You are on page 1of 7

SELULITIS FASIALIS

MAKALAH
Oleh
TIS KARASUTISNA NIP. 19500502197903102
UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG2007

inframylohyoid, Selulitis senators difus parapharingeal, Selulitis


fasialis difus, serta fascitis necrotizing dan gambaran atipikal
lainnya), serta selulitis kronis. Selulitis fasial yang paling sering
dijumpai adalah Ludwigs Angina, selulitis bilateral yang mengenai 3
spasium, yaitu spasium submandibula, sublingual, dan submental.
Gejala lokal selulitis antara lain pembengkakan yang mengenai
jaringan lunak/ikat longgar, sakit, panas, kemerahan pada daerah
pembengkakan, trismus, dan dasar mulut serta lidah terangkat.
Sedangkan gejala sistemiknya antara lain temperatur tinggi, nadi
cepat dan t idak teratur, malasie, lymphadenist is, peningkatan jumla
h leukosit, dll. Dalam penanganannya, terdapat empat prinsip dasar,
yaitu eliminasi kausa, drainase, pemberian antibitiotik, serta
perawatan pendukung (istirahat dan nutrisi yang cukup).
ABSTRACT FACIAL SELLULITIS

ABSTRAK SELULITIS FASIALIS


Perluasan infeksi odontogenik hingga ke regio bukal, fasial, dan
subkutaneus servikal, sehingga berkembang menjadi selulitis fasialis
dapat menyebabkan kematian jika tidak segera diberikan
penanganan yang adekuat, Infeksi odontogenik biasanya
disebabkan oleh Streptococcus sp serta mikroorganisme anerob
negatif lainya, namun pada dasarnya, infeksi odontogenik
merupakan infeksi campuran, baik dari bakteri anaerob, maupun
bakteri aerob. Pada 88,4 % kasus selulitis fasialis, penyebabnya
adalah infeksi odontogenik yang berasal dari pulpa dan periodontal,
yang berusaha untuk mencari jalan keluar. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penyebaran ini antara lain : mikroorganisme, asal
infeksi, toksisitas yang dihasilkan dan dikeluarkan mikroorganisme,
keadaan umum pasien, serta faktor lokal.
Terdapat beberapa klasifikasi selulitis, salah satunya adalah selulitis
difus akut (Ludwigs Angina, Selulitis yang berasal dari

The spreading of odontogenic nifection into the buccal, facail, and


servical subcutaneous region which lead to a facial selluitis can be a
cause of death if nit treated in an adequate way. In general, an
odontogenic infection is caused by a streptococcus sp and other
negative anaerob microorganism, but basically, an odontogenis
infection is an infection that caused by a mixture of an anaerob and
aerob bacteria. In 88,4% facial sellulitiss cases, the etiology is an
odotogenic infection that originally comes from the pulp or the
periodontal tissue that is trying to find a way out. The factors that
influence the process are : the types of microorganism, the origin of
the infection, the toxicity which is produced by the microorganism,
the patients general condition, and the local factors.
There ae several classification of sellulitis, and one of them are
Acute diffuse selluitis (Ludwigs Angina, Selulitis that comes from the
inframylohyoid, senators difus parapharingeal Sellulitis , Facial
difuse sellulitis, and necrotizing fascitis and other atypical
description), and Chronic sellulitis. The most common sellulitis to be
seen in patients is Ludwigs Angina, a billateral sellulitis that strikes
the 3 spasium : submandibula, sublingual, and submental spasium.
The local symptom of a sellulitis consists of the following : an edema

of the soft tissue / loose tissue, pain, heat, redness of the edema
area, trismus, and an elevation of the base of tongue and floor of the
mouth. While the systemic symptoms are : hight temperature,
tachichardy, malaise, lymphadenitis, increased amount of leucosite,
etc. There are four basic principal in treating sellulitis patients, and
they are : the elimination of the main causal, drainase, the use of
antibiotic, and supportive care (sufficient rest and an adequate
nutrition).

1.2. Pokok Bahasan


Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengetahuan etiologi,
anatomi dan fatofisio logi terjadinya selulkit is fasialis. Juga diuraikan
secara singkat mengenai klasifikasi selulitis fasialis dan beberapa
nama lain yang sering dijumpai pada beberap buku mengenai infeksi
maksilofasial.

1.1. Latar Belakang

Selanjutnya dibahas mengenai gejala klinis, komplikasi yang


mungkin terjadi dan perawatan selulitis yang diperlukan.

I. PENDAHULUAN

1.3. Tujuan Penulisan Makalah

Perluasan infeksi odontogenik atau infeksi yang mengenai struktur


gigi (pulpa dan periodontal) ke daerah periapikal, selanjutnya menuju
kavitas oral dengan menembus lapisan kortikal vestibular dan
periosteum dari tulang rahang. Fenomena ini biasanya terjadi di
sekitar gigi penyebab infeksi, tetapi infeksi primer dapat meluas ke
regio yang lebih jauh, karena adanya perlekatan otot atau jaringan
lunak pada tulang rahang. Dalam hal ini, infeksi odontogenik dapat
menyebar ke bagian bukal, fasail, dan subkutaneus servikal
kemudian berkembangan menjadi selulitis fasial, yang akan
mengakibatkan kematain kematian jika tidak segera diberikan
perawatan yang adekuat (Berini, et al, 1999).

Untuk memberikan gambaran tentang cara-cara perawatan selulitis


fasialis

Selain itu infeksi odontogenik merupakan fokal infeksi yang dapat


memyebabkan Septic emboli, infeksi meluas melalui pembuluh
darah dan pembuluh limfe menyebabkan metastase bakteri
sekunder ke paru-paru, otak , hati, ginjal dan organ-organ lainnya.
(Berini, et al, 1999)
Karakter klinis dari selulitis adalah suatu proses inflamasi yang
disertai demam dan kondisi umum pasien yang buruk, kelainan
hematologik seperti peningkatan jumlah leukosit dan laju endap
darah. Penanggannya dengan pemberian antibiotik dan tindakan
drainase jika diperlukan.

II. DEFINISI ,ETIOLOGI, ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI


2.1. Definisi
Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari
inflamasi akut pada permukaan jaringan lunak dan bersifat difus
(Neville, 2004). Selulitis dapat terjadi pada semua tempat dimana
terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada
muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada
daerah tersebut kurang sempurna.
Selulitis mengenai jaringan subkutan bersifat difus, konsistensinya
bisa sangat lunak maupun keras seperti papan, ukurannya besar,
spongius dan tanpa disertai adanya pus, serta didahului adanya
infeksi bakteri. Tidak terdapat fluktuasi yang nyata seperti pada
abses, walaupun infeksi membentuk suatu lokalisasi cairan
(Peterson, 2002).
Penyebaran infeksi selulitis progressif mengenai daerah sekitar, bisa
melewati median line, kadang-kadang turun mengenai leher (Pedlar,
2001).

2.2. Perbedaan abses dan selulitis


Karakteristik
Durasi
Sakit
Ukuran
Palpasi
Lokasi
Kehadiran pus
Derajat keparahan
Bakteri
Enzim yg dihasilkan
sifat

selulitis
Akut
Berat dan merata
Besar
Indurasi jelas
Difus
Tdk ada
Lebih bahaya
Aerob (streptococcus)
Streptokinase/fibrinolisin,
hyaluronidase dan streptodornase
Difus

2.3. ETIOLOGI: Streptococcus sp.


Mikroorganisme lainnya negatif anaerob seperti Prevotella,
Porphyromona
dan Fusobacterium (Berini, et al, 1999). Infeksi odontogenik pada
umumnya merupakan infeksi campuran dari berbagai macam
bakteri, baik bakteri aerob maupun anaerob mempunyai fungsi yang
sinergis (Peterson,2002).
Infeksi Primer selulitis dapat berupa: perluasan infeksi/abses
periapikal, osteomyielitis dan perikoronitis yang dihubungkan dengan
erupsi gigi molar tiga rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami
nifeksi periapikal/perikoronal, penyuntikan dengan menggunakan
jarum yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah (Sialodenitis), fraktur
compound maksila / mandibula, laserasi mukosa lunak mulut serta
infeksi sekunder dari oral malignancy.

fasia di daerah kepala dan leher berupa jaringan ikat yang


membungkus otot-otot dan berpotensi untuk terserang infeksi serta
Abses dapat ditembus oleh eksudat purulen (Peterson, 2002).
Kronis Pengetahuan tentang lokasi anatomis ruang atau spasia sebagai
tempat penyebaran infeksi odontogenik sangat penting dalam
Terlokalisir
Kecil menegakkan diagnosa.
Fluktuasi
2.5.
Patofisiologis
Berbatas
jelas
Ada
Pada 88,4 % kasus selulitis fasialis disebabkan infeksi odontogenik
Tdk darurat
berasal dari pulpa dan periodontal. Periodontitis apikalis akut
Anaerobyang
(stafilococcus)
atau
kelanjutan
dari infeksi/abses periapikal, menyebar ke segala
Coagulase
arah waktu mencari jalan keluar. Ketika itu biasanya periosteum
ruptur dan infeksi menyebar ke sekitar jaringan lunak intra dan/atau
terlokalisir
extra oral, menyebabkan selulitis. Penyebab utama selulitis adalah
proses penyebaran infeksi melalui ruangan subkutaneus sellular /
jaringan ikat longgar yang biasanya disebabkan dari infeksi
odontogenik. Penyebaran ini dipengaruhi oleh struktur anatomi lokal
yang bertindak sebagai barrier pencegah penyebaran, hal tersebut
dapat dijadikan acuan penyebaran infeksi pada proses septik.
Barrier tersebut dibentuk oleh tulang rahang dan otot-otot yang
berinsersi pada tulang tersebut (Berini, et al,1999).
Jalur penyebaran infeksi odontogenik (Dimitroulis,1997):
Gigi-gigi Rahang Bawah
- M. Buccinator (bagian luar body mandibula)
o Dibawahperlekatanotot : kedaerahfasial
o Di atas perlekatan otot : ke intraoral

2.4. Anatomi Spasia Fasialis

- M. Mylohyoid (sebelah dalam body mandibula)

Spasia fasialis adalah suatu area yang tersusun atas lapisan-lapisan

o Dibawah perlekatan otot : ke daerah sublingual dalam

o Di atas perlekatan otot : didaerah sublingual luar

efektivitas

o Anterior: ke daerah submental

sistem pertahanan)).Peterson (2002) menguraikan mekanisme


pertahanan tubuh terhadap

- M. Masseter (sebelah luar ramus mandibula)


o Di antara m. Masseter : ke daerah submasseterik
o Lateral : kedaerahtemporal
>

- M. Pterigoideus Medialis (sebelah dalam ramus mandibula)


o Lateral : ke daerah pterigomandibula
o Medial : ke daerah pharyngeal
o Posterior : keretropharyngeal
Gigi-gigi Rahang Atas
-M. Buccinator (di lateral)
o Di atas perlekatan otot: ke daerah fasial
o Dibawah perlekatan otot : ke daerah intraoral
-Palatum durum (di medial)
-Sinus maksilaris ( di superior)
Menurut Dimitroulis (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi
penyebaran infeksi adalah mikroorganisme (V irulensi
mikroorganisme, jumla h mikroorganisme, asal infeksi (pulpa,
periodontal, luka jaringan) dan toksisitas yang dihasilkan dan
dikeluarkan dari mikroorganisme) dan host (keadaan Umum (status
kesehatan, sistem imun, umur) dan faktor lokal (suplai darah,

infeksi dengan lebih jelas lagi, sebagai berikut: mekanisme


pertahanan lokal (barrier anatomi tubuh yang intak dan populasi
bakteri normal dalam tubuh),
dari mekanisme pertahanan hurmoral (imunoglobulin dan
komplemen) serta mekanisme selular (fagosit, granulosit, monosit
dan limfosit).
III. SELULITIS FASIALIS
3.1. KlasifikasiMenurut Berini, et al (1999) selulitis dapat
digolongkan menjadi: 3.1.1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua
spasia fasial, yang tdiak jelas batasnya. Infeksi bkateri mengandung
serous, konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya
berdasarkan ruang anatomi atau spasia yang terlibat
3.1.2. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut,
hanya infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang
purulen. Penamaan berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika
terbentuk eksudat yang purulen, mengindikasikan tubuh bertendensi
membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme resistensi lokal tubuh
dalam mengontrol infeksi. Peterson (2002)
beranggapan bahwa selulitis dan abses sulit dibedakan, karena
pada beberapa pasien dengan indurasi selulitis mempunyai daerah
pembentukan abses.
Nama lain

a. Selulitis Difus Akut


Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
1) Ludwigs Angina
2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid
3) Selulitis Senators Difus Peripharingeal
4) Selulitis Fasialis Difus
5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya
b. Selulitis Kronis
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat
karena terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi.
Biasanya terjadi pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang
tidak mendapatkan perawatan yang adekuat atau tanpa drainase.
3.1.3.Selulitis Difus yang Sering Dijumpai
Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone /
Angina Ludwigs . Angina Ludwigs merupakan suatu selulitis difus
yang mengenai spasia sublingual, submental dan submandibular
bilateral, kadang-kadang sampai mengenai spasia pharingeal
(Berini, Bresco & Gray, 1999 ; Topazian, 2002). Selulitis dimulai dari
dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai satu
sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.
Biasanya infeksi primer dari selulitis berasal dari gigi molar kedua
dan ketiga bawah, penyebab lainnya (Topazian, 2002): sialodenitis
kelenjar submandibula, fraktur mandibula compund, laserasi mukosa
lunak mulut, luka yang menusuk dasar mulut dan infeksi sekunder
dari keganasan oral.

Gejala klinis dari Phlegmon (Pedlar, 2001), seperti oedema pada


kedua sisi dasar mulut, berjalan cepat menyebar ke leher hanya
dalam beberapa jam, lidah terangkat, trismus progressif, konsistensi
kenyal kaku sepert i papan, pembengkakan warna kemerahan,
leher kehilangan anatomi normalnya, seringkali disertai
demam/kenaikkan temperatur tubuh, sakit dan sulit menelan, kadang
sampai sulit bicara dan bernafas serta stridor.
Angina Ludwigs memerlukan penangganan sesegera mungkni,
berupa: rujukan untuk mendapatkan perawatan rumah sakit,
antibiotik intravenous dosis tinggi, biasanya untuk terapi awal
digunakan Ampisillin dikombinasikan dengan metronidazole,
penggantian cairan melalui infus, drainase through and through,
serta penangganan saluran nafas, seperti endotracheal intubasi atau
tracheostomi jika diperlukan.
3.2 Diagnosa ,Gejala Klinis dan Prognosa
Diagnosis ditegakkan dari riwayat penyakit atau anamnesa dan
pemeriksaan klinis (inpeksi, palpasi & auskultasi intraoral dan
ekstraoral), yang lebih jauh menegakkan diagnosa selulitis tersebut
berasal dari gigi. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan ar
diologis, umumnya periapikal foto dan panoramik foto, walaupun
banyak kasus dilaporkan selulitis dapat didiagnosa dengan MRI
(Berini, Bresco & Gay, 1999) .
Gejala lokal antara lain pembengkakkan mengenai jaringan
lunak/ikat longgar, sakit, panas dan kemerahan pada daerah
pembengkakkan, pembengkakan disebabkan oedem, infiltrasi
eslular dan kadang karena adanya pus, pembengkakkan difus,
konsistensi kenyal keras seperti papan, kadang-kadang disertai
trismus dan kadang-kadang dasar mulut dan lidah terangkat.
Gejala sistemik seperti temperatur tinggi, nadi cepat dan tidak
teratur, malaise, lymphadenitis, peningkatan jumlah leukosit,
pernafasan cepat, muka kemerah-merahan, lidah kering, delirium
terutama malam hari, disfagia dan dispnoe, serta stridor

Prognosa untuk kasus selulitis fasialis tergantung pada uimur


penderita, kondisi pasien datang pertama ke poliklinik dan juga
tergantung pada kondisi sistemik pasien. Pada umumnya ad bonam
jika segefra ditangani dengan cepat dan benar.Ad bonam, jika
segera ditangani.
3.4. Terapi dan Kompolikasi
Apabila terdapat tanda-tanda seperti kondisi sistemik seperti malaise
dan demam tinggi, adanya disfagia atau dispnoe, dehidrasi atau
pasien kurang minum, diduga adanya penurunan resistensi terhadap
infeksi, toksis sept ikemia da n infiltrasi ke daerah anatomi yang
berbahaya serta memerlukan anestesi umum untuk drainase,
diperlukan penanganan serius dan perawatan di rumah sakit
sesegera mungkin.
Jalan nafas harus selalu dikontrol, intubasi endotracheal atau
tracheostomi jika diperlukan. Empat prinsip dasar perawatan infeksi
(Falace, 1995), yaitu: menghilangkan causa (Jika keadaan umum
pasien mungkinkan segera dilakukan prosedur ini, dengan cara
pencabutan gigi penyebab), drainase (Insisi drainase bisa dilakukan
intra maupun extra oral, ataupun bisa dilakukan bersamaan seperti
kasus-kasus yang parah. Penentuan lokasi insisi berdasarkan
spasium yang terlibat)
Dalam pemberian antibiotik perlu diperhatikan apakah pasien
mempunyai riwayat alergi terhadap antiboi tik tertentu, terutama bila
diberikan secara intravena untuk itu perlu dilakukan skin test terlebih
dahulu. Antibiotik diberikan selama 5-10 hari (Milloro, 2004)

Suppotive Care, sep ert i ist ira hat dan nut r isi yang cukup, pe mber
ia n analgesik & antiinflamasi (analgesik-antiinflamasi nonsteroid
seperti Diklofenak (50 mg/8 jam) atau Ibuprofen (400-600 mg/8 jam)
dan jika Kortikosteroid diberikan, perlu ditambahkan analgesik murni,
seperti Paracetamol antiinflamasi diberikan dalam (650 mg/4-6 jam)
dan/atau Opioid rendah seperti Kodein (30 mg/6 jam)), pemberian
aplikasi panas eksternal (kompres panas) maupun peroral (melalui
obat kumur saline) dapat memicu timbulnya pernanahan.
Komplikasi yang seringkali menyertai selulitis fasial antara lain:
obstruksi pernafasan, septik syok, dan septikemia.
IV. KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Selulitis merupakan suatu proses inflamasi yang mengenai jaringan
lunak terutama jaringan ikat longgar, sifatnya akut, oedematus difus,
meliputi ruang yang luas, indurasi tegas, biasanya disertai kondisi
sistemik yang buruk. Selulitis dapat mengakibatkan kemat ian jika t
idak segera diberikan perawatan yang adekuat dan sesegera
mungkin.
Selulitis fasial yang paling sering dijumpai adalah Angina Ludwigs,
selulit is bilateral yang mengenai 3 spasium yaitu spasium
submandibula, sublingual dan submental. Penanganan selulitis
hampir sama seperti penanganan infeksi odontogenik lainnya yaitu
menghilangkan causa, insisi drainase, pemberian antibiotik dan
perawatan suportif, tetapi yang perlu diperhatikan adalah
penangganan kedaruratan untuk keadaan umum pasien yang buruk,
seperti sulit bernafas, deman tinggi, dan sebagainya.
4.2. Saran
4.2.1. Setiap dokter gigi agar meningkatkan pengetahuan tentang
infeksi maksilofasial agar pasien dapat segera didiagnosa dengan
tepat dan mendapat perawatan yang segera

4.2.2. Agar ditempat praktek selalu tersedia alat-alat untuk insisi dan
drainase
4.2.3. Segera konsulkan kepada yang lebih ahli untuk mengatasi
segala infeksi maksilofasial apabila menghadapi masalah yang
gawat dan darurat.
DAFTAR PUSTAKA
Berini, et al, 1997, Medica Oral: Buccal and Cervicofacial Cellulitis.
Volume 4, (p337-50).
Dimitroulis, G, 1997, A Synopsis of Minor Oral Surgery, Wright,
Oxford (71-81) Falace, DA, 1995, Emergency Dental Care. A Lea &
Febiger Book. Baltimore (p

214-26)Milloro, M., 2004, Petersons of Principles Oral and


nd
Maxillofacial Surgery, 2
edition, Canada: BC Decker Inc.Neville, et al, 2004, Oral and
Maxillofacial Pathology. WB Saunders, Philadephia Pedlar, et al,
2001, Oral Maxillofacial Surgery. WB Saunders, Spanyotl (p90-100)
Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St.
LouisTopazian, R.G & Golberg, M H, 2002, Oral and Maxillofacial
Infection, WB
Saunders, Philadelphia

You might also like