Professional Documents
Culture Documents
Sisterna chyle
2.
Filariasis:
Hidrokel
3.
MAPPING CONCEPT
etiologi
FILARIASIS
patogenesis
Gejala klinis
Pemeriksaan lab
Limfadenitis
etiologi
Patofisiologi
Limfedema
patogenesis
Limfangitis
Gejala klinis
Pemeriksaan lab
fungsi
fisiologi
LIMFATIK
drainase
Anatomi
produksi
Pompa kapiler
komponen
Pembuluh kapiler
limfe
KGB
Kapiler limfe
Protein
Pembuluh kapiler pengumpulLemak
Trunkus limfatikus
Leukosit
Duktus limfatikus
Bakteri
Faktor pembekuan
Servical
Axilar
Abdominal
inguinal
SIRKULASI LIMFATIK
2.
lymph
lymphatic vessels
lymphatic tissue
lymphatic nodules
lymph nodes
tonsils
spleen
thymus
Lymphatic Systems
Lymph capillaries
1.
Lymphatic Capillaries
Lymphatic capillaries ada di hampir di seluruh tubuh, kecuali : Sistem saraf pusat, Bone marrow, jaringan-jaringan tanpa
pembuluh darah (ex. Cartilage), epidermis, cornea.
Lacteals lymphatic capillaries khusus, ada di villi intestinum tenue (untuk absorbsi lemak Fatty lymph /chyle)
2.
Sel-sel simple squamous epithelium saling overlaping dan tertambat longgar satu dengan lainnya. Seperti terlihat
pada gambar
2.
1)
Pertama, Lymphatic capillaries jauh lebih permeabel dibanding kapiler-kapiler darah, dan tak ada cairan interstitial
yang dikeluarkan dari lymphatic capillaries. Permeabilitas yang tinggi memperbolehkan masuknya cairan jaringan,
bakteri, virus, dan sel-sel kanker
2)
Kedua, epitel lymphatic capillaries berfungsi sebagai suatu seri katup satu arah (one-way valves) yang memudahkan
cairan masuk ke kapiler tetapi tertahan didalamnya
3.
Inner layer lymphatic vessel terdiri atas endothel yang dikelilingi oleh membran elastis
2)
3)
Lymph Nodes
Bentuk
-
Pembuluh limfe aferen masuk melaui permukaan korteks dan pembuluh eferen meninggalkan nodus hanya pada hilus.
Kelenjar limfe diliputi oleh simpai jaringan ikat yang berhubungan dengan trabekula
Pada bagian superfisial, yaitu, daerah servikal, aksila, dan regional inguinalis.
Pada bagian dalam rongga tubuh ,yaitu, thoraks, abdomen dan pelvis.
<Sebagian besar limfonodi melekat pada lemak>
Struktur
a.
Simpai
-
Limfonodi dibungkus oleh simpai. Simpai mengandung sedikit otot polos (terutama di tempat masuk pembuluh
limfe dan trabekula), dan banyak serat kolagen dan elastin longgar. Ruang dalam jaringan reticular membentuk
sinus limf.
b.
Pembuluh limfatik aferen berjalan dalam jaringan ikat limfonodus dan menembus simpai memasuki sinus
subkapsularis.
Trabekula
-
c.
d.
Kortex
-
Pusat dari noduli kortikal disebut pusat germinal yang merupakan tempat aktif proliferasi limfosit. Daerah pusat
germinal berwarna lebih pucat.
Ketika limfonodi aktif melawan patogen, tampak perluasan germinal center di mana sel B bemultiplikasi dan
berdiferensiasi menjadi sel plasma.
Parakortex
-
e.
f.
Trabekula ialah perluasan dari simpai yang menjorok ke dalam dan bercabang-cabang di dalam medulla di
antara korda medularis dan sinus-sinus. Trabekula mengandung pembuluh darah utama limfonodus.
Sebelah dalam zona korteks utama terdapat zona parakorteks yang mengandung venula pasca kapiler yang
endotelnya tebal
Medulla
-
Limfosit tersusun berupa korda / deretan jaringan limfatik tak teratur yang disebut korda medularis. Korda ini
mengandung banyak makrofag, sel plasma, dan limfosit kecil. Korda ini dikelilingi oleh sinus medularis.
Sinus
-
Sinus adalah system saluran yang berkelok-kelok dan irregular yang terkandung dalam tiap nodus
Sinus memiliki dinding-dinding yang tidak kontinyu dan dilapisis sel reticular dan sel littoral (makrofag) dengan
tidak sempurna dan disokong oleh serat-serat retikular
Cairan limfa mengalir ke dalam sinus subskapula, kemudian secara perlahan melewati sinus pada korteks dan medula, kemudian
meninggalkan limfonodi melalui 1-3 pembuluh limfatik efferen yang berada di sekitar hilum.
Tidak ada organ limfatik lain yang memiliki pembuluh afferen selain limfonodi.
Akibat bentuknya yang unik, menyebabkan cairan limfe ketika masuk limfonodi mengalir lebih lambat sehingga ada lebih
banyak waktu untuk membersihkan cairan limfe dari antigen asing.
Fungsi
1.
2.
3.
4.
Menyaring limf, jadi noduli berperan melokalisasi dan mencegah penyebaran infeksi ke dalam sirkulasi umum
Memfagositosis bekteri / substansi asing dari limf. Makrofag terkandung di tiap anyaman serat reticular nodus
Membuat, menyimpan, dan mengalirkan limfosit B dan T. Limfosit B mengumpul dalam noduli limfoid limfonoduli.
Limfosit T berkumpul di bawah noduli (di daerah parakorteks/kortikal dalam)
Tempat pengenalan antigen dan pengaktifan antigenic limfosit B yang menghasilkan sel-sel plasma. Sel plasma lalu
membuat dan menggetahkan antibody spesifik terhadap antigen tertentu ke dalam darah dan limf.
4.
Lymph Trunks
Merupakan tempat berkumpulnya Lymphatic collecting vessels (setelah melewati lymph nodes)
Lumbar trunk
2.
Menerima limfe dari lower limbs, pelvis dan dinding abdominal, pelvic organs, ovaries atau testes, kidneys, dan
adrenal glands.
Intestinal trunk
Menerima chyle (fatty lymph) dari organ-organ digestive
3.
Bronchomediastinal trunks
4.
Mengumpulkan limfe dari thoracic viscera (organ-organ toraks dan dinding toraks bagian dalam)
Subclavian trunks
5.
Menerima limfe dari upper limbs, superficial thoracic wall, dan mammary glands
Jugular trunks
Menerima limfe dari kepala dan leher
5.
Lymph Ducts
lymphatic trunks terhubung dengan vena besar di thorax atau bergabung menjadi pembuluh yang lebih besar disebut
lymphatic ducts.
1)
Cisterna chyli
2)
3)
Thoracic duct
permukaan kulit
SSP
Cairan limfe berasal dari cairan interstsial yang mengalir ke dalam system limfatik sehingga cairan yang pertama kali masuk ke
limfatik komposisinya hampir sama dengan cairan interstisial.
2/3 dari seluruh cairan limfe normalnya berasal dari hati dan usus sisanya dari jaringan.
Cairan limfe ductus torasikus (campuran cairan limfe dari seluruh tubuh) kadar proteinnya = 3-
System limfatik merupakan jalan utam absorpsi zat makanan dari saluran cerna, terutama lemak yang jika setelah makan cairan
limfe akan mengandung sekitar 1-2 % lemak
Bahan-bahan partikel besar (bakteri) dapat memasuki saluran limfatik di antara sel-sel endotel kapiler limfatik dan masuk ke
cairan limfe melewati kelenjar limfatik akan dikeluarkan/ dihancurkan
Namun, bila tekanan cairan interstisian menjadi 1-2 mmHg lebih besar dari tekanan atmosfer (normal= 0 mmHg) maka aliran limfe
akan gagal meningkat lebih lanjut pada tekanan yang lebih tinggi berikutnya. Hal ini merupakan kasil dari peningkatan tekanan
jaringan yang mengakibatkan peningkatan pemasukan cairan dari jaringan ke kapiler limfatik dan menekan sisi luar permukaan kapiler
limfatik besar dan hasilnya adalah penghambatan aliran limfe.
Pompa Limfatik
1. Pemompaan intrinsic oleh pembuluh limfe yang lebih besar dan limfatik pengumpul
kontraksi otomatis, pompa otomatis, dan kontinyu
Duktus torasikus
P = 25-50 mmHg
2. Pemompaan yang disebabkan oleh kompresi intermiten eksternal sistem limfatik
* Kontraksi otot-otot di sekitar tubuh
* Pergerakan bagian-bagian tubuh
* Pulsasi arteri
* Penekanan jaringan oleh benda-benda di luar tubuh
Tekanan kapiler meningkat dan menyebabkan tumpang tindih tepi sel-sel endotel untuk menutup seperti k
Filament penambat akan menarik kapiler l
Protein dalam jumlah kecil bocor terus keluar dari kapiler darah ke dalam interstisium
FILARIASIS
1. EPIDEMIOLOGI
Penyakit filariasis terutama ditemukan di daerah khatulistiwa dan merupakan masalah di daerah dataran rendah. Tetapi kadangkadang juga ditemukan di daerah bukit yang tidak terlalu tinggi. Di Indonesia filariasis tersebar luas; daerah endemi terdapat di banyak
pulau di seluruh Nusantara, seperti di Sumatera dan sekitarnya, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan Irian Jaya. Untuk dapat
memahami epidemiologi filariasis, kita perlu memperhatikan faktor-faktor seperti hospes, hospes reservoar, vektor, dan keadaan lingkungan.
Hospes
Manusia yang mengandung parasit dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang rentan ( suseptibel ). Pada umumnya laki-laki lebih
dominan terinfeksi, karena memiliki lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi ( exposure ).
Hospes reservoar
B.malayi yang dapat hidup pada hewan merupakan sumber infeksi untuk manusia. Hewan yang sering ditemukan mengandung infeksi
adalah kucing dan kera terutama jenis Presbytis.
Vektor
Banyak spesies nyamuk yang ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung pada jenis cacing filarianya. Ada 23 spesies nyamuk dari genus
Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres yang dapat berperan sebagai vector penular penyakit kaki gajah yang diakibatkan oleh
filariasis.
Ada beberapa jenis nyamuk yang diketahui dapat menyebarkan penyakit ini, di antaranya:
1. Nyamuk Culex quinquefasciatus (Culex fatigan).
Nyamuk ini dapat menyebarkan cacing jenis Wuchereria bancrofti di perkotaan. Nyamuk ini dikenal dengan nyamuk rumahan karena
merupakan nyamuk yang paling sering dijumpai di rumah-rumah.
2. Nyamuk Mansonia
Nyamuk ini gemar berada di sekitar tanaman air, misalnya eceng gondok. Cacing yang disebarkannya adalah jenis Brugia malayi.
3. Nyamuk Aedes
Kekhasan dari nyamuk jenis ini adalah warna anggota badannya yang bercorak (belang) hitam putih. Ada beberapa spesies yang diketahui
dapat menyebarkan cacing filaria di pedesaan, di antaranya Aedes polynesiensis dan Aedes pseudoscutellaris.
4. Nyamuk Anopheles
Selain dikenal dapat menyebarkan penyakit malaria, nyamuk ini diketahui dapat menyebarkan cacing filaria di pedesaan bergantung kepada
spesies nyamuk dan periodisitas penyakit yang ditimbulkannya.
FILARIASIS BANCROFTI
Adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing nematoda Wuchereria bancrofti yang biasanya tinggal di sistem limfatik (saluran
dan kelenjar limfa) dari penderita. Cacing betina menghasilkan mikrofilaria yang dapat mencapai aliran darah dalam 6-12 bulan setelah
infeksi. Ada jenis filarial yang menunjukkan perbedaan biologis yaitu : pertama dimana mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada
malam hari (periodisitas nokturnal) dengan konsentrasi maksimal pada pukul 22.00 hingga 02.00, kedua dimana mikrofilaria ditemukan
dalam darah tepi terus-menerus namun konsentrasi maksimalnya terjadi pada siang hari (diurnal). Bentuk yang kedua endemis di Pasifik
Selatan dan di daerah pedesaan muncul sebagai fokus kecil di Asia Tenggara dimana vektornya adalah nyamuk Aedes yang menggigit siang
hari.W.bancrofti yang terdapat di daerah perkotaan ( urban ) ditularkan oleh Cx.quinquefasciatus, menggunakan air kotor dan tercemar
sebagai tempat perindukannya. W.bancrofti yang di daerah pedesaan ( rural ) dapat ditularkan oleh bermacam spesies nyamuk. Di Irian Jaya,
W.bancrofti terutama ditularkan oleh An.farauti yang menggunakan bekas jejak kaki binatang untuk tempat perindukannya. Di daerah pantai
di NTT, W.bancrofti ditularkan oleh An.subpictus.
FILARIASIS BRUGIA
Disebabkan oleh cacing nematoda Brugia malayi dan Brugia timori. Bentuk periodik nokturnal dari Brugia malayi ditemukan
pada masyarakat pedesaan yang tinggal di daerah persawahan terbuka yang sebagian besar ditemukan di Asia Tenggara. Bentuk subperiodik
dapat menginfeksi manusia, kera serta hewan karnivora baik hewan peliharaan ataupun binatang liar di hutan-hutan Indonesia dan Malaysia.
B.malayi yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh berbagai spesies Mansonia seperti Mn.uniformis, Mn.bonneae, dan Mn.dives
yang berkembang biak di daerah rawa di Sumatera, Kalimantan, dan Maluku. Di daerah Sulawesi, B.malayi ditularkan oleh An.barbirostris
yang menggunakan sawah sebagai tempat perindukannya.
B.timori ditularkan oleh An.barbirostris yang berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah pedalaman. B.timori
hanya ditemukan di daerah NTT dan Timor Timur.
Berdasarkan data dari WHO tahun 2000 didapatkan penyebaran filariasis sebagai berikut
Vektor:
Panjang cacing betina 80-100 mm dengan diameter 0.24-0.30 mm, sedangkan cacing jantan dengan panjang
40 mm dan diameter 0.1 mm. Cacing dewasa memproduksi mikrofilaria bersarung yang memiliki periode
nokturnal dengan panjang 244-296 m dan diameter 7.5-10 m. Kecuali di daerah Pasifik (subperiodik diurna)
dan daerah Muangthai (subperiodik nokturna)
B.malayi
3. STADIUM FILARIASIS
Terdapat 3 stadium filariasis
Stadium asimptomatik (stadium mikrofilaremia) ; tanpa gejala. Sering terjadi di daerah-daerah endemik. Pada penderita terdapat
pembesaran kelenjar mikrofilaremia dan eosinofilia tanpa simtom. Masa inkubasi biologik satu tahun, yaitu dari saat masuknya
larva stadium III sampai terbentuk mikrofilaria dalam tubuh penderita. Sedangkan masa laten atau saat terdapatnya mikrofilaria
sampai timbul gejala-gejala peradangan bisa berlangsung seumur hidup tanpa disadari.
Stadium akut,
Gejala :
o
Demam berulang-ulang selama 3 - 5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat
o
Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak
kemerahan, panas dan sakit
o
Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit, menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan
kearah ujung (retrograde lymphangitis)
o
Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah
serta darah, pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early
lymphodema).
Stadium menahun
Gejala :
o
pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti)
o
khusus pada pria ; funikulitis, epididimitis, orkitis, hidrokel
o
limfedema
funiculus spermaticus : struktur memanjang dari anulus inguinalis abdominalis sampai testis,
terdiri dari duktus deferens, arteria testicularis, plexus pampiniformis, saraf dan pembuluh
darah
hidrokel : kumpulan cairan yang berbatas tegas, khususnya dalam tunika vaginalis testis atau
sepanjang funiculus spermaticus. Kelainan ini disebabkan oleh W. bancrofti dan merupakan
manifestasi kronis yang paling sering ditemukan pada infeksi filariasis. Pada daerah endemik,
40-60% laki-laki dewasa memiliki hidrokel. Cairan yang terkumpul biasanya bening. Uji
transluminasi dapat membantu menegakkan diagnosis.
Pemerintah kota bogor mengklasifikasikan stadium filariasis menjadi 7 stadium berdasarkan kasus yang ditemukan di kota tersebut;
a) Penderita akan mengalami bengkak pada anggota tubuhnya, akan tetapi hilang saat bangun pagi, tidak terdapat lipatan di
permukaan kulit, kulit masih tampak halus dan normal.
b) Timbul bengkak pada anggota tubuh dan tidak hilang saat bangun pagi, tidak terdapat lipatan kulit, kulit masih halus dan normal,
serta terdapat pitting edema.
c) Bengkak menetap, lipatan kulit dangkal, kulit halus dan normal, non pitting edema.
d) Bengkak menetap, lipatan kulit dangkal, adanya nodul atau benjolan di kulit.
e) Bengkak menetap dan bertambah besar, lipatan kulit dalam dan ada benjolan.
f)
Bengkak semakin membesar, lipatan kulitnya dalam, dan tampak mossy foot gambaran seperti berlumut.
g) Bengkak menetap dan bertambah besar, lipatan kulit dalam, nodul-nodul mossy foot, dan penderita tidak dapat melakukan
kegiatan sehari-hari.
3.
4.
Baik cacing dewasa maupun mikrofilarianya dapat menimbulkan gejala-gejala klinik.Namun cacing dewasanya menimbulkan
efek patologik dan gejala klinik yang lebih nyata, justru terjadi setelah cacing itu mati.Mikrofilaria di dalam paru-paru sering
menimbulkan sindroma yang disebut sindroma Meyer-Kouwenaar atau Eosinofilia Pulmonalis Tropikalis (Occult
Filariasis).Gejala-gejalanya:
subfebris, hipereosinofilia (20 - 90%), limfedema, disertaisimtom paru-paru berupa batuk-batuk paroksismal dan sesaknapas
seperti asma. Rontgen toraks menunjukkan corakan bertambah di sekitar bronkus dan bercak-bercak infiltrat tersebar di seluruh
paru-paru. Tetapi simtom paru-paru tidak selalu menyertainya sehingga occult filariasis agaknya lebih cocok untuk nama
sindroma tersebut.
5.
Cacing dewasa dalam saluran limfe menyebabkan reaksi retikuloendotil berupa penebalan endotil, edema, penumpukanfibrin,
inflitrasi sel sel eosinofil, histiosit, epiteloid, limfosit dan sel-sel Datia. Akhirnya akan terjadi oblitrasi endolimfatik. Pada
perilimfatik juga terjadi perubahan-perubahan yang sama sehingga saluran limfe tertekan dari dalam dan luar. Akibatnya,cacing
terjepit dan mati di dalam saluran limfe.Perubahan-perubahan saluran limfe bisa berupa obstruksi,atresia, atau dilatasi dengan
saluran berliku-liku. Cacing-cacing yang mati menimbulkan kalsifikasi, fibrosis dan oblitrasi total saluran limfe sehingga terjadi
elefantiasis. Elefantiasis merupakan fase akhir dari filariasis setelah terjadi peradangan yang berulang ulang.
b.
c.
Stage 0(laten)
-
Non-pitting edema
Stage 1
-
Non-pitting edema
Stage 2
-
d.
Pitting edema
Stage 3
-
Edema irreversible
Grade:
1. Mild edema; ukuran <4cm, terdapat pada kaki dan tangan
2. Moderate edema; ukuran 4-6cm, terdapat di seluruh area drainase trunkus
3. a. severe edema; ukuran >6cm, menyerang di satu organ tertentu
b. menyerang lebih dari satu organ
4. Gigantic edema; terjadi pada kaki gajahdengan ukuran yang sangat besar
3.
Limfe mengembang, lunak, perih, lapisan kulit mengeras kadang disertai abses
4.
5. DIAGNOSIS
1.
Pemeriksaan Laboratorium
2.
Pemeriksaan parasit. Mikrofilaria dapat ditemukan di dalam darah, cairan hidrokel, atau kadang-kadang cairan tubuh
lainnya.
Pemeriksaan darah tepi. Ditemukan leukositosis dengan eosinofilia samapi 10-30%. Di sebagian besar belahan dunia,
mikrofilaria aktif pada malam hari, terutama pada jam 10 malam - 2 pagi. Dapat ditemukan dengan pengambilan
darah tebal atau tipis pada yang dipulas dengan pewarnaan Giemsa atau Wright. Spesimen darah yang diambil
sebaiknya dari darah kapiler karena konsentrasi mikrofilaria di darah kapiler lebih tinggi dibandingkan dengan darah
vena.
Membran filtrasi. Menggunakan formalin sehingga dapat memfiksasi mikrofilaria di dalam darah dan membuang
organisme yang tidak diinginkan seperti HIV, Hepatitis B dan Hepatitis C.
Pemeriksaan Antigen
Dengan menggunakan ELISA dan ICT. Tekniknya dengan menggunakan antibodi monoklonal. Yang diperiksa adaah
antigen W. Bancrofti yang bersirkulasi dalam darah.
3.
Pencitraan limfoskintigrafi dengan radionuklir pada ekstremitas menunjukkan abnormalitas sistrm limfatik, baik pada mereka
yang asimtomatik mikrofilaremik dan mereka dengan manifestasi klinik.
4.
Pemeriksaan USG Dopler skrotum pada pria dan payudara pada wanita memperlihatkan adanya cacing dewasa yang bergerak
aktif di dalam pembuluh getah bening yang mengalami dilatasi. Cacing dewasa hidup memberikan gambaran khas di dalam
pembuluh darah, dikenal dengan filaria dance sign.
5.
6.
Pemeriksaan cairan hidrokel dan kiluria 10 cc spesimen (cairan hidrokel atau cairan kiluria) dipusing dengan kecepatan 1.500 2.000 ppm. Cairan di bagian atas dituangkan ke dalam tabung bersih. Endapannya dilarutkan kembali dengan cairan tadi
sehingga volumenya menjadi 0,5cc dan diaduk sampai homogen. Cairan ini diambil dengan pipet, diteteskan sedikit di atas kaca
benda dan ditutup dengan kaca tutup, kemudian dilihat di bawah mikroskop.
WHO's strategy to eliminate lymphatic filariasis The Global Programme to Elliminate Lymphatic Filariasis (GPELF)
GPELF terdiri dari 2 komponen utama, yaitu:
a.
Memutus rantai penyebaran mengganggu transmisi penyakit
Mengidentifikasi daerah endemic menentukan besarnya populasi berisiko, yang akan diikutsertakan dalam
program WHO Mass Drug Treatment (MDA).
MDA dikebanyakan Negara adalah pemberian obat (single dose) tahunan selama 4-6 tahun. Obat yang diberikan
yaitu: albendazole + diethylcarbamazine (DEC), atau didaerah yang ko-endemik elephantiasis dengan onchocerciasis
atau loiasis maka diberikan albendazole + ivermectin. Alternative regimen adalah dengan memberikan garam dapur
terfortifikasi DEC selama 1 tahun. Beberapa populasi yang berisiko dan populasi pendatang ke daerah endemic hanya
diberikan DEC.
b.
Mengurangi dan mencegah keparahan penyakit dari individu yang telah terinfeksi morbidity control.
-
Dengan memberikan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya pasien
yang telah terinfeksi tentang penyakit ini menjaga kebersihan diri dan lingkungan mencegah infeksi
oportunistik dan inflamasi akut yang dapat memperparah penyakit.
Berolahraga ringan secara teratur meningkatkan denyut jantung menjaga ailran limfe.
Banyak minum.
Mengontrol vector
Culex: fogging tiap 7-10 hari dengan klorfirifos, sintetik piritroid, metopren, dilubenzolol. Untuk nyamuk dewasa
dengan polisistein yang diletakkan di permukaan air. Atau menggunakan minyak tanah untuk membunuh jentiknya.
LIMFANGITIS
A.
DEFINISI
Proses peradangan akut pada satu atau lebih pembuluh limfe di kulit dan jaringan subkutan sebagai
akibat dari penyebaran infeksi bakteri ke dalam dan menembus pembuluh limfe.
B.
ETIOLOGI
Agen etiologi tersering pada individu dengan respon imun yang normal adalah streptokokus grup A hemolitikus (GABHS), walaupun semua patogen virulen dapat menyebabkan limfangitis akut (S aureus
& Pseudomonas sp).
GABHS menguraikan fibrinolisin dan hialuronidase yang membantu penyebarannya ke saluran limfatik.
Limfangitis yang disebabkan oleh GABHS dapat berkembang dengan cepat dan dikaitkan dengan
komplikasi yang serius.
Limfangitis lebih sering terjadi pada pasien dengan selulitis yang disebabkan oleh GABHS
dibandingkan pada pasien dengan selulitis yang diakibatkan oleh Staphylococcus aureus.
Luka yang terkena pada air segar dapat terkontaminasi dengan Aeromonas hidrofilia
Pada individu dengan status imnokompromise, bakteri gram negatif kokkus dan basil, serta jamur
dapat menyebabkan selulitis yang mengakibatkan limfangitis.
Di seluruh dunia, Wuchereria bancrofti merupakan penyebab limfangitis akut yang utama. Gejala dan
tandanya tidak dapat dibedakan dengan limfangitis yang disebabkan oleh bakteri.
Luka dan infeksi pada permukaan kulit yang sudah menetap (sellulitis)
Gigitan serangga
Mastektomi radikal
C.
PATOFISIOLOGI
Setelah organisme tersebut memasuki saluran limfe, terjadi inflamasi lokal dan terjadi infeksi lebih
lanjut, yang bermanifestasi sebagai garis merah subkutis (red streak) yang berjalan di sepanjang
pembuluh limf disertai pembesaran nyeri limfonodus regional.
D.
GEJALA KLINIS
Red streak menyebar dari area infeksi menuju ke arah kumpulan limfonodus yang cukup banyak (di
aksila, atau inguinal)
Pada awal serangan, red streak masih sulit diidentifikasi, terutama pada individu dengan warna kulit
yang gelap
Malaise, takikardi, anoreksia, hilang nafsu makan, sakit kepala, otot lemas, berkeringat, menggigil, dan
demam (37,8-40oC) yang meningkat secara cepat
Limfonodus regional yang terkena dapat membesar serta terasa perih dan sakit
Secara anatomis, pembuluh limf yang terkena melebar dan terisi eksudat, terutama terdiri atas
neutrofil dan monosit, yang biasanya meluas menembus dinding pembuluh ke dalam jaringan perilimf
dan, pada kasus yang parah, menimbulkan selulitis dan abses fokal.
E.
TEMUAN LABORATORIUM
Pemeriksaan yang dapat dilakukan :
F.
a.
CBC (complete blood count) untuk menilai apakah ada kelainan leukositosis berupa shift to
the left
b.
Kultur darah selama 1-7 hari untuk menilai apakah infeksi tersebut telah sampai ke aliran
darah atau tidak; hasilnya biasanya positif (+) untuk spesies stafilokokus dan streptokokus
c.
d.
Pengecatan gram terhadap spesimen dari bagian tubuh yang terkena infeksi primer (pada
kelenjar) dapat membantu dalam mengidentifikasi mikroorganisme infeksius penyebab dan
memilih antibiotik yang akan digunakan
PENGOBATAN
Terapi Obat :
Antibiotik yang efektif terhadap stafilokokus dan streptokokus :
G.
PROGNOSIS
Pemberian terapi antibiotik yang sesuai dapat mengontrol infeksi dalam 48-72 jam. Jika terapinya ditunda atau tidak adekuat,
maka akan dapat mempercepat keparahan infeksi, spetikemia, dan bahkan kematian.
LIMFADENITIS REAKTIF
Limfadenitis reaktif: Infeksi/radang non mikroba => terbentuk respon imun yang melawan antigen asing => pembesaran KGB
1.
-
2.
Limfadenitis non spesifik kronis
Memiliki 3 pola :
hiperplasia folikel
akibat dari sel B berkumpul di pusat germinativum besar yang bulat (juga mengandung makrofag, sel dendritik)
etiologi : artritis reumatoid, toksoplasmosis, stadium awal infeksi HIV
Bentuknya mirip dengan limfoma folikular
Penunjang diagnosis hiperplasia folikel :
dipertahankannya arsitektur KGB dengan jaringan limfoid normal di antara pusat germinativum
3.
-
LIMFEDEMA
Adalah sumbatan drainase limfatik diikuti akumulasi abnormal cairan interstisium di bagian yang terkena (limfedema obstruksi)
Tipe limfedema:
o
Limfedema sekunder:
Penyebaran tumor ganas yang menyumbat saluran limfe dan kelenjar regional.
Filariasis
Limfedema primer
Limfedema prekoks
o
Edema yang menetap akan menyebabkan peningkatan jaringan fibrosa interstisium subkutis sehingga bagian yang terkena
membesar dan mengeras.
Pada bagian yang terkena, kulit yang membesar dan mengeras akan memperlihatkan folikel rambut sebagai lubang pori yang
besar, sehingga kulit tampak seperti kulit jeruk (peau dorange).
Pertanyaan minimal
1.
Bagaimanakah anatomi sirkulasi limfatik (komponen dan drainase limfatik) ?
2.
3.
4.
5.
LIMFATIK FILARASIS
Limfatik filariasis dsebabkan oleh:
W. bancrofti,
B. malayi,
B. timori.
Pathology
Perubahan patofisologi disebabkan oleh inflamasi pada sistem limfatik, yang disebabkan oleh cacing dewasa, bukan oleh mikrofilaria.
Cacing dewasa hidup di limfatik aferen atau sinus kelenjar limfe dan menyebabkan dilatasi limfatik dan penebalan dinding pembuluh.
Infltrasi plasma sel, eosinofil, dan makrofag di dalam dan sekeliling pembuluh yang terinfeksi, bersama dengan proliferasi endotel dan
jaringan penyambung, menyebabkan saluran limfatik berkelok-kelok dan kerusakan atau inkompetensi katup. Limfedema dan kronik stasis
berganti dengan edema yang keras yang berkembang di kulit. Konsekuensi filariasis ini berkaitan dengan efek langsung dari cacing dan
respon inflamasi host terhadap parasit. Respon inflams ini dipercaya menyebabkan proses granulomatous dan proliferasi yang mendahului
obstruksi limfatik total.
Manifestasi klinis
Gambaran umum terbanyak dari filariasis limfatik adalah asimtomatik mikrofilaremia, hidrokel, acute adenolymphangitis (ADL), dan
penyakit limfatik kronik. Pada daerah dimana terdapat endemik W. bancrofti atau B. malayi, mayoritas individu yang ternfeksi memilki
sedikit manfestasi klinis infeksi filaria yang jelas terlihat meskipun sirkulasi mikrofilaria dalam jumlah besar beredar dalam darah tepi.
Meskipun secara kilnik mungkin asimtomatik, sebenarnya semua individu dengan mikroflilaria W. bancrofti atau B. malayi memiliki
beberapa derajat penyakit subklinis meliputi hematuria mikroskopik dan atau proteinuria, dilatasi limfatik (dan berkelok-kelok) dan pada
laki-laki terdapat scrotal lymphangiectasis.
ADL ditandai dengan demam tinggi, inflamasi limfatik dan edema local transien. Kelenjar limfe regional membesar, seluruh channel
limfatik berindurasi dan berinflamasi. Dapat terjadi thorombophlebitis local. Pada brugian filariasis, dapat terjadi abses local sepanjang jalur
limfatik yang terlibat dan bisa rupture ke permukaan. Limfadenitis dan limfangitis dapat melibatkan ekstremitas atas dan bawah pada
bancroftian dan brugian filariasis, tetapi keterlibatan limfatik genital sebagian besar terjadi karena infeksi W. bancrofti. Keterlibatan genital
ini bisa bermanifestasi sebagai funiculitis, epididymitis,dan nyeri skrotalis.
Jika kerusakan limfatik berlangsung progresif, limfedema transient dapat berkembang menjadi obstruksi limfatik dan perubahan permanen
yang dihubungkan dengan elephantiasis. Edema yang keras mengikuti pitting edema yang awal, dan terjadi penebalan jaringan subkutaneus
serta hiperkeratosis. Dapat terjadi fisura pada kulit,seperti halnya perubahan hiperplastik. Pada bancroftian filariasis, dapat terjadi hidrokel.
Pada kasus yang lanjut kondisi ini dapat berubah menjadi limfedema scrotal dan elephantiasis scrotal. Lebih jauh lagi, jika terdapat
obstruksi limfatik peritoneal, peningkatan tekanan limfatik renal menyebabkan rupture limfatik renal dan terjadi chyluria.
Lymphatic filariasis resulting from Wuchereria bancrofti infection, which is causing limb lymphoedema, inguinal lymphadenopathy,
and hydrocele.
Filariasis. Unilateral left lower leg elephantiasis secondary to Wuchereria bancrofti infection in a boy.
Diagnosis
Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan parasitologi dengan menemukan mikrofilaria dalam sediaan darah, cairan hidrokel atau cairan kiluria pada
pemeriksaan darah tebal dengan pewarnaan Giemsa, tehnik Knott, membrane filtrasi dan tes provokasi
Deteksi antibodi: Peranan antibodi antifilaria subklas IgG4 pada infeksi aktif filarial membantu dikembangkannya serodiagnostik
berdasarkan antibodi kelas ini.
Deteksi antigen yang beredar dalam sirkulasi. Pemeriksaan ini memberikan hasil yang sensitif dan spesies spesifik dibandingkan
dengan pemeriksaan makroskopis. Terdapat dua cara yaitu dengan ELISA (enzyme-linked immunosorbent) dan ICT card test
(immunochromatographic).
Deteksi parasit dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
Radiodiagnostik Menggunakan USG pada skrotum dan kelenjar inguinal pasien, dan akan tampak gambaran cacing yang
bergerak-gerak (filarial dancing worm).
Penatalaksanan
Diethylcarbamazine citrate (DEC) telah digunakan sejak 40 tahun lamanya dan masih merupakan terapi anti-filarial yang digunakan
secara luas. 3,12,15,24 WHO merekomendasikan pemberian DEC dengan dosis 6 mg/kgBB untuk 12 hari berturut-turut.Cara pemberian
tersebut tidak praktis digunakan untuk community-based control programme karena mahal. Andrade dkk (1995) membandingkan pemberian
dosis tunggal DEC 6 mg/kgBB dan pemberian DEC dosis yang sama selama 12 hari, didapatkan kadar mikrofilaria yang sama pada ke-2
grup setelah terapi 12 bulan, meskipun pada bulan 1, 3 dan 6 kadar mikrofilaremia tinggi pada grup dosis tunggal.15
Dosis yang disarankan WHO digunakan untuk terapi selektif/perorangan, dimana orang tersebut yang mencari pertolongan, sedangkan
untuk terapi massal digunakan dosis tunggal 6mg/kgBB yang diberikan setiap tahun selama 4-6 tahun berturut-turut. Terapi massal adalah
terapi yang diberikan kepada seluruh penduduk di daerah endemis filariasis. Di Indonesia, dosis 6 mg/kg BB memberikan efek samping
yang berat, sehingga pemberian DEC di lakukan berdasarkan usia dan dikombinasi dengan albendazol.
Ivermectin
Efektif untuk menurunkan filaremia pada filariasis bancrofti di sejumlah egara. Belum terdapat di Indonesia.
Albendazol
Obat ini digunakan untuk pengobatan cacing intestine selama bertahun-tahun dan baru baru ini di coba digunakan sebagai anti-filaria. Dosis
tunggal albendazol tidak mempunyai efek terhadap mikrofilaremia. Albendazole hanya mempunya sedikit efek untuk mikrofilaremia dan
antigenaemia jika digunakan sendiri.Dosis tunggal 400 mg di kombinasi dengan DEC atau ivermectin efektif menghancurkan mikrofilaria.
LYMPHANGITIS
Lymphangitis didefinisikan sebagai inflamasi saluran limfatik yang terjadi sebagai akibat infeksi pada bagian bawah saluran. Organisme
pathogen memasuki pembuluh limfatik dan menyebar sepanjang saluran ke arah kelenjar limfe. Pembuluh yang terinfeksi akan mengalami
inflamasi. Bakteri dapat tumbuh dengan cepat pada sistem limfatik.
Etiologi
Streptococcus pneumonia
Pasteurella multocida,
Wuchereria bancrofti
Patofisiologi
Organisme pathogen memasuki saluran limfatik secara langsung melalui abrasi atau luka atau sabagai komplikasi infeksi. Setelah organisme
memasuki saluran, inflamasi local dan infeksi terjadi, bermanifestasi sebagai lapisan kemerahan pada kulit. Inflamasi atau infeksi kemudian
menyebar ke proksimal ke arah kelenjar limfe.
LYMPHADENITIS
Lymphadenitis merupakan inflamasi dan atau pembesaran kelenjar limfe. Pembesaran kelenjar limfe umumnya terjadi pada anak-anak.
Kebanyakan kasus menunjukkan respon terhadap infeksi benigna, local atau umum (biasanya virus). Lymphadenitis biasanya
mempengaruhi satu kelenjar atau kelompok kelenjar local (regional adenophaty) dan bisa unilateral atau bilateral. Onsetnya bisa akut,
subakut atau kronik.
Sebagian besar anak-anak dengan lymphadenitis memperlihatkan kelenjar cervical, aksila dan inguinal yang dapat dipalpasi. Sekitar 5%
anak-anak dapat dipalpasi kelenjar suboccipital atau postauricular.
Peningkatan ukuran kelenjar dapat disebabkan karena:
Multiplikasi sel di dalam kelenjar, meliputi limfosit, sel plasma, monosit atau histiosit
LYMPHEDEMA
Masalah yang mendasari pada lymphedema adalah disfungsi limfatik, menghasilkan akumulasi abnormal dari cairan interstitial yang
mengandung protein dengan molekul tinggi. Kondisi ini menggaris bawahi fungsi normal sistem limfatik yang luar biasa penting, yang akan
mengembalikan protein, lipid dan air dari interstitium ke sirkulasi vena dekat vena subklavia-vena jugalaris interna junction pada sisi
bilateral.
(1) Normal lymphatic flow in (a) deep systems and (b) superficial systems. Note the small collateral vessels interconnecting the 2
systems. (2) Lymphedema develops from obstruction, dilation of valves, valvular insufficiency, and subsequent reversal of lymphatic
flow.
Etiologi lymphedema
Lymphedema yang timbul dari perkembangan abnormal sistem limfatik diklasifikasikan sebagai lymphedema primer.
o
Lymphedema primer dibagi lagi menjadi tiga bentuk, meliputi congenital lymphedema, lymphedema praecox, dan
lymphedema tarda, tergantung dari umur. Kondisi ini pada umumnya sporadic, dengan tidak aa riwayat keluarga dan
hampir semua melibatkan ekstremitas bawah.
lymphedema praecox : terjadi setelah lahir sampai umur kurang dari 35 tahun (65-80%). secara histology, pasien
menunjukkan pola hipoplastik, penurunan caliber dan jumlah limfatik.
lymphedema tarda (Meige disease) : terjadi pada umur 35 tahun atau lebih (10%). Pasien menunjukkan pola
hiperplastik, dengan peningkatan caliber dan jumlah limfatk.
Lympedema sekunder menunjukkan disfungsi yang didapat dari limfatik normal. Lympedema sekunder telah didentifikasi
sebaga akibat hancurnya atau tidak adekuatnya limfatik normal.
o
D USA umunya dsebabkan kerusakan atau pengangkatan limfa nodus regional melalui pembedahan, radasi infeksi,
invasi atau kompresi tumor.
Penyebab lain meliputi pembedahan vascular perifer, lipectomy, kebakaran dan gigitan serangga.
Patofisiologi lympedema
Fungsi normal limfatik adalah untuk mengalirkan protein, lpid, dan air dari interstitium ke ruang intravaskular; 40-45% serum protein
ditransport melalui rute ini setiap harinya. Tekanan hidrostatik yang tinggi pada kapiler arteri memaksa cairan yang mengandung protein ke
interstitium, menghasilkan peningkatan tekanan onkotik yang akan menarik air tambahan.
Caran interstitial normalnya berkontribusi sebagai makanan jaringan. Sekitar 90% cairan kembali ke sirkulasi melalui kapiler vena. Sisa
yang 10% mengandung protein dengan berat molekul tunggal, yang terlalu besar untuk melewati dinding kapiler vena. Bagian ini akan
mengalir ke kapiler limfatik dimana tekanannya subatmospheric dan dapat mengakomodasi protein yang berukuran besar. Protein kemudan
berjalan sebagai limfe melalui sejumlah saringan limfanodus pada perjalanannya menuju sirkulasi vena.
Pada tahap terjadinya penyakit, kapasitas transport limfatik menurun. Hal ini menyebabkan volume normal caran interstitial melebihi tingkat
pengembalian limfatik, sehingga terjadi stagnasi protein dengan berat molekul tinggi di isnterstitium. Hal ini biasanya terjadi setelah aliran
menurun sampai 80% atau lebih. Hasilnya, dibandingakan dengan edema bentuk lain yang memiliki konsentrasi protein rendah, edema ini
merupakan edema dengan protein yang tinggi atau lympedema, dengan konsentrasi protein 1.0-5,5 g/ml. tekanan onkotik yang tinggi pada
interstitium menyababkan akumulasi air tambahan.
Akumulas cairan interstitial menyebabkan dilatisi masif jalur outflow dan inkompetensi katup yang menyebabkan pembalikan aliran dari
jaringan subkutaneus ke dermal plexus. Dinding limfatik akan menjadi fibrosis dan fibrinoid thrombi akan terakumulasi di dalam lumen.
Dapat terbentuk shunt lymphovenous. Limfanodus mengeras dan menyusut, kehilangan arsitektur normalnya.
Daftar pustaka
Ganong W.F., 2003. Review of Medical Physiology, 21 ed. McGraw-Hill Companies.Inc. Section VI. Chapter 27 & 30
Tierney, Lawrence M., McPhee, Stephen J., Papadakis, Maxine A., 2006.Current Medical Diagnosis & Treatment, 45th
Edition, McGraw-Hill. Chapter12.
Thomas B. Nutman, Peter F. Weller. 2004. Filarial and Related Infection. Harrison's Principles of Internal Medicine
16th Edition. McGraw-Hill Professional.
Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9, EGC Jakarta