kemampuan untuk menjaga kestabilan tanpa ada
gangguan

dan resisten adalah kemampuan untuk bertahan dari gangguan

(Whitten, 1999).
Berikut ini adalah arti dari stabilitas, yaitu:
1. Konstan (constancy). Kurang adanya perubahan dalam beberapa parameter
dariekosistem seperti jumlah jenis, bentuk kehidupan dalam komunitas,
kenampakan fisik lingkungan.
2. Menetap (persistence). Panjangnya waktu sehingga ekosistem konstan atau
mampu memelihara kondisi khusus di dalam ikatan tertentu.

22

3. Kelembaman (inertia). Kemampuan ekosistem untuk tetap konstan atau untuk


tahan dalam menghadapi faktor-faktor pengganggu seperti angin, api, penyakit,
serangan herbivora dll.
4. Keuletan (resilience). Stabilitas yang elastik.
5. Kelenturan (elasticity). Kecepatan suatu ekosistem untuk kembali pada kondisi
orisinalnya setelah terjadi gangguan
6. Ayunan (amplitude). Luasnya suatu ekosistem dapat dirubah dan masih kembali
dengan cepat pada kondisi orisinilnya.
7. Stabilitas sildis (cyclic stability). Property suatu ekosistem untuk berubah
melalui rangkaian kondisi yang membawa kembali pada kondisi orisinilnya.
8. Stabilitas lintasan cepat (trajectory stability). Kecenderungan ekosistem untuk
kembali pada kondisi final tunggal, setelah gangguan telah merubah kondisi awal
menjadi kondisi baru yang beragam. Contohnya pada pemusatan ekologis yang
mengikuti suksesi yang retrogesif.
2.8

Proses-proses penting dalam Ekosistem


Ada empat proses penting dalam proses pemasukan energi dan nutrisi ke

dalam Ekosistem, yaitu fotosintesis, herbivora, karnifora dan dekomposisi.


Hebivora dan karnivora hanya melayani proses pemindahan nurtisi dan energi.
Sedangkan dua proses dasar lainnya yaitu fotosintesis dan dekomposisi
merupakan faktor penting karena fotosintesis merupakan proses pengikatan energi
dan penyusunan ke dalam jaringan tumbuhan aktif, sedangkan dekomposisi
merupakan proses terahir penghilangan energi dan pengurangan materi organik
menjadi bahan organik.
1. Fotosintesis
Energi memasuki ekosistem sebagai cahaya tampak dan dan disimpan
dalam tumbuhan selama proses fotosintesis. Dari proses ini terjadi perubahan
biokemis yang meliputi serangkaian panas yang dilepaskan ke lingkungan.
Kehilangan panas ini diikuti oleh kehilangan karbondioksida, air dan senyawa

23

senyawa nitrogen yang mengalami siklus dalam ekosistem, meskipun


beberapa energi hilang, namun beberapa energi disimpan dalam sistem.
2. Dekomposisi
Proses dekomposisi sebagai reduksi bahan organik menjadi senyawa
anorganik, misalnya karbondioksida, air, dan oksigen dari senyawa yang telah
disintesis, dimanfaatkan kembali. Proses dekomposisi meliputi fragmentasi,
pencampuran, perubahan struktur fisika, penguraian, konsentrasi dan aktifitas
enzim yang dilakukan oleh berbagai macam organisme. Organisme yang
melakukan proses ini disebut organisme pengurai atau( dekomposer ).

2.9

Tipe-tipe ekosistem
Secara umum ada dua macam ekosistem, yaitu ekosistem alami yang

mencakup ekosistem darat ( Terestrial ) dan ekosistem air ( Akuatik ) dan


ekosistem buatan. Ekosistem darat, yaitu ekosistem yang lingkungan fisiknya
berupa daratan. Ekosistem darat dibagi menjadi dua, yaitu ekosistem alami dan
ekosistem buatan (Roesosoedarm, 1986).
2.9.1 Ekosistem Darat ( Terestrial )
Ekosistem tropik merupakan salah satu contoh dari ekosistem terestrial.
Hutan ini dapat dibedakan atas adanya perbedaan tinggi terhadap permukaan
laut (altitude), yaitu ada hutan dataran, hutan bukit hutan montana, hutan sub
alpin, dan hutan alpin. Dengan demikian, komponen ekosistem dari masingmasing hutan tersebut tidak sama. Berikut ini merupakan macam-macam
Ekosistem Terestrial yaitu:
1. Hutan hujan Tropika
Hutan tropis merupakan Ekosistem darat dengan iklim paling sempurna.
Terletak diantara 200 LU sampai 200 LS, dan terletak ditiga daerah utama yaitu

24

(1) Amerika Tengah dan selatan, (2) Afrika, (3) Asia tenggara. Distribusinya
paling jelas sering dijumpai di Lembah Amazon, Amerika selatan, Lembah
Kongo, Afrika, dan Asia Teenggara di Indonesia. India Barat dan Muangthai.
Pohon-pohon umumnya mempunya tiga lapisan: (1) pohon-pohon yang sangat
menjulang tinggi, (2) Lapisan tajuk, yang membentuk permadani hijau dengan
tinggi berkesinambungan antara 25-30 m, (3) sratum tumbuhan bawah yang
memiliki pembuka tajuk.
2. Hutan gugur daun ugahari
Ekosistem ini terdapat didaerah amerika bagian timur, dieropa dan di asia
timur. Di negara eropa, hutan gugur daunugahari ini dipengaruhin oleh
manusia, sedangkan di amerika utara bagian indian hanya sedikit sekali
sehungga di amerika hutan ini masih asli. Dihutan ini perbedaan antara musim
dingi dan musim panas sangat besar. Lapisan-lapisan herba dan semak
cenderung berkembang baik, demikian pula dengan hewan-hewannya (Odum,
1996).
3. Taiga
Taiga merupakan bioma yang didominasi oleh tumbuhan konifer ( bangsa
Coniferales ) khususnya Spruce dan Fir. Taiga ini terbentang dalam zona lebar
yang melintang sepanjang bagian utara Amerika, Eropa dan Asia ke selatan di
gunung-gunung tinggi yang di tumbuhi oleh hutan tusum atau pinus
(Resosoedarmo, dkk, 1985).
4. Tundra
Tundra merupakan ekosistem yang hanya sedikit sekali pepohonan, karena
daerah ini tertutup es.

Terletak

di kedua kutup bumi utara dan selatan

(McNaughton dan Wolf,1998).


Faktor pembatas dari ekosistem ini adalah temperatur yang rendah dan
musim pertumbuhan yang singkat kurang lebih 60 hari, sehingga bioma ini
jarang terdapat pohon-pohon yang lebat dan tinggi ( Odum, 1996)

25

5. Hutan sabana
Merupakan padang rumput yang mengalami musim kemarau sangat
panjang dan kering, ditumbuhi oleh pohon-pohon dengan jarak berjauhan dan
diantaranya rerumputan yang tinggi (Soemarwoto, 1980).
Di indonesia sabana ini terletak di Nusa Tenggara Timur dan Irian Yaya.
Vegetasi pohon yang ada di hutan sabana ini berukuran kecil dan pendekpendek, yaitu suku Mimosaeae, Myrtaceae. Hutan sabana yang baluran Jawa
Timur terdapat satwa liar yang berupa banteng, kijang dan rusa.
6. Padang Rumput
Padang rumput merupakan daerah yang hanya didominasi oleh rerumputan
tanpa ada tumbuhan berkayu, sehingga yang terlihat hanya hamparan rumput
yang luas. Biasanya rerumputan yang berkuasa diwilayah ini adalah suku
Poaceae dan Cyperaceae.
Terdapat dua macam padang rumput yaitu padang rumput iklim basah dan
padang rumput iklim kering.
Padang rumput didaerah tropis biasanya berada dalam bentuk sabana yang
terdiri atas pepohonanyang tersebar berjauhan diatas padang rumput (Ewusie,
1990).

26

BAB III. PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang diutarakan di atas, maka dapat disimpulkan


bahwa ekosistem merupakan gabungan dari komunitas yang melibatkan interaksi
timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju
suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan
lingkungannya. Dan matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada. Aliran
energi pada suatu ekosistem berjalan satu arah. Energi ekosistem berasal dari
energi matahari yang digunakan produsen untuk berfotosintesis. Sehingga, energi
tersebut diubah menjadi energi kimia dan kemudian diteruskan ke konsumen
dalam bentuk senyawa-senyawa organik dalam makanannya, dan dibuang dalam
bentuk panas. Semakin pendek rantai makanan, maka semakin dekat jarak antara
organisme pada permulaan rantai dan organisme pada ujung rantai, sehingga
semakin besar energi yang dapat disimpan dalam tubuh organisme di ujung rantai
makanan. Makin banyak rantai makanan dan makin besar kemungkinan
terbentuknya gabungan dalam jaring makanan, akan menunjukkan kestabilan
ekosistem makin tinggi. Piramida ekologi merupakan susunan tingkat trofik
(tingkat nutrisi atau tingkat energi) secara berurutan menurut rantai makanan dan

27

jaring makanan dalam ekosistem. Secara umum ada dua macam ekosistem, yaitu
ekosistem alami yang mencakup ekosistem darat ( Terestrial ) dan ekosistem air
( Akuatik ) dan ekosistem buatan.

DAFTAR PUSTAKA

Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Terjemahan oleh Usman


Tanuwidjaja. Penerbit Institut Teknologi Bandung.
Gopal, G. W. Dan F. J. Deneke. 1978. Urban Forestry. Canada: John Willey and
Sons Inc.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta : Bumi Aksara.
Irwan, Z. D. 1992. Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi: Ekosistem,
Komunitas, Lingkungan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
McNaughton, S.J., L. L. Wolf. 1998. Ekologi Umum (terjemahan), Edisi kedua.
Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Odum, E. HLM. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono


Samingan dari Buku Fundamental of Ecology. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Roesosoedarmo, S., K. Kartawinata, dan A. Soegiarto. 1986. Pengantar Ekologi.
Bandung: Remadja Rosda Karya.

28

Setiadi, Y. 1983. Pengertian Dasar tentang Konsep Ekosistem. Bogor: Fakultas


Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Djambatan.
Whitten,T.,R.E. Soeriaatmadja, S.A Afiff. 1999. Danau dan sungai. Dalam
Kartikasari S.N. (Ed) Ekologi Jawa dab Bali. Jakarta : Prenhalindo.
http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/31250/b1f9589ee31b40fdf8e7cd7dd
43410a4.diaksestanggal5Maret2015

You might also like