You are on page 1of 8

PENGARUH TEKANAN TERHADAP HASIL REFINERY

MINYAK NILAM DENGAN METODE EKSTRAKSI FLUIDA


SUPERKRITIK
EFFECT OF PRESSURE ON THE YIELD OF THE REFINERY OF
PATCHOULI OIL EXTRACTED BY SUPERCRITICAL FLUID
EXTRACTION METHOD
Marina1)*, Nur Hidayat2), Edi Priyo Utomo3), dan Egi Agustian4)
1

Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
2
Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Univ. Brawijaya
3
Pengajar Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univ. Brawijaya
4
Staff Peneliti Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
*
email marinamarinaid@gmail.com

Abstrak
Minyak nilam merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan daun nilam (Pogostemon
cablin Benth). Pada umumnya minyak nilam hasil penyulingan rakyat belum memenuhi kriteria standar
SNI, sehingga dapat menurunkan nilai jualnya. Oleh karena itu dengan penelitian ini akan dilakukan
ekstraksi fluida superkritik untuk memperbaiki (refinery) penampilan dan komposisinya. Selain itu
adanya penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa faktor yang mempengaruhi kualitas dan
kuantitas komponen yang dihasilkan. Penggunaan metode ini dipilih karena tidak memerlukan
temperatur tinggi dan tanpa pelarut cair yang dapat menyebabkan kerusakan senyawa yang ada dalam
minyak nilam. Selain itu pelarut CO2 dipilih karena bersifat inert, mudah didapatkan, aman, dan ramah
lingkungan. Pada penelitian ini dilakukan variasi tekanan 81,65 atm, 115,6 atm, dan 149,7 atm pada
suhu tetap 35oC selama 5 jam. Hasil refinery terbaik terdapat pada kondisi ekstraksi dengan tekanan
Adanya faktor tekanan mempengaruhi kualitas dan kuantitas komponen yang dihasilkan dari proses
ekstraksi fluida superkritik minyak nilam. Semakin besar tekanan ekstraksi maka semakin besar
rendemen yang dihasilkan dan menyebabkan adanya kenaikan dan penurunan persentase area
komponen minor. Hasil terbaik berada pada kondisi tekanan 149,7 atm dengan suhu 35oC selama 5 jam
berdasarkan jumlah rendemen terbesar yaitu 92,76%.

Kata Kunci: komponen minyak nilam, tekanan, pelarut CO2, ekstraksi fluida superkritik

Abstract
Patchouli oil is an essential oil obtained from the distillation of leaves of Patchouli (Pogostemon
cablin Benth). In general, patchouli oil distillates people do not meet the criteria of SNI , so as to
lower the resale value. So with this research will be done to fix the supercritical fluid extraction
(refinery) appearance and composition. In addition the study also aims to analyze the factors that
affect the quality and quantity of the resulting components . The use of this method was chosen because
it requires high temperatures and without the liquid solvent that can cause damage to the existing
compounds in patchouli oil . Besides CO2 solvent chosen because it is inert , readily available , safe ,
and environmentally friendly . In this research, variations of pressure at 81,65 atm, 115,6 atm, and
149,7 atm at a constant temperature of 35oC for 5 hours. Results are best refinery in existence pressure
extraction conditions with pressure factors affect the quality and quantity of the components resulting
from the supercritical fluid extraction of patchouli oil. The greater the pressure, the greater the
extraction yield is generated and leads to an increase and a decrease in the percentage area of minor
components. The best results are at 149.7 atm pressure conditions with a temperature of 35 oC for 5
hours based on the largest amount of yield is 92,76 % .
Keywords: patchouli oil components , pressure , CO2 solvent , supercritical fluid extraction

PENDAHULUAN
Minyak atsiri yang diperdagangkan di
dunia saat ini mencapai 80 jenis dan 40
jenis diantaranya berasal dari Indonesia.
Minyak atsiri yang dapat diperdagangkan
dan salah satunya adalah minyak nilam
(Direktorat Tanaman Semusim, 2002).
Minyak nilam merupakan minyak atsiri
yang
diperoleh
dari
daun
nilam
(Pogostemon cablin benth) dengan cara
penyulingan. Minyak tersebut merupakan
komoditas ekspor non migas paling besar
diantara ekspor minyak atsiri di Indonesia.
Tahun 2004 ekspor minyak nilam sebesar
1.295 ton, sedangkan ekspor minyak atsiri
keseluruhan adalah 2.633 ton (BPS, 2006).
Luas area pertanaman nilam pada tahun
2002 sekitar 21.602 ha yang banyak
tersebar di daerah Bengkulu, Aceh,
Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Dirjen Bina
Produksi Perkebunan, 2004). Saat ini
kebutuhan minyak nilam dunia sebanyak
1.500 ton per tahun, dari jumlah itu
sebanyak 70 persen dipasok oleh Indonesia
yang 30-45 persen merupakan nilam yang
dihasilkan petani Aceh. Tahun 2013
kebutuhan minyak nilam dunia pun
meningkat hingga 90 persen. Selain itu,
data terakhir tahun 2012 menunjukkan
bahwa harga minyak nilam mencapai Rp
500.000/kg (DAI, 2013).
Pada umumnya minyak nilam hasil
penyulingan rakyat belum memenuhi
kriteria standar SNI, sehingga dapat
menurunkan nilai jualnya. Minyak nilam
memiliki berbagai komponen yang banyak
dimanfaatkan dalam industri kosmetik dan
farmasi, seperti -guaiene atau -bulnesene
diketahui mempunyai aktivitas antiinflamasi (Hsu et. al., 2006), -guaiene dan
-patchoulene mempunyai aktivitas biologi
dan dimanfaatkan sebagai antijamur

(Donelian, 2009), -caryophillene dan elemen sebagai agen antikanker (Huang,


2006), pogostol yang menunjukkan
aktivitas antimikroba terhadap bakteri dan
fungi periodontopatik (Van, 2001), cadinene yang berfungsi sebagai antiserangga dan antimikroba, serta seychellene
berfungsi sebagai antiseptik (Lopez et al.,
2012).
Perbaikan (refinery) penampilan minyak
nilam dapat dilakukan dengan cara ektraksi
fluida superkritik (SCF) dengan pelarut
CO2. Penggunaan ekstraksi dengan fluida
superkritik merupakan metode yang tepat,
oleh karena estraksi ini menggunakan
pelarut CO2 yang
mudah menguap.
Penggunaan sistem ekstraksi konvensional
akan meninggalkan sisa pelarut yang tidak
diinginkan dan sulit untuk dipisahkan
sehingga nantinya akan mengganggu dalam
uji kualitas ekstrak. Pelarut CO2 dipilih
karena CO2 bersifat inert, keadaan kritis di
suhu rendah, dan mudah menguap di suhu
ruang. Pada teknologi ekstraksi fluida
superkritik dilakukan variasi tekanan agar
CO2 berada di kondisi kritik sehingga
mampu melakukan penetrasi ke dalam
bahan lebih sempurna sehingga dapat
meningkatkan rendemen ekstrak dan
tekanan ini pula yang berpengaruh terhadap
penetrasi fluida superkritik ke dalam bahan
karena densitas yang dihasilkan berbeda
pada tiap tekanan.
Maka berdasarkan latar belakang
tersebut penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hasil refinery dari minyak
nilam dengan menggunakan metode
ektraksi fluida superkritik dan untuk
menganalisa faktor yang mempengaruhi
kualitas dan kuantitas komponen yang
dihasilkan. Sehingga nantinya dapat
memberikan informasi tentang refinery
minyak nilam dengan metode ekstraksi

fluida
superkritik
dan
mampu
meningkatkan kualitas minyak nilaim.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Pusat
Penelitian
Kimia
Lembaga
Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Serpong,
Tangerang dan Laboratorium Kimia
Organik, Jurusan Kimia, Fakultas MIPA,
Universitas Brawijaya, Malang. Waktu
penelitian dimulai pada tanggal 16 Mei
2013 sampai 28 Juli 2013.
Alat yang digunakan dalam penelitian
adalah serangkaian alat ekstraksi fluida
superkritik model 46-19360 buatan
Newport Scientific, Inc yang dilengkapi
dengan tabung gas CO2, kompresor,
ekstraktor, separator, pemanas, dan chiller.
Alat yang digunakan untuk analisa adalah
timbangan, pipet, botol, refraktometer, dan
GC- MS (Gas Cromatography-Mass
Spectrum) merk Shimadzu.
Bahan yang digunakan adalah minyak
nilam hasil penyulingan rakyat desa
Kesamben, Blitar dan pelarut gas
karbondioksida (CO2), serta etanol. Gambar
1 berikut ini adalah diagram alir penelitian :

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan variasi


tekanan yaitu 81,65 atm, 115,6 atm, dan
149,7 atm pada suhu tetap 35oC selama 5
jam dengan laju alir CO2 5,5 liter/menit.
Variasi tekanan dimulai pada 81,65 atm
karena pelarut CO2 berada pada kondisi
kritis pada tekanan 80 atm dan suhu 31oC.
Penetapan laju alir CO2 dilakukan
berdasarkan penelitian terdahulu milik
Sulaswatty, dkk (2003) yang melakukan
ekstraksi fluida superkritik pada minyak
nilam untuk mengisolasi patchouli alcohol.
Ekstraksi fluida superkritik dilakukan
sebanyak tiga kali, dengan variasi tekanan.
Minyak nilam diekstraksi sebanyak 300
gram pada setiap perlakuan dan masingmasing perlakuan menghasilkan 20 ekstrak
dalam 5 jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbandingan Kromatogram Minyak
Nilam Sebelum dan Sesudah Ektraksi
Fluida Superkritik
Hasil ekstraksi fluida superkritik ini
dilakukan
uji
kromatografi
Gas
Chromatography (GC) karena uji ini
digunakan untuk komponen yang mudah
menguap dan stabil pada suhu analisis.
Kromatografi yang digunakan untuk
menganalisis minyak atsiri adalah jenis
kromatograf gas dengan spectrophotometer
massa sebagai detektor (GC-MS) sehingga
dapat teridentifikasi apa saja komponen
minor yang terdapat dalam ekstrak
(Purwati, 2011). Uji GC-MS awalnya
dilakukan pada bahan baku minyak nilam
yang digunakan dan hasil percobaan
pendahuluan (kondisi suhu 350C, tekanan
81,65 atm selama 5 jam) pada ekstrak menit
ke-60, ekstrak menit ke-120, ekstrak menit
ke-180, dan ekstrak menit ke-240.
Perbandingan hasil uji GC-MS dapat dilihat
pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2. GC-MS Bahan Baku Minyak Nilam

Gambar 3. GC-MS Ekstrak Minyak Nilam pada Menit ke-180


Hasil GC-MS menunjukkan bahwa hasil
ekstraksi fluida superkritik minyak nilam
ini menampilkan profil yang lebih baik
dibandingkan
dengan
bahan
baku.
Komponen-komponen yang terdeteksi
semakin jelas dan dominan. Hal ini

membuktikan refinery minyak nilam


dengan metode ini dapat meningkatkan
kualitas minyak nilam. Adapun tabulasi
hasil GC-MS dari bahan baku dan hasil
ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komponen Bahan Baku Minyak Nilam


No

1
2
3
4
5
6
7

Nama
Komponen

Bahan Baku

-patchoulene
Caryophyllene
-guaiene
seychellene
-pathoulene
-guaiene
Patchouli alcohol

6,87
11,63
11,45
12,38
4,08
15,48

Persentase Komponen (%)


Ekstrak
Ekstrak
Ekstrak
menit ke-60
menit ke-120
menit ke-180
7,92
7,30
6,78
6,11
5,90
4,86
15,95
16,15
17,21
11,22
10,79
9,83
11,36
10,27
10,08
16,09
17,30
18,87
15,49
17,50
19,18

Dengan memperhatikan pola munculnya


peak dari masing-masing komponen maka
selanjutnya uji yang dilakukan cukup uji
GC, yang mana cara kerjanya sama dengan
GC-MS hanya saja pada GC tidak ada
pengenalan komponen yang teridentifikasi
dengan literatur, berat molekul dan struktur
kimia.

Ekstrak
menit ke-240
6,83
5,48
16,50
10,31
10,43
17,98
18,82

Pengaruh Tekanan terhadap Persentase


Area Komponen Minor Minyak Nilam
Ekstraksi fluida superkritik dilakukan
dengan kondisi suhu 350C, laju alir 5,5
liter/menit, dan waktu ekstraksi 5 jam
dengan variasi tekanan 81,65 atm, 115,6
atm, dan 149,7 atm. Hasil uji GC bahan

baku nilam dan ekstrak dengan adanya

variasi tekanan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil GC Bahan Baku dan Ekstrak Variasi Tekanan


No

Komponen

Rata-rata Area Komponen (%)

-patchoulene

Bahan Baku
3,06

81,65 atm
4,49

115,6 atm
2,16

149,7 atm
3,61

Caryophyllene

3,42

4,99

4,43

4,18

3
4

-guaiene
Seychellene

25,53
10,24

29,93
8,80

28,72
9,86

28,73
10,00

-pathoulene

1,49

0,88

0,74

0,89

-guaiene

24,42

27,79

27,36

27,47

Patchouli alcohol

24,76

18,15

20,76

20,44

Adanya
tekanan
yang
semakin
meningkat
menyebabkan
terjadinya
kenaikan dan penurunan beberapa senyawa.
Rata-rata
senyawa
-patchoulene,
Caryophyllene, dan Patchouli alcohol
mengalami penurunan seiring dengan
peningkatan tekanan. Penurunan ini dapat
disebabkan daya selektivitas CO2 yang
menurun (Donelian, 2009). Rata-rata
Patchouli alcohol mengalami penurunan
karena komponen ini bersifat polar
sedangkan pelarut CO2 bersifat non polar,
sehingga proses difusi yang terjadi dalam
ekstraksi tidak sempurna. Rata-rata
senyawa seychellene, dan -pathoulene
mengalami kenaikan setelah dilakukan
pemurnian dibanding dengan kandungan
awal bahan baku. Semakin besar tekanan
ekstraksi juga menyebabkan area komponen
senyawa-senyawa ini meningkat. Hal ini
terjadi karena senyawa seychellene, dan pathoulene ini terdifusi lebih banyak seiring
dengan adanya peningkatan tekanan.
Kenaikan tekanan akan meningkatkan
densitas CO2 sehingga akan memudahkan
penetrasi fluida superkritik ke dalam bahan
yang diekstraksi (Sulaswatty, 2003). Selain
itu, senyawa -guaiene, dan -guaiene
cenderung stabil dan menghasilkan area
komponen yang lebih besar dari bahan
baku. Berdasarkan data pada Tabel 2, maka

dapat diperoleh hubungan antara tekanan


dan persentase area komponen dalam
ekstrak. Dari 20 ekstrak yang dihasilkan
dari satu kali proses, hanya enam ekstrak
yang diuji GC, yaitu ekstrak ke-1 (menit
ke- 15), ekstrak ke-4 (menit ke-60), ekstrak
ke- 8 (menit ke-120), ekstrak ke-12 (menit
ke-180), ekstrak ke-16 (menit ke-240), dan
ekstrak ke-20 (menit ke-300). Hubungan
tekanan dan rata-rata jumlah ekstrak yang
dihasilkan dalam waktu 5 jam pada suhu
35oC dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan Tekanan terhadap


persentase Area Komponen Minor
Senyawa
-guaiene
mengalami
penurunan pada tekanan 115,68 atm lalu
kembali naik pada tekanan 149,7 atm,
begitupun dengan senyawa -guaiene.
Senyawa -patchoulene dan caryophyllene
mengalami penurunan seiring dengan

peningkatan tekanan, sedangkan senyawa


seychellene dan -patchoulene cenderung
meningkat seiring dengan peningkatan
tekanan. Adanya beberapa senyawa yang
meningkat dan menurun dalam variasi
tekanan ini disebabkan perbedaan kepolaran
dari masing-masing senyawa sehingga pada
proses ekstraksi ada beberapa komponen
yang tidak dapat terdifusi dengan
sempurna. Peningkatan tekanan juga
menyebabkan densitas CO2 yang lebih
tinggi dan solubilitas yang lebih besar
sehingga terjadi peningkatan hasil ekstrak
namun kecenderungan mengurangi daya
selektivitas. Akibatnya ada komponen yang

meningkat, ada pula yang menurun (Utami,


2009).
Pengaruh Tekanan dan Waktu Ekstraksi
terhadap Rendemen
Perolehan ekstrak berbeda-beda dari tiap
komponen minor yang dipisahkan seiring
dengan penambahan tekanan. Hasil ekstrak
dari perlakuan yaitu ekstraksi dengan
variasi tekanan dan variasi suhu dalam
waktu 5 jam memperoleh 20 ekstrak, dan
enam diantaranya digunakan sebagai
sampel acak untuk diuji lebih lanjut tertera
pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Sampel Ekstrak Minyak Nilam Variasi Tekanan


Berat
Rendemen
Indeks
Massa
Waktu
No
Ekstrak
Ekstrak
(%)
bias (nD) yang hilang Ekstraksi
(gram)
(%)
(menit)
1 SFE 1.1
149,58
56,87
1,494
0,60
300
(350C/81,65 atm)
2 SFE 1.2
247,87
88,79
1,496
3,35
300
(350C/115,68 atm)
3 SFE 1.3
255,04
92,76
1,496
2,71
300
(350C/149,7 atm)
pengujian kemurnian minyak nilam
Peralatan ekstraksi fluida superkritik
(Sulaswatty, 2003).
yang kurang fleksibel dan masih manual
Semakin besar tekanan saat ekstraksi
terhadap pengambilan ekstrak maupun
akan meningkatkan kelarutan minyak nilam
rafinat mempengaruhi besarnya tingkat
sehingga ekstrak yang dihasilkan juga
massa yang hilang. Nilai massa yang hilang
semakin meningkat. Rendemen yang
diperoleh dari berat umpan dikurangi berat
dihasilkan proses ekstraksi mengalami
ekstrak secara keseluruhan (20 ekstrak).
peningkatan pada menit ke 60 hingga menit
Semakin besar suhu dapat menyebabkan
ke 180. Menit-menit pertama merupakan
penguapan ekatrak oleh CO2 terjadi
awal proses, kondisi prosesnya belum
sehingga nilai massa yang hilang paling
mencapai
keseimbangan
dan
gas
o
besar ada pada suhu 45 C. Nilai indeks bias
karbondioksida belum optimal memasuki
rata-rata dari semua perlakuan adalah 1,494
tabung ekstraktor sehingga kemampuan
hingga 1,496, dimana nilai indeks bias ratauntuk melarutkan komponen minyak relatif
rata komponen minor adalah 1,492 hingga
rendah. Setelah satu jam proses, jumlah
1,5 dan nilai indeks bias ini digunakan
karbondioksida yang dipakai semakin
untuk pengenalan unsur kimia dan
banyak sehingga komponen minyak nilam
yang terekstrak semakin banyak pula.

Semakin lama waktu proses maka jumlah


bahan awal atau umpan akan semakin
berkurang dan karbondioksida akan
menemukan
titik
kejenuhan
untuk
mengekstrak komponen dalam minyak
sehingga rendemen ekstrak di menit ke 240
dan menit ke 300 menjadi menurun (Utami,
2009). Hubungan antara rendemen dan
waktu ekstraksi terdapat pada Gambar 5.

Gambar 5. Hubungan Tekanan dan Waktu


Ekstraksi terhadap Rendemen

terjadi kejenuhan sehingga kemampuan


CO2 mengekstraksi menjadi menurun.
KESIMPULAN
Hasil penelitian dari refinery minyak
nilam dengan metode ekstraksi fluida
superkritik yang dilakukan maka diperoleh
bahwa:
1. Penampilan dan profil komponen
minyak nilam menjadi lebih baik
daripada bahan baku .
2. Adanya faktor tekanan dan waktu
ekstraksi mempengaruhi kualitas dan
kuantitas komponen minyak nilam yang
dihasilkan dari proses ekstraksi fluida
superkritik minyak nilam, dimana hasil
terbaik berada pada kondisi tekanan
149,7 atm dengan suhu 35oC selama 5
jam berdasarkan jumlah rendemen
terbesar yaitu 92,76%.
UCAPAN TERIMA KASIH

Adanya perubahan tekanan yang


semakin tinggi menyebabkan persentase
area dan rendemen semakin meningkat.
Tekanan dalam proses ekstraksi fluida
superkritik akan mengkompres gas CO2
untuk menguapkan komponen dalam
minyak sehingga terjadi kontak dari
keduanya. Molekul minyak nilam terdifusi
ke dalam CO2 akibat tekanan sistem. Fraksi
ringan dalam minyak nilam akan lebih
mudah larut dalam CO2 sehingga
memperbesar nilai kelarutan dan perolehan
ekstrak.
Semakin
tinggi
tekanan
menyebabkan
semakin
banyaknya
komponen minyak yang teruapkan dan ikut
terdifusi oleh CO2 superkritik (Arai et al.,
2002). Oleh sebab itu jumlah ekstrak yang
dihasilkan akan semakin meningkat.
Namun peningkatan suhu membuat jumlah
ekstrak naik di menit ke 60 dan ke 120 lalu
mengalami penurunan. Hal ini dapat
disebabkan setelah sampai di puncak,

Terima kasih kepada semua pihak: LIPI


(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
yang membantu berlangsungnya penelitian
ini, dan GUREAA (Grup Riset dan
Entrepreneurial Agroindustri Atsiri) yang
telah mendanai penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arai, Y., T. Sako, dan Y. Takebayashi.
2002. Supercritical Fluids Molecular
Interactions, Physical Properties, and
New Applications. Springer. Heideberg.
Dewan Atsiri Indonesia (DAI). 2013. Atsiri
Indonesia. www.atsiri-indonesia.com.
Diakses tanggal 18 April 2013
Direktorat Tanaman Semusim 2002.
Peluang Peningkatan Produksi dan
Produktivitas Minyak Atsiri, Diskusi
Minyak Atsiri. Departemen Pertanian.
Jakarta

Donelian, A., Carlsonb, L.H.C., Lopesa,


T.J.,
Machadoa,
R.A.F.,
2009.
Comparison
Of
Extraction
Of
Patchouli
(Pogostemon
cablin)
Essential Oil With Supercritical
CO2 And By Steam Distillation, J. Of
Supercritical Fluids 48: 1520
Hsu, H., Wen-Chia Y., Wei-Jern T., ChienChih C., Hui-Yu H., Ying-Chieh T.,
2006. -Bulnesene, A Novel PAF
Receptor Antagonist Isolated From
pogostemon cablin, Biochemical And
Biophysical
Research
Communications 345: 10331038
Huang, L. 2006. Synthesis of (-)-Beta
Elemen, (-)-Beta-Elemenal, (-)-Beta
Elemenol, (-)-Beta Elemene Fluoride
anf Their Analouges, Intermedietes and
Composition and Uses Thereof.
International Application Published
Under The Patent Coorperation Treaty
(PCT). New York.
Lopez, S., Beatriz L., Liliana A., Luis A.
E., Alejandro T., Susana Z., Julio Z.,
Gabrieta E. F., Maria L. 2012. Essential
Oil Of Azorella Cryptantha Collected In
Two Different Ocations From San Juan
Province,
Argentina:
Chemical

Variability And Anti-Insect And


Antimicrobial Activities Chemistry And
Biodiversity 9 (8): 1452-1464
Purwati, Y. 2011. Komposisi Aroma
Minyak Nilam Komersial dari
Beberapa Daerah di Indonesia.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sulaswatty, A., Wuryaningsih dan Sri H.
2003. Pemurnian Minyak Nilam
(Pogostemon
cablin
Benth)
Menggunakan
Teknik
Ekstraksi
Fluida Superkritik. Pemaparan Hasil
Litbang. Pusat Penelitian KimiaLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI). Tangerang
Utami, P.D. 2004. Kajian Proses
Pemisahan Fraksi Minyak Akar
Wangi Garut (Java Vetiver Oil)
dengan
Ekstraksi
Fluiuda
Karbondioksida Superkritik. Skripsi.
Jurusan Teknologi Industri Pertanian.
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Van, V.J.L.C.H. 2001. Plant Resources Of
South-East Asia 12.(2) Medicinal And
Poisonous Plant 2. Netherlands
Backhuys. Leiden.

You might also like